Anda di halaman 1dari 22

Referat

HALAMAN JUDUL
OTITIS EKSTERNA

Disusun oleh:
Nanda Safira Alisa, S.Ked 04084822124102

Nursarah Salsabila Khansa, S.Ked 04084822124013

Raehan Naufaliandra Kusumah, S.Ked 04084822124149

Pembimbing:
dr. Fiona Widyasari, Sp.T.H.T.K.L

KSM ILMU KESEHATAN TELINGA


HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Judul:

OTITIS EKSTERNA

Oleh:

Nanda Safira Alisa, S.Ked 04084822124102

Nursarah Salsabila Khansa, S.Ked 04084822124013

Raehan Naufaliandra Kusumah, S.Ked 04084822124149

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Mohammad
Hoesin Palembang periode 15 Maret – 31 Maret 2020.

Palembang, Maret 2021


Pembimbing

dr. Fiona Widyasari, Sp.T.H.T.K.L

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkah dan rahmat-Nya referat berjudul “Otitis Eksterna” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Referat ini dibuat demi memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
ujian kepaniteraan klinik di KSM Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya periode 15 Maret – 31 Maret 2021.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Fiona Widyasari,
Sp.T.H.T.K.L karena bimbingannya referat ini menjadi lebih baik. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan referat ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih baik di
masa yang akan datang.

Palembang, Maret 2021

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1. Anatomi kavum nasi 2
2.2. Benda Asing Hidung 5
2.2.1 Definisi 5
2.2.2 Epidemiologi 5
2.2.3 Etiologi dan Faktor risiko 7
2.2.4 Patogenesis 10
2.2.5 Manifestasi Klinis 13
2.2.6 Diagnosis 14
2.2.7 Tatalaksana 16
2.2.8 Edukasi dan Pencegahan 19
2.2.9 Komplikasi 20
2.2.10 Prognosis 21
2.2.11 Diagnosis Banding 20
2.2.12 SKDI 21
BAB III KESIMPULAN 22
DAFTAR PUSTAKA 23

