Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

PNEUMONIA NEONATAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada
Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unsyiah RSUDZA Banda Aceh

Oleh:

CUT YENNI NURLISA


NIM. 1607101030013

Pembimbing :
dr. Isra Firmansyah, Sp.A(K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah menciptakan
manusia, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
presentasi kasus ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW, atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya.

Adapun Presentasi Kasus yang berjudul “Pneumonia Neonatal” ini diajukan


Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unsyiah BLUD RSUD dr.
Zainoel Abidin – BandaAceh.

Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya


kepada dr. Isra Firmansyah,Sp.A(K) yang telah meluangkan waktunya untuk
memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan
penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan
bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Februari 2017


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 7
2.1 Definisi ........................................................................................................ 7
2.2 Epidemiologi ............................................................................................... 8
2.3 Faktor Risiko ............................................................................................... 9
2.4 Patogenesis ................................................................................................ 10
2.5 Gejala Klinis ............................................................................................. 12
2.6 Klasifikasi ................................................................................................. 13
2.6 Diagnosis ................................................................................................... 15
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium ............................................................ 16
2.6.2 Gambaran Radiologi ...................................................................... 17
2.8 Penatalaksanaan ........................................................................................ 17
2.9 Prognosis ................................................................................................... 17
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................... 18
3.1 Identitas Pasien ...................................................................................... 18
3.2 Anamnesis .............................................................................................. 18
3.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 19
3.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 21
3.5 Diagnosa................................................................................................. 22
3.6 Terapi ..................................................................................................... 22
3.7 Planning ................................................................................................. 22
3.8 Prognosis ................................................................................................ 22
3.9 Follow Up Harian................................................................................... 22
BAB IV ANALISA KASUS...................................................................................... 24
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32
BAB I
PENDAHULUAN

Masa neonatus merupakan masa yang paling rentan terinfeksi. Salah satu
penyakit infeksi yang merupakan penyebab mortalitas utama pada neonatus adalah
pneumonia. Pada neonatus, pneumonia dapat diakibatkan karena proses yang terjadi
dalam kehamilan, ketika proses persalinan, maupun didapatkan setelah kelahiran.1,2
Pneumonia neonatal merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) yang disebabkan terutama oleh bakteri, yang paling sering menyebabkan
kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering
adalah streptococcus pneumonia (pneumokokus), hemophilus influenza tipe b (Hib)
dan staphylococcus aureus.2,3
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian di antara semua kelompok
umur. Pada anak-anak, banyak dari kematian ini terjadi pada masa neonatal.
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru
lahir disebabkan pneumonia, lebih dari dua juta meninggal setiap tahun di seluruh
dunia. Pneumonia neonatal merupakan penyebab signifikan kematian pada bayi yang
baru lahir, yang terjadi dalam 30 hari pertama kehidupan bayi. Bayi dengan
pneumonia yang terkomplikasi oleh infeksi melalui darah memiliki resiko kematian
10% dan resiko ini menjadi tiga kali lipat jika bayi memiliki berat badan kurang saat
lahir.1,3
Kemungkinan terinfeksi pneumonia semakin tinggi jika terdapat faktor risiko
yang mendukung, di antaranya berat lahir rendah. Pneumonia neonatus berkorelasi
dengan berat lahir, selain itu kejadian infeksi pada neonatus diobservasi lebih tinggi
pada usia kehamilan yang lebih muda dan menurun seiring bertambahnya usia
kehamilan.2,3
Demam saat proses persalinan juga berpengaruh terhadap kejadian infeksi
pada neonatus. Semakin tinggi suhu tubuh ibu ketika persalinan, risiko terjadinya

4
infeksi pada neonatus semakin tinggi. Data menyebutkan bahwa peningkatan risiko
infeksi dimulai pada suhu 37,5oC sampai 38oC. Demam intrapartum merupakan
faktor risiko yang sangat signifikan terhadap pneumonia neonatus. Selain itu, ketuban
pecah dini merupakan salah satu faktor risiko infeksi pada neonatus. Kejadian infeksi
pada neonatus meningkat seiring dengan peningkatan durasi ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini adalah salah satu prediktor terjadinya pneumonia neonatus.3,4
Patogenesis dari pneumonia sangat terkait dengan sistem imun. Ketika sistem
imun seseorang dalam keadaan baik, patogen penyebab pneumonia dapat
dihancurkan oleh makrofag alveolus. Oleh karena itu, pneumonia dapat menginfeksi
orang yang sistem pertahanan tubuhnya lemah atau belum kompeten , misalnya pada
neonatus.2,4

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pneumonia Neonatal

2.1 Definisi
Pneumonia neonatal merupakan infeksi parenkim paru dengan terjadinya
serangan dalam beberapa jam sejak kelahiran, yang dapat disamakan dengan
kumpulan gejala-gejala sepsis. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi,
atau diperoleh setelah kelahiran.3,4
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia
adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri dan paling
sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Pneumonia merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).2
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas
cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan
napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk
balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu
menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per
menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit.2,4

