Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE DENGAN


CHRONIC KIDNEY DISEASE

Pembimbing :
dr. Hendra Dwi Kurniawan, Sp.PD

Disusun Oleh :
Grace Elizabeth Claudia
(11-2015-161)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 9 MEI 2016 – 16 JULI 2016
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
2016

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

Nama : Grace Elizabeth Claudia Tanda Tangan


NIM : 11.2015.161 ................................

Dr Pembimbing/ Penguji: dr. Hendra Dwi Kurniawan, Sp.PD


................................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 58 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan : SMA
Alamat : Kp. Bendungan Melayu

A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 6 Juni 2016 Jam : 09.00 WIB

Keluhan utama: Sesak napas sejak seminggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:


Laki – laki berusia 58 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak seminggu SMRS.
Sesak dirasakan terus menerus baik saat istirahat atau saat berjalan lama. Sesak juga dirasakan
bila pasien tiduran telentang, sehingga harus dalam posisi duduk agar keluhan lebih baik. Pasien
juga mengeluhkan adanya batuk kering, lemas, mual dan bengkak pada kaki. Setiap malam,
pasien sulit untuk tidur karena sulit bernapas. Pasien memiliki riwayat DM, hipertensi dan
penyakit jantung.

2
Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) DBD
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Hemia inguinal
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Rematik
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (+) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (+) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu Lain-lain: (+) Operasi: appendicitis
(-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga
Hubungan Umur Jenis Kelamin Keadaan Penyebab
(Tahun) Kesehatan Meninggal
Kakek OS tidak ingat Laki-laki Meninggal OS tidak ingat
Nenek OS tidak ingat Perempuan Meninggal OS tidak ingat
Ayah OS tidak ingat Laki-laki Meninggal OS tidak ingat
Ibu OS tidak ingat Perempuan Meninggal OS tidak ingat
Istri 55 Laki-laki Sehat -
Anak 28 Perempuan Sehat -
Anak 25 Perempuan Sehat -

Adakah Kerabat yang Menderita ?


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Artritis √
Rematisme √
Hipertensi √

3
Jantung √
Ginjal √
Lambung √

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus

Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun

Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan Pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan Pendengaran
(-) Tinitus

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis

Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis

4
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara

Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher

Dada ( Jantung / Paru – paru )


(-) Nyeri dada (+) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(+) Ortopnoe (+) Batuk

Abdomen ( Lambung Usus )


(-) Rasa Kembung (-) Wasir
(+) Mual (-) Mencret
(-) Muntah (-) Tinja Darah
(-) Muntah Darah (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Ter
(-) Nyeri Perut, Kolik (-) Benjolan
(-) Perut Membesar

Saluran Kemih / Alat Kelamin


(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (-) Penyakit Prostat

Saraf dan Otot


(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)

5
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Gangguan bicara (Disartri)

Ekstremitas
(+) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis

Berat Badan :
Berat badan rata – rata (kg) : 60 kg
Berat tertinggi kapan (kg) : 71 kg
Berat badan sekarang : 70 kg

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (-) di rumah (+) Rumah Bersalin (-) R.S Bersalin
Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan (-) Dukun (-) lain - lain

Riwayat Imunisasi
Tidak ingat.

Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3 kali/hari
Jumlah / kali : 1 piring/kali makan
Variasi / hari : Nasi, telur, daging, kue
Nafsu makan : baik
Pendidikan
(-) SD (+) SLTP (-) SLTA (-) Sekolah Kejuruan
(-) Akademi (-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada

6
Keluarga : tidak ada

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 70 kg
IMT : 25,71 kg/m2
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, lemah
Suhu : 37,0 0C
Pernafasaan : 24 kali/menit
Keadaan gizi : Baik
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Ada
Habitus : Piknikus
Cara berjalan : Normal
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Pasif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : tenang
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar

Kulit
Warna : sawo matang
Effloresensi : tidak ada
Jaringan Parut : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : normal, merata
Lembab/Kering : kering
Suhu Raba : sama dengan pemeriksa
Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran

7
Keringat : umum (+)
Turgor : baik
Ikterus : tidak ada
Lapisan Lemak : distribusi merata
Edema : Tidak ada
Lain-lain : (-)

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar

Kepala
Ekspresi wajah : Tampak lemas
Simetri muka : Simetris, tidak ada edema
Rambut : Warna putih, distribusi merata, tidak mudah rontok
Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi

Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Tidak ptosis, tidak edema, tidak hiperemis
Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (CA +/+)
Visus : Normal
Sklera : Tidak ikterik (SI -/-)
Gerakan Mata : Normal (ke segala arah), tidak ada jerky, tidak ada nistagmus
Lapangan penglihatan : Normal
Tekanan bola mata : N+
Deviatio Konjugate : Tidak ada
Nistagmus : Tidak ada

Telinga
Tuli : Tidak ada

8
Selaput pendengaran : Tidak ada tanda radang/hiperemis, tidak ada bulging, refleks
cahaya positif langsung dan tidak langsung
Lubang : Lapang di kedua liang telinga
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada

Mulut
Bibir : Tidak sianosis, tidak kering, simetris
Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis
Langit-langit : Tidak ada kelainan
Bau pernapasan : Tidak ada
Gigi geligi : Utuh, tidak ada karies dentis
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : Normal
Lidah : Lidah tidak kotor, tidak terlihat deviasi lidah
Sariawan : Tidak ada

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+4 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : Tidak teraba membesar
Deviasi trachea : Tidak ada

Dada
Bentuk : Simetris kanan dan kiri, sela iga tidak mencekung atau mencembung
Pembuluh darah : Spider nevi (-)
Buah dada : Normal, simetris, tidak ada massa, tidak ada ginekomastia

Paru – Paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

9
Sela iga normal, benjolan (-) Sela iga normal, benjolan (-)
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Sela iga normal, benjolan (-) Sela iga normal, benjolan (-)
Palapasi Kiri Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris
Kanan Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor Sonor
Kanan Sonor Sonor
Auskultasi Kiri SN Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-) SN Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-)
Kanan SN Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-) SN Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, tidak ada lesi kulit, tidak ada bekas operasi
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 4 garis mid-clavicularis kiri
Perkusi :
Batas atas : Sela iga 2 garis parasternalis kiri
Batas kanan : Sela iga 4 garis sternalis kanan
Batas kiri : Sela iga 5, dua jari lateral dari garis mid-clavicularis kiri
Auskultasi : BJ I-II murni, reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Perut
Inspeksi : Bentuk perut cembung, tidak terlihat lesi kulit dan bekas luka operasi.
Palpasi
Dinding perut : supel, nyeri tekan (-), benjolan (-), defense muscular (-)

10
Hati : Tidak teraba pembesaran hati
Limpa : Tidak teraba pembesaran limpa
Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)
Lain-lain : -
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus normoperistaltik, tidak ada bruit
Refleks dinding perut : Baik

Colok Dubur (atas indikasi) : Tidak dilakukan pemeriksaan

Alat Kelamin (atas indikasi) : Tidak dilakukan pemeriksaan

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Lain-lain : CRT < 2s CRT < 2s

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : Ada Ada
Lain-lain : Akral hangat Akral hangat

11
Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon Positif Positif
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks patologis Negatif Negatif

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 4 Juni 2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Haemoglobin 8,6 g/dL 13,5-18,0 g/dL
Leukosit 11220/mm3 4000-10500/mm3
Hematokrit 24,5 % 42-52 %
Trombosit 396000/uL 163000-337000/uL

KIMIA KLINIK
Gas Darah + Elektrolit
Analisa Gas Darah
pH 7,536 7,350 – 7,450
pCO2 20,8 mmHg 32,0 – 45,0
pO2 74,3 mmHg 95,0 – 100,0
HCO3 17,8 mEq/L 21,0 – 28,8
Base Excess -5,0 mmol/L - 2,5 – + 2,5
O2 Saturation 96,8% 94,00 – 100,00
Elektrolit
Natrium (Na) 137 mEq/L 135 – 147
Kalium (K) 6,04 mEq/L 3,5 – 5,0
Klorida (Cl) 98 mEq/L 96 -108

12
Troponin I Kuantitatif 0,010 ng/mL
Glukosa Sewaktu POCT 174 mg/dL
Ureum 122,07 mg/dL 16,6 – 48,5
Kreatinin 4,03mg/dL 0,67 – 1,17

EKG 4 Juni 2016

Laboratorium 9 Juni 2016


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Albumin 2,86 g/dL 3,50 – 5,20 g/dL

USG Abdomen 7 Juni 2016


Kesan: Efusi pleura bilateral dan Chronic Kidney Disease

D. RINGKASAN (RESUME)
Laki – laki berusia 58 tahun datang dengan keluhan sesak sejak seminggu SMRS.
Dyspneu d’effort (+). Batuk kering (+), lemas (+), mual (+), edema tungkai (+), paroxysmal
nocturnal dyspnea (+) dan orthopnea (+). Riwayat DM, hipertensi dan penyakit jantung (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 88x/menit, konjungtiva
anemis +/+, JVP meningkat, piting edema di kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

13
Hb 8,6 g/dL, leukosit 11220/mm3, hematokrit 24,5%, glukosa sewaktu POCT 119 mg/dL, ureum
122,07 mg/dL, dan kreatinin 4,03 mg/dL.

E. DAFTAR MASALAH
1. CHF
2. CKD
3. Anemia
4. DMT II
5. Isolated Systolic Hypertension

F. PENGKAJIAN MASALAH
1. Gagal Jantung Kongestif (CHF)
Dipikirkan CHF karena adanya keluhan sesak napas saat beristirahat dan berjalan, sulit
tidur karena sesak napas pada malam hari, batuk kering, edema tungkai, dan riwayat
hipertensi. Kemudian pada pemeriksaan fisik didapatkan JVP meningkat dan piting
edema pada kedua kaki. Penyebab CHF diperkirakan karena penyakit jantung kronis
karena adanya gambaran infark lama pada EKG. Namun, dapat juga disebabkan
Hypertension Heart Disease (HHD), karena pasien memiliki riwayat hipertensi.