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah,
dan telinga dalam atau labirin. (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose
and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018.)
Gambar xx. Anatomi telinga Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose
and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018.
2.1.1 Telinga luar
Telinga luar terdiri atas 3 bagian yaitu aurikula, kanalis akustikus
eksternus, dan membran timpani (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of
Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier;
2018.)
1. Aurikula
Seluruh aurikula, kecuali lobulusnya dan bagian luar kanalis
akustikus eksternus terdiri dari kerangka tulang rawan elastis
kuning yang dilapisi dengan kulit. Tidak ada tulang rawan antara
tragus dan crus helix, dan area ini disebut incisura terminalis.
Sayatan yang dibuat di area ini tidak akan memotong tulang
rawan dan digunakan untuk pendekatan endaural dalam operasi
saluran pendengaran eksternal atau mastoid. (Dhingra PL, Dhingra
S. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th
ed. Elsevier; 2018. )
Gambar xx. Telinga luar (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose
and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018.)
Bagian - bagian aurikula dipersarafi saraf yang berbeda yaitu:
1. Saraf aurikuler besar (C2,3) mempersarafi sebagian besar
permukaan medial aurikula dan hanya bagian posterior
permukaan lateral. (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear,
Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier;
2018. )
2. Oksipital kecil (C2) mempersarafi bagian atas permukaan
medial. (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose and
Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018. )
3. Auriculotemporal (V3) mempersarafi tragus, crus helix dan
bagian yang berdekatan dari helix. (Dhingra PL, Dhingra S.
Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery.
7th ed. Elsevier; 2018. )
4. Cabang aurikuler nervus vagus (CN X), juga disebut saraf
Arnold, mempersarafi concha (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases
of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed.
Elsevier; 2018. )
5. Nervus fasialis, mempersarafi concha dan bagian
retroaurikuler. (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose
and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018. )
Gambar xx. Inervasi telinga; A. Permukaan lateral, B. Permukaan medial
(Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck
Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018. )
2. Kanalis Akustikus Eksternus
Kanalis Akustikus Eksternus meluas dari bagian bawah concha ke
membran timpani dan berukuran sekitar 24 mm di sepanjang
dinding posteriornya. Saluran ini bukan tabung lurus, untuk
melihat membran timpani, pinna harus ditarik ke atas, ke
belakang dan ke samping sehingga kedua bagian tersebut sejajar.
(Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head
and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018. )
Saluran ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian tulang dan
bagian bertulang.
A. Bagian tulang rawan
Bagian ini membentuk sepertiga bagian luar (8 mm) dari
kanal. bagian ini merupakan kelanjutan dari tulang rawan
yang membentuk kerangka aurikula. Terdapat celah yang
disebut "fisura Santorini" di bagian tulang rawan ini dan
melalui fisura ini infeksi mastoid parotis atau superfisial dapat
muncul di kanal atau sebaliknya. Rambut hanya terbatas pada
saluran luar dan oleh karena itu furunkel (infeksi stafilokokus
pada folikel rambut) hanya terlihat di sepertiga bagian luar
saluran. (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose and
Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018. )
B. Bagian bertulang
Bagian ini membentuk dua pertiga bagian dalam (16 mm).
Lapisan kulit saluran tulang tipis dan terus menerus sampai
membran timpani. Bagian ini tidak ditemukan rambut dan
kelenjar seruminosa. Bagian kanal tulang anteroinferior
terdapat suatu struktur yang disebut foramen Huschke pada
anak-anak hingga usia empat tahun atau kadang-kadang
bahkan pada orang dewasa, yang memungkinkan terjadinya
infeksi ke dan dari parotis. (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of
Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed.
Elsevier; 2018. )
3. Membran timpani
Membran timpani membentuk partisi antara saluran akustik
eksternal dan telinga tengah. Tingginya 9-10 mm, lebar 8-9 mm,
dan tebal 0,1 mm. (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose
and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018. )
Membran timpani dapat dibagi menjadi dua bagian:
A. Pars Tensa
Pars tensa membentuk sebagian besar membran timpani.
Pinggirannya menebal untuk membentuk cincin fibrokartilago
yang disebut annulus tympanicus, yang sesuai dengan sulkus
timpani. Bagian tengah pars tensa berbentuk tenda ke dalam
setinggi ujung maleus dan disebut umbo. Kerucut cahaya
terang dapat terlihat memancar dari ujung malleus ke
pinggiran di kuadran anteroinferior. (Dhingra PL, Dhingra S.
Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery.
7th ed. Elsevier; 2018. )
B. Pars flaccida (membran Shrapnell’s)
Pars falccida terletak di atas lateral malleus antara takik
Rivinus dan lipatan mallea anterior dan posterior (sebelumnya
disebut lipatan malleolar). (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of
Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed.
Elsevier; 2018. )
Gambar xx. Struktur membran timpani (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose and
Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018.)

2.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah bersama dengan tabung eustachius, aditus, antrum
dan sel udara mastoid disebut celah telinga tengah. Bagian ini
dilapisi oleh selaput lendir dan diisi dengan udara. Telinga tengah
dapat diibaratkan sebagai kotak bersisi enam dengan atap, lantai,
medial, lateral, anterior dan dinding posterior. (Dhingra PL, Dhingra
S. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th
ed. Elsevier; 2018.)
Terdapat tiga osikel di telinga tengah yaitu maleus, incus dan stapes.
Maleus memiliki kepala, leher, pegangan (manubrium). Processus
lateral dan anterior. Kepala dan leher maleus terletak di bagian atas.
Manubrium tertanam di lapisan fibrosa dari membran timpani.
Processus lateral membentuk proyeksi seperti tombol pada
permukaan luar membran timpani dan memberikan perlekatan pada
lipatan malleal (malleolar) anterior dan posterior. (Dhingra PL,
Dhingra S. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck
Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018.)
Incus memiliki tubuh dan prosesus pendek, keduanya terletak di
bagian atas, dan prosesus panjang yang menggantung secara vertikal
dan menempel di kepala tiang. (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of
Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier;
2018.)
Stapes memiliki kepala, leher, anterior dan posterior crura, dan
footplate. Footplate ditahan di jendela oval oleh ligamen annular.
Osikel mengalirkan energi suara dari membran timpani ke jendela
oval dan kemudian ke cairan telinga bagian dalam. (Dhingra PL,
Dhingra S. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck
Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018.)

