Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

STRIKTURA URETRA

PEMBIMBING
dr. Ahmad Rizky Herda P, Sp.U

Disusun oleh:

030.13.150

Nur Muhammad Luthfi

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
28 NOVEMBER 2019 – 4 JANUARI 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan judul:

“STRIKTURA URETRA”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 28 November 2019 – 4 Januari 2020

Disusun oleh:
030.13.150

Nur Muhammad Luthfi

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Bedah Rumah Sakit Daerah Umum Karawang

Pembimbing,

dr. Ahmad Rizky Herda, Sp.U

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Referat dalam kepanitraan
Ilmu Penyakit Bedah dengan judul “STRIKTURA URETRA”. Laporan kasus ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase
Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan serta dukungan dalam membantu penyusunan dan penyelesaian
makalah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih terutama kepada dr. Ahmad Rizky Herda, Sp.U, selaku pembimbing atas
pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Bedah dan kepada para dokter dan staff Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Karawang, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Bedah.
Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Karawang, 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iiiii
BAB I Pendahuluan....................................................................................................4
BAB II Tinjauan Pustaka...........................................................................................5
2.1 Anatomi uretra....................................................................................................5
2.2 Definisi striktura uretra.......................................................................................6
2.3 Etiologi striktura uretra.......................................................................................6
2.4 Patofisiologi striktura uretra...............................................................................7
2.5 Penegakkan diagnosis striktura uretra................................................................8
2.6 Tatalaksana striktura uretra.................................................................................9
2.7 Komplikasi striktura uretra.................................................................................9
BAB III Kesimpulan................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Striktura uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena


fibrosis. Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas ke
dalam sekitar korpus spongiosum menyebabkan spongiofibrosis. Penyempitan ini
membatasi aliran urine dan menyebabkan dilatasi proksimal uretra dan duktus
prostatika.(1) Striktur uretra jarang terjadi pada wanita, kejadian striktur uretra paling
banyak ditemukan pada pria karena perbedaan panjang uretra. (2) Uretra pria dewasa
berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm, karena itulah
uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding wanita.
(3)

Prevalensinya striktura uretra yang didapatkan pada kalangan pria di negara-


negara industri diperkirakan sebesar 0,9%. Striktur uretra dapat memberikan gejala
urin obstruktif dan iritatif dan pada akhirnya dapat merusak fungsi ginjal. Striktur
uretra adalah penyakit yang relatif umum pada pria dengan prevalensi terkait 229-
627 per 100.000 laki-laki, atau 0,6% dari populasi berisiko, yang biasanya pria yang
lebih tua. Santucci dkk, menganalisa penyakit striktur uretra dalam sepuluh set data
publik dan pribadi di Amerika Serikat Hasilnya bahwa penyakit striktur uretra umum
terjadi pada populasi lansia dengan peningkatan pada usia > 55 tahun. Data dari
Medicare dan Medicaid Services (untuk pasien yang lebih tua dari 65 tahun)
mengkonfirmasi peningkatan insiden penyakit penyempitan pada 9.0 / 100.000 untuk
tahun 2001 dibandingkan dengan 5.8 / 100.000 pada pasien yang lebih muda dari 65
tahun. (4,5)
Striktur uretra dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Striktur uretra
menyebabkan retensi urin didalam kantung kemih yang beresiko tinggi menyebabkan
infeksi, yang dapat berdampak ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas
striktur juga dapat terjadi., sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan
dibawahnya. Komplikasi pada kasus striktur uretra sebenarnya dapat dicegah apabila
diagnosis dini dapat dilakukan dengan tepat pada prakter sehari-hari.(6)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Uretra


A. Uretra Pria (3)
Uretra pada pria memiliki fungsi ganda yaitu sebagai saluran urine
dan saluran untuk semen dari organ reproduksi. Secara anatomis uretra pria
dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra
posterior terdiri atas uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra yang dilingkupi
kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea, terletak lebih inferior dari pars
prostatika. Sedangkan uretra anterior adalah bagian uretra terpanjang yang
dibungkus oleh korpus spongiosum penis.