Gambar 2.1 Kondisi Paru pada Pneumonia3

6
2.2. Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara3
Pneumonia adalah penyebab utama penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Berdsarkan data dari WHO paa taun 2014
diperkirakan 935.000 anak di bawah usia lima tahun mengalami kematian karena
pneumonia di tahun 2013, yaitu 15% dari seluruh penyebab kematian pada anak
dibawah usia lima tahun.3,5

2.3 Etiologi
Pneumonia neonatal pada umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa. Penyebab
pneumonia pada neonatal berbeda dengan pneumonia pada anak. Pada pneumonia
neonatal lebih banyak disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Gram
Negative Enteric Bacteria (E.coli). bakteri tersebut sering enyerang neonatus berumur
3 minggu hingga 3 bulan. Sedangkan pneumonia pada anak lebih sering disebabkan
oleh golongan virus.4,6

Gambar 2.2 Bakteri Penyebab Pneumonia Neonatal4

7
a. Bakteri
Pada umumnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan
kerusakan. Neonatus yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas
cepat dan denyut jantungnya meningkat.4

b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila
infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian.6
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas.4,7

d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.8

2.4 Faktor Risiko


Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). Pneumonia

8
seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi
infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial
dengan pneumonia viral. Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting
dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, Streptococcus Group B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma.7,8
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada
neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia
pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus Group B dan bakteri Gram
negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp., atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih
besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan
pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae.8,9

2.5. Patogenesis
Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak
yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi
dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion,
atau dari serviks ibu.9

Gambar 2.3 Anatomi Sistem Respirasi9

9
Pneumonia neonatal merupakan suatu manifestasi dari rendahanya imunitas
tubuh akibat adanya peningkatan kuman patogen. Pada dasarnya agen infeksius
memasuki saluran pernapasan melalui berbagai cara seperti inhalasi, hematogen,
ataupun aspirasi langsung kedalam saluran trakeobronkial. Selain itu masuknya
mikroorganisme kedalam saluran pernapasan juga dapat diakibatkan oleh adanya
perluasan langsung dari tempat tempat lain didalam tubuh.Umumnya
mikroorganisme penyebab pneumonia terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori.9,10

Gambar 2.4 Alveolus pada Pneumonia10

Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah


proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan
edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
merah.10
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit
PMN di alveoli dan terjadi fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini
disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru jika tidak terkena
akan tetap normal.10,11

10
Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di kapiler-kapiler pembuluh
darah d dalam alveoli. Pada pneumonia nanah (pus) dan cairan mengisi alveoli
tersebut sehungga terjadi kesulitan penyerapan oksigen. hal ini menyebabkan kondisi
kesukaran bernapas. Perdangan pada pneumonia terjadi pada salah satu atau kedua
organ paru yang diisebabkan oleh infeksi. Peradangan tersebut enyebabkan jarigan
pada paru terisi oleh cairan dan sel-sel yang mengalami inflamasi dan kemudian
dapat menyebabkan terjadinya abses.9,11

2.6 Gejala Klinis


Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering,
dan faktor patogenesis.10

Gambar 2.5 Gejala Klinis Pneumonia10


Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :

- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, merintih, dan sianosis.

11
Gejala penyakit pneumonia neonatal biasanya didahului dengan infeksi
saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40oC, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala.11
Tabel 2.1 Tanda-tanda Pneumonia Neonatal10
Tanda-tanda penyakit Pneumonia neonatal
a. Batuk nonproduktif i. Kekakuan dan nyeri otot
b. Ingus (nasal discharge) j. Sesak napas
c. Suara napas lemah k. Menggigil
d. Penggunaan otot bantu napas l. Berkeringat
e. Demam m. Lemah
f. Cyanosis n. Terkadang kulit menjadi lembab
g. Foto Thorax : infiltrasi melebar o. Mual dan muntah

Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi nafas dalam satu menit
penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Frekuensi napas normal pada neonatus
adalah 40-60 kali per menit. Sesak nafas dinilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik nafas (retraksi epigastrium).
Tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam.11,12

2.7 Klasifikasi
Klasifikasi pada pneumonia dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan kelompok
umur pada saat timbulnya gejala pneumonia dan berdsarakan etiologi dari
pneumonia.13

1) Berdasarkan Umur
Tabel 2.2 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Umur14
Pneumonia berat
Umur < 2 bulan
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu
(Neonatus)
(jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk

12
yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang
tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang
rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih
per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada
lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per
menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis
sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak
kejang dan sulit dibangunkan.
Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi
tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
Pneumonia
Umur 2 bulan
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa
sampai <5 tahun
penarikan dinding dada.
(balita)
Bukan pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau
penarikan dinding dada.
Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah
diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan
antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada,
frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan
Sumber : Depkes RI. 2014. Bimbingan keterampilan tatalaksana pneumonia

2) Berdasarkan Etiologi
Tabel 2.3 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya14

Grup Penyebab Tipe Pneumonia


Bakteri Streptokokus pneumonia Pneumoni bakterial
Streptokokus piogenesis Legionnaires disease
Stafilokokus aureus
Klebsiela pneumonia
Eserikia koli

13
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus

Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli Aktinomisetes pulmonal


Nokardia asteroides Nokardia pulmonal
Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis
Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergilus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis
Riketsia Koksiela burneti Q fever
Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal
Virus Influenza virus, adeno Pneumonia virus
Virus respiratory
Syncytial
Protozoa Pneumositis karini Pneumonia pneumosistis
(pneumonia plasma sel)
Sumber : Depkes RI. 2014. Bimbingan keterampilan tatalaksana pneumonia

2.8 Diagnosis
Diagnosis etiologi pneumonia neonatal pada dasarnya sulit ditegakan oleh
karena pada bayi dahak sukar diperoleh. Selain itu sulitnya penegakan pneumonia
juga dapat disebabkan karena adanya defek anatomi kongenital dan kurangnya fungsi
imunitas. Oleh karena itu prosedur yang dapat diharapkan untuk memberikan hasil
adalah denngan biakan aspirasi paru dan pemeriksaan specimen darah. Akan tetapi
hal ini sulit dilakukan karea bersifat invasive.12,13
Pada umumnya diagnosis etiologi pneumonia pada bayi dapat dilihat
berdasarkan gejala klinis sederhana dengan didukung oleh data laboratorium dan
radiologis.11

14
2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umunnya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada
pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang
buruk. Leukositosis (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi
bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi
lebih tinggi.15

b. C- Reactive Protein (CRP)


C-Reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dari profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.14,15

c. Uji serologis
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri tipik. Dekteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan
Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, Influenza A dan B,
peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengonfirmasi diagnosis.13,15

d. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Diagnosa dikatakan
definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, dan aspirasi paru. Pada
pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur darah.15

15
2.8.2 Gambaran Radiologi
Gambaran foto toraks pneumonia neonatal meliputi infiltrat ringan pada satu
paru hingga konsolidasi luas kedua paru. Gambaran foto toraks yang didapati pada
pneumonia adalah:
- Lobar pneumonia, apabila didapatkan konsolidasi pada 1 lobus paru

- Lobular pneumonia, apabila didapatkan konsolidasi pada 1 lobulus paru

- Interstitial pneumonia, apabila gambaran infiltrat pada interalveolar

- Bronkopneumonia, apabila didapatkan patchy infiltrat pada kedua paru

2.9 Penatalaksanaan
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap keseimbangan asam
basa, elektrolit, dan gula darah. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci
keberhasilan pengobatan.13,14
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang
diduga disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan
antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol.15,17
Pada pneumonia ringan rawat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral
dengan efektifitas yang mencapai 90%. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah
25mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB.17
Pada pneumonia rawat inap, pilihan antibiotik lini pertama dapat
menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Terapi antibiotik
diberikan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.16,17

2.10 Prognosis
Penyakit ini memiliki respon yang baik terhadap pemberian antibiotik dan
tidak ada risiko kekambuhan atau disfungsi paru lebih lanjut. Gejala respirasi
membaik sejalan dengan mobilisasi cairan, medikamentosa, dan alat bantu napas.17

16
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : By. Abid Aqila Rajendra
Usia : 29 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Subulussalam
No CM : 1-11-68-55
Tanggal Masuk : 24 Januari 2017
Tanggal Periksa : 08 Februari 2017

3.2 Anamnesis
(Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan orang tua pasien pada
tanggal 08 Februari 2017)
Keluhan Utama :
Sesak napas disertai demam dan batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bayi lahir tangal 08 Januari 2017 dengan jenis kelamin laki-laki melalui Sectio
Caesarea (SC) atas indikasi BSC 1x dari ibu G5P4A0 dengan usia kehamilan 40-41
minggu dengan makrosomia. Pasien lahir segera menangis, badan dan ekstremitas
kebiruan, gerakan kurang aktif, air ketuban jernih, tali pusat putih mengkilat.

Berat Badan Lahir (BBL) : 4600 gram

Panjang Badan Lahir (PBL) : 53 cm

Lingkar Kepala (LK) : 34 cm

Bayi mendapatkan tindakan pemberian O2, rangsangan taktil, pembersihan jalan nafas
melalui hidung dan mulut.