Gambar xx. Telinga tengah (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose
and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018.)

Gambar xx. Tulang - tulang kecil (osikel) telinga tengah (Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of
Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. 7th ed. Elsevier; 2018.)
2.1.3 Telinga dalam
2.2 Otitis Eksterna
2.2.1 Definisi
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus. Faktor yang
mempermudah terjadinya radang telinga luar adalah perubahan pH
yang biasanya normal atau asam menjadi basa, hal ini dapat
menurunkan proteksi terhadap infeksi. (buku endang)

2.2.2 Epidemiologi
Otitis eksterna umum terjadi di dunia, dengan insiden lebih tinggi
pada daerah tropis karena temperatur tinggi dan kelembabannya.
Pada keadaan udara yang hangat atau lembab, kuman dan jamur
mudah tumbuh. (buku endang) Otitis eksterna lebih banyak diderita
oleh orang dewasa dan jarang pada anak-anak (umumnya usia 7-12
tahun). Insidennya meningkat lima kali lipat pada perenang, sehingga
otitis eksterna disebut juga swimmer’s ear.
Wiegand S, Berner R, Schneider A, Lundershausen E, Dietz A. Otitis
Externa. Dtsch Arztebl Int. 2019; 116(13). p.224-234.
doi:10.3238/arztebl.2019.0224.

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Lebih dari 90% kasus otitis eksterna disebabkan oleh bakteri, paling
umum oleh Pseudomonas aeruginosa (22-62%) dan Staphylococcus
aureus (11-34%). Infeksi polimikroba umum terjadi. Jamur jarang
menyebabkan otitis eksterna akut (10%) dan lebih sering
menyebabkan otitis eksterna kronik dengan penyebab tersering
Aspergillus(60-90%) dan Candida sp. (10-40%).(NCBI)
Faktor predisposisi untuk otitis eksterna jamur termasuk
penggunaan antibiotik jangka panjang, imunosupresi, dan diabetes
mellitus. Perubahan saluran telinga yang terlihat pada otitis eksterna
(misalnya, hiperkeratosis epidermis, jaringan granulasi kronis,
edema, atau fibrosis dermis) cenderung mempersempit saluran.
(NCBI)

2.2.4 Klasifikasi
Otitis eksterna dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Otitis eksterna sirkumskripta
Otitis eksterna sirkumskripta/furunkel adalah infeksi folikel
rambut oleh bakteri Staphylococcus aureus atau
Staphylococcus albus. Furunkel hanya terjadi di bagian luar
liang telinga yang ditumbuhi rambut, biasanya furunkel ini
hanya satu, tetapi dapat juga multipel. (buku endang)