Rencana diagnostik:
 Pemeriksaan rontgen thorax untuk mengetahui adanya cardiomegali dan LVH
 Pemeriksaan ekokardiografi untuk memastikan adanya HHD
 Pemeriksaan kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, dan asam urat untuk faktor
resiko PJK

Rencana pengobatan:
 Furosemid tab 40 mg 3x1
 Bisoprolol tab 5 mg 1x1
 ISDN tab 10 mg 3x1
 OBH syr 3x1
 Pemberian Oksigen 8 liter/menit

Rencana edukasi:
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya

14
 Tirah baring
 Pembatasan asupan garam
 Berhenti merokok dan alkohol

2. CKD
CKD pada kasus ini diduga akibat DMT II. Dipikirkan adanya CKD karena adanya
lemas, edema tungkai, dan riwayat DMT II. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis +/+, dan tekanan darah 150/80 mmHg. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan hiperkalemia, hipoalbumin, peningkatan ureum dan kreatinin
dan berdasarkan hasil CCT yaitu 19,78 sehingga masuk ke dalam CKD grade IV.

Rencana diagnostik: -

Rencana pengobatan:
 Diet rendah protein (0,6 – 0,8/kgBB/hari  0,6 x 70 kg = 42 gr)
 Pembatasan cairan dan elektrolit
 Aminefron caps 3 x 3
 Pemasangan kateter urin

Rencana edukasi:
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit, perjalanan penyakit dan
komplikasinya

3. Anemia
Dipikirkan anemia karena adanya keluhan lemas, pada pemeriksaan fisik terdapat
konjungtiva anemis +/+ dan pada pemeriksaan laboratorium kadar Hb pasien 8,6 g/dL.
Anemia pada kasus ini diperkirakan karena adanya CKD. Anemia pada CKD dapat
disebabkan karena berkurangnya produksi eritropoetin. Namun, tidak dapat menutup
kemungkinan anemia disebabkan karena berkurangnya kandungan besi.

Rencana diagnostik:
 Pemeriksaan Feritin, SI, dan TIBC untuk mengetahui kadar besi dalam tubuh
 Pemeriksaan morfologi darah tepi untuk mengetahui karakteristik anemia

15
Rencana pengobatan:
 IVFD NaCl 0,9% 6 tpm
 Transfusi PRC 300 cc dengan pre Lasik 1 ampul
 Eritropoetin (bila defisiensi besi tersingkir)
 Sulfa ferosus tab 300 mg 3x1 (bila defisiensi besi)

Rencana edukasi:
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya
 Dijelaskan adanya kemungkinan akan diberikan eritropoetin jangka panjang

4. DMT II
Dipikirkan DMT II karena berdasarkan anamnesis terdapat keluhan lemas dan riwayat
DMT II sebelumnya. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan glukosa sewaktu POCT
174 mg/dL.

Rencana diagnostik:
 Kurva gula darah harian untuk memantau kadar glukosa darah

Rencana pengobatan:
 Diet rendah glukosa (1900 kal)
 Sementara belum perlu diberikan insulin atau OHO, karena glukosa darah dapat
terkendali dengan diet.

Rencana edukasi:
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya
 Menjaga pola makanan agar menghindari makanan dengan tinggi glukosa

5. Isolated Systolic Hypertension (ISH)


Dipikirkan ISH karena tekanan darah pasien 150/80 mmHg, dimana terdapat peningkatan
sistolik, namun diastolik masih dalam batas normal. Terdapat riwayat hipertensi sejak 2
tahun yang lalu.

Rencana diagnostik: -

16
Rencana pengobatan:
 Candesartan tab 8 mg 1x1

Rencana edukasi:
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya
 Mengingatkan kepada pasien bahwa obat antihipertensi harus diminum seumur
hidup, oleh karena itu dibutuhkan kepatuhan minum obat yang baik.

G. KESIMPULAN
Pria 58 tahun, dengan keluhan sesak napas dan bengkak pada kaki menderita
Congestive Heart Failure, Chronic Kidney Disease, DMT II dan Isolated Systolic
Hypertension.

H. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam

I. FOLLOW UP
9 Juni 2016
Laboratorium 6 Juni 2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Haemoglobin 11,4 g/dL 13,5-18,0 g/dL
Leukosit 11710/mm3 4000-10500/mm3
Hematokrit 32 % 42-52 %
Trombosit 420000/uL 163000-337000/uL

1. Masalah CHF
S : Sesak napas (+), batuk kering (+), bengkak di kaki belum berkurang
O : TD 110/60 mmHg, Nadi 85x/menit, RR 20x/menit
A : Masalah CHF belum teratasi
P : Furosemid tab 40 mg 3x2

17
2. Masalah CKD
S : Bengkak di kaki belum berkurang
O : TD 110/60 mmHg, Nadi 85x/menit, RR 20x/menit
A : Masalah CKD belum teratasi
P : Periksa Ureum dan Kreatinin
Terapi lanjut