Gambar 1. Uretra Pria

B. Uretra Wanita (3)


Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm.
Berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vaginna. Di
dalam uretra bermuara kelenjar periuretra, di antaranya adalah kelenjar
Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna
yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter eksterna dan tonus otot

5
levator ani berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-
buli pada saat perasaan ingin miksi.

Gambar 2. Uretra Wanita

Uretra dilengkapi dengan dua otot sfingter yang berguna untuk menahan laju
urine. Uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dipersarafi
oleh sistem simpatik, sehingga jika buli-buli penuh sfingter ini akan terbuka. Sfingter
uretra eksterna terletak pada perbatasan uretra posterior dengan uretra anterior,
dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai keinginan seseorang. (3)

2.2 Definisi Striktur Uretra


Penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena pembentukan jaringan
fibrotik pada uretra dan atau daerah peri uretra, yang pada tingkat lanjut dapat
menyebabkan fibrosis pada korpus spongiosum.1

2.3 Etiologi Striktur Uretra

Penyebab striktur uretra adalah:


a. Kongenital
Hal ini jarang terjadi. Misalnya: Meatus kecil pada meatus ektopik
pada pasien hipospodia. Divertikula kongenital -> penyebab proses
striktura uretra.
b. Trauma
Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma
uretra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi,katerisasi).
1. Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada
straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya
plantangan sepeda sehingga menimbulkan trauma uretra pars
bulbaris.

6
2. Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada
uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os
pubis dihubungkan oleh ligamentum puboprostaticum. Sehingga
kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, uretra posterior
bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktura uretra terjadi
dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. Di
pars pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya yang
mobile.
3. Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila
diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak proporsional.
c. Infeksi
Seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO,TBC). Pada
uretritis akut, setelah sembuh jaringan penggantinya sama dengan
jaringan asal. Jadi kalau asalnya epitel squamous, jaringan
penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik,
setelah penyembuhan, jaringan penggantinya adalah jaringan fibrous.
Akibatnya lumen uretra menjadi sempit, dan elastisitas ureter
menghilang.
d. Tumor
Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses
penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun
tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan uretra.(7)

2.4 Patofisiologi Striktur Uretra


Striktura uretra yang terjadi karena cedera pada epitel uretra atau corpus
spongiosum yang mendasarinya, akhirnya menyebabkan fibrosis selama proses
penyembuhan. Perubahan patologis yang terkait dengan penyempitan menunjukkan
bahwa epitel kolumnar pseudostratif yang normal diganti dengan metaplasia
skuamosa. Robekan kecil pada jaringan metaplastik ini menyebabkan ekstravasasi
urin, yang menyebabkan reaksi fibrotik dalam spongiosum. Pada saat cedera, fibrosis
ini bisa asimtomatik; Namun, seiring berjalannya waktu, proses fibrotik dapat
menyebabkan penyempitan lebih lanjut dari lumen uretra, yang mengakibatkan
gejala obstruktif. Patologi striktura uretra umumnya ditandai oleh perubahan matriks
ekstraseluler dari jaringan spongiosal uretra, yang telah ditunjukkan berdasarkan
evaluasi histologis dari jaringan uretra normal dan terstruktur. Jaringan ikat normal
digantikan oleh serat padat diselingi dengan fibroblast dan penurunan rasio tipe-III ke
tipe-I kolagen terjadi.6 Perubahan ini disertai dengan penurunan rasio otot polos
terhadap kolagen, serta perubahan signifikan dalam tesis sintesis oksida nitrat dalam
jaringan uretra yang dikerat. Penyempitan uretra anterior biasanya terjadi setelah
trauma atau infeksi, yang mengakibatkan spongiofibrosis. Melalui proses ini, corpus
7
spongiosum menjadi berserat, menghasilkan lumen uretra yang menyempit. Jika
fibrosis luas, itu dapat melibatkan jaringan di luar corpus spongiosum juga. Stenosis
uretra posterior biasanya merupakan hasil dari proses obliteratif yang menyebabkan
fibrosis uretra posterior, seperti cedera iatrogenik akibat radiasi panggul atau

8
prostatektomi radikal, atau dari cedera dis-traksi yang terjadi setelah trauma,
terutama fraktur panggul. Cedera ini disebut kontraktur atau stenosis, bukan
merupakan striktura. (8)