2. Otitis eksterna difusa


Peradangan difusa kulit liang telinga yang dapat meluas ke
daun telinga maupun ke lapisan luar membran timpani. Sering
terjadi pada daerah yang udaranya panas dan lembab, serta
pada perenang (swimmer’s ear). Keringat yang banyak dapat
mengubah pH liang telinga yang biasanya normal atau asam
menjadi basa, sehingga kuman lebih mudah tumbuh.
Kuman penyebab yang sering adalah Staphylococcus aures
dan golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dianggap
sebagai penyebab ialah Staphylococcus albus, Escherichia coli,
dan lain-lain. Otitis eksterna difus dapat juga terjadi sekunder
dari otitis media supuratif kronis.
Otitis eksterna difusa biasanya mengenai kulit liang telinga
dua pertiga bagian dalam. Pada pemeriksaan akan terlihat
liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya.
Otitis eksterna difusa dapat dibagi menjadi akut dan kronis.
Akut jika terjadi kurang dari 6 minggu, dan kronis jika terjadi
lebih dari 6 minggu.
3. Otitis eksterna maligna
Otitis eksterna maligna adalah otitis eksterna difusa yang
sifatnya agresif, yang jika tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan kematian, hal ini dikarenakan dapat
menyebabkan osteomielitis luas di liang telinga, dan bisa
sampai ke daerah dasar otak daerah os temporal.
Penderitanya hampir selalu orang tua dengan diabetes melitus
yang kurang terkontrol, atau pada penderita dengan daya
tahan tubuh lemah lainnya, seperti pada anak dengan
keganasan, malnutrisi, anemia berat, dan HIV. Kuman
penyebab tersering adalah Pseudomonas aeruginosa yang
sering sudah resisten terhadap ciprofloxacin, kemudian
Staphylococcus aureus yang sudah resisten terhadap metisilin.
4. Otomikosis
Otomikosis adalag infeksi jamur pada liang telinga yang biasa
disebabkan oleh Aspergillus niger, A. fumigatus, dan Candida
albicans. Infeksi sering terjadi di daerah yang panas dan
lembab. Infeksi jamur juga sering terjadi pada pasien yang
menggunakan antibiotik topikal.

2.2.5 Patogenesis
Faktor predisposisi penyebab terjadinya otitis eksterna antara lain
adalah trauma dari membersihkan telinga dengan kuku jari atau
cotton bud, berenang, penyakit kulit seperti eksim dan dermatitis
seboroik, penggunaan alat bantu dengar ataupun headset, dan
sumbatan serumen. Terlalu sering membersihkan telinga
mengakibatkan serumen yang berfungsi sebagai pertahanan kulit
meatus akustikus eksterna hilang, protective lipid layer dan acid
mantle juga hilang. Hal ini menyebabkan kelembaban dan suhu di
meatus akustikus eksterna meningkat. Meatus akustikus eksterna
yang lembab, hangat, dan kotor merupakan media pertumbuhan
kuman yang baik. Jaringan yang rusak mengakibatkan
dikeluarkannya mediator kimia (histamine, kinin, dan prostaglandin)
yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan menyebabkan
terjadinya hyperemia local (meningkatnya aliran darah ke area
tersebut) sehingga area tersebut tampak hiperemis dan suhunya
lebih tinggi daripada area sekitar. Selain itu pembentukan mediator
kimia dapat meningkatkan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
kebocoran cairan kapiler sehingga terjadi kebocoran protein dalam
jumlah banyak di rongga jaringan yang dapat mengakibatkan edema
dan rasa sakit pada area tersebut. (Kennedy, FP. Otitis Externa in 23
Years Old Women. J Agromed Unila. 2015; 2(1). p.43-6.)
Pada dasar dari meatus akustikus eksternus, terdapat lekukan
dimana air dapat terperangkap pada lekukan tersebut saat seorang
mandi atau berenang, sehingga kulit menjadi basah, lembab, dan
hangat. Factor – factor tersebut dapat meningkatkan risiko
pertumbuhan bakteri maupun jamu sehingga terjadinya kerusakan
lapisan protektif dari meatus akustikus eksternus yang menyebabkan
edema pada epitel skuamosa. Edward Y, Irfandy D. Otomycosis.
Otorhinolaryngologi Head and Neck Surgery Department: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas; 2013, 1(2): 1-5
Pendengaran berkurang (tuli konduktif) dapat terjadi pada otitis
eksterna akut akibat sumbatan lumen kanalis telinga luar oleh
edema kulit liang telinga. Rasa sakit bisa bervariasi dari yang hanya
berupa rasa tidak enak sedikit, perasaan penuh di dalam telinga,
perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang hebat, serta
berdenyut. Hal ini terjadi karena kulit dari liang telinga luar langsung
berhubungan dengan periostium dan perikondrium, sehingga edema
dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit. Kulit
dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan
tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari
daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan liang telinga
luar dan mengakibatkan rasa sakit pada penderita otitis eksterna.
Apabila tidak segera ditangani, infeksi akan meluas ke struktur
telinga lain dan struktur tengkorak yang berdekatan sehingga infeksi
akan berevolusi menjadi proses infeksi yang mengancam jiwa (
Kennedy, FP. Otitis Externa in 23 Years Old Women. J Agromed Unila.
2015; 2(1). p.43-6.