3. Masalah Anemia
S :-
O : Hb post transfusi PRC 11,4 g/dL
A : Masalah Anemia sudah teratasi
P :-

4. Masalah DMT II
S :-
O : GDKH 247/202/298
A : Masalah DMT II belum teratasi
P : Sansulin R 3 x 5 unit
Sansulin N 1 x 5 unit

5. Masalah Isolated Systolic Hypertension (ISH)


S :-
O : TD 110/60 mmHg, Nadi 85x/menit, RR 20x/menit
A : Masalah ISH menjadi masalah pasif.
P : terapi lanjut

13 Juni 2016
Laboratorium 11 Juni 2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Kimia Klinik
Ureum 131,3 g/dL 16,6-48,5
Kreatinin 4,09/mm3 0,67-1,17
Albumin 2,86 g/dL 3,50 – 5,20 g/dL

18
1. Masalah CHF
S : Sesak napas (+) berkurang, batuk kering (+), bengkak di kaki belum berkurang
O : TD 180/90 mmHg, Nadi 84x/menit, RR 22x/menit
A : Masalah CHF belum teratasi
P : Furosemid tab 40 mg 2 x 2

2. Masalah CKD
S : Bengkak di kaki belum berkurang
O : TD 180/90 mmHg, Nadi 84x/menit, RR 22x/menit, hipoalbumin
A : Masalah CKD belum teratasi
P : Albumin 20% drip 100 ml

3. Masalah DMT II
S :-
O : GDKH 340/407/409
A : Masalah DMT II menjadi masalah aktif
P : Sansulin R 3 x 5 unit
Sansulin N 1 x 8 unit

4. Masalah Isolated Systolic Hypertension (ISH)


S : sesak (+), pusing (+)
O : TD 180/90 mmHg, Nadi 84x/menit, RR 22x/menit
A : Masalah ISH menjadi aktif
P : Candesartan tab 16 mg 1 x 1
Amlodipin tab 5 mg 1 x 1
Hidroklorotiazid tab 75 mg 1 x 1

19
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Jantung adalah organ yang penting dalam kehidupan. Fungsi dari jantung adalah sebagai
pompa yang memberi tekanan pada darah untuk menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan
untuk mengalirkan darah ke jaringan. Pada suatu kondisi dengan sebab tertentu, terdapat
ketidakmampuan curah jantung mengimbangi kebutuhan tubuh akan pasokan dan pembuangan
zat sisa, salah satu atau kedua ventrikel dapat secara progresif melemah dan gagal. Kondisi
tersebut dikenal dengan istilah gagal jantung. Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi
dimana terdapat kegaalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan.1

Etiologi
Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan suatu diagnosis. Penyebabnya harus
selalu dicari.
Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang
terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun, pada kondisi tertentu,
bahkan miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah
sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Kondisi ini disebabkan
misalnya masalah mekanik seperti regurgitasi katup berat dan, lebih jarang, fistula arteriovena,
defisiensi tiamin (beri-beri), dan anemia berat. Keadaan curah jantung yang tinggi ini sendiri
dapat menyebabkan gagal jantung, tetapi bila tidak terlalu berat dapat mempresipitasi gagal
jantung pada orang-orang dengan penyakit jantung dasar.
Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung koroner
dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat Barat (>90% kasus), sementara
penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di negara berkembang.
Faktor risiko independen untuk terjadinya gagal jantung serupa dengan faktor risiko pada
penyakit jantung koroner (peningkatan kolesterol, hipertensi, dan diabetes) ditambah adanya
hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) pada EKG istirahat. Bila terdapat
pada hipertensi, LVH dikaitkan dengan 14 kali risiko gagal jantung pada orang berusia lebih dari
65 tahun. Selain itu, prevalensi faktor etiologi telah berubah seiring perjalanan waktu. Data
kohort dari studi Framingham mengidentifikasi riwayat hipertensi pada >75% pasien dengan
gagal jantung, sementara penelitian lebih baru menyatakan prevalensu yang lebih rendah (10-
15%), mungkin karena terapi hipertensi yang lebih baik. Dari telaah studi klinis pada hipertensi,
terapi efektif dapat mengurangi insidensi gagal jantung sebesar 50%.2

20
Berbagai faktor dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi perkembangan gagal jantung
pada pasien dengan penyakit jantung primer:2
 Obat-obatan seperti penyekat  dan antagonis kalsium dapat menekan kontraktilitas
miokard dan obat kemoterapeutik seperti doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan
miokard.
 Alkohol bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam jumlah besar
 Aritmia mengurangi efisiensi jantung, sepert yang terjadi bula kontraksi atrium hilang
(fibrilasi atrium, AF) atau disosiasi dari kontraksi ventrikel (blok jantung). Takikardia
(ventrikel atau atrium) menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan beban kerja
miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia miokard, dan bila terjadi dalam
waktu lama, dapat menyebabkan dilatasi ventrikel serta perburukan fungsi ventrikel.
Aritmia sendiri merupakan konsekuensi gagal jantung yang umum terjadi, apapun
etiologinya, dengan AF dilaporkan pada 20-30% kasus gagal jantung. Aritmia ventrikel
merupakan penyebab umum kematian mendadak pada keadaan ini.