2.5 Penegakkan Diagnosis Striktur Uretra


Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pria dengan penyakit striktur simptomatik biasanya akan datang dengan
gejala kekosongan obstruktif seperti mengejan, pengosongan tidak lengkap, dan
aliran yang lemah; mereka mungkin juga memiliki riwayat ISK berulang,
prostatitis, epididimitis, hematuria, atau batu kandung kemih.
Pada pemeriksaan fisik inspeksi kita perhatikan meatus uretra eksterna,
adanya pembengkakan atau fistel di sekitar penis, skrotum, perineum, dan
suprapubik. Pada palpasi apakah teraba jaringan parut sepanjang uretra anterior
pada ventral penis, jika ada fistel kita pijat muaranya untuk mengeluarkan nanah
di dalamnya. Pemeriksaan colok dubur berguna untuk menyingkir diagnosis lain
seperti pembesaran prostat. (9)
Seringkali pasien akan memiliki pola berkemih obstruktif pada studi
uroflowmetri dan mungkin juga memiliki volume residu postvoid tinggi yang
menunjukkan pengosongan tidak lengkap. Urinalisis harus diperoleh untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi. Urethrography Retrograde (RUG) dan
Voiding Cysto-Urethrography (VCUG) digunakan untuk menentukan lokasi,
panjang, dan tingkat keparahan striktur. Biasanya, penyempitan lumen uretra
terlihat pada tempat striktur, dengan pelebaran uretra proksimal ke striktur.
Sistoskopi juga dapat dilakukan jika RUG dan VCUG tidak meyakinkan untuk
memberikan gambaran mengenai lokasi penyempitan dan elastisitas serta
penampilan uretra. Sistoskopi dapat dimasukan melalui meatus (dengan sistoskop
pediatrik atau ureteroskop jika perlu) atau melalui sistostomi suprapubik (dengan
sistoskop fleksibel) tergantung pada lokasi dan tingkat penyakit striktur.
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai tambahan untuk menentukan panjang
dan derajat spongiofibrosis, dan dapat memengaruhi pendekatan operatif.
Ultrasonografi dapat dilakukan baik sebelum operasi atau intraoperatif. Satu
keuntungan dari ultrasonografi intraoperatif adalah dapat dilakukan dengan
hidrodistensi begitu pasien dibius, memungkinkan evaluasi akurat striktur
anterior dan menghindari penyelidikan tambahan selama evaluasi pra operasi.

9
Pendekatan ini juga menilai penyempitan pada saat perbaikan dan, oleh karena
itu, pada keparahan maksimum penyempitan tersebut, modalitas pencitraan ini
penting, tidak hanya untuk menentukan karakteristik penyempitan itu sendiri,
tetapi juga untuk mengevaluasi uretra baik proksimal maupun distal striktur dan
memastikan bahwa semua bagian uretra yang sakit termasuk dalam perbaikan. (8)

2.6 Tatalaksana Striktur Uretra


Pada striktur uretra dapat dilakukan pelonggaran dengan dilator atau
penyayatan striktur secara endoskopik dengan uretrotom. Striktur cenderung kambuh
setelah dilonggarkan atau dibedah. (10)

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:


1. Bougie (Dilatasi)
Tindakan ini dilakukan dengan busi logam secara hati-hati. Tindakan yang
kasar akan tambah merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang
pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini
dapat menimbulkan salah jalan (false route)
2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong
jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse. Otis
uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari
pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada
wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi
dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada
lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel,
kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan.
3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian
dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat.

2.7 Komplikasi Striktur Uretra


1. Trabekulasi, sakulasi, dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kemih harus berkontraksi secara kuat


untuk mendorong aliran urin keluar melalui uretra. Akibat kontraksi yang
secara terus – menerus dapat mengakibatkan timbulnya suatu kelemahan.