17
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat ibu mengalami hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan penyakit jantung
sebelum dan selama kehamilan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak terdapat keluarga yang memiliki riwayat ssakit seperti pasien
Riwayat Pemakaian Obat :
Pasien mendapat vitamin K sebanyak 1 mg secara intramuskular setelah lahir
Riwayat Kehamilan :
Ante Natal Care dilakukan secara rutin pada bidan dan dokter ahli kandungan
Riwayat Obstetri :
Gravida, Partus, Abortus : G5P4A0
Umur Kehamilan : 40-41 minggu
Riwayat Persalinan :
Pasien anak ke 5 lahir secara Sectio Caesarea atas indikasi postterm, makrosomia,
dan BSC 1x dengan usia kehamilan lebih bulan dari masa kehamilan di RS
Subulussalam. Berat Badan Lahir 4600 gram bayi lahir segera menangis.
Riwayat Imunisasi :
Tidak ada
Riwayat Pemberian ASI :
Pada 0 hari sampai sekarang : ASI ditambah susu formula

3.3 Pemeriksaan Fisik


Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
HR : 130 x/menit
RR : 70 x/menit
T : 36,8oC
Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah
Kulit : Pucat (+) Ikterus (-)

18
Kepala : Normocephali, UUB terbuka (+), Menonjol (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia
Hidung : NCH (-) sekret (-)
Leher : Pembersaran KGB (-)

Thorax
Paru : Simetris, bentuk dada normal, pernafasan thorakoabdominal
Retraksi (+) interkostal
Vesikuler (+/+)
Rhonki (+/+) pada lapangan baru bagian tengah dan kiri bawah
Wheezing (-/-)
Jantung : Ictus cordis (+), BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-)

Abdomen : Soepel, Distensi (-), Tali pusat mengkilat (+), peristaltik (+)
Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan
Anus : Tidak ada kelainan
Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Edema - - - -
Gerakan Lemah Lemah Lemah Lemah

19
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Lab Darah Rutin
Hasil Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
(06/02/2017) (08/02/2017)
Hemoglobin 13,3 11,7 9,0 – 14,0 g/dL
Hematokrit 39 35 53 – 63 %
Eritrosit 34,2 3,8 4,4 – 5,8 106/mm3
Leukosit 19,6 15,1 5,0-19,0 103/mm3
Trombosit 203 23 150-450 103/mm3
MCV 92 91 80-100 fL
MCH 31 31 27-31 pg
MCHC 34 34 32-36 %
RDW 17,8 17,7 11,5-14,5 %
MPV 9,4 7,1-11,1 fL
Eosinofil 1 1 0-6 %
Basofil 0 0 0-2 %
Neutrofil Batang 0 1 2-6 %
Neutrofil Segmen 45 18 50-70 %
Limfosit 51 60 20-40 %
Monosit 3 20 2-8 %

Foto Trorax PA (24/01/2017)


 Tampak infiltrat dikedua lapangan paru
 Kedua hemidiafragma licin dan sinus costophrenicus lancip
 Jaringan lunak dinding dada terlihat baik
 Jantung kesan tidak membesar
 Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
 Trakea ditengah, kedua hillu tidak menebal
Kesimpulan : Pneumonia, Cor normal

20
3.5 Diagnosa
Neonatal Pneumoia + Neonatal Seizure + Sepsis Neonatorum + Acyanotic CHD ec.
PDA besar + Neonatus Lebih Bulan Besar Masa Kehamilan (NLB-BMK)

3.6 Terapi
 Sesak Nafas
Pertahankan saturasi SpO2 88-95% dengan O2 nasal kanul 1 liter/menit
 Cegah dan atasi Infeksi
Injeksi Cefotaxim 200 mg/12 jam
Injeksi Gentamicin 20 mg/24 jam
 Diet dan Nutrisi
IVFD 4:1 14 cc/jam
ASI atau Susu Formula 3-5 cc/3jam OGT
 Pencegahan hipotermi
Pertahankan suhu tubuh 36,5-37,5oC dengan infant warmer

3.7 Planning
 Edukasi keluarga
 Cek Darah Rutin, Elektrolit, KGD
 Foto Thorax
 Transfusi TC 40 cc
 Berikan feeding bertahap
 Konsultasi Divisi Kardiologi dengan gejala klinis sesak dan sianosis jika
menangis. Dengan hasil : PFO, PDA
 Konsultasi bedah anak untuk dilakukan pemasangan Long line

3.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

21
3.9 Follow Up Harian
Tanggal/
Hari Catatan Instruksi
Rawatan
S/ pucat (+), sesak (+), batuk (+) Th/
 IVFDN5+Ca Gluconas+KCl
O/ 17,4 cc/jam
HR : 120 x/mnt  Spironolacton 2 x 6,25 mg
T : 37oC  Furosemid 2 x 3,5 mg
RR : 40 x/mnt  Enalapril 1 x 0,36 mg
Konjungtiva palpabrea inferior  Sildenafil 3 x 1 mg
anemis (+/+) ekstremitas pucat (+/+)
Hb 11 gr/dL
Trombosit 23.000/mm3
09/02/2017
H1
Ass/
Neonatus Lebih Bulan- Besar Masa
Kehamilan + Neonatal Pneumonia +
Neonatal Seizure + Acyanotic CHD
ec PDA besar + Sepsis Neonatorum
+ Anemia