Epidemiologi
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya
meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka
ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup setelah
infark miokard akut. Di Inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk
gagal jantung, merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari
1% dana perawatan kesehatan nasional.2

Patofisiologi
Miosit jantung biasanya dianggap sebagai sel yang telah selesai berdiferensiasi dan
kehilangan kemampuannya membelah diri. Dalam kondisi yang normal, penambahan jumlah
miosit fungsional tidak dapat terjadi. Peningkatan beban mekanis menyebabkan peningkatan
kandungan komponen subselular yang menyebabkan peningkatan ukuran sel (hipertrofi).
Meningkatnya kerja mekanis karena peningkatan beban tekanan atau volume atau sinyal trofik
(misalnya hipertiroidisme melalui stimulasi reseptor adrenergik-beta) meningkatkan kecepatan
sintesis protein, jumlah protein di masing-masing sel, jumlah sarkomer dan mitokondria, dimensi
dan massa miosit dan, akhirnya, ukuran jantung. Bagaimanapun, seberapa besar miosit jantung
orang dewasa memiliki kapasitas menyintesis DNA dan apakah hal ini menyebabkan
pembelahan sel masih merupakan masalah yang diperdebatkan.3

21
Tingkat hipertrofi bervariasi sesuai kausa yang mendasarinya. Berat jantung biasanya
berkisar antara 350 sampai 600 gram (hingga sekitar dua kali lipat daripada normal) pada
hipertensi pulmonaris dan penyakit jantung iskemik; dari 400 sampai 800 gram (hingga tiga kali
normal) pada hipertensi sistemik, stenosis aorta, regurgitasi mitral, atau kardiomiopati hipertrofi.
Jantung dengan berat lebih dari 1000 gram jarang dijumpai.
Pola hipertrofi mencerminkan sifat stimulus yang mendasarinya. Ventrikel yang
mengalami kelebihan tekanan (misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta) membentuk
pressure-overload hypertrophy ventrikel kiri (juga disebut hipertrofi konsentrik), disertai oleh
peningkatan ketebalan dinding. Di ventrikel kiri, hipertrofi otot dapat menyebabkan garis tengah
rongga berkurang. Pada kelebihan beban tekanan, pengendapan sarkomer paralel dengan sumbu
panjang sel; luas potongan melintang miosir meningkat (tetapi panjang sel tidak). Sebaliknya,
kelebihan beban volume, massa otot dan ketebalan dinding meningkat kira-kira setara dengan
garis tengah ruang jantung. Namun, karena dilatasi, ketebalan dinding jantung yang telah
mengalami hipertrofi dan dilatasi tidak selalu meningkat, dan ketebalan tersebut mungkin
normal atau kurang daripada normal. Oleh karena itu, ketebalan dinding itu sendiri bukan ukuran
yang memadai untuk hipertrofi akibat kelebuhan beban volume.
Hipertrofi jantung juga disertai berbagai perubahan transkripsional dan morfologik. Pada
kelebihan beban hemodinamik yang berkepanjangan, ekspresi gen mengalami perubahan
sehingga terjadi re-ekspresi suatu pola sintesis protein yang analog dengan yang dijumpai pada
perkembangan jantung janin; perubahan lain analog dengan kejadian-kejadian yang berlangsung
selama mitosis sel normal yang berproliferasi. Mediator awal hipertrofi antara lain gen-gen
immediate-early. Peningkatan atau re-ekspresi selektif bentuk-bentuk embrionik/janin protein
kontraktil dan protein lain juga terjadi, termasuk rantai berat -miosin, ANP, dan kolagen.
Meningkatnya ukuran miosit yang terjadi pada hipertrofi jantung biasaya disertai dengan
berkurangnya kepadatan kapiler, meningkatnya jarak antar-kapiler, dan pengendapan jaringan
fibrosa. Bertambahnya massa otot menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolik dan
ketegangan dinding, dua penentu utama konsumsi oksigen jantung. Faktor utama lain dalam
konsumsi oksigen adalah kecepatan dan kontraktilitas jantung (keadaan inotropik, atau gaya
kontraksi), dan keduanya meningkat pada keadaan hipertrofik.
Oleh karena itu, geometri, struktur, dan komposisi jantung yang mengalami hipertrofi
tidaklah normal. Hipertrofi jantun merupakan suatu keseimbangan yang lemah antara
karakteristik adaptif dan perubahan struktural dan/atau biokimiawi/molekular yang berpotensi
merugikan (termasuk berkurangnya perbandingan kapiler-terhadap-miosit, meningkatnya
jaringan fibrosa, dan sintesis protein abnormal). Oleh karena itu, hipertrofi jantung yang
menetap sering berkembang menjadi gagal jantung. Pada akhirnya, penyakit jantung primer dan