10
Pada striktur uretra otot vesika urinaria diawal akan mengalami penebalan
dan terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase
dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan
divrertikel adalah penonjolan massa vesika urinaria dimana pada sakulasi
masih didalam otot vesika urinaria sedangkan divertikel menonjol diluar
vesika urinaria. (11)

2. Residu Urin

Pada fase dekompensasi akan menimbulkan residu urin. Residu


adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urin didalam kandung
kemih. Dalam keadaan normal keadaan ini tidak ada. Hal ini disebabkan pada
striktur uretra kontraksi otot kandung kemih dilakukan secara maksimal di
fase awal (kompensasi) sehingga tidak cukup untuk melakukan kontraksi
diakhir fase. (11)

3. Refluks Vesiko Ureteral


Dalam keadaan normal pada saat buang air kecil urin dikeluarkan
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meningkat akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urin dari vesika urinaria
masuk kembali kedalam ureter bahkan sampai ke ginjal. (11)

4. Infeksi Saluran Kemih dan Gagal Ginjal


Dalam keadaan normal vesika urinaria dalam kondisi steril. Salah satu
cara tubuh mempertahankan vesika urinaria dalam keadaan steril adalah
dengan cara mengsongkan vesika urinaria. Saat terdapat residu urin pada
vesika urinaria dapat lebih mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang
berkembang pada vesika urinaria dan timbul refluks, maka akan timbul
pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya dapat timbul gagal ginjal. (11)

5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi


Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi
maka bisatimbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari
striktur. Urineyang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan
timbulnya infiltraturine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses,
abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
(11)

11
BAB III
KESIMPULAN

Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena


fibrosis. Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas ke
dalam sekitar korpus spongiosum menyebabkan spongiofibrosis. Kejadian striktur
uretra paling banyak ditemukan pada pria karena perbedaan panjang uretra. Ada 3
penyebab paling sering terjadinya striktur ureta yaitu, akibat adanya trauma, infeksi
dan iatrogenik. Dalam menentukan striktur uretra melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis. Anamnesis yang
tepat dan pemeriksaan yang benar akan membantu proses penatalaksanaan yang
cukup cepat sehingga dapat memulihkan kembali kondisi uretra serta dapat
menghindar dari terjadinya komplikasi yang mungkin timbul. Striktur uretra
menyebabkan retensi urin didalam kantung kemih yang beresiko tinggi menyebabkan
infeksi, yang dapat berdampak ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas
striktur juga dapat terjadi., sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan
dibawahnya. Komplikasi pada kasus striktur uretra sebenarnya dapat dicegah apabila
diagnosis dini dapat dilakukan dengan tepat pada prakter sehari-hari.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Wessel H, Keith W. Male urethral stricture: american urinary and erectile


functional outcome. American Urological Association Guidline. 2015.
2. Guido B, Masimo L. Surgical treatment of anterior urethral stricture disease:
brief overview. International Braz Urol. 2015.
3. Purnomo B. Basuki. Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung
Seto; 2011.
4. Tritschler Stefan, Roosen Alexander, Füllhase Claudius, Christian G. Stief,
Rübben Herbert. 2013. Urethral Stricture: Etiology, Investigation and
Treatments. Deutsches Ärzteblatt International : Dtsch Arztebl Int 2013;
110(13): 220−6.
5. Alwaal Amjad, Blaschko Sarah, McAninch Jack, Breyer Benjamin. 2014.
Epidemiology of urethral Strictures. Departement of Urology, University
California San Fransisco and King Abdul Aziz University, Jeddah, Saudi
Arabia. 2014 Jun;3(2): 209-13.
6. Brian S, Rajesh S. Urinary retention in adults: diagnosis and initial
management. American Family Physician. 2016.
7. Tritschler S, Roosen A, Füllhase C, Stief CG, Rübben H. Urethral Stricture:
Etiology, Investigation and Treatments. Deutsches Ärzteblatt International.
Dtsch Arztebl Int 2013; 110(13): 220−6.
8. Hampson, L. A., McAninch, J. W., & Breyer, B. N. (2013). Male urethral
strictures and their management. Nature Reviews Urology, 11(1), 43–
50. doi:10.1038/nrurol.2013.275.
9. Richard S, Geoffrey J, Matthew W. Male urethral stricture disease: urologic
disease in America. American Urological Journal. 2016.
10. Sjamsuhidajat R & Wim de Jong. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
11. Rochani. Striktur Uretra dalam: Kumpulan Ilmiah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staf Pengajar Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995.

13

Anda mungkin juga menyukai