P/
Transfusi PRC 40 cc
ACC pulang

22
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang bayi laki-laki postterm dengan berat badan 4600 g, panjang badan
53 cm, dan lingkar kepala 34 cm yang lahir dengan seksio caesarea dengan indikasi
postterm, makrosomia dan BSC 1x. Saat lahir, bayi segera menangis tanpa sianosis.
Bayi telah dirawat di RSU Subulussalam selama 5 hari tanpa menunjukkan
perbaikan, kemudian bayi dirujuk ke RSUD dr.Zainoel Abidin. Pasien dirawat dengan
keluhan demam yang terjadi sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit disertai
dengan keluhan batuk dan sesak napas yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Faktor risiko pada bayi yaitu aspirasi dari cairan amnion yang disebabkan
karena kondisi postterm sedangkan faktor ibu ialah infeksi saluran kemih dan
keputihan selama kehamilan. Riwayat kehamilan ibu (hamil anak ke-5) secara
teratur memeriksakan kehamilannya ke bidan dan dokter umum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang bayi laki-laki berusia 29 hari,
status gizi lebih, keadaan umum tampak sakit sedang dengan kondisi lemah,
aktivitas menurun, refleks fisiologik menurun, dan terdapat sesak napas disertai
retraksi interkosta. Denyut jantung 130 kali/menit, frekuensi pernafasan 70
kali/menit dengan suhu badan 36,8oC. Kondisi bayi ditemukan anemia, dan tidak
ditemukan sianosis, maupun ikterus. Pada pemeriksaan toraks terlihat gerakan
pernapasan simetris, adanya retraksi interkostal. Pemeriksaan secara auskultasi
didapatkan rhonki pada kedua lapangan paru bagian media dan basal paru. Pada
pemeriksaan jantung tidak terdengar bising sedangkan pada paru-paru terdengar
ronki basah kasar pada kedua lapangan paru. Pemeriksaan abdomen tidak
menunjukkan kelainan dengan kondisi tali pusat sudah puput. Ekstremitas teraba
hangat dengan waktu pengisian kapiler <2 detik. Genitalia dan anus tidak
memperlihatkan adanya kelainan.

23
Hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan dua kali pemeriksaan selama
rawat inap di NICU RSUDZA Banda Aceh. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan hemoglobin 13,3 g/dL, hematokrit 39%, hitung leukosit 19.600/mm3,
hitung trombosit 23.000/mm3. Pemeriksaan morfologi darh tepi menunjukan hasil
Shift to the Left yang menunjukan adanya infeksi yang bersifat akut. Hal ini ditandai
dengan peningkatan pada neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit
diatas nilai normal. Foto toraks memperlihatkan adanya infiltrat di kedua lapangan
paru, dengan hasil ekspertisi suatu pneumonia.
Diagnosis yang ditegakkan ialah bayi postterm makrosomia dengan
pneumonia neonatal dan sepsis neonatorum. Terapi yang diberikan yaitu
pemasangan oksigen nasal kanul 1 liter/menit dengan mempertahankan saurasi
oksigen 88-95% dan cairan parenteral feeding dengan IVFD 4:1 14 gtt/menit serta
ASI+Susu Formula 3-5 cc/3jam secara OGT. Pemberian antibiotik ialah cefotaxime
200 mg/12 jam dan gentamicin 20 mg/24 jam secara intravena. Untuk mencegah
terjadinya hipotermi maka suhu tubuh dipertahankan dalam suhu 36,5 – 37,5oC
dengan infant warmer.
Pada pengamatan lanjut, keadaan pasien menunjukkan perbaikan sehingga
diberikan susu 3-5cc/3 jam, yang ditingkatkan secara bertahap. Pemberian feeding
secara Oral Gastric Tube untuk mencegah terjadnya keadaan aspirasi karena bayi
dalam kondisi sesak napas. Prognosis pasien baik, dan pasien dipulangkan setelah
perawatan hari ke-15.
Pengobatan umumnya menggunakan antibiotika kombinasi yang bertujuan
untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen penyebab pneumonia pada
bayi baru lahir. Antibiotika yang dipilih ialah golongan sefalosporin dan gentamicin
yang merupakan pemberian antibiotik lini kedua setelah ampicilin, dengan lama
pengobatan yang dianjurkan selama 10-14 hari.15,17
Pneumonia merupakan infeksi saluran napas yang serius dan menimbulkan
banyak masalah, termasuk sebagai penyebab kematian anak terbesar di negara
berkembang. Definisi pneumonia neonatal di Indonesia adalah neonatus dengan