22
beban kompensatorik yang timbul semakin menggerogoti cadangan miokardium. Kemudian
mulai terjadi penurunan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) yang
sering berakhir dengan kematian.
Pada banyak kasus, dasar struktural, biokimiawi, dan molekular kegagalan kontraktil
miokardoium tidak jelas. Pada beberapa kasus (misalnya infark miokardium), jelas terjadi
kematian miosit dan berkurangnya elemen-elemen vital “pompa”. Oleh karena itu, bagian otot
jantung yang tidak mengalami infark harus bekerja berlebihan. Sebaliknya, pada penyakit katup
jantung, meningkatnya kerja volume atau tekanan memengaruhi miokardium secara global.
Perubahan molekular dan selular pada jantung yang mengalami hipertrofi yang pada awalnya
berperan meningkatkan fungsi dapat ikut menyebabkan terjadinya gagal jantung. Protein yang
termasuk elemen kontraktil, penggabungan eksitasi-kontraksi, dan pemakaian energi mungkin
mengalami perubahan signifikan melalui produksi isoform yang berbeda yang mungkin kurang
fungsional daripada normal atau mungkin jumlahnya berkurang atau bertambah. Perubahan
pengolahan ion kalsium intrasel juga mungkin berperan menyebabkan gangguan kontraksi dan
relaksasi. Berkurangnya miosit akibat apoptosis mungkin berperan dalam disfungsi mikardium
progresif yang dijumpai pada penyakit jantung dengan hipertrofi.3

Manifestasi Klinis
Gejala utama dari gagal jantung adalah kelelahan dan napas yang pendek. Meskipun
kelelahan biasanya sudah dianggap pada rendahnya cardiac output dalam gagal jantung, seperti
pada keabnormalan sistem muskuloskeletal dan sakit bukan jantung lainnya (misalnya anemia),
juga berperan dalam gejala ini. Dalam tahap awal gagal jantung, dispneu diamati hanya pada
pengerahan tenaga; namun, dalam perkembangan penyakitnya, dispneu terjadi dalam level stress
yang lebih rendah, dan mungkin dapat terjadi saat istirahat. Penyebab dari dispneu dalam gagal
jantung mungkin multifaktorial. Mekanisme paling penting adalah kongesti paru dengan
akumulasi dari jaringan interstisial atau cairan intraalveolar, dimana aktivitas reseptor
juxtakapiler J, yang menstimulasi dengan cepat, karakteristik napas pendek dari dispnue jantung.
Faktor lain yang berkontribusi pada dispneu dalam tenaga termasuk reduksi dalam compliance
paru, penambahan resistensi sirkulasi, otot pernapasam dan/atau kelelahan diafragma, dan
anemia. Dispnue mungkin menjadi lebih rendah frekuensinya dengan onset kegagalan ventrikel
kanan dan regurgitasi trikuspidalis.
Gejala ortopneu, dimana didefinisikan sebagai dispnue yang terjadi dalam posisi
terlentang, biasanya manifestasi lanjut dari gagal jantung dibanding dispnue oleh pengerahan
tenaga. Hal tersebut dihasilkan dari redistribusi cairan dari sirkulasi splanicus dan ekstremitas
bawah menuju sirkulasi sentral selama terlentang, dengan diakibatkan meningkat tekanan dalam

23
kapiler pulmonal. Batuk nokturnal merupakan manifestasi yang biasa terjadi dalam proses ini
dan biasanya diabaikan sebagai gejala gagal jantung. Ortopnue secara umum lebih lega dengan
duduk tegak lurus atau tidur dengan bantal khusus. Meskipun ortopnue merupakan gejala
spesifik gagal jantung, mungkin terjadi dalam pasien obesitas abdomen atau ascites dan pasien
dengan penyakit paru yang mekanisme parunya mendukung posisi tegak lurus.
Gejala lainnya adalah paroxysmal nocturnal dyspnea (PND). Istilah ini mengacu pada
episode akut sesak napas yang hebat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan
membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat
bermanifestasi dengan batuk atau wheezing, mungkin karena tekanan yang bertambah di dalam
arteri bronkial mengarah kepada kompresi jalan napas, sejalan dengan edema paru interstisial
yang mengarah ke penahanan jalan napas. Padahal orthopnue mungkin lebih baik dengan duduk
tegak disamping berbaring di kasur dengan kaki dalam posisi tertentu, pasien dengan PND
sering mempunyai batuk persisten dan wheezing bahkan setelah mereka berada di posisi tegak
lurus. Cardiac asthma berkaitan erat dengan PND, dikarakterisitikkan dengan wheezing sekunder
menuju bronkospasme, dan haris dibedakan dengan asma promer dan penyakit paru karena
wheezing.
Ada pula gejala yang disebut pernapasan Cheyne-stokes, juga dikaitkan sebagai
pernapasan periodik. Pernapasan Cheyne-Stokes diderita 40 pasien dengan gagal jantung dan
biasanya diasosiasikan dengan cardiac output yang rendah. Pernapasan Cheyne-Stokes ini
disebabkan kurangnya sensitivitas dari pusat respirasi menuju tekanan PCO2 arteri. Ada fase
apneu, selama PO2 arteri turun dan PCO2 arteri meningkat. Perubahan dalam kandungan gas darah
arteri menstimulasi turunnya pusat pernapasan, menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia,
diikuti dengan kekambuhan apneu. Pernapasan Cheyne-Stokes mungkin dirasakan oleh pasien
atau keluarga pasien sebagai dispneu parah atau penghentian sementara pernapasan.
Pasien dengan gagal jantung mungkin menunjukkan gejala gastrointestinal. Anoreksia,
nausea, dan rasa penuh yang cepat yang berkaitan dengan nyeri perut dan kekenyangan adalah
masalah biasa dan mungkin berelasi dengan edema dari dinding usus dan/atau kongesti hati.
Kongesti hati dan perenggangan kapsulnya mungkin mengarah pada nyeri kuadran kanan atas.
Gejala serebral seperti kebingungan, disorientasi, dan tidur dan gangguan mood mungkin
diamati dalam pasien dengan gagal jantung parah, khususnya pasien tua dengan cerebral
arteriosclerosis dan pengurangan cerebral perfusion. Nokturia adalah gejala yang biasa terjadi
pada gagal jantung dan berkontribusi pada insomnia.4

