Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI,BALITA DAN ANAK PRA

SEKOLAH

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI DAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR

Disusun oleh :

Devia F0G017015

Ega Merlinda F0G017033

Ele Arafa F0G017010

Lidia Kumala Sari F0G017023

Oktavia Santi F0G017011

Rezi Duwi Fitri F0G017018

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2018

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah tuhan semesta alam atas karunianya, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ” PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI DAN
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR“.

Jika dalam makalah ini terdapat kekurangan atau penyajian yang kurang tepat, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya karena keterbatasan pengetahuna yang dimiliki kami.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................... 1


B. Tujuan .............................................................................................. . 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 2

A. Kebutuhan elimninasi urine............................................................... 2


B. Kebutuhan eliminasi alvi ........................................................................... 8
C. Pemenuhan istirahat tidur......................................................... 15

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 21

A. Kesimpulan .......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22

iii
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk
hidup karena manusia memiliki cirri-ciri diantaranya: dapat bernafas,
berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa
metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan
peranan masing-masing organ. Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan
salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila
eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam
gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola
eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai macam yang telah
disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti:
system pencernaan, ekskresi, dll. Berdasar latar belakang di atas, maka penulis
membuat makalah dengan judul “Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi dan
Pengkajian Eliminasi”.

B. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa saja kebutuhan eliminasi urine.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine.
3. Mengetahui apa saja kebutuhan eliminasi alvi
4. Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi eliminasi alvi

1
BAB II

PEMBAHASAN

Kebutuhan Eliminasi

Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan
eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).

A. Kebutuhan Eliminasi Urine

Anatomi-fisiologi

Organ yang berperan dalam terjadinya eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra.peranan masing masing tersebut, diantaranya:

Ginjal

Ginjal merupakan organ retriperitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas
ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi
dan volume cairan dalam tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang
dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri
atas nefron yang merupakan unit structural ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta
nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan
melalui ureter ke kandung kemih.

Kandung Kemih (Bladder, buli-buli)

Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus yang
berfungsi sebagai penampung air seni (urine). Dalam kandung kemih, terdapat lapisan
jaringan otot yang memanjang di tengah dan melingkar disebut sebagai detrusor dan
berfungsi untuk mengeluarkan urine. Pada dasar kandung kemih, terdapat lapisan tengah
jaringan otot yang berbentuk lingkakaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang
berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat
menyalurkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.

Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian
dalam diatur oleh system simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur
dan terjadi kontraksi sphincter bagian dalam sehingga urone tetap tinggal dalam kandung
kemih. System para simpatis menyalurkan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot
lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detursor dan kendurnya
sphincter.

Uretra

Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
Fungsi uretra pada wanita mempunyai fungsi yang berbeda dengan yang terdapat pada pria.
Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan system reproduksi berukuran

2
panjang kurang lebih 20 cm. Uretra pria terdiri dari tiga bagian yaitu uretra prostatic, uretra
membranosa, dan uretra kavernosa. Pada wanita, uretra memiliki panjang 4-6,5 cm dan hanya
berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar tubuh. (Potter, 1997)

Darah mengalir sampai ginjal melalui arteri renal yang merupakan cabang dari aorta
abdomen. Kira-kira darah akan masuk ke ginjal 20-25% dari kardiak out put. Dalam
glomerulus ginjal di filtrasi air akan dikeluarkan sebagai urine, tetapi sebagai zat berupa
ghtkosa; asam amino; uric acid ; sodium potassium kembali ke plasma. Pengeluaran urine
tergantung pada intake cairan. Pada orang dewasa normal mengeluarkan urine kira-kira 1500-
1600 ml/hari, atau 60 ml/menit; jika pengeluaran urine kurang dari 30 ml kemungkinan
terjadi gagal ginjal.