2.2.6 Manifestasi Klinis


1. Otitis eksterna sirkumskripta
Rasa nyeri hebat, yang tidak sesuai dengan ukuran besarnya
furunkel. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak
mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa
nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat
juga timbul spontan pada waktu membuka mulut atau
mengunyah (gerakan sendri temporomandibula). Jika furunkel
besar dan menyumbat liang telinga, akan terdapat juga
gangguan pendengaran. Kelenjar getah bening periaurikuler
(anterior, posterior, atau inferior) mungkin membesar dan
nyeri.
2. Otitis Eksterna Difusa Akut
Terdapat rasa nyeri dan panas di liang telinga. Nyeri
bertambah saat rahang bergerak. Kelenjar getah bening
regional mungkin membesar dan ada nyeri tekan.
3. Otitis Eksterna Difusa Kronis
Terdapat rasa iritasi dan gatal di liang elinga sehingga sering
digaruk dan menyebabkan reinfeksi serta eksaserbasi akut.
Sekretnya tidak banyak dan sering menjadi kering sehingga
akan membentuk krusta. Kulit liang telinga bengkak dan
menebal serta sering terlihat pecah-pecah. Pada kasus
tertentu kulit menjadi hipertrofi sehingga terjadi stenosis liang
telinga.
4. Otitis Eksterna Maligna
Nyeri hebat terus menerus karena terkenanya periosteum dan
tulang. Bergantung pada luasnya destruksi tulang, dapat
terjadi paresis fasialis dan paresis multipel saraf-saraf otak,
abses temporoparietal, abses otak, meningitis, dan radang
sendi temporomandibular.
5. Otomikosis
Terdapat rasa gatal atau nyeri pada liang telinga, keluar cairan
yang berbau, dan sumbatan telinga.

2.2.7 Diagnosis
Otitis eksterna dapat ditegakkan diagnosisnya dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, termasuk juga pemeriksaan otosopik atau
otomikroskopik liang telinga dan membran timpani jika terlihat, serta
pemeriksaan pinna, kelenjar getah bening regional, dan kulit.
Khususnya pada pemeriksaan membran timpani yang tidak dapat
terlihat, maka perlu dilakukan tes skrining pendengaran atau tes
audiologi perlu dilakukan untuk menyingkirkan keterlibatan telinga
bagian dalam. Ketika liang telinga bengkak, pemeriksaan garputala
dan audiogram ambang nada biasanya akan menunjukkan hasil
gangguan pendengaran konduktif. Temuan khas pada otitis eksterna
adalah nyeri yang disebabkan oleh tekanan pada tragus dan
ketegangan pada pinna.(NCBI)
Pada otitis eksterna sirkumskripta akan tampak
furunkel/pembengkakan pada suaru lokasi di liang telinga. Pada
otitis eksterna difusa akut akan ditemukan liang telinga yang menjadi
sempit karena pembengkakan dinding telinga dan hiperemis.
Terkadang akan ada sekret yang berbau. Sekret ini tidak
mengandung lendir (musin) seperti sekret yang keluar dari kavum
timpani pada otitis media. Pada otitis eksterna difusa kronis akan
ditemukan kulit telinga yang membengkak dan menebal, terdapat
sekret yang tidak banyak dan sering menjadi kering membentuk
krusta. Pada keadaan tertentu, kulit menjadi hipertrofi sehingga
terjadi stenosis pada liang telinga.
Hasil pemeriksaan yang didapatkan pada otitis eksterna maligna
adalah terlihat lesi yang berupa ulkus dan jaringan granulasi di dasar
liang telinga. Mungkin terlihat destruksi tulang. Pemeriksaan CT-Scan
harus dilakukan untuk mengetahui perluasan penyakit. Pemeriksaan
MRI dapat dilakukan jika dicurigai adanya perluasna intrakranial.
Pada pemeriksaan otomikosis akan terlihat massa jamur berwarna
putih, cokelat, atau hitam seperti kertas koran basah. Kulit liang
telinga bengkak, kemerahan, dan basah. Terkadang juga akan
terlihat dermatitis jamur pada kulit liang telinga.