24
Pendekatan Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto
toraks, ekokardiografi doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk
diagnosis gagal jantung kongestif. Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria
major dan 2 kriteria minor.5
 Kriteria Major
o Paroksismal nokturnal dispnea
o Distensi vena leher
o Ronki paru
o Kardiomegali
o Edema paru akut
o Gallop S3
o Peninggian tekanan vena jugularis
o Refluks hepatojugular
 Kriteria Minor
o Edema ekstremitas
o Batuk malam hari
o Dispnea d’effort
o Hepatomegali
o Efusi pleura
o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
o Takikardia (>120 menit)

Terdapat klasifikasi gagal jantung menurut NYHA (New York Heart Association) yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi Fungsional Gagal Jantung Menurut NYHA.6
Kelas Kapasitas Fungsional
I Pasien tanpa keterbatasan aktivitas fisik
II Pasien dengan sedikit keterbatasan aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik biasa dapat
mengarah pada kelelahan, jantung berdebar, dispnue, atau nyeri angina ; Nyaman
saat istirahat.
III Pasien dengan keterbatasan aktivitas fisik yang jelas, dimana aktivitas fisik kurang
dari biasa dapat mengarah pada kelelahan, jantung berdebar, dispnue, atau nyeri
angina ; Nyaman saat istirahat.
IV Pasien tidak hanya tidak bisa melakukan aktivitas fisik tetapi juga mendapat gejala

25
gagal jantung atau sindrom angina bahkan saat istirahat; ketidaknyamanan pasioen
bertambah bila aktivitas fisik dilakukan

Radiografi Toraks
Radiografi toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR)
>50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Ukuran jantung yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis dan bisa didapatkan pada gagal jantung kiri akut, seperti yang terjadi
pada infark miokard. regurgitasi katup akut, atau defek septum ventrikel (VSD) pascainfark.
Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan. LVH. atau kadang oleh
efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.7

Gambar 1. Foto toraks pasien dengan edema paru interstisial dan gagal jantung.
(Dwijayandthi L, Dharmawan D, penyunting. Mengenali pola-pola foto-foto
diagnostik. Jakart: EGC; 2010.h. 73.)

Normalnya, perfusi paru terlihat lebih banyak di basis paru, namun dengan kongesti vena

paru (gagal LV) timbul diversi lobus atas dan ketika tekanan vena pulmonalis meningkat

melebihi 20 mmHg, terjadi edema interstisial yang menyebabkan garis septal terutama pada
basis. Ketika tekanan meningkat melebihi 25 mmHg. terjadi edema hilar dengan distribusi kupu-
kupu atau sayap kelelawar, dan edema perivaskular menyebabkan gambaran awan pada

pembuluh darah. Pembesaran vena kava superior dan vena azigos dapat terlihat. Bila gagal

jantung menyebabkan efusi pleura, maka biasanya bilateral namun bila unilateral cenderung

lebih sering terjadi pada sisi kanan. Efusi sisi kiri unilateral harus membuat seorang dokter
berpikir mengenai kemungkinan penyebab lain seperti keganasan atau infark paru.7

Elektrokardiografi (EKG)

26
EKG memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%),
termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi, aritmia.

Ekokardiografi
Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi mitral sering
disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang disebabkan dilatasi anulus mitral.

Kateterisasi
Dilakukan pada dugaan penyakit jantung koroner, pada kasus kardiomiopati atau
miokarditis yang jarang yang membutuhkan biopsi miokard, atau bila penilaian resistensi
vaskular paru dibutuhkan sebelum mempertimbangkan transplantasi jantung. Bila kateterisasi
jantung diindikasikan, biasanya dilakukan ventrikulografi kontras dan juga memberikan
pengukuran fungsi LV lain.