Ginjal menghasilkan hormone eritropoitin yang berfungsi untuk merangsang produksi


eritropoitiserin yang merupakan bahan baku sel darah merah pada sum-sum tulang hormone
dirangsang karena kekurangan aliran darah (hipoksia) pada ginjal. Disamping eritropoin,
ginjal juga menghasilkan hormone rennin yang berfungsi sebagai pengatur aliran darah ginjal
pada saat terjadi di glomerulus pada apparatus juxtaglomerulus di nefron. Rennin berfungsi
sebagai enzim yang berfungsi mengubah angiotensinogen (dihasilkan di hati) menjadi
angiotensin I yang kemudian diubah di panl-pam menjadi angiotensin II dan angiontensin III.
Angiontensin II berdampak pada vasokontriksi dan menstimulus aldosteron untuk
menahan/meretensi air dan meningkatkan volume darah. Angiontensin III memberikan efek
tekanan pada aliran pembuluh darah arteri

Proses Berkemih

Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kanding kemih). Vesika


urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi kurang lebih 250-450cc
(pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).

Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinariaberisi urine yang dapat menimbulkan
rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut
diteruskan melalui medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks
serebral. Selanjutny, otak memberikan inpuls/rangsangan melalui medulla spinalis ke
neuromotoris di daerah sacral, kemudian terjadi koneksi otot detrusor dan relaksasi otot
spihincter interna.

Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan sphincter eksterna. Jika waktu dan
tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi sphincter eksternal dan urine
kemungkinan dikeluarkan (berkemih).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

a. Pertumbuhan dan perkembangan

Usia dan berat badan badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada orang
tua volume bladder berkurang demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga
akan lebih sering.

b. Sosiokultural

3
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat tertutup
dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat kemih pada lokasi terbuka.

c. Psikologis

Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih.

d. Kebiasaan seseorang

Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga ia dapat berkemih dengan
menggunakan pot urine.

e. Tonus otot

Eliminasi urine memburuhkan tonus otot bladder, otot abdomen dan pelvis untuk
berkontraks. Jika ada gangguan tonus ootot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.

f. Intake cairan dan makanan

Alkohol menghambat anti diuretik hormon (ADH) untuk meningkatkan pembuangan urine,
kopi, teh, coklat, cola (mengandung kafein) dapatmeningkatkan pembuangan dan ekskresi
urine.

g. Kondisi penyakit

Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urune karena banyak cairan yang
dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih yang menimbulkan retensi
urine.

h. Pembedahan

Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urine akan


menurun.

i. Pemeriksaan diagnostik

Intravenus pyelogram dimana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk mengurangi
out put urine. Cytopospy dapat menimblkan endema lokal pada uretra, spasme pada spincter
bladder sehingga dapat menimbulkan urine.

j. Respon keinginan awal untuk berkemih

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak
tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jimlah
pengeluaran urine.

k. Tingkat aktivitas

4
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sphincter.
Kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria
dapt menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun.

l. Pengobatan

Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatam atau


penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretic dapat meningkatkan jumlah
urine, sedangkan pemberian obat anti kolinergik dan anti hipertensi dapat menyebabkan
retensi urine.

Pengkajian pada kebutuhan elimininasi urine meliputi :

Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi
berkemih bergantung pada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari
pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.

Pola berkemih meliputi :

 Frekuensi berkemih

Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.

 Urgensi

Perasaan seseorang untuk berkemih seperti sesorng sering ke toilet karena takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih.

 Disruria

Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan demikian dapat ditemukan pada
striktur uretra , infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria, dan uretra.

 Poliuria

Keadaanya produksi urien yang abnormal dalam jumlah besar tanpa adanya peningkatan
asupan cairan . keadaan demikian dapat terjadi pada penyakit diabetes melitus ,defisiensi
ADH ,dan penyakit ginjal kronis.

 Urinaria supresi

Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Bila produksi kurang dari 100 ml/
hari dapat dikatakan sebagai anuria, tetapi bila produksinya antara 100-500 ml/ hari dapat
dikatakan sebagai oligouria. Kondisi demikian dapat ditemukan pada penyakit ginjal,
kegagalan jantung, luka bakar, dan renjantan (syok). Secara normal, produksi urine oleh
ginjal pada orang dewasa memiliki kecepatan 60-120 ml/jam (720-1.440ml/hr).

5. Volume urine

5
Volume urine menentukan beberapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
Berdasarkan usia, volume urine normal dapat ditentukan sebagai berikut.

No. Usia Jumlah/Hari


1. 1-2 Hari 15-60 ml
2. 3-10 Hari 100-300 ml
3. 10 hari-2 Bulan 250-400 ml
4. 2 Bulan -1 tahun 400-500 ml
5. 1- 3 tahun 500-600 ml
6. 3-5 tahun 600-700 ml
7. 5-8 tahun 700-1000 ml
8. 8-14 tahun 800-1400 ml
9. 14 Tahun – dewasa 1500 ml
10. Dewasa tua ≤ 1500 ml

Kedaan urine, meliputi :

No. Keadaan Normal Interpretasi


1. Warna Kekuning-kuningan Urine bewarna orange gelap
menunjukan adanya pengaruh
obat,sedangkan warna merah dan
kuning kecoklatan mengindikasikan
adanya penyakit.
2. Bau Aromatik Bau menyengat merupakan indikasi
adanya masalah seperti infeksi atau
penggunaan obat tertentu.
3. Berat jenis 1,010-1,030 Menunjukkan adanya konsentrasi
urine.
4. Kejernihan Terang dan transparan Adanya kekeruhan karena mukus
atau pus.
5. pH Sedikit asam Dapat menunjukan keseimbangan
asam-basa: bila bersifst alkali
(4,5-7,5) menunjukan adanya aktifitas bakteri.
6. Protein Molekul protein yang Pada kondisi kerusakan ginjal,
besar seperti: albumin, molekul tersebut dapat melewati
fibrinogen, atau globulin saringan ke urine.
tidak dapat disaring
melalui ginjal-urine.
7. Darah Tak tampak jelas Hematuria menunjukan trauma atau
penyakit pada saluran kemih bagian
bawah.

6
8. Glukosa Adanya jumlah glukosa Apabila menetap terjadi pada pasien
dalam urine tidak berarti diabetes mellitus.
bila hanya bersifat
sementara, misalnya
pada seseorang yang
makan gula banyak.

Gangguan atau masalah kebutuhan eliminasi Urine

1. Retensi urine

Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kendung kemih akibat ketidak mampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika
urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih
yang tidak lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika dapat menampung urine sebanyak 3000-
4000 ml urine.

Tanda klinis retensi :

1) Ketidaknyamanan daerah pubis


2) Distensi vesika urinaria
3) Ketidaksanggupan untuk berkemih
4) Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)
5) Meningkatkan keresahan da keinginan berkemih
6) Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih

Penyebab :

a. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria


b. Trauma sum-sum tulang belakan
c. Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah
d. Sphincter yang kuat
e. Sumbatan (struktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)

Inkontinensia urine

Inkontinensia urine merupakan ketidak mampuan otot sphincter eksternal semetara atau
menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontenesia urine
adalah proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar prostat, serta penurunan
kesadaran, serta penggunaan obat narkotika dan sedative.

Enuresis

Enuresis merupakan ketidak sanggupan menahan kemih (mengompol) yang


diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya, enursis terjadi pada anak
atau orang jompo. Umumnya, enuresis terjadi pada malam hari (nocturnal enuresis)

Faktor penyebab enuresis:

7
a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.
b. Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih
tidak diketahui. Hal itu mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar
mandi.
c. Vesika urinaria pake rangsang, dan seterusnya, tidak menampung urine dalam jumlah
besar
d. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya, persaingan dengan
saudara kandung atau cekcok dengan orang tua)
e. Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya
tanpa dibantu dengan mendidiknya
f. Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis system perkemihan
g. Makanan ang banyak mengandung garam dan mineral
h. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi

Tindakan mengatasi masalah eliminasi urine

 Melakukan kateterisasi

Kateterisasi adalah suatu tindakan memasukan kateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan
pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, kateterisasi terbagi menjdai dua tipe indikasi, yaitu tipe
intermiten (straight kateter) dan indwelling (foley kateter)

Indikasi :

1. Tipe intermiten

 Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi


 Retensi akut setelah trauma uretra
 Tidak mampu berkemih akibat obat sedative analgesic
 Cedera tulang belakang
 Degenerasi neuromuscular secara progresif
 Untuk mengeluarkan urine residual

1. Tipe indwelling:

 Obstruksi aliran urine


 Post op uretra dan struktur disekitarnya (TUR-P)
 Obstruksi uretra
 Inkontinesia dan disorientasi berat
 Menolong buang air kecil menggunakan urineal

Tindakan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri di kamar kecil
dilakukan dengan menggunakan alat penampung (urineal). Hal tersebut dilakukan untuk
menampung urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan jumlah)

B. Kebutuhan Eliminasi Alvi

Proses Buaang Air Besar (Defikasi)Defikasi merupakan pengeluaran feses dari anus
dan rektum (bowel movement). Secara umum, terdapat dua macam reflex yang membantu

8
proses defikasi yaitu reflex defikasi intrindik dan reflex defikasi parasimpatis. Reflex defikasi
intrinsic dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi,
kemudian flexus mesentrikus merangsang gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di
anus. Lalu pada saat sphincter interna relaksasi, maka terjadilah proses defikasi. Sedangkan,
reflex defekasi parasimpatis dimulai dari adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf
rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke
rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter interna, maka
terjadilah proses defekasi saat sphincter interna berelaksasi.

Sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi

Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar)
adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus
terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter dan diameter
2,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat absorpsi elektrolit Na, Cl, K, Mg, HCO3, dan kalsium.
Usus besar dimulai dari rectum, kolon, hingga anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5
meter atau 50- 60 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar merupakan bagian bawah atau
bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai ke dubur
(anus).

Batas antara usus besar dan ujung usus halus adalah katup ileocaecal. Katup ini biasanya
mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya, dan mecegah produk buangan
untuk kembali ke usus halus. Produk buangan yang memasuki usus besar adalah berupa
cairan. Setiap hari saluran anus menyerap sekitar 800- 1000 ml cairan. Penyerapan inilah
yang menyebabkan feses mempunyai bentuk dan berwujud setengah padat. Jika penyerapan
tidak baik, produk buangan cepat melalui usus besar, maka akan terlalu banyak air yang
diserap sehingga feses menjadi kering dank eras.

Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan diteruskan ke dalam
rectum. Panjang rectum adalah 12 cm (5 inci), 2,5 cm (inci) merupakan saluran anus. Dalam
rectum terdapat tiga lapisan jaringan transversal. Setiga lapisan tersebut merupakan rectum
yang menahan feses untuk sementara. Setiap lipatan mempunyai arteri dan vena.

Gerakan peristaltic yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini terjadi 1-4 kali
dalam waktu 24 jam. Peristaltic sering terjadi sesudah makan. Biasanya,1/ 2- 1/3 dari produk
buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam feses, dan sisanya
sesudah 24- 48 jam berikutnya.

Makanan yang diterima oleh usus dari lambung dalam bentuk setengah padat, atau dikenal
dengan nama chime, baik berupa air, nutrient, maupun elektrolit kemudian akan diabsorpsi.
Usus akan mensekresi mukus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Secara umum, kolon berfungsi
sebagai tempat absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Proses perjalanan makanan dari
mulut hingga rectum membutuhkan waktu selama 12 jam. Proses perjalanan makanan,
khususnya pada daerah kolon, memiliki beberapa gerakan, diantaranya haustral suffing atau
dikenal dengan gerakan mencampur zat makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi
air; kontriksi haustral atau gerakan mendorong zat makanan/ air pada daerah kolon; dengan
gerakan peristaltic, yaitu gerakan maju ke anus.

Otot lingkar (sfingter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai pembuangan feses dan
gas dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan rangsangan

9
penghalang oleh sistem parasimpatis. Bagian dari sistem saraf otonom ini memiliki sistem
kerja yang berlawanan dalam keseimbangan yang dinamis. Sfingter luar anus merupakan otot
bergaris yang berada di bawah penguasaan parasimpatis. Baik di waktu sakit maupun sehat
dapat terjadi gangguan pada fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh
jumlah, sifat cairan, makanan yang masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi.

Proses defekasi

Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar.
Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medulla dan
sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian
dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang
air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap
waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi. Berbagai otot lain membantu proses
tersebut, seperti otot- otot dinding perut, diafragma, dan otot- otot dasar pelvis.

Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat makanan lain
yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar
usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang normal terdiri atas masa padat dan
berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan
usus kecil.

Secara umum, terdapat duam macam refleks dalam membantu proses defekasi, yaitu refleks
defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam bentuk rektum
sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsangkan gerakan peristaltic,
dan akhirnya feses sampai di anus, di mana proses defekasi terjadi saat sfingter interna
berelaksasi; refleks defekasi parasimpatis yang dimulai dari adanya feses dalam rectum yang
merangsang saraf rectum, kemudian ke spinal cord, merangsang ke kolon desenden, ke
sigmoid, lalu rectum dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat
sfingter interna berelaksasi.

Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi

1. Usia

Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang


berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol sec;ara penuh dalam buang air besar,
sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, kemudian
pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan.

2. Diet

Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat meme:ngaruhi proses defekasi.
Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi
dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat memengaruhinya.

3. Asupan cairan

10
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena
proses absorpsi air yang kurang sehingga dapat memengaruhi kesulitan proses defekasi.

4. Aktivitas

Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu keelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan
kelancaran proses defekasi.

5. Pengobatan

Pengabatan juga dapat me:mengaruhinya proses defeekasi seperti pengunaan obat-obatan


laksatif atau antasida yang terlalu sering.

6. Gaya Hidup

Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defe:kasi. I-lal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup se hat/kebiasaan melakukan buang air besar ditempat
yang bersih atau toilet, maka ketika seseorang terse:but buang air besar ditempat yang
terbuka atau tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

7. Penyakit

Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit
infeksi lainya.

8. Nyeri

Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri


pada kasus hemoroid, dan episiotomi.

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris

Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena
dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi. Hal tersebut
dapat diakibatkan karena kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya.

Masalah- masalah pada kebutuhan eliminasi alvi

A. Konstipasi

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami
stasis usus besar sehingga menimbulkan caiminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya
tinja terlalu kering dan keras.

Tanda Klinis:

 Adanya feses yang keras.


 Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.

11
 Menurunnya bising usus.
 Adanya keluhan pada rektum.
 Nyeri saat mengejan dan defekasi.
 Adanya perasaan masih ada sisa feses

Kemungkinan Penyebab:

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA


(cerebro uaskular accident) dan lain-lain.
 Pola defekasi yang tidak teratur.
 Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
 Menurunnya peristaltik karena stres psikologis.
 Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.
 Proses menua (usia lanjut).

B. Konstipasi Kolonik

Konstipasi Kolonik merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko mengalami
perlambatan pasase residu makanan yang mengakibatkan feses kering dank eras.

Tanda dan klinis:

 Adanya penurunan frekuensi eliminasi


 Feses kering dank eras
 Mengejan saat defekasi
 Nyeri defekasi
 Adanya distensi pada abdomen
 Adanya tekanan pada rectum
 Nyeri abdomen

Kemungkinan penyebab

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA,


dan lain- lain
 Pola defekasi yang tidak teratur
 Efek samping penggunaan obat antasida, anaestesi, laksantif, dan lain- lain.
 Menurunnya peristaltic

C. Konstipasi dirasakan

Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan sendiri penggunaan


laksantif, enema, atau supositoria untuk memastikan defekasi setiap harinya.

Tanda klinis:

 Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau supositoria secara
berlebihan
 Adanya dugaan pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari.

Kemungkinan penyebab:

12
 Persepsi salah akibat depresi
 Keyakinan budaya.

D. Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa
mual dan muntah.

Tanda Klinis:

 Adanya pengeluaran feses cair.


 Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
 Nyeri/kram abdomen.
 Bising usus meningkat.

Kemungkinan Penyebab:

 Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.


 Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.
 Efek tindakan pembedahan usus.
 Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik, dan lain-lain.
 Stres psikologis.

E. Inkontinensia Usus

Inkontiinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari
proses de:fekasi normal mengalami proses pengeluaran fesca tak disadari. Hlal ini juga
disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.

Tanda Klinis:

 Pengeluaran feeses yang tidak dikehendaki.

Kemungkinan Penyebab:

 Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain¬lain.


 Distensi rektum berlebih.
 Kurangmya kontrol sfingter akibat cedera medula spinalis, CVA, dan lain-lain.
 Kerusakan kognitif.

F. Kembung

Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung atau usus.

G. Hemorroid

13
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, perenggangan
saat defekasi, dan lain-lain.

H. Fecal Impaction

Fecal impacaion merupakan masa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi
dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. 1’enyebab konstipasi asupan kurang,
aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

Keadaan feses, meliputi:

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab


Bayi: kuning
Putih, hitam/tar,
atau merah

Kurangnya kadar
empedu,
perdarahan saluran
1 Warna cerna bagian atas,
atau perdarahan
saluran cerna
bagian bawah.

Dewasa: coklat Pucat berlemak Malabsorpsi lemak


Khas feses dan Amis dan
2 Bau Darah dan infeksi
dipengaruhi oleh makanan perubahan bau
Diare dan absorpsi
3 Konsistensi Lunak dan berbentuk Cair
kurang
Obstruksi dan
Kecil, bentuknya
4 Bentuk Sesuai diameter rektum peristaltic yang
seperti pensil
cepat
Makanan yang tidak Internal bleeding,
Darah, pus, benda
dicerna, bakteri yang mati, infeksi, tertelan
5 konstituen asing, mukus atau
lemak, pigmen empedu, benda, iritasi, atau
cacing
mukosa usus, air inflamasi

Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi

Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet
(makanan yang memengaruhi defekasi), makanan yang biasa dimakan, makanan yang
dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/ hari),

14
aktivitas (kegiatan sehari- hari), kegiatan yang spesifik, penggunaan obat, kegiatan yang
spesifik, stress, pembedahan/ penyakit menetap, dan lain sebagainya.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi, simetris
atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness. Kemudian,
pemeriksaan rectum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya tanda inflamasi, seperti
perubahan warna, lesi, fistula, hemorrhoid, dan massa.

C. PEMENUHAN ISTIRAHAT TIDUR

Istirahat.
Istirahat merupakan keadaan rileks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam
keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yg membutuhkan ketenangan. Namun tidak
berarti tidak melakukan aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk atau berbaring di atas
tempat tidur juga merupakan bentuk istirahat. Sebagai pembanding, klien/orang sakit tidak
beraktifitas tapi mereka sulit mendapatkan istirahat begitu pula dengan mahasiswa yang
selesai ujian merasa melakukan istirahat dengan jalan-jalan. Oleh karena itu perawat dalam
hal ini berperan dalam menyiapkan lingkungan atau suasana yang nyaman untuk beristirahat
bagi klien/pasien.

Tidur.
Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang relatif tenang disertai peningkatan
ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini bersifat teratur,
silih berganti dengan keadaan terjaga (bangun), dan mudah dibangunkan, (Hartman).
Pendapat lain juga menyebutkan bahwa tidur merupakan suatu keadaan istirahat yang terjadi
dalam suatu waktu tertentu, berkurangnya kesadaran membantu memperbaiki sistem
tubuh/memulihkan energi. Tidur juga sebagai fenomena di mana terdapat periode tidak sadar
yang disertai perilaku fisik psikis yang berbeda dengan keadaan terjaga.
Seorang ahli menyebutkan bahwa tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana
individu dapat dibangunkanoleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1986). Tidur
dipicu oleh sekelompok kompleks hormon yang aktif dalam utama, dan yang merespon
isyarat dari tubuh sendiri dan lingkungan. Sekitar 80 persen dari tidur tanpa mimpi, dan
dikenal sebagai gerakan mata non-cepat (NREM) tidur.

15
fungsi istirahat dan tidur.
a. Memperbaiki keadaan fisiologis dan psikologis.
b. Melepaskan stress dan ketegangan.
c. Memulihkan keseimbangan alami di antara pusat-pusat neuron.
d. Secara tradisional, dipandang sebagai waktu untuk memperbaiki dan menyiapkan diri
pada waktu periode bangun.
e. Memperbaiki proses biologis dan memelihara fungsi jantung.
f. Berperan dalam belajar, memori dan adaptasi.
g. Mengembalikan konsentrasi dan aktivitas sehari-hari.
h. Menghasilkn hormon pertumbuhan utk memperbaiki serta memperbaharui epitel dan
sel otak.
i. Menghemat dan menyediakan energi bagi tubuh.
j. Memelihara kesehatan optimal dan mengembalikan kondisi fisik.

TAHAP-TAHAP TIDUR.
NREM (Non Rapid Eye Movement).
Ada 4 tahapan :
Tahap 1 :
1. Termasuk light sleep.
2. Berakhir hanya beberapa menit.
3. Penurunan aktivitas fisik dimulai dengan penurunan gradual dalam tanda vital dan
metabolisme.
4. Dengan mudah dibangunkan dengan stimulus sensori seperti suara dan individu
merasa seperti mimpi di siang hari.
Tahap 2 :
a. Merupakan periode sound sleep.
b. Kemajuan relaksasi.
c. Masih dapat dibangunkan dengan mudah.
d. Berlangsung selama 10-20 menit.
e. Fungsi tubuh berlangsung lambat.
Tahap 3 :
1. Tahap awal tidur dalam.
2. Lebih sulit dibangunkan dan jarang bergerak.
3. Otot secara total relaksasi.

16
4. Tanda vital mengalami kemunduran teratur.
5. Berlangsung 15-30 menit.
Tahap 4 :
a. Tahap tidur benar-benar nyenyak.
b. Sangat sulit dibangunkan.
c. Jika tidur nyenyak telah terjadi, akan menghabiskan sepanjang malam pada tahap ini.
d. Bertanggung jawab mengistirahatkan dan memperbaiki tidur.
e. Tanda vital menurun secara signifikan.
f. Berlangsung 15-30 menit.
g. Dapat terjadi tidur berjalan dan mengompol.

KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR PER HARI.


1. Bayi baru lahir : Lama tidur 14-18 jam/hari dengan 50% REM dan 1 siklus tidur rata-
rata 45-60 menit.
2. Bayi (s/d 1 thn) : 1 siklus tidur rata2 12-14 jam/hari dengan 20-30% REM dan tidur
sepanjang malam.
3. Todler (1-3 thn): Lama tidur 11-12 jam/hari dengan 25% REM dan tidur sepanjang
malam + tidur siang.
4. Pra sekolah : ± 11 jam/hari dengan 20% REM.
5. Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM.
6. Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM.
7. Adolescent : ± 8,5 jam/hari dengan 20% REM.
8. Dewasa muda : 7-8 jam/hari dengan 20-25% REM.
9. Dewasa menengah : ± 7 jam/hari dengan 20% REM dan sering sulit tidur.
10. Dewasa tua : ± 6 jam/hari dengan 20-25% REM dan sering sulit tidur.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ISTIRAHAT TIDUR.


a. Umur.
Semakin bertambah umur manusia semakin berkurang total waktu kebutuhan tidur. Hal
ini dipengaruhi oleh pertumbuhan dan fisiologis dari sel-sel dan organ, pada neonati
kebutuhan tidur tinggi karena masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan dari dalam
rahim ibu, sedangkan pada lansia sudah mulai terjadi degenerasi sel dan organ yang
mempengaruhi fungsi dan mekanisme tidur.
b. Penyakit.

17
Hal ini umumnya terjadi pada klien dengan nyeri, kecemasan, dispnea. Pada kasus
penyakit akibat digigit nyamuk tse-tse. Juga pada kasus tertentu dengan klien gangguan
hipertiroid.
c. Motivasi.
Niat seseorang untuk tidur mempengaruhi kualitas tidur seperti menonton, main game
atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan penundaan waktu anda untuk tidur.
d. Emosi.
Suasana hati, marah, cemas dan stres dapat menyebabkan seseorang tidak bisa tidur
atau mempertahankan tidur.
e. Lingkungan.
Lingkungan yang tidak kondusif seperti di dekat bandara atau di tepi jalan-jalan umum
atau di tempat-tempat umum yang menimbulkan kebisingan.
f. Obat – obatan.
Penggunaan atau ketergantungan pada penggunaan obar-obat tertentu seperti golongan
sedative, hipnotika dan steroid.
g. Makanan dan minimum.
Pola dan konsumsi makanan yang mengandung merica, gas/air yang banyak, pola dan
konsumsi minuman yang mengandung kafein ,gas dll.
h. Aktivitas.
Kurang beraktivitas dan atau melakukan aktivitas yang berlebihan justru akan
menyebabkan kesulitan untuk memulai tidur.

MASALAH-MASALAH YANG TERJADI PADA SAAT TIDUR.


1. Insomnia
Pengertian insomnia mencakup banyak hal. Insomnia merupakan suatu keadaan di mana
seseorang sulit untuk memulai atau mempertahankan keadaan tidurnya, bahkan seseorang
yang terbangun dari tidur tapi merasa belum cukup tidur dapat di sebut mengalami insomnia
(Japardi, 2002).
Jadi insomnia merupakan ketidak mampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik
secara kualitas maupun kuantitas. Insomnia bukan berarti seseorang tidak dapat tidur/kurang
tidur karena orang yang menderita insomnia sering dapat tidur lebih lama dari yang mereka
pikirkan, tetapi kualitasnya berkurang.
Jenis insomnia yaitu :
1. Insomnia insial adalah ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai tidur.

18
2. Insomnia intermiten adalah ketidakmampuan seseorang untuk dapat mempertahankan
tidur atau keadaan sering terjaga dari tidur.
3. Insomnia terminal adalah bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi.

2. Somnabulisme (tidur berjalan).


Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya otomatis
dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, duduk di tempat tidur, menabrak
kursi,berjalan kaki dan berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan
kembali tidur Lebih banyak terjadi pada anak-anak, penderita mempunyai resiko terjadinya
cidera.

3. Enuresis (ngompol).
Enuresis adalah kencing yang tidak di sengaja (mengompol) terjadi pada anak-anak,
remaja dan paling banyak pada laki-laki, penyebab secara pasti belum jelas, namun ada
beberapa faktor yang menyebabkan Enuresis seperti gangguan pada bladder, stres, dan toilet
training yang kaku.

4. Nocturia.
Merupakan suatu keadaan di mana klien sering terbangun pada malam hari untuk buang
air kecil.

5. Apnea / tidak bernapas dan Mendengkur.


Disebabkan oleh adanya rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan mulut.
Amandel yang membengkak dan Adenoid dapat menjadi faktor yang turut menyebabkan
mendengkur. Pangkal lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-otot dibagian
belakang mulut mengendur lalu bergetar bila di lewati udara pernafasan.
6. Delirium / Mengigau.
7. Sehubungan dengan gangguan penyakit seperti pain, anxiety dan dispneu.
8. Nightmares dan Night terrors (mimpi buruk).
Adalah mimpi buruk, umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau lebih, setelah tidur
beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
9. Tidur dan stadium penyakit (digigit nyamuk tse-tse).

Kebutuhan tidur/istirahat:

19
bayi perlu tidur/istirahat karena hal ini bermanfaat untuk:

a. merangsang hormon pertumbuhan, nafsu makan, merangsang metabolisme


karbohidrat, lemak, dan protein
b. merangsang pertumbuhan otot dan tulang
c. merangsang perkembangan

normalnya bayi tidur/istirahat

 Umur 0-6 bulan, waktu tidur 20-18 jam


 Umur 6-12 bulan, waktu tidur 18-16 jam.

20
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan
buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Organ yang berperan
dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses
pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor -faktor yang mempengaruhi
eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan
seseorang dan stress psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi
urine,inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan
urineal dan melakukan katerisasi.
Sedangkan system tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi atau
buang air besar adalah system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan
usus besar. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi terjadi proses defekasi.
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan
cairan, aktifitas, gaya hidup dan penyakit. Gangguan eliminasi alvi adalah
konstipasi, diare, kembung dan hemorrhoid. Tindakan untuk mengat asinya adalah
menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan, membantu pasien buang air besar
dengan pispot dan memberikan gliserin.

21
Daftar pustaka

KDM.keb.fis.manusia dari bu Almira Gita Novika,S.siT,M.kes


Mursifatul uliah dan A.aziz alimul hidayat penerbit salemba medika

22

Anda mungkin juga menyukai