24
gawat napas (sesak, napas cepat, napas berbunyi, frekuensi napas >60 x/menit,
retraksi dada, batuk, dan merintih), kultur darah positif atau ≥2 faktor predisposisi
(demam intra-partum >38°C, ketuban berbau, ketuban pecah dini >24 jam), tampilan
sepsis (letargi, refleks menurun, hipotermi/hipertermi, distensi abdomen), X-foto
toraks curiga pneumonia (infiltrat kasar/noduler, bercak berkabut, difus granuler, air
bronchogram, konsolidasi lobar/segmental) yang tidak membaik dalam 48 jam,
laboratorium positif sepsis (IT rasio >20%, lekositosis/ lekopeni, CRP positif, dan
laju endap darah meningkat). Hanya sekitar 40% ibu dengan bayi yang menderita
pneumonia memiliki faktor risiko seperti demam, ketuban pecah dini >24 jam, dan air
ketuban berbau, sedangkan >50% neonatus yang didiagnosis pneumonia tidak
memiliki faktor predisposisi.7,8,10
Penyebab pneumonia ialah bakteri (Streptokokus grup β, Stafilokokus
aureus, Pseudomonas, E. coli, dan Klebsiella) dan virus. Infeksi paru pada neonatus
dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari vagina atau infeksi nosokomial
selama perawatan. Pneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, cairan
amnion, atau kolonisasi bakteri di jalan lahir yang berhubungan dengan
korioamnionitis dan asfiksia neonate-rum walaupun hubungan asfiksia dan
pneumonia yang pasti belum jelas diketahui.8,10
Pneumoia dapat dimulai sebelum kelahiran, berkembang dalam rahim karena
masuknya bakteri patogen dalam tubuh ibu. transmiri dari ibu ke bayi didapatkan
melalui darah, plasenta dan air ketuban. Pada kondisi bayi belum mampu menahan
patogen, oleh karena itu dapat menyebabkan terjadinya suatu peradangan di paru-paru
dan bronkus. Infeksi paru yang terjadi selama atau setelah melahirkan dapat berisiko
tinggi pada kondisi ketuban pecah dini, perdarahan selama kehamilan, penyakit atau
akut selama kehamilan, dan infeksi dengan flora pathogen pada jalan lahir.8,14,16
Gejala pneumonia pada bayi baru lahir dapat dilihat dengan gejala utamanya
adalah:
 kulit pucat abu-abu, letargi
 asfiksia dan gagal pernafasan, "kaku" napas;

25
 muntah setelah makan;
 sesak napas;batuk
 peningkatan yang signifikan dalam suhu tubuh (hingga 40 derajat atau lebih);
 rhonki halus di paru-paru;
 nasal discharge;
 penurunan refleks dasar;
 memperlambat aktivitas otot jantung.

Pada bayi baru lahir, jangka waktu gejala pneumonia muncul secara bertahap,
periode laten berlangsung sekitar seminggu. Pneumonia pada bayi baru lahir sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan kondisi sesak disertai dengan apneu atau
cardiac arrest, dan dapat berakhir dengan kematian.8,14
Pengobatan pneumonia pada anak biasanya dilakukan dengan bantuan
antibiotik spektrum luas dan fisioterapi. Pengobatan pneumonia berlangsung
setidaknya satu bulan, dan kemudian membutuhkan asupan vitamin lanjutan.bayi
yang telah sembuh dari pneumonia, terutama bilateral, sering mengalami relaps. Oleh
karena itu, kontrol ulang terhadap pengobatan sangat penting dan edukasi terhadap
orangtua untuk segera membawa anaknya apabila mengalami kondisi batuk, pilek,
demam, dan tanda-tanda lainnya yang mengarah pada kondisi pneumonia. Mencegah
pneumonia pada bayi baru lahir adalah mengisolasi pasien dari anggota keluarga dan
orang sekitar.7,11
Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
darah berupa leukositosis sedang, trombositopenia berat, dan hasil ekspertisi foto
toraks adanya infiltrat pada kedua lapangan paru yang mengindikasikan suatu
pneumonia.
Pasien di diagnosa sebagai pneumonia dengan perbaikan berdasarkan
anamnesa ada sesak napas yang memberat, dengan predisposisi riwayat kehamilan
dengan usia postterm dan makrosomia dan sudah di terapi antibiotik di RSU
Subulussalam. Pada pemeriksaan ditemukan adanya takipnea, dan retraksi interkostal.
Pada pemeriksaan penunjang morfologi darah tepi menunjang adanya suatu infeksi