Tes Latihan Fisik


Seringkali dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan pada beberapa kasus
untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2 maks). Ini adalah kadar dimana konsumsi
oksigen lebih lanjut tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan lebih lanjut.
VO2 maks merepresentasikan batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun pada gagal
jantung.7

Tatalaksana
Penatalaksanaan Medika Mentosa
Tingkat rekomendasi (Class) dan tingkat kepercayaan (evidence) mengikuti format
petunjuk dari ESC 2005, dimana untuk rekomendasi:
 Class I: Adanya bukti/kesepakatan umum bahwa tindakan bermanfaat dan efektif
 Class II: Bukti kontroversi
o IIa: Adanya bukti bahwa tindakan cenderung bermanfaat
o IIb: Manfaat dan efektivitas kurang terbukti
 Class III: Tindakan tidak bermanfaat bahkan berbahaya

Sedangkan tingkat kepercayaan:


 A: data berasal dari uji random multipel, atau metaanalisis

27
 B: data berasal dari satu uji random klinik
 C: Konsensus, pendapat para pakar, uji klinik kecil, studi retrospektif atau registrasi

Terapi yang digunakan salah satunya dengan Angiotensin-converting enzyme inhibitors.


Dianjurkan sebagai lini pertama baik dengan atau tampa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45%
untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom, mengurangi kekerapan rawat inap di rumah
sakit (I, A). Obat ini harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila
disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik (I, B). Segera berikan bila ditemui tanda
dan gejala gagal jantung, sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan
angka reinfark, serta kekerapan rawat inap. Agar dosisnya dianggap bermanfaat, obat ini harus
dititrasi sesuai dengan bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.
Obat diuretik yang diberikan adalah Loop diuretic, tiazid, metolazon. Penting untuk
pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru, dan edema
perifer (I, A). Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan
penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.
Obat -blocker direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat
yang stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati noniskemi dalam pengobatan standar seperti
diuretik atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan adanya
kontraindikasi terhadap penyekat beta. Obat ini terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit,
meningkatkan klasifikasi fungsi (I, A). Pada disfungsi jantung sistolik sesudah suatu infark
miokard baik simtomatik atau asimtomatik, penambahan penyekat beta jangka panjang pada
pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas (I, B). Sampai
saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasi yaitu bisoprolol, karvedilol,
metoprolol suksinat, dan nebivolol (I, A).
Pada antagonis reseptor aldosteron, penambahan terhadap penyekat enzim konversi
anngiotensin, penyekat beta, diuretik pada hahal jantung berat dapat menurunkan morbititas dan
mortalitas (I, B). Sebagai tambahan terhadap obat penyakit enzim konversi angiotensin dan
penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas
dan mortalitas (I, B).
Antagonis penyekat reseptor angiotensin II masih merupakan alternatif bila pasien tidak
toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin. Pennyekat angiotensin II sama efektif
dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung kronik dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas (IIa, B).
Glikosida jantung (digitalis) merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai
derajat gagal jantung, terlepas apakah gagal jantung bukan atau penyebab (I, B). Kombinasi

28
digoksin dan penyekat beta lebih superiur dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa
kombinasi. Digitalis ini tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan
angka kekerapan rawat inap (IIa, A).5

Penatalaksanaan Non-Medika Mentosa


Berikut merupakan penatalaksanaan yang umum dilakukan tanpa obat-obatan:5
 Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal sertia upaya bila
timbul keluhan, dan dasar pengobatan
 Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi
 Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol
 Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba
 Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas
 Hentikan kebiasaan merokok
 Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas, dan humuditas
memerlukan perhatian khusus
 Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu seperti
NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan
trisiklik, steroid

Komplikasi
Berikut merupakan komplikasi dari gagal jantung:8
 Tromboemboli: risiko terjadinya bekuan vena (trombosis vena dalam atau DVT dan
emboli paru) dan emboli sistemik tinggi, terutama gagal jantung berat.
 Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada gagal jantungm yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi pemantauam denyut jantung
(dengan pemberian digoksin  bloker) dan pemberian warfarin.
 Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik denagn dosis yang
ditinggikan. Transplantasi jantung merupakan pilihan pada pasien tertentu.
 Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung
mendadak (25-50% kematian pada gagal jantung). Pada pasien yang berhasil diresusitasi,
amiodaron,  bloker, dan defibrilator yang ditanaqm mungkin turut mempunyai peranan.

Prognosis

29
Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan
berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Framinham yang dikumpulkan sebelum
penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung menunjukkan mortalitas 1 tahun rerata sebesar
30% bila semua pasien dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% padas
NYHA kelas IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada sebagian besar
kanker. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak (diduga aritmia)
dengan frekuensi yang kurang lebih sama. Sejumlah faktor yan berkaitan dengan prognosis
gagal jantung:7
 Klinis: semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran klinis, semakin
buruk prognosis
 Hemodinamik: semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi ejeksi semakin
buruk prognosisnya
 Biokimia: terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopresin,
dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremi dikaitkan dengan prognosis yang lebih
buruk

Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.h.327,
355.
2. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-4.
Jakarta: Erlangga; 2003. h. 80-8
3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi Robbins. Edisi ke-7. Jakarta: EGC;
2007. h. 578-80
4. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editor. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 18th edition. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies;
2012
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 66-8, 1584
6. Heart Failure, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview, 15
Juni 2016.
7. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-4.
Jakarta: Erlangga; 2003. h. 80-8
8. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2003. h. 151.

30

Anda mungkin juga menyukai