ATRESIA ANI
Pembimbing :
dr. Ngatman Harsoyo, SpB
Adinda Aotearoa Afta
112015097
PENDAHULUAN
Latar belakang
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis
rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani
didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai
penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan
dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita
anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan
fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.
Definisi
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rectum atau keduanya. Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum, atresia ani merupakan kelainan bawaan
(kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus.1,2
Atresia Ani adalah suatu kelainan congenital dimana menetapnya membrane anus
sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total; kadangkala sebuah lubang sempit masih
memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit
perineum; keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.3
Atresia berasal dari bahasa Yunani artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh,
hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang
mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.
Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuat saluran seperti keadaan normalnya.2
Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut
akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian
duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian
duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,
dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai
primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan
anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal
dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator
ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak
ada atau rudimenter.
Anatomi
Bagian usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid
sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani
dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar
5,9 inci (15 cm). Sekum dan bagian kolon transversum maupun banyak kolon sigmoideum
seluruhnya di dalam peritoneum,sedangkan sepertiga bawah rektum di bawah peritoneum dan
sepertiga atas ekstra peritoneum di atas permukaan posteriornya. Bagian asendens dan desendens
kolon ditutup oleh peritoneum hanya pada permukaan anterior.3,4
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan
rectum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini maka perdarahan,
persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang
menutupinya.
Rektum memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.Rectum
dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan
lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas
rectum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar di
sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri ,
sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri
bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fissura anus nyeri sekali. Darah
vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem orta, sedangkan yang berasal dari anus
dialirkan ke sistem kava melalui cabang v. Iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya
memahami cara penebaran keganasan dan infeksi. Sistem limfa sepanjang pembuluh
hemoroidales superior ke arah kelenjar limfa paraorta melalui kelenjar limfa paraorta melalui
kelenjar limfa iliaka interna, sedangkan limfa yang berasal dari kanalis analis mengalir kearah
kelenjar inguinal.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke
ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum
dalam keadaan istirahat. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea
pektinata atau linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara
kolumna rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapt
membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu
melakukan colok dubur. dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis
hilton)
Cincin sfingtern anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter
ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, otot longitudinal,
bagian tengah dari otot levator (puborektalis) dan komponen m. Sfingter eksternus. M. Sfingter
internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m. Sfingter eksternus terdiri atas serabut otot
lurik.
kava. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui perdaran
hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka
Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon asendens dan
kolon transversum, dan melalui v.mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid dan
rektum. Keduanya bermuara ke dalam v.porta, tetapi v.mesenterika inferior melalui v.lienalis.
Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v.kava inferior. Oleh karena itu, anak sebar yang
berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari
kolon ditemukan di hati.
Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000
kelahiran. Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.
Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti
oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak
ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa atresia ani letak
rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi.
Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
3. Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen
genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan
populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan
antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan
atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik.5
Patofisiologi
Kelainan atresia ani terjadi akibat kegagalan pembentukan septum urorectal secara
komplit. Embryogenesis dari kelainan ini masih belum jelas. Anus dan rektum diketahui berasal
dari bagian dorsal hindgut atau rongga cloacal ketika pertumbuhan lateral bagian mesenchyme,
kloaka akan membentuk sekat di tengah yang disebut septum urorectal. Septum urogenital
membagi kloaka (bagian caudal hindgut) menjadi rektum dan sinus urogenital, urogenital sinus
terutama akan membentuk kandung kecing dan uretra. Penurunan perkembangan dari septum
urorectal dipercaya menutup saluran ini ketika usia 7 minggu kehamilan. Selama waktu ini,
bagian ventral urogenital mengalami pembukaan eksternal/keluar;bagian dorsal dari anal
membuka kemudian. Anus berkembang dari fusi antara tuberculum anal dan invagination bagian
luar/eksternal, yang dikenal sebagai proctodeum, yang mendalam ke arah anus.pada awalnya.
Perineum memisahkan kloaka membran menjadi membran urogenital anterior dan membran anal
posterior rektum dan bagian superior kanalis anus terpisah dari eksterior oleh membran anal.
selaput pemisah ini akan menghilang saat usia kehamilan 8 minggu.6
Gangguan pada perkembangan struktur anorectal bermacam-macam tingkatannya dengan
berbagai macam kelainan, antara lain anal stenosis,
komplit , atau complete failure atau anal agenesis dari bagian atas dari kloaka sampai kebawah
dan kegagalan proktoderm mengalami invaginasi. Hubungan langsung antara saluran urogenital
dan bagian rectal dari kloaka menyebabkan rectourethral fistule atau rectovestibular fistule.6
Klasifikasi
Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki laki golongan I dibagi
menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan
pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki laki dibagi 5 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram:
udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu
kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada
invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari
kulit.7
Menurut klasifikasi Wingspread
Laki laki
Kelompok I
Kelainan
Fistel urin
Atresia rektum
Perineum datar
Tindakan
Kolostomi
neonatus,
operasi
kulit
Kelompok II
Kelainan
fistel perineum
membran anal
stenosis anus
Tindakan
Operasi langsung pada neonatus
kulit
Perempuan
Kelompok I
Kelainan
kloaka
fistel vagina
fistel
anovestibuler
Tindakan
Kolostomi neonatus
atau
rektovestibuler
-
atresia rektum
stenosis anus
Tindakan
Operasi langsung pada neonatus
Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah,
pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan
bentuk yang paling jarang dijumpai.
Gambar 5.Fistul
anokutaneus(bucket handle)
anus ektopi
Jenis fistula yang dapat ditemukan pada perempuan adalah fistula anokutaneus, fistula
rektoperineum dan fistula rektovagina. Fistula anokutaneus mencakup bentuk kelainan yang
sebelumnya dikenal sebagai anus ektopik anterior atau fistula anoperineum. Pada fistula
rektoperineum, fistula bermuara di sepanjang perineum mulai dari lekukan anus sampai pada
baths vestibulum vagina. Sementara pada fistula rektovagina, lubang fistula bermuara pada
fosa navikularis, vestibulum vagina, atau bahkan pada dinding posterior vagina.
Pada laki-laki dapat dijumpai dua bentuk fistula, yaitu fistula rektourinaria dan fistula
rektoperineum; jenis yang pertama lebih banyak ditemukan. Sebagian besar fistula
rektourinaria berupa fistula rektouretra, muara fistula terdapat di uretra pars prostatika tepat di
bawah verumontagum berdekatan dengan duktus ejakulatorius. Fistula rektourinaria juga dapat
dijumpai dalam bentuk fistula rektovesika, fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung
kemih pada daerah trigonum vesika. Jenis fistula ini sangat jarang ditemukan. Pada fistula
rektoperineum, muara fistula terdapat di perineum di sepanjang daerah antara lekukan anus
sampai batas perineoskrotum.
Fistula dapat berukuran sedemikian kecil sehingga sukar ditemukan dan tidak dapat
dilalui mekoneum atau berukuran cukup besar sehingga memungkinkan pengeluaran
melkoneum dari rektum yang buntu. Pada kasus kelainan bentuk anorektum disertai fistula
dengan ukuran cukup besar, manifestasi obstruksi usus akibat buntunya rektum tidak terjadi,
karena mekoneum dapat keluar melalui fistula.
Fistula dapat ditemukan pada sekitar tiga perempat kasus dan sebagian besar di
antaranya terdapat pada kasus tipe III berdasarkan klasikfikasi ladd and gross.
secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.10
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal
adalah
1. Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling banyak
ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan
vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti
hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang
sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi
antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut
dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,
Tracheoesophageal
and
Renal
abnormality)
dan
VACTERL
(Vertebrae,
Anorectal,
menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24
jam untuk menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan
colostomy atau anoplasty5.
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak
adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum
yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan harus dilakukan
colostomy 5.
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah
meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal
dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium)5.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus
dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan
inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan
cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan
mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel11.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk
menangani secara tepat, harus ditentukan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan
dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi
yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak
kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta
ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada
tidaknya fistula.
Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :
a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah
6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).
b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.11.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 8
minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti,
baikminimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti11.
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan vital ke
vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feces menjadi tidaklancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita
hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.
Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka
tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus
tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.
Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel,
dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II.
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi
tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi.
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif. Bila tidak
ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat segera dilakukan pembedahan
definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi7.
Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk perineum dan tidak
adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok
dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum. Golongan I. Jika ada fistel urin, tampak
mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke
vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila
dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses
tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama
pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Fistel perineum sama dengan
pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anusnormal. Pada membran anal biasanya
tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan wanita, tindakan
definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari kulit pada invertogram,
perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah7.
Prognosis
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,
pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok
dubur. Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau ensibilitasnya, tetapi
juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita .
Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode
PSARP7
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Kelainan Bawaan. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed3. Jakarta :
EGC, 2004 : 667-670
2. Mulholland, Michael W, Lillemoe, Keith D. Anorectal Malformation in: Greenfield's
Surgery: Scintific Principles and Practice, 4th Edition. New York: Mc-Graw Hill.2006
3. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta : EGC 1994: 262
4. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 25 September
2013].
5. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007,
2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 25 September 2013]
6. Nelson, G Rosen, MD. Pediatric Imperforate Anus. 25 januari 2010 (diakses tanggal 25
september
2013).
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/929904-
overview.
7. Hamami A.H, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. 2004. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Editor Peter J. Ed 2. Jakarta : EGC
8. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses
tanggal 25 September 2013]
9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of
Michigan.
Availablen
online
at
http://www.medcyclopedia.com/library/opics/volume_vii/a/anorectalmalformation
[diakses 25 September 2013]
10. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M, principle and Practice of Pediatric
Surgery Vol 2. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins, 2005 : 1395-1434