26
yang bersifat akut dengan gambaran shift to the left, pada pemeriksaan foto thoraks
menunjukan adanya suatu pneumonia pada kedua lapangan paru. Pasien tidak
menunjukkan perbaikan klinis dengan antibiotik yang diberikan dari RSU
Subulussalam sebelumnya.
Pada pasien ini ditemukan adanya anemia yang fisiologis. Hal ini terjadi
karena adanya proses adaptasi fisiologi yang normal dari perubahan keadaan hipoksia
relatif intauterin ke lingkungan luar yang kaya akan oksigen. Selain itu juga terjadi
produksi eritropoietin yang masih kurang adekuat dari bayi.15
Pasien di diagnosa sebagai Post Term Infant (41 minggu), Big for Gestational
Age (Besar Untuk Masa Kehamilan/BMK). Besar untuk usia kehamilan adalah bayi
yang lahir dengan berat badan terletak di atas persentil 50 untuk usia kehamilan.
Pada pasien ini di diagnosa suatu dekompensasio kordis atau gagal jantung
tipe acyanotic CHD ec PDA besar karena pada anamnesa ditemukan adanya keluhan
menetek sebentar-sebentar. napas cepat, banyak berkeringat, menagis lemah, da biru
ketika menangis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan Takipnea, takikardia, banyak
berkeringat, menangis lemah, dan retraksi intercostal. Pada pemeriksaan penunjang
foto thorak tidak ditemukan kardiomegali. Diagnose PDA besar ditegakan
berdasarkan hasil dari ekokardiografi. Pasien telah mendapatkan terapi pemberian
diuretik di RSUDZA dan gejala klinis membaik.
Kesulitan minum pada bayi dengan dekompensasio kordis atau gagal jantung
merupakan masalah yang umum dijumpai. Memerlukan perhatian khusus dan edukasi
yang baik terhadap orang tua pasien mengenai cara pemberian makannya. Diperlukan
pembatasan cairan pada pasien dengan gagal jantung, pembatasan garam dan cara
pemberian dengan porsi kecil dengan frekuensi yang lebih sering. Selama perawatan
bayi mendapat partial parenteral nutrition yang secara bertahap dialihkan ke nutrisi
enteral sejalan dengan membaiknya klinis bayi.
Pada pasien ini didapatkan adanya kelainan jantung bawaan berupa Persisten
Duktus Arteriosus (PDA). Dalam kondisi PDA pembuluh darah yang
menghubungkan antara arteri pulmonalis kiri dan aorta desenden tetap terbuka setalah
bayi lahir. PDA merupakan suatu kondisi dari penyakit jantung bawaan. Penyakit

27
jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang paling sering dan menjadi
penyebab utama kematian bayi. Insidensi PJB sangat bervariasi dari 4 sampai dengan
50 dari 1000 kelahiran hidup. Sekitar 6-10% kematian pada bayi serta mencakup 20-
40% kematian bayi karena kelainan anatomi atau malformasi.18,19
Apabila penyakit jantung bawaan tidak tertangani dengan cepat dan tepat
maka morbiditas dan mortalitas akan meningkat secara signifikans., 50% kematian
akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Bila terjadi hipoksi atau sianosis yang
lama maka organ-organ tubuh akan maladaptasi yang justru dapat membahayakan
penderitanya. Konsekuensi serta komplikasi yang dapat dijumpai pada anak adalah
polisitemia, jari tabuh, serangan hipoksik, komplikasi neurologik, gangguan
perdarahan, IQ rendah, hiperurisemi dan gout, abses otak dan ginjal, gagal tumbuh.20
Persiten ductus Arteriosus pada bayi cukup bulan akan menutup dalam waktu
12 jam setelah bayi lahir dan penutupan secara fisiologis akan terjadi sempurna dalam
2-3 minggu. Kegagalan penutupan ductus pada bayi cukup bulan atau lebih bulan
terjadi akibat kelainan struktur otot polos ductus, sedangkan pada bayi premature
akibat menurunnya responsivitas ductus terhadap oksigen, dan peran relaksasi aktif
dari prostaglandin dan prostasiklin. Oleh karena itu berbeda halnya dengan bayi
premature, penutupan spontan PDA pada bay cukup bulan dan lebih bulan sangat
jarang terjadi. PDA pada bayi premature sangat responsive terhadap pemberian
indometasin sedangkan pada bayi cukup bulan dan lebih bulan respon terhadap
indometasin buruk. Penyulit yang dapat terjadi adalah gagal antung kongestif,
pneumonia berulang, penyakit obstruktif paru, dan endocarditis infektif.18,20
Pemeriksaan penunjang ekokardiografi dapat mengukur ukuran besarnya
diameter ductus, dimensi atrium kiri, dan ventrikel kiri. Makin besar diameter, maka
semakin besar dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri.18,19
Pada PDA besar terdapat tanda dan gejala takikardia, dispneu dan takipneu.
Seringkali dijumpai hiperreaktivitas precordium, thrill sistolik pada kiri atas tepi
sternum dan tekanan nadi melebar. Apabila terjadi kondisi obstruksi paru maka aliran
berbalik dari kanan ke kiri dan akan memberikan gejala sianotik.19,20

28
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam oleh karena pasien memperlihatkan
respon yang baik terhadap pemberian oksigen dan antibiotika. Pasien dipulangkan
dengan keadaan stabil dan perlu adanya kontrol ulang kembali.

