A. Skenario
Skenario 2
Anuria
Seorang laki-laki usia 25 tahun, diantar oleh keluarganya ke rumah sakit dengan
keluhan sesak nafas disertai anuria. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan pernafasan kusmaul, anuria, dan hasil analisis gas darah didapatkan
hasilnya pH 7,53; PCO2 dan HCO3- meningkat. Dokter menduga pasien
mengalami gangguan fungsi ginjal.
B. Klarifikasi Istilah
STEP 1
STEP 2
D. Analisis Masalah
STEP 3
1. Fungsi ginjal
- Mempertahankan keseimbangan air
2
- Apabila kekurangan air maka akan sulit melawan difusi karena sifat
darah
- Kekurangan air juga akan menyebabkan ion dalam darah lebih sulit
untuk berdifusi
- Tekanan darah menurun, maka laju filtrasi glomerulus juga menurun
6. Penyebab kusmaul
- Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik akan mengompensasi dengan cara hiperventilasi
yaitu nafas cepat dan dalam untuk menyeimbangkan asam basa dalam
aliran darah
E. Sistematika Masalah
STEP 4
- pH normal = 7,35-7,45
- Konsentrasi H+ = 4 mEq/L
- PCO2 = 4 mmHg
- HCO3- = 24 Meq/L
3. Proses asam basa dalam ginjal
- Sekresi H+
- Ginjal filtrasi HCO3 basa
- Ginjal filtrasi H+ asam
4. Penyebab kusmaul
- Jika pH menurun maka CO2 di intrasel akan meningkat sehingga akan
mengalami hiperventilasi dan terjadi kusmaul. CO2 akan keluar
melalui metabolisme anaerob agar mendapat suplai O2
- Alkalosis respiratorik akan mengeluarkan CO2 dengan cepat karena
disebabkan hiperventilasi
- Kecemasan dan pengaruh overdosis aspirin dapat menyebabkan
pernafasan cepat dan dalam
- HCO3- dan H+ akan berikatan sehingga akan membentuk H2CO3 yaitu
senyawa yang reversible dan dapat dipecah menjadi H2O dan CO2
MIND MAP
Anuria
Metabolisme
AsamBasa
Fungsi
Kelainan\ Ginjal
Absorpsi
Ekskresi
Kusmaul
Struktur
5
F. Sasaran Belajar
STEP 5
G. Belajar Mandiri
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
Dari skenario hasil analisis gas darah didapatkan hasilnya pH 7,53; PCO2
dan HCO3- meningkat. Pasien diduga mengalami alkalosis metabolik karena kadar
HCO3- meningkat menyebabkan pH darah menjadi basa dan dikompensasi
menjadi basa oleh peningkatan pernapasan yang dalam sehingga menyebabkan
peningkatan pCO2. Berikut ini adalah komposisi gas darah normal tubuh:
Elektrolit
K+ : 5 mEq/L
Ca2+ : 3 mEq/L
HCO3- : 24 mEq/L
HPO4 : 3 mEq/L
Nonelektrolit
Urea : 26 mEq/L
Kreatinin : 1 mEq/L
A. Analisa gas darah (pada level permukaan laut dan udara pernapasan
ruang)
Partial pressure of oxygen (PaO2): Lebih dari 80 mm Hg (lebih dari 10.6 kPa)
Partial pressure of carbon dioxide 35–45 mm Hg (4.6–5.9 kPa)
(PaCO2):
pH: 7.35–7.45
Bicarbonate (HCO3): 22–26 mEq/L (22–26 mmol/L)
Oxygen content (O2CT): 15–22 mL per 100 mL darah (6.6–9.7
mmol/L)
Oxygen saturation (O2Sat): 95%–100% (0.95–1.00)
7
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi
dapat dikeluarkan melalui ventilasi. 1
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan
perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana
mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru
terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum
cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan
merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak
sakit kritis. 1
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat
hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai
penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau
gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai
dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia,
penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat. 1