2.2.8 Tatalaksana
Tatalaksana untuk otitis eksterna sirkumskripta tergantung pada
keadaan furunkel. Untuk kuman Gram-positif dapat diberikan
antibiotik sistemik, untuk kuman Gram-negatif diberikan salep
antibiotik seperti polimiksin-B atau basitrasin. Dapat juga diberikan
analgesik. Jika sudah menjadi abses, dapat dilakukan aspirasi atau
insisi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya, apabila perlu
dapay dilakukan drainase untuk mengalirkan nanahnya. Pada
furunkulosis berulang perlu diperiksa apakah ada diabeter melitus,
dan perlu dicari apakah ada infeksi Staphylococcus pada hidung atau
kulit pasien yang perlu diobati juga, karena kuman dapat berpindah
melalui jari pasien.
Terapi yang dapat diberikan untuk otitis eksterna difusa akut adalah
pembersihan liang telinga menggunakan lidi kapas yang diberikan
Betadine atau rivanol. Kemudian dimasukkan tampon yang diberikan
antibiotik dan steroid ke dalam liang telinga. Tampon diganti setiap
hari selama 2-3 hari, kemudian dilanjutkan dengan tetes telinga
antibiotik. Dapat juga diberikan tetes campuran antibiotik-steroid.
Dapat juga diberikan antibiotik oral dan analgetik.
Tujuan terapi otitis eksterna kronis adalah untuk mengurangi
pembengkakan sehingga dapat dilakukan pembersihan liang telinga,
dan menghentikan keluhan gatal sehingga liang telinga tidak di garuk
dan tidak terjadi rekurensi. Dilakukan pembersihan, kemudian
dipasang tampon yang diberi antibiotik dengan atau tanpa steroid.
Untuk otitis eksterna maligna perlu dilakukan pengobatan segera.
Pengobatan utama adalah antibiotik sistemik anti-Pseudomonas
yang tidak nefrotoksik dengan dosis tinggi dalam jangka waktu lama,
biasanya 6-8 minggu. Pilihan utama adalah ciprofloxacin, akan tetapi
karena sering digunakan secara berlebihan untuk keperluan lain,
banyak ditemukan kuman yang sudah resisten terhadap obat ini,
maka alternatif lain adalah ceftazidime dan meropenemem atau obat
lain yang dianggap cocok sesuai uji sensitivitas. Liang telinga juga
harus dibersihkan dengan baik agar sekret bisa mengalir ke luar.
Pemberian antibiotik topikal tidak efektif, bahkan dapat menyulitkan
pemeriksaan mikrobiologi. Untuk mengurangi nyerinya dapat
diberikan analgetik.
Pada otomikosis, perlu dilakukan juga pembersihan liang telinga
dengan baik. Dibersihkan seluruh gumpalan jamur dan debris, serta
dilakukan pengisapan cairan dalam telinga, irigasi, atau dibersihkan
dengan lidi kapas yang diberi Betadine. Diberikan obat anti-jamur
topikal spesifik, seperti nistatin atau clotrimazole. Dapat juga
diberikan asam salisilat 2% dalam alkohol. Obat anti-jamur diberikan
sampai seminggu sesudah liang telinga tampak normal. Telinga harus
dijaga tetap kering. Jika otomikosis disertai dengan infeksi bakterial,
maka perlu ditambahkan antibiotik. BUKU endang