29
BAB V
KESIMPULAN

Pneumonia neonatus paling banyak ditemukan pada onset awal kelahiran


yaitu usia 0-7 hari. Pneumonia neonatal ditandai dengan gejala khas berupa batuk
tidak produktif disertai sesak dengan adanya otot bantu pernafasan dan kemudian
timbul demam. Kondisi pneumonia pada bayi baru lair lebih banyak disebabkan oleh
bakteri maka kondisi ini memiliki respon yang baik terhadap pmberiaan antibiotik
dan penggunaan alat bantu napas untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Untuk menghindari terjadinya pneumonia neonatal sebaiknya pada ibu hamil
dilakukan pemeriksaan kandungan secara teratur untuk mengontrol keadaan janin dan
ibu, dan juga perlu penanganan dini untuk menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas karena pneumonia neonatal.

30
DATAR PUSTAKA

1. Misnadiarly. Penyakit infeksi saluran napas. Pneumonia pada anak, orang


dewasa, usia lanjut. Edisi 1. Jakarta: Pustaka obor populer; 2008:26-30.
2. Ballard R, Hansen T, Cobet A. respiratory failure in the term infant. In: Taeusch
HW, Ballard RA, Gleason CA, eds. Avery’s disease of the newborn, edisi
Philadelphia: Elsevier inc, 2015:712-714.
3. Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch Dis Child Fetal
Neonatal. 2015;90;211-219.
4. Gaston B. Pneumonia. Pediatrics Rev. 2012;23:132-140.
5. Nasution K. Infeksi saluran napas akut pada balita di daerah urban Jakarta. Sari
Pediatri. 2009;11 (4) :223.
6. Kurniawan Y, Indriyani S.A.K. Karakteristik pasien pneumonia di ruang rawat
inap anak rumah sakit umum provinsi nusa tenggara barat. CKD-191. 2012;39
(3): 196.
7. Choudhury A. M, Nargis S, Mollah A. H, Kabir L. M, Sarkar R. N.
Determination of risk factors of neonatal pneumonia. Mymensingh Med J. 2010;
19 (3):323.
8. Henning PA. Neonatal pneumonia. Departement of paediatrics and child health.
2007; 11 (4):16.
9. Zaidi A. K. M, Ganatra H. A, Syed S, Cousens S, Lee A. CC, Black R, et al.
Effect of case management on neonatal mortality due to sepsis and pneumonia.
BMC Public Health. 2011;11 (3): 2.
10. Said M. Pneumonia. In: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting.
Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2012.p. 352-363.
11. IB Mahendra, I Wayan Retayasa, I Made Kardana. Risk of early onset
pneumonia in neonates with abnormal gastric respirate. Paediatrica Indonesiana.
2008;48 (2).

31
12. Etika R. Gangguan hemostasis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto
A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi
pertama, cetakan ketiga; 2012:195.
13. Sawsan M, Mariam R. Hemoglobin level as a risk factor for lower respiratory
tract infection in Lebanese children. North American Journal of Medical
Sciences. 2010:2 (10).
14. Prober C. G. Pneumonia pada neonatus. In: Wahab A. S, editor. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi 15 volume 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012:664-666.
15. Gomella TL, Anemia. Neonatology. Management, procedures, On-call problems,
diseases and drug. 6th ed. USA. Lange 2009; 403-410
16. Lee J, Stark A. Meconium Aspiration. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark
AR, eds. Manual of neonatal care, ed Philadhelphia: lippicott Williams and
Wilkins, 2014;204-206
17. Polin RA. Management of neonatus with suspected or proven early-onset
bacterial. Pediatrics. 2012;129(5):1006-1015.
18. Julien I. E. Hoffman SK. The incidence of congenital heart disease. J Am Coll
Cardiol. 2012;39:1890-1900.
19. Lee. Y. Clinical presentations of critical cardiac defects in the new born:
Decision making and initial management. Korean J Ped. 2010; 53(6):669-679
20. Park MK. Cyanotic congenital heart disease, dalam Pediatric Cardiology for
Practitioners. Philadelpia. Elsevier. 2008;341-350
21. Pierpont ME, Basson CT, Benson DW, Gelb BD, Giglia TM, Goldmuntz E et al.
Genetic Basis for Congenital Heart Defects: Current Knowledge: A Scientific
Statement From the American Heart Association Congenital Cardiac Defects
Committee, Council on Cardiovascular Disease in the Young: Endorsed by the
American Academy of Pediatrics. Circulation 2007; 115;3015-3038

32

Anda mungkin juga menyukai