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas
normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan
intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat. 1
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--
7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi. 1
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan
kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan
muntah lama. 1
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat
serta pH lebih dari 7,50. 1
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg
walau telah diberikan oksigen yang adekuat 1
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada
sehingga normal. 1
8
Gambar 1.2 Mekanisme selular untuk (1) sekresi aktif H⁺ ke dalam tubulus ginjal,
(2) reabsorpsi HCO3- oleh tubulus melalui penggabungan dengan H⁺ guna
membentuk asam karbonat, yang akan terurai menjadi karbondioksida dan air,
serta (3) reabsorpsi ion natrium sebagai pertukan dengan H⁺ yang disekresi. 3
HCO3- ditubulus proksimal dan pertukaran Cl-- HCO3- di akhir tubulus proksimal,
bagian pars tebal ascendens ansa Henle, dan di tubulus dan duktus koligens.3
Jadi, setiap kali satu H⁺di bentuk didalam sel epitel tubulus, satu HCO3- juga
dibentuk dan dilepaskan kembali ke dalam darah. Pengaruh neto reaksi ini adalah
reabsorpsi HCO3 dan tubulus. Reabsorpsi HCO3 yang difiltrasi tidak
menghasilkan H⁺ neto karena H⁺ yang disekresi bergabung dengan HCO3- yang
difiltrasi dan karena itu tidak diekskresikan.3
Pada tubulus distal dan duktus koligentes terdapat dua sel yaitu sel principal
dan sel interkalasi. Sel-sel ini berperan penting dalam keseimbangan Na+ dan K+
dibawah pengaruh aldosteron. Mereka juga merupakan sel yang berperan dalam
mempertahankan keseimbangan H2O dibawah pengaruh vasopressin.3
Sel interkalasi yang tersebar diantara sel principal, berperan dalam
pengaturan halus keseimbangan asam basa. Terdapat dua jenis sel interkalasi,
Tipe A dan Tipe B. Sel interkalasi Tipe A lebih aktif dibandingkan sel interkalasi
Tipe B dalam situasi normal, dan aktivitasnya bahkan meningkat selama asidosis.
Sel interkalasi Tipe B menjadi lebih aktif selama alkalosis.3
5. Sekresi aktif primer dan H⁺ dalam sel interkalatus pada tubulus distal
bagian akhir dan tubulus koligens.
Dimulai dari bagian akhir tubulus distal dan berlanjut melalui sisa sistem
tubular, epitel tubulus menyekresikan H⁺ melalui transport aktif primer.
Mekanisme sekresi primer H⁺ terjadi pada membran luminal sel tubulus, tempat
12
Gambar 1.3 sekresi aktif primer H⁺ melalui membrane luminal sel epitel
interkalatus diakhir tubulus distal dan tubulus koligens.3
Sistem dapar fosfat terdiri dari HPO4- dan H2PO4- keduanya menjadi pekat di
dalam cairan tubulus karena air secara normal lebih banyak direabsorpsi dari
pada fosfat oleh tubulus ginjal. Fosfat jauh lebih efektif sebagai dapar dalam
cairan tubulus.3
Ada satu perbedaan penting dalam urutan ekskresi H⁺. Pada keadaan ini
HCO3-yang dihasilkan dalam sel tubulus dan yang memasuki darah peritubulus
merupakan tambahan neto HCO3- oleh dara bukan hanya penggantian HCO3- yang
di filtrasi, oleh karena itu kapanpun H⁺ yang disekresikan bergabung dengan
dapar selain HCO3- hasil akhirnya adalah penambahan HCO3- baru ke dalam
darah. Hal ini menunjukan salah satu mekanisme yang dilakukan oleh ginjal untuk
memperbaharui simpanan HCO3- cairan ekstraselular.3
Sistem dapar kedua dalam cairan tubulus yang bahkan lebih kuantitatif dari
pada sistem dapar fosfat terdiri atas ammonia (NH3) dan ion ammonium (NH4-).
Ion ammonium disintesis dari glutamine, yang terutama berasal dari metabolisme
asam amino di dalam hati. Glutamine yang di angkut ke dalam ginjal akan
ditranspor ke dalam sel epitel tubulus proksimal, segmen tebal pars ascendens
ansa Henle, dan tubulus distal. Sekali berada di dalam sel, setiap molekul
glutamine dimetabolisme dalam serangkaian reaksi agar pada akhirnya
membentuk dua ion NH4+ dan dua ion HCO3-. NH4+disekresikan ke dalam lumen
tubulus melalui mekanisme counter transport ditukarkan dengan ion natrium,
yang direabsorpsi HCO3- ditranspor melewati membran basolateral bersama
dengan Na+ yang direabsorpsi, masuk ke dalam cairan intestinal dan di ambil oleh
kapiler peritubulus. Jadi untuk setiap molekul glutamine yang dimetabolisme di
dalam tubulus proksimal, ion NH4+ disekresikan ke dalam urin dan dua ion HCO3-
di reabsorpsi kedalam darah. HCO3- yang dihasilkan oleh proses ini merupakan
bikarbonat baru.3
15
Gambar 1.5 Produksi dan sekresi ion ammonium (NH4+) oleh tubulus proksimal.3
sebagian besar harus dikeluarkan dari larutan selagi berada di tubuh dan akhirnya
harus dikeluarkan sehingga pH cairan tubuh dapat tetap berada dalam kisaran
sempit yang memungkinkan hidup. Juga harus terdapat mekanisme yang cepat
mengompensasi situasi-situasi ketika CES menjadi terlalu basa. Tiga lini
pertahanan terhadap perubahan [H+] bekerja untuk mempertahankan [H+] di
cairan tubuh pada kadar hampir tetap meskipun pemasukannya tidak diatur: (1)
sistem dapar kimiawi, (2) mekanisme pernapasan untuk mengontrol pH, dan (3)
mekanisme ginjal untuk mengontrol pH. Kita akan membahas masing-masing dari
metode-metode ini.3
dapat menyesuaikan jumlah H+ yang ditambahkan ke cairan tubuh dari sumber ini
sesuai kebutuhan untuk memulihkan pH ke arah normal ketika terjadi fluktuasi
[H+] dari sumber selain H+- CO2.4
asidotik 10/1. Masalah dapat timbul karena pengeluaran cairan kaya- HCO3- yang
berlebihan dari tubuh atau karena akumulasi asam non-karbonat.4
Muntah menyebabkan pengeluaran abnormal H+ dari tubuh akibat
hilangnya getah lambung yang asam. Asam hidroklorida disekresikan ke dalam
lumen lambung selama pencernaan. Selama sekresi HC1, bikarbonat ditambahkan
ke plasma. HCO3- ini dinetralkan oleh H+ sewaktu sekresi lambung akhirnya
diserap kembali ke dalam plasma sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi
penambahan neto HCO3- ke plasma dari sumber ini. Namun, jika asam ini keluar
dari tubuh sewaktu muntah, tidak saja [H+] plasma menurun tetapi juga tidak lagi
terjadi reabsorpsi H+ untuk menetralkan HCO3- ekstra yang ditambahkan ke
plasma sewaktu sekresi HCl lambung. Karena itu, keluarnya HC1 pada
hakikatnya meningkatkan [HCO3-] plasma. (Sebaliknya, pada muntah yang "lebih
dalam", HCO3- di getah pencernaan yang disekresikan ke dalam usus halus bagian
atas mungkin keluar bersama muntahan sehingga yang terjadi adalah asidosis
bukan alkalosis).4
Ingesti obat alkali dapat menyebabkan alkalosis, misalnya saat soda kue
(NaHCO3, yang terurai menjadi Na+ dan HCO3+ dalam larutan) digunakan sendiri
sebagai terapi hiperasiditas lambung. Dengan menetralkan kelebihan asam di
lambung, HCO3- meredakan gejala iritasi lambung dan heartburn; tetapi jika
HCO3- yang ditelan melebihi kebutuhan, kelebihan HCO3- akan diserap dari
saluran cerna dan meningkatkan [HCO3-] plasma. Kelebihan HCO3- ini berikatan
dengan sebagian H+ bebas yang normalnya ada di plasma dari sumber-sumber
non-karbonat, menurunkan [H+] bebas. (Sebaliknya, produk alkali komersial
untuk mengobati hiperasiditas lambung sama sekali tidak diserap dari saluran
cerna sehingga tidak mengubah status asam-basa tubuh).4
dibandingkan. Seperti yang dapat kita lihat pada grafik perubahan kecepatan
ventilasi per perubahan unit pH jauh lebih besar pada penurunan kadar pH (sama
dengan peningkatan konsentrasi H+) dibandingkan dengan peningkatan kadar pH.
Alasan untuk hal ini adalah bahwa sewaktu kecepatan ventilasi alveolus menurun,
karena peningkatan pH (penurunan konsentrasi H+), jumlah penambahan oksigen
ke dalam darah menurun dan tekanan parsial oksigen (PO2) di dalam darah juga
menurun, yang merangsang kecepatan ventilasi. Oleh karena itu, kompensasi
pernapasan untuk peningkatan pH tidak seefektif respons terhadap penurunan pH
yang nyata. 4
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton A.C., Hall J.E., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta;
EGC: 2008
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta; EGC:
2009
3. Guyton A.C., Hall J.E., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta;
EGC: 2014
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta; EGC:
2014