2.2.9 Edukasi dan Pencegahan


Pencegahan bertujuan untuk menghindari faktor risiko terjadinya OE
dan menjaga mekanisme pertahanan alami saluran pendengaran
eksternal dengan cara menghindari akumulasi dan retensi air di
saluran telinga. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan retensi air
antara lain tersumbatnya saluran telinga eksternal oleh serumen
atau benda asing, penggunaan perangkat pelindung pendengaran
dalam waktu lama, dan berenang. (Waitzman, AA. Otitis Externa.
[internet]. [cited 2020 August 19]. 2020. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/994550-overview.
)
Pasien otitis eksterna disarankan untuk menjaga telinga agar tetap
kering, tidak boleh kemasukan air, terutama ketika mencuci rambut
atau berenang. Disarankan menempatkan sepotong besar kapas
dilapisi Vaseline di concha, dan apabila pasien tetap ingin berenang
disarankan menggunakan penyumbat telinga yang terbuat dari
bahan karet silikon. Penggunaan asam asetat profilaksis setelah
berenang berguna dalam mengurangi otitis eksterna.
Pasien otitis eksterna disarankan untuk menghindari goresan dan
menusuk telinga. Gatal dapat dikontrol dengan antihistamin yang
diberikan secara oral, terutama pada waktu tidur. Pasien disarankan
untuk menghindari penggunaan cotton bud dan benda-benda lainnya
yang dapat memicu trauma pada saluran telinga. ( Lahdji A, Primasari
A. Buku Ajar Sistem Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. 2015.
p.61–5.)

2.2.10 Komplikasi
Otitis eksterna akut mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari
pada sekitar 25% pasien yang terkena. AOE dapat berkembang
menjadi otitis eksterna kronis, dan dapat menyebabkan stenosis
saluran telinga dan gangguan pendengaran. Otitis eksterna adalah
stenosis saluran telinga terjadi akibat proses infeksi. Infeksi dapat
menyebar dan menyebabkan chondritis di daerah sekitarnya. Jika
infeksi terus berlangsung, keadaan ini dapat melibatkan kelenjar
parotid. Beberapa jenis otitis eksterna menimbulkan paresis n.
facialis. (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Buku Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer:
Telinga dan Hidung. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. 2017. p.143 –
4.)
Komplikasi ini hampir secara khusus terlihat pada penderita dengan
immunocompromised, seperti penderita AIDS, penderita diabetes,
orang-orang yang menjalani kemoterapi, dan pasien yang memakai
obat immunosuppressant (misal: glukokortikoid). Jika tidak
ditatalaksana, dapat terjadi nekrosis otitis eksterna maligna yang
memiliki tingkat kematian tinggi mencapai 50%. (Hussain SM, Maran
AGD. Logan Turner’s Diseases of the Nose, Throat and Ear: Head and
Neck Surgery. Boca Raton: CRC Press. 2016. p.61–8.)

2.2.11 Prognosis
Secara umum prognostis dari OE adalah baik jika mendapatkan
penanganan yang sesuai. Bila tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan kekambuhan dan komplikasi seperti maligna otitis
eksterna. (Wulandari, N. . M. A. K., & Sudipta, I. M. (2020).
Karakteristik kasus otitis eksterna di RSUP Sanglah Denpasar periode
April 2015-April 2016. Intisari Sains Medis, 11(2), 489.
https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.619
)
Sebagian besar pasien otitis eksterna membaik dalam 2-3 hari dari
pemberian antibiotik. Jika tidak membaik dalam 2-3 hari maka perlu
dilakukan evaluasi kembali oleh dokter. Otitis eksterna biasanya
sembuh sepenuhnya dalam 7-10 hari. sebagian besar kasus OE akan
sembuh secara spontan dalam periode akut. Di sisi lain, episode akut
bisa berulang; risiko kekambuhan tidak diketahui. Ada potensi
gangguan pendengaran dan stenosis kanal akibat peradangan kronis,
yang dapat terjadi dengan satu episode OE akut. Hajioff D dan
MacKeith S. Otitis externa. BMJ clinical evidence. 2015. p.1-22.
)

2.2.12 Diagnosis banding

2.2.13 SKDI
Otitis Eksterna termasuk dalam tingkat kompetensi 4A atau
keterampilan yang dicapai pada saat lulusan dokter. Lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. (Konsil Kedokteran
Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta. 2012.
p.39)
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1.

Anda mungkin juga menyukai