Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU THT-KL JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2022


UNIVERSITAS PATTIMURA

“Penelitian pada 101 kasus abses leher dalam”

Disusun Oleh :
Christian N. Matatula
(2017-83-036)

PEMBIMBING
dr. Julu Manalu, Sp.T.H.T.B.K.L

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN THT-KL RSUD HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2022
ARTIKEL ORIGINAL

Penelitian pada 101 kasus abses leher dalam

Thiago PR, Igo MG, Fernando LF, Lucas RB, Carlos EMZ, et. Al.

Abstrak

Pendahuluan: Meskipun kejadian abses leher dalam atau Deep Cervical Abscess

(DCA) telah menurun terutama karena ketersediaannya antibiotik, namun infeksi

ini masih terjadi dengan frekuensi yang cukup besar dan dapat dikaitkan dengan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan pengalaman klinis-bedah

mengenai abses leher dalam.

Metode: Penelitian ini menggunakan studi retrospektif menganalisis 101 pasien

yang didiagnosis dengan abses leher dalam yang disebabkan oleh berbagai

etiologi, yang ditangani di rumah sakit fakultas kedokteran selama 6 tahun.

Seratus satu pasien dilibatkan dan 27 (26,7%) berusia kurang dari 18 tahun

(kelompok anak-anak), 74 pasien (73,3%) berusia lebih dari 18 tahun (kelompok

dewasa). Gambaran klinis berikut dianalisis dan dibandingkan antara : usia, jenis

kelamin, gejala klinis, jumlah leukosit, daerah servical yang terkena, kebiasaan

gaya hidup, terapi antibiotik, penyakit penyerta, etiologi, kultur bakteri, waktu

rawat inap, kebutuhan trakeostomi dan komplikasi.

Hasil: Terdapat dominasi pada jenis kelamin laki-laki (55,5%) dan orang muda

(usia rata-rata 28,1 tahun). Semua dari 51 pasien dengan komorbiditas penyakit

terkait adalah orang dewasa. Etiologi yang paling sering adalah tonsilitis bakteri

2
(31,68%) dan infeksi odontogenik (23,7%). Daerah cervical yang paling umum

terkena adalah peritonsillar (26,7%), submandibular/dasar mulut (22,7%) dan

ruang parafaring (18,8%). Pada kelompok anak-anak, tempat yang paling sering

terlibat adalah ruang peritonsiler (10 pasien, 37%). Pada kelompok dewasa,

tempat yang paling sering terlibat adalah multiruangan (31 pasien, 41,8%).

Streptococcus pyogenes (23,3%) adalah penyebab mikroorganisme yang paling

umum. Amoksisilin dengan klavulanat (82,1%) adalah antibiotik yang lebih

banyak digunakan. Komplikasi utama abses adalah syok septik (16,8%),

pneumonia (10,8%) dan mediastinitis (1,98%). Trakeostomi diperlukan pada

16,8% pasien. Tingkat kematian adalah 1,98%.

Kesimpulan: Gambaran klinis dan keparahan DCA bervariasi menurut kelompok

usia yang berbeda, hal ini mungkin karena lokasi infeksi dan insiden komorbiditas

yang lebih tinggi pada orang dewasa. Dengan demikian, DCA pada orang dewasa

lebih mudah melibatkan multispacer, menyebabkan komplikasi dan tampaknya

lebih serius dibandingkan pada anak-anak.

Pengantar

Abses servikal dalam atau Deep Cervical Abcesses (DCA) didefinisikan

oleh adanya nanah di ruang dan fasia kepala dan leher. DCA dapat dikategorikan

ke dalam abses retropharyngeal, peritonsillar, masseteric, pteropalatine maxillary,

parapharyngeal, submandibular, parotid dan dasar mulut. Meskipun terdapat

perbaikan dalam tes diagnostik dan ketersediaan terapi antibiotik modern, infeksi

tersebut terus menyebabkan morbiditas yang signifikan dan tingkat mortalitas,

terutama bila tidak ada pengobatan dini. Hal itu terjadi dengan frekuensi yang

3
cukup besar, tingkat keparahan dan luasnya diremehkan, sehingga membuat

entitas ini menjadi tantangan diagnostik bagi dokter umum di IGD, dokter anak,

ahli THT dan ahli bedah kepala dan leher, karena tanda dan gejala klinis sering

tumpang tindih dengan gambaran klinis umum lainnya (yaitu faringitis, tonsilitis,

dan tortikolis), terutama pada anak-anak, di mana pemeriksaan fisik mungkin

lebih sulit dari pada pada orang dewasa. Selain itu, penggunaan analgesik, obat

anti-inflamasi dapat menutupi gejala klinis dari DCA. Terkadang sulit untuk

menemukan sumber DCA, karena sumber utama infeksi dapat mendahuluinya

dalam beberapa minggu.

DCA berpotensi fatal dan membutuhkan diagnosis yang agresif dan

manajemen terapi untuk menghindari komplikasi yang mengancam jiwa, seperti

obstruksi jalan napas, fasciitis nekrotikans servikal, trombosis vena jugularis,

empiema koagulasi intravaskular diseminata, tinitis media, aspirasi pneumonia

atau trombosis/aneurisma arteri karotis. Biasanya polimikroba, DCA terjadi dari

infeksi sebelumnya yang tidak terkontrol seperti tonsilitis, infeksi gigi,

pembedahan, atau trauma pada kepala dan leher, limfadenitis setelah infeksi pada

saluran napas bagian atas. Penting untuk dilakukan pemeriksaan faktor risiko

seperti infeksi, benda asing tubuh, trauma, imunosupresi dan kecanduan obat intra

vena. Penyakit penyerta seperti kista kongenital dan fistula, TBC, diabetes

mellitus, HIV, tumor, negara defisiensi dan sebagainya juga harus

dipertimbangkan. Manifestasi klinisnya beragam dan tergantung pada daerah

servikal yang terkena. Selain itu, penggunaan yang tidak tepat dari antibiotik

dapat mengubah tampilan klinis infeksi semacam ini, membuatnya sulit dipahami.

4
Pasien dengan gejala ringan, yang datang dengan gejala demam dan rasa sakit,

atau yang lebih parah hingga mengancam jiwa gejala seperti dispnea, obstruksi

jalan napas dan syok sepsis.

Penelitian ini bertujuan untuk melaporkan pengalaman klinis pada submisi

infeksi ruang leher dalam dengan deskripsi: 101 pasien terdiagnosis dalam 6 tahun

terakhir.

Metode

Kami meninjau catatan medis dari 101 pasien yang didiagnosis dengan

infeksi ruang servikal yang dilayani oleh bagian otolaryngology, bedah kepala dan

leher dari Rumah Sakit Brasil Fakultas Kedokteran selama periode dari Januari

2007 hingga Januari 2013. Semua pasien menandatangani dokumen yang

mengesahkan: penggunaan data dari catatan mereka (yang merupakan standar

prosedur rumah sakit).

Dalam semua kasus, pasien menjalani prosedur pembedahan untuk

mengeluarkan nanah. Diagnosis abses leher dalam dicurigai oleh riwayat klinis

dan dikonfirmasi oleh Computed Tomography (CT) atau pembedahan. Analisis

ini dikecualikan pasien dengan infeksi servikal yang tidak memerlukan operasi,

seperti selulitis superfisial atau infeksi yang terbatas. Semua pasien diterapi

antibiotik dan, bila mungkin, sampel diambil untuk kultur dan kepekaan.

Kami menganalisis dan membandingkan data klinis berikut: usia, jenis

kelamin, gejala klinis, jumlah leukosit, daerah leher yang terkena, kebiasaan atau

gaya hidup, penggunaan antibiotik, komorbiditas, etiologi, kultur bakteri, lama

tinggal, kebutuhan trakeostomi dan komplikasinya.

5
Semua data deskriptif dilaporkan dalam persentase. Evaluasi statistik

dilakukan dengan uji-t 2 sisi dikoreksi untuk ketidaksetaraan varians dan derajat

kebebasan. Uji Fisher exact dan uji 2 digunakan untuk membandingkan variabel

kategori. SPSS (13.0, SPSS Inc, Chicago, IL) adalah digunakan untuk

menganalisis data dan nilai p <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Gambar 1 Distribusi subjek penelitian menurut usia

Hasil

Populasi

Dari 101 pasien, 56 adalah laki-laki dan 45 perempuan, 55,5% dan 44,5%

masing-masing. Usia mereka berkisar antara 1 hingga 81 tahun dengan usia rata-

rata 28,1 tahun. Di antara anak-anak, usia rata-rata adalah 8,4 tahun, dengan

sedikit dominasi laki-laki (57% pasien).

Gaya Hidup dan Komorbiditas

Sembilan belas pasien (18,8%) adalah perokok, 24 pasien (23,7%)

pecandu alkohol dan 10 pasien (9,9%) pengguna narkoba. Komorbiditas yang

lazim ditemukan adalah hipertensi (19 pasien, 18,8%), diabetes mellitus (DM) (13

pasien, 12,8%). Komorbiditas lainnya yang tidak umum adalah obesitas (10

6
pasien, 9,9%), hipotiroidisme (4 pasien, 3,9%) dan hepatitis C (3 pasien, 2,9%).

Pada dua pasien yang berkaitan dengan HIV (%). Pasien dewasa menunjukkan

lebih banyak komorbiditas daripada anak-anak (p<0,01).

Etiologi

Tonsilitis bakteri adalah penyebab paling umum dari abses servikal (32

pasien, 31,68%), diikuti oleh infeksi odontogenik (24 pasien, 23,7%). Pada 15

pasien (14,8%), penyebabnya tidak dapat diidentifikasi. Etiologi lainnya adalah:

pasca infeksi saluran napas atas, limfadenitis dan menelan benda asing (masing-

masing 9 pasien, total (17,8%), adenitis (sub mandibular: 6 kasus, 5,9% dan

gondogan: 2 kasus, 1,9%) dan fasciitis (4 pasien, 3,96%). Dalam 58,3% kasus

etiologi berhubungan dengan infeksi odontogenik ada riwayat perbaikan gigi.

Tabel 1 Perbadingan anak-anak dan dewasa

7
Gambar 2 Etiologi abses leher dalam

Ruang dan kelenjar getah bening daerah cervikal

CT-scan leher dilakukan untuk mendiagnosis dan menilai tingkat infeksi

pada 71,2% pasien. Yang tersisa pasien memiliki ekstensi penyakit intraoperatif

terdeteksi. Daerah servikal peritonsil adalah yang paling terpengaruh pada 26,7%

kasus (27 pasien). Area lain yang terkena dalam urutan adalah:

submandibular/dasar mulut (23 pasien, 22,7%), parapharyngeal (19 pasien,

18,8%), retropharyngeal (18 pasien, 17,8%), ruang mastikator (8 pasien, 7,92%)

dan jugularis-karotis (4 pasien, 3,96%).

Seperti yang ditunjukkan tabel 2, tempat yang paling sering terlibat dalam

kelompok anak-anak adalah ruang peritonsillar (10 pasien, 37%), diikuti oleh

ruang parafaring (9 pasien, 33,3%), ruang submandibular pada 4 pasien (14,8%)

dan ruang retropharyngeal pada 4 pasien (14,8%). Pada kelompok dewasa, bagian

yang paling sering terlibat adalah daerah servical multispace (31 pasien, 41,8%,

diikuti oleh ruang submandibular pada 19 pasien (25,6%), ruang peritonsil pada

17 pasien (22,9%). Perkembangan infeksi di beberapa tempat lebih sering terjadi

di orang dewasa dari pada anak-anak (p<0,01).

Terjadinya beberapa ruang servikal di 33 pasien (32,7%). Saat ini,

limfadenopati sebagian besar sering mencapai level II dan III. Ada ekstensi ke

mediastinum superior pada 2 pasien (1,9%).

Tabel 2 Distribusi lokasi abses leher dalam

8
Tabel 3 Komplikasi abses leher dalam

Bakteriologi dan leukogram

Semua pasien menerima terapi antimikroba, amoksisilin + asam klavulanat

adalah antibiotik yang paling sering digunakan sebagai pengobatan lini pertama

(82,1% kasus), diikuti dengan kombinasi ceftriaxone + metronidazol. Perubahan

antibiotik tergantung pada hasil kultur atau hasil klinis.

9
Gambar 4 Kultur pertumbuhan bakteri pada abses servical bagian dalam

Bahan untuk kultur diperoleh pada 76,2% pasien. Tidak ada pertumbuhan

bakteri pada 14,5% kasus. Kultur polimikrobial terdeteksi pada 18,8% pasien,

yakni streptococcus pyogenes + streptococcus pneumoniae adalah

mikroorganisme yang paling sering. s. pyogenes adalah mikroorganisme yang

paling umum ditemukan pada 25 pasien (23,3%). Prevalensi organisme lain

adalah sebagai berikut: streptococcus intermedius (20 pasien, 18,6%),

streptococcus constelat tus (16 pasien, 14,9%), staphylococcus aureus (13 pasien,

12,1%), streptococcus viridians (9 pasien, 8,4%), streptococcus pneumonia (8

pasien, 7,4%) dan neisseria spp. 7 pasien, 6,5%). Mikroorganisme lain

(corynebacterium spp., eikenella corrodens, enterococcus faecium, klebsiella

pneumoniae dan streptococci lainnya) lebih jarang, berjumlah 12 pasien (11,8%).

17 pasien memiliki tanda-tanda klinis sepsis pada saat kedatangan di ruang gawat

darurat, dan tes darah dilakukan, hasilnya positif pada 13 pasien (12,8% dari

total), dengan kejadian paling umum juga dari streptococcus pyogenes.

Komplikasi, Trakeostomi dan Mortalitas

Komplikasi infeksi leher dalam ditunjukkan pada tabel 3. Komplikasi

ditemukan pada 48 pasien (8 anak, 40 dewasa). Dari 8 pasien anak-anak dengan

komplikasi, 3 menderita pneumonia, 3 mengalami syok septik dan 2 memiliki

pemulihan penyembuhan tindakan pembedahan. Komplikasi utama dari abses

servikal termasuk sepsis (17 pasien, 16,8%), pneumonia (11 pasien, 10,8%),

mediastinitis (2 pasien, 1,9%) dan trombosis vena jugularis (1 pasien, 0,9%).

10
Pemulihan tindakan pembedahan diperlukan pada 9 pasien (8,9%). Pasien dewasa

mengalami komplikasi infeksi lebih sering dari pada anak-anak (p = 0,005).

Obstruksi jalan napas bagian atas dan ketidakmungkinan intubasi

memaksa trakeostomi pada 17 pasien (16,8%). Dari jumlah tersebut, 8 (7,9%)

menjalani trakeostomi darurat karena gagal nafas.

Ada 2 kematian (angka kematian 1,9%). Pertama kasus adalah seorang

wanita sehat berusia 19 tahun dengan abses servikal yang luas dengan

mediastinitis desendens dimana etiologi yang belum ditentukan. Kematian terjadi

pada hari ke-3 pasca operasi dan dia mengalami sepsis dengan kultur darah positif

untuk streptococcus pyogenes. Kasus kedua adalah laki-laki 49 tahun menderita

diabetes menahun dengan etiologic abses odontogenik (Angina Ludwig) yang

meluas ke leher ruang submandibular/dasar mulut dan ruang parafaring. Dia

menunjukkan sepsis dengan kultur darah polimikroba (streptococcus viridians +

neisseria spp.).

Rata-rata lama rawat inap di rumah sakit adalah 9,7 hari dengan variasi

antara 2 hingga 45 hari. Komplikasi abses memperpanjang lama rawat inap di

rumah sakit dalam waktu sekitar lima hari (rata-rata lama rawat inap 14,8 hari).

Diskusi

Abses leher dalam adalah penyakit yang sangat penting karena frekuensi

dan komplikasi yang parah. Insidensinya diperkirakan sekitar 10/100.000

jiwa/tahun, dengan kecenderungan meningkat, terutama pada anak di bawah 5

tahun tahun, 1 dari sekian perkiraan kejadiannya sekitar 2/100.000

penduduk/tahun. Infeksi tidak memiliki preferensi untuk usia atau seks dan dapat

11
menyerang siapa saja. Sesuai dengan penelitian Eftekharian dkk., kami

mengamati insiden yang lebih tinggi di populasi laki-laki muda dengan usia rata-

rata 28,1 tahun. Namun, Huang dkk, dan penelitian lain juga menunjukkan tren

peningkatan dalam kejadian infeksi pada pasien usia lanjut dan pasien dengan

penyakit sistemik. Dalam kelompok ini, mekanisme pertahanan akan kurang

efisien, tingkat pemulihan lebih lambat dan komplikasi lebih sering terjadi.

Banyak penyebab yang terkait dengan DCA. Di era sebelum adanya

antibiotik, infeksi faring/amandel menyumbang 70% kasus infeksi ruang leher

dalam. Saat ini, banyak penelitian menunjukkan penurunan yang signifikan dalam

hal insiden, memiliki infeksi odontogenik sebagai penyebab paling sering. Dalam

penelitian kami, tonsilitis bakteri adalah penyebab paling umum (31,68%), diikuti

oleh infeksi odontogenik (23,7%), dengan total 55,3% dari sampel kami. Studi

lain telah menunjukkan peningkatan kejadian DCA ini terkait dengan

penyalahgunaan obat intravena dan infeksi trauma leher, meskipun kami belum

mengidentifikasi etiologi tersebut.

Dalam sebuah penelitian oleh Coelho dkk., fokus gigi adalah asal abses

pada 37% pasien, sedangkan tonsil dan gangguan faring muncul pada 20% kasus,

tidak mungkin untuk mengidentifikasi sumber infeksi pada 33% pasien. Menurut

Sennes dkk., infeksi odontogenik merupakan penyebab pada 42,1% pasien,

tonsilitis pada 17,5%, pasca infeksi saluran napas atas pada 15,8% dan penyebab

yang tidak diketahui pada 8,8% limfadenitis. Di antara penyebab lain, pasca

infeksi saluran napas atas, limfadenitis dan tertelan benda asing masih ditemukan

pada 17,8% kasus, adenitis (submandibular dan parotis) pada 7,8% dan pada

12
fasciitis 39,6%. Penulis lain juga melaporkan sebagian besar DCA dengan asal

primer yang tidak diketahui, mencapai hingga 50% kasus. Pada 14,8% pasien

kami, etiologi infeksi tidak dapat ditentukan, mungkin karena awal infeksi tidak

segera didiagnosis, meskipun telah terjadi abses selama berminggu-minggu. Jadi,

waktu rata-rata dari onset gejala hingga terdiagnosis DCA dalam penelitian kami

adalah 8 hari, tetapi bisa mencapai 20 hari dan gejala utamanya adalah demam

dan nyeri leher.

Pengetahuan tentang hubungan anatomi antara ruang leher penting untuk

manajemen terapeutik, karena fasia yang membatasi ruang ini merupakan

hambatan anatomis yang penting untuk penyebaran infeksi, tetapi juga berfungsi

untuk mengarahkan infeksi setelah resistensi alaminya diatasi.

Sebagian besar penelitian sebelumnya melaporkan bahwa anak-anak

adalah proporsi yang relatif rendah dari pasien mereka dengan DCA. Kami

menemukan, bagaimanapun, bahwa proporsi pasien yang berusia di bawah 18

tahun tinggi (27 kasus, 26,7%), dan tidak ada dari mereka yang menderita DM

atau penyakit terkait lainnya. Indikator lain dari pemanfaatan pelayanan kesehatan

seperti obat yang digunakan sebelumnya dan frekuensi tidak mungkin diperoleh

karena sebagian besar pasien menerima pengobatan untuk episode akut mereka di

lokasi terpencil, baik oleh dokter perawatan primer mereka atau ahli THT.

Namun, mungkin ini disebabkan oleh riwayat penyalahgunaan antibiotik dan

resistensi antibiotik yang dijelaskan oleh penggunaan antibiotik yang

sembarangan, terutama pada pilek dan infeksi virus lainnya, yang lebih banyak

terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa. Penggunaan antibiotik

13
sebelumnya berkorelasi dengan pemulihan yang lebih tinggi dari organisme

resisten dan peningkatan insiden bakteri penghasil B-laktamase. Pada akhirnya,

resistensi memiliki efek pada kejadian infeksi leher dalam. Studi prospektif yang

lebih besar diperlukan untuk mengatasi banyak keterbatasan ini dan untuk lebih

menggambarkan peran untuk memahami pengetahuan tentang karakteristik yang

berbeda antara anak-anak dan orang dewasa dengan infeksi leher dalam, yang

membantu dalam evaluasi yang akurat dan manajemen yang tepat.

Sebagian besar penelitian melaporkankan bahwa ruang retrofaring

sebagai ruang yang paling sering terlibat pada anak-anak, tetapi kami menemukan

ruang peritonsiler yang paling umum terlibat pada kelompok anak-anak (10-27

pasien, 37%), diikuti oleh ruang parafaring (9-27 pasien, 33,3%). Namun, ada satu

penelitian yang menunjukkan bahwa ruang parafaring adalah ruang yang paling

sering terlibat pada anak-anak. Hal ini dapat dijelaskan karena infeksi pada

peritonsillar, submandibular, mastikasi, dan ruang parotid biasanya dapat

menyebar ke ruang parafaring. Infeksi multiruang ditemukan pada 31 pasien

(41,8%) pada orang dewasa dan pada 2 pasien (7,4%) pada anak-anak (p<0,001).

Orang dewasa lebih mudah terkena infeksi multiruang dari pada anak-anak; ini

mungkin berhubungan dengan insiden komorbiditas penyakit yang lebih tinggi

pada orang dewasa. Pasien dengan penyakit penyerta cenderung memiliki

pertahanan yang lebih buruk terhadap infeksi dan dengan demikian menghasilkan

tingkat infeksi yang lebih parah dalam bentuk infeksi multiruang. Pada kedua

kematian terdapat keterlibatan beberapa ruang servikal.

14
Mikrobiologi DCA ditandai dengan umumnya menjadi infeksi

polimikroba, termasuk aerobik dan anaerobik, gram positif khususnya. Di antara

agen yang umum ditemukan adalah: streptococcus viridans, streptococcus milleri,

prevotella spp., peptosstreptococcus spp. dan klebisiella pneumoniae, yang

terakhir lebih sering terjadi pada pasien diabetes. Sennes menemukan

streptococcus viridans pada 41,5% kasus, staphylococcus aureus pada 20,7%

kasus, dan 3,8% dengan haemophilus influenza. Dalam penelitian kami,

streptococcus pyogenes adalah yang paling agen yang sering terdeteksi (23,3%),

yang dapat dijelaskan dengan insiden yang lebih tinggi dari infeksi peritonsillar.

Dari semua pasien, 14,5% tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam kultur,

yang dapat dijelaskan dengan penggunaan antibiotik intravena dosis tinggi

sebelum drainase bedah abses. Pada 12,8% pasien, terdeteksi kultur darah positif,

yang menunjukkan tingginya kemungkinan penyebaran sistemik dari infeksi yang

awalnya tidak terkontrol.

Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan DM dengan DCA.

Huang dkk, dan Lee dkk., menunjukkan bahwa pasien tua dengan DM rentan

terhadap infeksi leher dalam. Pada pasien DM, hiperglikemia dapat mengganggu

beberapa mekanisme pertahanan humoral host, seperti fungsi neutrofil bervariasi:

adhesi, kemotaksis dan fagositosis bisa mengakibatkan kecenderungan infeksi dan

komplikasi. Huang dkk., menemukan tingkat infeksi klebsiella pneumoniae yang

tinggi pada pasien diabetes. Prevalensi pasien diabetes dalam penelitian ini rendah

(12,8%), dengan staphylococcus aureus (5 pasien) dan streptococcus pyogenes (4

pasien) sebagai mikroorganisme yang paling sering ditemukan. Dalam salah satu

15
perkembangan yang mematikan, pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol

memiliki kultur darah positif untuk streptococcus viridians + neisseria spp.

Manajemen DCA melibatkan drainase bedah yang terkait dengan

penggunaan antibiotik intravena. Computed tomography dengan kontras adalah

tes pilihan untuk mendiagnosis DCA dan menilai luas abses. Meskipun

sensitivitasnya tinggi, spesifisitas tesnya rendah, misalnya pada kasus kumpulan

kelenjar getah bening tanpa abses terkait, yang dapat menyebabkan prosedur

bedah yang tidak perlu. Oh dkk., dan peneliti lain telah menunjukkan kemanjuran

drainase jarum abses yang dipandu oleh ultrasound, tanpa peningkatan angka

komplikasi. Secara umum, perawatan konservatif ini efektif pada kumpulan kecil

abses dan tanpa bukti komplikasi segera. Layanan kami memiliki sedikit

pengalaman dalam perawatan ini, sehingga lebih memilih drainase bedah terbuka

dalam semua kasus.

Terapi antibiotik secara empiris dimulai sebelum tersedia hasil kultur dan

sensitivitas. Pilihan amoksisilin + asam klavulanat sebagai pengobatan lini

pertama pada 82,1% kasus didasarkan pada cakupan bakteria yang biasa

ditemukan di lingkungan kita, baik gram positif maupun anaerobik. Banyak

penulis menyarankan, untuk optimal cakupan empiris, penisilin dengan kombinasi

inhibitor B-laktamase (seperti amoksisilin dan asam klavulanat), atau resisten

antibiotik B-laktam (seperti cefuroxime, meropenem atau imipenem) dalam

kombinasi dengan obat, yang sangat efektif terhadap sebagian besar bakteri

anaerob (seperti metronidazol atau klindamisin). Tanpa demam setelah 48 jam,

pasien dipulangkan dengan resep antibiotik oral.

16
Meskipun penggunaan antibiotik secara luas, beberapa komplikasi DCA

yang tidak diinginkan dan mengancam jiwa dikenal sebagai mediastinitis

desendens, trombosis vena jugularis, perikarditis, empiema pleura, erosi arteri,

obstruksi jalan napas bagian atas, dan sepsis. Dalam penelitian kami, ada dua

kasus mediastinitis, baik pada orang dewasa dan melibatkan beberapa ruang leher,

dan kematian pada syok septik pada salah satunya. Pada mediastinitis, pasien

sering mengeluh nyeri dada meningkat atau dispnea. Luasnya penyakit terjadi

melalui ruang viseral anterior dan kematian dapat mencapai setengah dari kasus,

memerlukan drainase toraks gabungan. Obstruksi jalan napas bagian atas dan

kegagalan pernapasan akibat memaksa trakeostomi darurat pada 7,9% pasien. Har

El dkk., menggambarkan bahwa keterlibatan dasar mulut dan ruang retrofaring

lebih terkait dengan obstruksi jalan napas dan kebutuhan yang lebih besar untuk

trakeostomi, prosedur yang diperlukan pada 75% kasus. Menarik untuk dicatat

bahwa dalam penelitian kami, terutama pada pasien dengan keterlibatan sekunder

otot pengunyahan, trismus, trakeostomi diperlukan karena ketidakmungkinan

intubasi, bahkan tanpa adanya kegagalan pernapasan. Tingkat kematian dalam

penelitian ini adalah 1,9%, mirip dengan yang dijelaskan oleh Huang dkk, (1,6%).

Di sini kami menyajikan informasi yang relevan tentang hasil DCA klinis dan

bedah. Namun, perjalanan dan tingkat keparahan infeksi yang sama pada pasien

yang berbeda dapat sangat bervariasi, membutuhkan tim yang berpengalaman

untuk menanganinya.

Kesimpulan

17
Infeksi leher dalam merupakan keadaan darurat medis dan bedah.

Gambaran klinis dan keparahan DCA bervariasi menurut kelompok usia yang

berbeda, mungkin karena lokasi infeksi dan insiden komorbiditas yang lebih

tinggi pada orang dewasa. Dengan demikian, DCA pada orang dewasa lebih

mudah melibatkan multiruang dan menyebabkan komplikasi dan tampak lebih

serius dari pada pada anak-anak.

Anatomi Leher dan

Abses Leher Dalam

18
Gambar 5 Anatomi Leher

Gambar 6 Anatomi Leher Potongan Horizontal

Gambar 5 Anatomi Leher Potongan Sagittal

19
Abses leher dalam merupakan abses yang terbentuk di ruang potensial

leher dalam. Ruang potensial leher dalam adalah ruang yang terbentuk oleh sekat-

sekat fasia leher dalam yang terdiri atas :

1. Lapisan Superficial dari Deep Cervical Fascia (Investing Layer)

2. Lapisan tengah dari Deep Cervical Fascia yang terdiri atas:

- Lapisan Muscular

- Lapisan Visceral

3. Lapisan dalam dari Deep Cervical Fascia yang terderi atas :

- Alar fascia

- Prevertebral fascia

Ruang leher dalam dapat dikelompokan menjadi (modifikasi Hollingshead):

1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher

- Ruang retropharyngeal (posterior visceral, retroviseral,

retroesophageal)

- Danger space

- Ruang prevertebral

- Ruang viseral vaskular

2. Ruang yang terbatas di atas tulang hioid

- Ruang paraparing (faringomaxilla, lateral faring, perifaring)

- Ruang Submandibula and submental

- Ruang Parotis

- Ruang Mastikator

- Ruang Peritonsil

20
- Ruang Temporal

3. Ruang yang terbatas di bawah tulang hioid

- Ruang Pretrakea

- Ruang Suprasternal

Diantara ruang-ruang ini terdapat hubungan yang memungkinkan infeksi

pada satu ruang dapat meluas ke ruang-ruang potesial lainnya.

Gambar 8 Ruang Leher Dalam

Daftar Pustaka

1. Raffaldi I, Le Serre D, Garazzino S, Scolfaro C, Bertaina C, Mignone F, et

al. Diagnosis and management of deep neck infections in children: the

experience of an Italian paediatric centre. J Infect Chemother. 2015;21:110

2. Yang W, Hu L, Wang Z, Nie G, Li X, Lin D, et al. Deep neck infection: a

review of 130 cases in Southern China. Medicine (Baltimore).

2015;94:e994

21
3. Abdel-Haq NM, Harahsheh A, Asmar BL. Retropharyngeal abscess in

children: the emerging role of group A beta hemolytic streptococcus.

South Med J. 2006;99:927.

4. Lee JK, Kim HD, Lim SC. Predisposing factors of complicated deep neck

infection: an analysis of 158 cases. Yonsei Med J. 2007;48:55.

5. Hasegawa J, Hidaka H, Tateda M, Kudo T, Sagai S, Miyazaki M, et al. An

analysis of clinical risk factors of deep neck infection. Auris Nasus

Larynx. 2011;38:101.

6. Eftekharian A, Roozbahany NA, Vaezeafshar R, Narimani N. Deep neck

infections: a retrospective review of 112 cases. Eur Arch

Otorhinolaryngol. 2009;266:273.

7. Huang TT, Liu TC, Chen PR, Tseng FY, Yeh TH, Chen YS. Deep neck

infection: analysis of 185 cases. Head Neck. 2004;26: 854.

8. Har-El G, Aroesty JH, Shaha A, Lucent FE. Changing trends in deep neck

abscess. Oral Med Oral Pathol. 1994;77:446.

22

Anda mungkin juga menyukai