Anda di halaman 1dari 25

“Atresia Ani”

Disusun untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti kegiatan

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah

Oleh:

Benny Sabry
NPM. 71160891697

Pembimbing:

dr. Hamzah Sulaiman, Sp.B.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT. atas rahmat yang

dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul

“Atresia Ani”. Penyusunan tugas paper ini dimaksudkan untuk mengembangkan

wawasan serta melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu

Bedah yang diberikan pembimbing.

Penulis menyampaian ucapan terima kasih kepada dr. Hamzah

Sulaiman, Sp.B selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik ilmu kedokteran

Bedah serta dalam penyelesaian tugas referat ini. Dalam penulisan tugas referat

ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik dari

segi penulisan maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca yang sifatnya membangun guna penyempurnaan di masa yang akan

datang.

Medan, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ......................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................


1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2
1.3. Manfaat Penulisan ................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi ..................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi ............................................................................ 3
2.3. Embriologi ............................................................................... 3
2.4. Klasifikasi ................................................................................ 5
2.5. Etiologi ..................................................................................... 10
2.6. Patofisiologi ............................................................................. 12
2.7. Manifestasi Klinisi ................................................................... 13
2.8. Diagnosis .................................................................................. 15
2.9. Penatalaksanaan ....................................................................... 18
2.10. Prognosis ................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana menetapnya

membrane anus sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total,

kadangkala sebuah lubang sempit masih memungkinkan keluarnya isi usus.

Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit perineum,

keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.

Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi

seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000

kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan

kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering.

Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak

ditemukan dari pada pasien perempuan.2,3

Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup

dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang

menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada

laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus

distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.3

Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari

data yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah

khususnya Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.4

1
1.2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan

gambaran ringkas mengenai atresia ani terutama gejala klinis, diagnosis

serta penanganan yang tepat pada pasien.

1.3. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta

pembaca mengenai atresia ani. Selain itu, makalah ini juga akan dijadikan

untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Bedah FK

Universitas Islam Sumatera Utara.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah

suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk

didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000

kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra,

Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).1

2.2. Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah

1 dalam 5000 kelahiran.2 Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak

ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan. Fistula rektouretra

merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti

oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi

anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula

rektovestibular dan fistula perineal.3 Hasil penelitian Boocock dan Donna di

Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih

banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.4

2.3. Embriologi

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut

dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian

3
bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta

pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum,

appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut

meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari

endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk

mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan

perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan 2

anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah

atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan

genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak

normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau

rudimenter.1

4
Fungsi fisiologi anorectal

1. Motilitas kolon

a. Absorbsi cairan

b. Keluarkan isi feses dari kolon ke rectum

2. Fungsi defekasi

a. Keluarkan feses secara intermitten dari rectum

b. Tahan isi usus agar tidak keluar saat tidak defekasi

2.4. Klasifikasi

1. Secara Fungsional

a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus

gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok

ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula recto-vagina

atau recto-fourchette yang relatif besar,dimana fistula ini sering

dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang

adekuat sementara waktu.

b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan

keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk

menghasilkan dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa

bentuk intervensi bedah segera.

5
2. Berdasarkan Letak

a. Anomali rendah

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot

puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang

berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan

dengan saluran genitourinarius.

b. Anomali intermediet

Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung

anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

c. Anomali tinggi

Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak

ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-

retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung

buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

3. Klasifikasi Wingspread

a. Jenis Kelamin Laki-laki

• Golongan I

- Kelainan fistel urin

Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari

orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke

uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan

letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila

kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak

6
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin

mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila

evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan

kolostomi segera.

- Atresia rektum

Pada atresia rektum tindakannya sama pada

perempuan. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi

pada pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih

dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu

segera dilakukan kolostomi.

- Perineum datar

Tidak ada keterangan lebih lanjut.

- Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

• Golongan II

- Kelainan fistel perineum

Fistel perineum sama dengan pada perempuan,

lubangnya terletak lebih anterior dari letak anus normal,

tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.

- Membran anal

7
Pada membran anal biasanya tampak bayangan

mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada

sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.

- Stenosis anus

Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada

stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang

seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak

lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi

definitif.

- Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.2,3,2

Gambar 1. Malformasi anorektal pada laki-laki8

b. Jenis Kelamin Perempuan

• Golongan I

- Kelainan kloaka

Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara

traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi

8
feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat

dilakukan kolostomi.

- Fistel vagina

Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari

vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga

sebaiknya dilakukan kolostomi.

- Fistel rektovestibular

Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.

Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya

minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita

mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat

direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.

- Atresia rektum

Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada

pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari

1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu

segera dilakukan kolostomi.

- Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

• Golongan II

- Kelainan fistel perineum

9
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara

vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus

yang buntu menimbulkan obstipasi

- Stenosis anus

Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat

yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak

lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi

definitif.

- Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi

Gambar 2. Malformasi anorektal pada perempuan8

2.5. Etiologi

1. Faktor penyebab

a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayilahir

tanpa lubang dubur.

10
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12

minggu atau 3 bulan.

c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di

daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang

terjadi antara minggu ke-4 hingga ke-6 usia kehamilan.

d. Berkaitan dengan Sindrom Down

Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial.

Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an,

didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang

memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1

dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1

dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya

hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi

21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa

mutasi dari 3 bermacam-macam gen yang berbeda dapat

menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi

malformasi anorektal bersifat multigenik.6

e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

f. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena

gangguanpertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan

embrionik.

11
2. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh

kelainankongenital saat lahir seperti:

a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada

vertebral, anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).

b. Kelainan sistem pencernaan.

c. Kelainan sistem pekemihan.

d. Kelainan tulang belakang

2.6. Patofisiologi

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada

kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian

belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka

yang merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi

stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi

atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur

kolon antara minggu ke-7 dan ke-10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan

migrasi dapat juga dapat terjadi karena kegagalan dalam agenesis sakral dan

abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak adanya pembukaan usus besar

yang keluar anus menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan sehingga

intestinal mengalami obstruksi.

Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.

Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah

12
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju

rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia,

sebaliknya feses yang mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan

infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanyaakan terbentuk fistula antara

rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% kasus atresia ani dengan

fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-

laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju kevesika urinaria atau

ke prostat (rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju keuretra

(rektouretralis).

2.7. Manifestasi klinis

Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi

dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:5

1. Perut kembung

2. Muntah

3. Tidak bisa buang air besar

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat

dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.

Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata

letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu

sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal

intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi

anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.9

13
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih

abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% -

60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi

yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara

kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa

seperti kelainan kardiovaskuler.2

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan

malformasi anorektal adalah:2,3,10

1. Kelainan kardiovaskuler

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis

kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten

ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal

defect.

2. Kelainan gastrointestinal

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),

obstruksi duodenum (1%-2%).

3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan

lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan

hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah

myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.

4. Kelainan traktus genitourinarius

14
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan

pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden

kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 %

sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.

Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai

VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal

abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,

Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).3

2.8. Diagnosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat

ditemukan:1

a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula

c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan

kemungkinan kelainan adalah letak rendah

2. Pemeriksaan penunjang

a. Radiologi dengan Barium Enema

• Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen

sempit ke daerah yang melebar.

• Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran

mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.

b. Biopsi hisap rektum

15
• Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak

adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa,

dan adanya serabut saraf yang menebal.

• Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.

3. Pena menggunakan cara sebagai berikut:1

a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

• Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal

membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal

Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi

• Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan

kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan

tindakan definitif.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan

invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut

letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-

laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan

rektoperinealis.1

b. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel

• Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal

PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.

• Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi

terlebih dahulu.

16
• Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1

cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila

akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada

perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah

. Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau

rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus

terisis, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan

vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan

bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula

lakukan fistulografi.1

Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu

menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus

ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi

daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.3,5

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan

fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan

selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa

keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini

dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-

otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan

intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang

mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam

17
untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan

apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.6

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum,

ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan

bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini

berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan

colostomy.6

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi

anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-

handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran

pada anus (tempat keluarnya mekonium).6

2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani

letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu

lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal

pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan

prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982

memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital

anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus

dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum

dan pemotongan fistel.1

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara

jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk

18
kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus

ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan

berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.

Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena

kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak

adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang

kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi

penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran

rektum dan ada tidaknya fistula.1

Penatalaksanaan malformasi anorektal11

Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-

laki11

19
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi

anorektal pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan.

Prinsip penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir

sama dengan bayi laki-laki.3

Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan9

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus

perempuan9

Anoplasty

PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan

anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan

pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon.

20
Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi

diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian

juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.3

2.10. Prognosis

Prognosis baik apabila gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca

bedah seperti kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya

dapat diatasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 20


Oktober 2018].
2. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and
Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtype=
pdf [diakses 20 Oktober 2018]
5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 20 Oktober 2018]
6. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare
Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 20
Oktober 2018]
7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
8. Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of
Paediatric Surgery Starship Hospital Auckland, 2006.
http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf
[diakses 20 Oktober 2018]
9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery
University of Michigan
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalfor
mation [diakses 20 Oktober 2018]
10. Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with
Anorectal Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2)
2006; 151-154 http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses 20
Oktober 2018]
11. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai