Gambaran Klinis yang Tidak Umum dari Infeksi HPV Rongga Mulut Setelah
Daniela Assis do Vale1, Lais Magda Araújo Ferracini1, Marcus Vinícius daSilva Rodrigues Bueno1, Ana Carolina Mamana
Fernandes Souza2, Paulo Henrique Braz-Silva 1,2, Karem López Ortega 1
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
klinis HPV, walaupun insidensinya tidak terpengaruh oleh cART. Dalam jurnal ini
memperlihatkan gambaran yang tidak biasa dari infeksi HPV rongga mulut dan membahas
Laki-laki berusia 52 tahun berasal dari Asia, seropositif HIV, mengalami lesi nodular
yang lebar di seluruh mukosa mulut yang meluas ke daerah orofaring. Biopsi diikuti oleh
mengaplikasikan secara topikal podophyllin dan asam trikloroasetat. Lesi HPV pada mukosa
mulut umumnya mudah ditangani. Lesi yang meluas dapat mempersulit dalam pemilihan
perawatan pasien yang efektif yang memenuhi kekhasan lesi dan ketersediaan pengobatannya.
ABSTRAK ………………………………………………………………………………………. .. i
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………… .. 1
3.1.1 Pengertian………………………………………………………………………… 6
3.1.2 Patofisiologi……………………………………………………………………… .. 6
3.1.3 Klasifikasi………………………………………………………………………. .. 7
3.1.4 Epidemiologi…………………………………………………………………….. .. 8
3.1.7 Komplikasi……………………………………………………………………… .. 12
3.1.8 Diagnosis………………………………………………………………………… .. 14
3.1.9 Pencegahan………………………………………………………………………... 16
3.1.10 Perawatan………………………………………………………………………. .. 17
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………………………. .. 22
BAB V SIMPULAN……………………………………………………………………………….. .. 24
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………. .. 25
BAB I
PENDAHULUAN
mengurangi insidensi sebagian besar infeksi oportunistik pada pasien yang terinfeksi human
immunodeficiency virus (HIV). Meskipun manifestasi klinis dari human papilloma viruses
(HPV) dapat dimodifikasi karakteristiknya, namun insidensinya tidak terpengaruh oleh cART1.
HPV terlibat dalam berbagai lesi oral biasanya seperti kutil (oral warts), kondiloma
akuminata, papilloma sel skuamosa, dan focal epithelial hyperplasia (FEH/Heck’s disease).
Semua gambaran ini bersifat jinak, asimptomatik, eksofitik (lesi superfisial), dan pertumbuhan
lesinya lambat2,3. Metode sitodestruktif dan eksisi atau kombinasi keduanya telah menjadi pilihan
yang paling umum untuk perawatan lesi yang disebabkan oleh HPV dengan biaya yang rendah
4,5
. Pilihan pertama pengobatan untuk lesi oral HPV hampir selalu yaitu dengan jalan operasi
pengangkatan lesi.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pria 52 tahun asal Asia dirujuk dengan diagnosis lesi multipel di rongga mulut.
Pasien dilaporkan seropositif HIV selama 12 tahun, pasien ini tidak mengikuti pengobatan secara
adekuat karena meminum obat antiretroviral yang berselang. Ketika lesi oral pertama kali
muncul, nilai sel T CD4+ adalah 70 sel/mm3, dan pasien mengubah perilakunya dan mematuhi
Empat bulan setelah cART dimulai, pasien mengalami peningkatan yang signifikan
dalam sistem imunnya dan peningkatan T CD4+ menjadi 486 sel/mm3 bersamaan dengan bawaan
virus yang tidak terdeteksi. Bersamaan dengan itu, pasien mengamati dan memperhatikan
sendiri keadaan lesi oralnya yang mengalami peningkatan jumlah dan ukuran, serta mulai
merasa tidak nyaman secara estetika dan fungsional, bahkan untuk aktivitas rutin sehari-hari,
seperti pengunyahan. Setelah empat tahun dengan kondisi peningkatan jumlah lesi mukosa
Hasil pemeriksaan klinis intraoral, mendeteksi adanya lesi nodular yang luas pada
seluruh mukosa mulut (yaitu langit-langit mulut/palatum, lidah, dasar mulut, mukosa alveolar
dan juga mukosa labial), meluas ke daerah orofaringeal. Lesi tidak menunjukkan gejala,
keputihan dan eritematosa. Sebagian besar lesi, seperti yang terlihat pada palatum dan lidah,
adalah sessile dan memiliki permukaan yang halus, sedangkan yang lainnya bertangkai dan
Gambar 3. Gambaran kelainan pada mukosa mulut, tertera di gingiva dan lesi yang datar dengan
permukaan halus pada mukosa labial bawah
Biopsi insisi dilakukan dan jaringan yang diperoleh dikirim untuk pemeriksaan
bagian mukosa ditutupi dengan epitel skuamosa berlapis berparakeratin (parakeratinized) dan
daerah akantosis membentuk proyeksi sangat kasar atau keras, memberikan aspek papillomatosis
ke epitel. Pada perbesaran yang lebih besar, dapat terlihat adanya pembentukan mikro-abses,
gugusan/kumpulan neutrofil dan keberadaan sel-sel yang menyerupai koilosit (Gambar 4). Selain
itu, sampel jaringan dilakukan ekstraksi DNA dan dianalisis dengan INNO-Lipa HPV genotyping
extra II test (INNO-Lipa Innogenetics N.V., Ghent, Belgium), dan juga rangkaian PCR dengan
Gambar 4. Pemeriksaan histopatologis lesi menunjukkan proliferasi pembentukan epitel menuju jaringan
ikat. Secara rinci, sel epitel menunjukkan halo perinuklear yang jelas sesuai dengan koilositosis.
Berdasarkan aspek klinis dari lesi, temuan histopatologis dan deteksi dari HPV-32,
memungkinkan dalam mendiagnosis adanya proliferasi epitel akibat infeksi HPV. Gambaran
klinis yang tidak biasa menimbulkan pertanyaan tentang lesi, yang menunjukkan bahwa itu
mungkin merupakan kasus hiperplasia epitel fokal (FEH), lesi yang sangat terkait dengan HPV-
32, atau kondiloma akuminata yang diperburuk oleh sindrom pemulihan imunitas (syndrome of
immune reconstitution/SIR).
Adanya perluasan lesi pada pasien dan sehingga diperlukan sejumlah besar prosedur
bedah, serta karena adanya tingkat infektivitas virus yang tinggi (mengarah pada kemungkinan
kontaminasi ulang mukosa selama manipulasi), maka perawatan dasar dengan pembedahan
pengangkatan lesi harus dibuang semua. Perawatan dimulai dengan aplikasi topikal podofilin dan
asam trikloroasetat6,7. Namun demikian, perawatan yang jangka panjang membuat kesulitan bagi
pasien untuk datang melakukan perawatan dan kontrol setelah sebelumnya melakukan beberapa
kunjungan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Dewasa ini beberapa kelainan mukosa mulut telah dihubungkan dengan Human
papillomavirus (HPV). Kejadian oral warts akibat infeksi HPV telah meningkat secara dramatis
sejak era HAART. Resiko terinfeksi virus HPV multiple lebih tinggi pada penderita HIV. Lesi
ini lebih umum terjadi pada orang dewasa (1% -4% kasus) daripada pada anak-anak.
Epidemiologi HPV oral belum sebaik epidemiologi infeksi HPV di traktus genital, begitu pula
dengan perjalanan penyakitnya yang belum diketahui sebaik infeksi HPV di traktus genital.2
Berdasarkan dari beberapa penelitian, keganasan oral dan anal masing-masing mencapai
10 dan 4 kali lebih tinggi pada pasien kondiloma genitalia dibandingkan dengan pasien yang
tidak memiliki kondiloma genitalia. Data tersebut membuktikan bahwa pasien dengan lesi
kondiloma akuminatum (KA) genital berisiko keganasan meski pada dasarnya warts genital
6,7,8
merupakan lesi jinak. HPV risiko rendah jarang menyebabkan keganasan, tetapi dapat
ditemukan pada beberapa lesi prakanker di oral, contohnya leukoplakia dan eritroplakia. HPV
tipe risiko tinggi banyak ditemukan pada lesi prakanker dan karsinoma sel squamosal. 9
3.1.1 Definisi
HPV merupakan virus double stranded deoxyriboneucloid acid (DNA) yang dapat
menginfeksi sel-sel epitel dan terdiri dari banyak tipe, dan yang termasuk dalam kelompok
papovaviruses. HPV ini dapat menginfeksi kulit dan mukosa. Bentuk lesi yang ditimbulkan
beragam, dapat berupa warts jinak atau lesi ganas yang invasif. Strain HPV dapat
diklasifikasikan berdasarkan sifat onkogenik dan bukan onkogenik yakni: risiko rendah (bukan
onkogenik) dan HPV risiko tinggi (onkogenik).1 HPV tipe mukosa dapat menyerang uretra, kulit,
laring, mukosa trakeobronkial, rongga hidung, sinus pranasal, terutama anogenital dan mukosa
oral. Virus ini dapat berperan sebagai agen penyebab beberapa kelainan, mulai dari lesi jinak
seperti papiloma, kondiloma, veruka vulgaris dan fokal epitel hiperplasia, bahkan sampai kanker
mulut. Kondiloma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis infeksi HPV yang paling
sering ditemukan.
Prevalensi infeksi HPV oral di populasi sehat berkisar 2-7%, lebih rendah dibandingkan
dengan infeksi HPV genital. Prevalensi infeksi HPV oral diketahui lebih tinggi pada wanita
berusia 14-59 tahun dengan keganasan serviks dan angka kejadian infeksi HPV oral lebih tinggi
(0,9-7,5%) pada pasien yang memiliki infeksi HPV di bagian tubuh yang lain. Infeksi HPV oral
dapat terjadi melalui kontak oral ke genital, oral ke anal, oral ke oral, dan autoinokulasi dari
9
genital, penularan HPV terjadi terutama melalui hubungan seksual, dalam hal ini 2/3 dari
populasi pasangan seks yang terinfeksi HPV akan tertular. Penularan ini terjadi tanpa mereka
sadari dikarenakan infeksi ini terjadi tidak bergejala atau subklinis. 9 Kajian National Health and
Nutrition Examination (NHANES, 2009-2010), menemukan bahwa prevalensi infeksi HPV pada
kelompok yang pernah melakukan hubungan seks lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
Virus HPV terdiri dari 150 tipe yang dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu tipe risiko rendah
dan risiko tinggi berdasarkan potensi untuk memicu lesi ganas. Tipe risiko tinggi ada 11, yaitu
HPV 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58. Sementara tipe risiko rendah diantaranya HPV
tipe 6, 11, 42, dan 44.2, 26 Lesi di mukosa oral dihubungkan dengan beberapa tipe HPV 2, 4, 6, 11,
13, 16, 18, 30, 32, 57.21 Banyak penelitian sudah membuktikan HPV tipe 16 dan 18 berhubungan
dengan keganasan di rongga mulut, kepala, dan leher. 22-24 HPV tipe 16 paling sering
Semua tipe HPV memiliki organisasi genom yang kurang lebih sama. DNA untai ganda
HPV memiliki early open reading frames (ORF) dan late ORF. Early ORF menyandi E1, E2,
E3, E4, E5, E6, dan E7. E1 dan E2 berperan pada proses replikasi DNA dan mengatur ekspresi
gen, keduanya juga bertanggung jawab dalam mempertahankan DNA virus dalam bentuk episom
selama proses awal infeksi dan selama infeksi laten. Selain itu, E2 berkemampuan menekan
fungsi E6 dan E7. E6 dan E7 merupakan onkoprotein, fungsi keduanya masih belum jelas pada
HPV tipe risiko rendah. Pada HPV risiko tinggi, keduanya dapat menjaga episom virus di dalam
sel suprabasal yang matang. Keduanya juga berperan dalam meningkatkan proliferasi dan
memperpanjang hidup sel ganas dengan cara mengubah factor-faktor yang mengatur siklus hidup
sel. E6 dapat menghancurkan p53, suatu protein penekan tumor, sementara E7 berikatan dengan
berubah-ubah dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya, berpindah dari satu lapisan ke lapisan di
atasnya, sampai akhirnya mencapai permukaan. Ada sebagaian sel yang tetap tinggal di stratum
basal untuk menjaga keutuhan. Di mukosa mulut, proses pematangan sel mengikuti dua pola,
yaitu keratinisasi dan non-keratinisasi. Siklus hidup HPV dipengaruhi oleh tahap pematangan sel
epitel. Produksi virion hanya terjadi pada sel basal yang matang.9
Sel basal merupakan sasaran HPV diduga karena memiliki reseptor HPV di permukaan
sel. Virus mencapai sel basal melalui lapisan epidermis yang tidak utuh akibat abrasi atau
mikrotrauma. DNA virus masuk ke dalam nucleus sel basal. Genom HPV di dalam nucleus
bertahan dalam bentuk episom. Virus ini bereplikasi pada sel basal yang aktif membelah dan
menyebabkan gangguan pada kendali siklus sel. Replikasi virus masih terjadi hingga lapisan sel
permukaan. Jika lapisan teratas ini lepas karena sebab tertentu atau mengalami eksfoliasi maka
Respon imun pada infeksi HPV diperankan oleh system humoral dan selular. Bukti dari
respon antibody adalah terbentuknya IgA dan IgG anti HPV pada infeksi berulang dan adanya
30,32
vaksin yang efektif dapat mencegah infeksi HPV. Respon imun selular dan interferon
meningkat sehingga mampu menghambat replikasi virus. Pada individu dengan gangguan
imunitas (imunokompremais) yang terkait penurunan imun selular, misalnya pada infeksi HIV
dan pasca transplantasi organ, memiliki angka kejadian penyakit terkait HPV yang lebih tinggi
dengan wujud lesi yang lebih besar, multifocal, dan cenderung diplastik.33
Infeksi subklinis pada infeksi HPV dapat terjadi cukup lama, berdasarkan percobaan
inokulasi virus papilloma, ternyata lesi baru muncul 2-9 bulan kemudian. Keadaan ini menjadi
sumber penularan. Waktu yang dibutuhkan seseorang individu yang terinfeksi HPV untuk
mampu menyebarkan partikel virus adalah 3 minggu, yaitu setara dengan waktu yang dibutuhkan
deskuamasi.34
Cara penyebaran HPV ke mukosa oral masih belum jelas. Infeksi dapat terjadi secara
vertical dari ibu ke anaknya. Namun demikian, jalur infeksi horizontal lebih sering terjadi. HPV
dapat ditularkan baik melalui hubungan seksual maupun non seksual, yaitu melalui proses
autoinokulasi dari genital. Penularan HPV anogenital ke oral pada satu pasien diduga melalui
proses autoinokulasi, akan tetapi infeksi di oral merupakan suatu kejadian yang berbeda dan
tidak ada hubungannya dengan infeksi di anogenital. Kesesuaian tipe antara HPV anogenital dan
oral juga merupakan salah satu tanda proses penularan terjadi melalu proses autoinokulasi. 17
berdasarkan kajian potong lintang, HPV oral biasanya terjadi akibat hubungan seks oral atau
Perjalanan penyakit infeksi HPV di oral belum diketahui dengan baik. Satu penelitian
kohort mendapatkan infeksi HPV oral akan hilang dalam waktu 6,9 bulan (nilai tengah atau
median) untuk tipe HPV apapun, 6,3 bulan untuk tipe HPV risiko tinggi, dan 7,3 bulan khusus
16.18
untuk HPV tipe Studi lainnya mendapatkan infeksi HPV oral akan menghilang pada 65%
pasien dalam 1 tahun, sementara di antara pasien HIV infeksi sembuh dalam 1 tahun hanya
Human papillomavirus (HPV) adalah nonenveloped virus, memiliki genom yang sirkuler
double stranded (DNA), terdiri dari 8000 pasang basa (base pairs/ bp), yang dapat mengkode
lebih dari sepuluh protein. HPV genom terdiri dari tiga region, sekitar 4000 bp mengkode protein
yang terlibat pada replikasi virus dan transformasi sel, berikutnya 3000 bp mengkode struktur
protein virus, dan 1000 bp adalah daerah yang tidak mengkode protein, namun merupakan
regulator untuk virus replikasi dan transkripsi.11 Berdasarkan urutan mengkode atau
mengekspresikan protein, genom ini dibagi menjadi dua, yaitu gen-gen yang mengkode protein
14,15
awal (early genes) dan gengen yang mengkode protein belakangan (late genes). Setiap
protein pada HPV mempunyai fungsi untuk mendukung kehidupan virus tersebut, fungsi dari
Siklus hidup HPV sangat berhubungan dengan program diferensiasi pada keratinosit host.
Gambar 2.6 menunjukkan mekanisme infeksi dan siklus hidup HPV. HPV dapat masuk ke dalam
tubuh manusia melalui epitel yang sedang terbuka (terluka) dan selanjutnya virus tersebut akan
masuk ke lapisan basal dari epitelium (Rautava dan Syrjanen, 2011; Prabhu dan Wilson, 2013)
Reseptor yang dapat berikatan dengan HPV terdiri dari alpha 6 integrin, extracellular
laminin 5 dan heparan sulfate proteoglycans. Setelah berhasil masuk ke dalam epitel, virus akan
membentuk dirinya di dalam nukleus sebagai suatu episomal dengan jumlah salinan yang sedikit.
Pada tahapan ini, replikasi virus dipertimbangkan sedang nonproduktif. Protein-protein virus E1,
E2, E6 dan E7 terlihat pada level yang rendah dan virion-virion progeni belum ada yang
Setelah pembelahan sel terjadi, barulah sel-sel anak yang telah terinfeksi bermigrasi
menuju ke lapisan suprabasal dan mulai berdiferensiasi. Keadaan ini dapat memicu suatu
kaskade transkripsional yang terkoordinir pada genom virus. Proteinprotein virus, terutama E6
dan E7, akan menghambat diferensiasi akhir dengan menstimulasi proliferasi seluler dan sintesis
DNA melalui inhibisi pengaturan siklus sel. Dengan demikian, amplifikasi genom virus akan
ditemukan pada level yang tinggi. Pada lapisan epitelium sebelah atas, terjadi peningkatan level
protein-protein virus untuk replikasi (yaitu E1, E2, E4 dan E5). Selain itu, di dalam sel-sel epitel
yang telah mengalami maturasi, akan dihasilkan protein-protein kapsid yaitu L1 dan L2. Di
dalam sel-sel yang telah berdiferensiasi akhir, DNA virus terbungkus di dalam kapsid virus
(Rautava dan Syrjanen, 2011). Sel-sel tersebut akan menunjukkan ekspresi gen HPV,
menghasilkan progeni virus, dan akan terlepas (shed) dari permukaan epitelium ke lingkungan
rongga mulut (Rautava dan Syrjanen, 2011; Prabhu dan Wilson, 2013).
Pada umumnya infeksi HPV bersifat transien, dimana dalam 1-2 tahun biasanya tubuh
akan membuat infeksi HPV tersebut menjadi clear (resolusi). Akan tetapi pada beberapa kasus,
infeksi tersebut dapat menjadi persisten. DNA HPV yang persisten dapat meningkatkan risiko
transformasi seluler yang awalnya membuat selsel menjadi immortal dan selanjutnya malignansi
Target sel untuk HPV adalah basal sel (Gambar 2), karena masih memiliki kapasitas
proliferasi yang masih tinggi, sehingga dapat mendukung replikasi virus tersebut.18 Pada
mukosa mulut terdapat tempat dimana sel-sel basal langsung terpapar dengan lingkungan luar,
yaitu pada poket periodontal. Poket periodontal merupakan keadaan patologis pada jaringan
periodontal atau jaringan pendukung gigi, yaitu bertambah dalamnya sulkus gusi, melebihi 3
mm, terlihat pada Gambar 7 sehingga diduga tempat ini menjadi reservoir yang ideal bagi
HPV.8,9
Gambar 8. Infeksi HPV pada Epitelium
Sel-sel pada lapisan basal setelah keluar dari siklus sel, akan mulai masuk ke tahap
diferensiasi, ketika ini terjadi pada sel yang telah terinfeksi HPV, maka E6 dan E7 dari HPV
akan menginaktivasi p53 and retinoblastoma protein sel tersebut, sehingga sel memungkinkan
masuk kembali ke siklus sel. Sel ini kembali bermitosis namun telah disisipi materi genetik dari
HPV. Hal ini berjalan seiring dengan perjalanan sel mencapai lapisan paling luar hingga
mengalami deskuamasi. Ketika deskuamasi sel terjadi, virion juga akan keluar ke lingkungan
ekternal.18
Infeksi HPV bersifat laten, tidak terjadi langsung setelah HPV masuk ke dalam sel,
sehingga diperlukan sampel yang mampu menyimpan data biologis rongga mulut yang cukup
lama.8,9,17 Siklus sel di regulasi oleh kompleks cyclin dan cyclin dependent kinase (CDKs). Pada
fase G1 sebelum lanjut ke fase S, terdapat G1 restriction point, pada Gambar 8, digambarkan
dengan bar warna merah.16 Hal ini dikontrol oleh retinoblastoma (RB).
RB pada keadaan tidak aktif berikatan dengan E2F. Protein utama yang terkait dengan
karsinogenesis adalah E6 dan E7. Protein E6 akan berikatan dan mendegradasi p53. Ikatan antara
E6 dan p53 akan menyebabkan p53 kehilangan fungsi sebagai gen tumor supresor yang bekerja
di fase G1. Gen p53 akan menghentikan siklus sel di fase G1, tujuan penghentian siklus sel
adalah agar sel dapat memperbaiki kerusakan sebelum berlanjut ke fase S. Mekanisme kerja p53
adalah dengan menghambat kompleks cdkcyclin yang akan menstimulasi sel memasuki fase
selanjutnya, ketika E6 berikatan dengan p53 akan menyebabkan sel tetap lanjut ke fase
berikutnya, walaupun terjadi kerusakan DNA. Jalur yang digunakan p53 melalui p21 yang akan
melawan aktivitas kompleks cdk-cyclin, karena itu inaktivasi p53 mengakibatkan jalur regulasi
p21 terganggu. Sedangkan E7 akan berikatan dengan pRB. Seharusnya pRB berikatan dengan
E2F. Ikatan pRB-E2F menghambat sel keluar dari fase G1. E2F akan mempengaruhi siklus sel
melalui aktivasi protoonkogen c-myc. Siklus sel yang tidak terkontrol menyebabkan proliferasi
sel yang melebihi batas normal sehingga sel tersebut berubah menjadi sel ganas.11,16,17
Gambar 10. Deregulasi Siklus Sel oleh HPV 16
Mekanisme seluler transformasi malignansi terkait HPV ditunjukkan pada Gambar 2.7
(Rautava dan Syrjanen, 2011). Sebelumnya telah disebutkan bahwa genom HPV dapat dijumpai
dalam bentuk episomal di dalam nukleus sel-sel terinfeksi. Namun demikian, pada beberapa lesi
maupun kanker, genom HPV dapat dijumpai dalam bentuk berintegrasi ke dalam genom host
Integrasi genom HPV ke dalam genom host dapat menimbulkan instabilitas genomik,
akumulasi proses mutasi dan selanjutnya transformasi malignansi. Integrasi yang terjadi akan
menunjukkan peningkatan ekspresi dan stabilisasi transkrip dari E6 dan E7 (Nair dan Pillai,
2005; Prabhu dan Wilson, 2013). Penyimpangan ekspresi gen E6 dan E7 yang terus-menerus
telah dihubungkan dengan kesempatan terjadinya pertumbuhan selektif pada sel host yang
terinfeksi (Rautava dan Syrjanen, 2011). Onkoprotein E6 HPV dapat berinteraksi dengan protein
53, sementara itu, onkoprotein E7 HPV dapat berinteraksi dengan protein retinoblastoma.
Interaksi tersebut akan menyebabkan hilangnya fungsi tumour-suppressor dari p53 dan pRb,
sehingga timbul proliferasi yang tidak terkontrol (Mohan dan Mohan, 2011).
Selain berinteraksi dengan p53 dan pRb, protein-protein virus juga dapat mengaktivasi
cyclin A dan cyclin E serta menginaktivasi CDKIs, sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi
sel lebih lanjut. Protein-protein virus tersebut juga berperan pada mediasi dan degradasi BAX,
yaitu suatu gen pro-apoptotik, sehingga menyebabkan terjadinya inhibisi apoptosis. Selain itu,
terjadinya immortalisasi pada sel-sel target dari host yang mengalami transformasi (Mohan dan
Mohan, 2011).
Transformasi seluler yang diperantarai HPV merupakan suatu keadaan yang kebetulan
terjadi (accidental) dan kejadian akhir yang bukan merupakan bagian dari siklus hidup virus
yang normal. Untuk terjadinya transformasi malignansi pada selsel epitel, dibutuhkan beberapa
tahapan proses yang dapat disertai dengan kofaktor dan karsinogen lainnya (Tabel 2.1) (Rautava
dan Syrjanen, 2011). Pada proses terjadinya kanker mulut, HPV dapat berperan sebagai agen
onkogenik primer.
Namun demikian, HPV juga dapat berperan secara bersinergi dengan beberapa
karsinogen kimiawi seperti alkohol, tembakau dan sirih (betel quid) dalam menyebabkan
Penampilan klinis infeksi HPV oral dapat dilihat dengan pengambilan sampel secara
biopsy oral, bilas mulut, dan cytobrush. Prevalensi infeksi HPV tertinggi didapatkan dari sampel
bilas mulut.19 metode bilas mulut dapat mengumpulkan banyak sel dibandingkan dengan metode
swab atau cytobrush karena bilas mulut dapat mengambil sel dari seluruh permukaan rongga
mulut dan faring, sehingga akan menghasilkan DNA HPV yang lebih banyak.30
Oral warts mungkin tampak seperti kembang kol, berduri, menonjol/timbul atau dengan
permukaan rata, serta tidak menunjukkan gejala. Lokasi yang paling umum adalah mukosa labial
dan bukal. Presentasi klinis yang paling umum adalah lesi datar multifokal menyerupai
3.1.7.1 Usia
Penelitian oleh Frenandez dkk (2013) menemukan hasil positif infeksi HPV lebih banyak
pada kelompok usia yang lebih tinggi.26 Semakin bertambah usia, semakin rentan terinfeksi HPV
oral. Penurunan imunitas tubuh seiring bertambahnya usia menyebabkan HPV sulit dihilangkan
36,37
dan infeksi yang laten dapat aktif kembali. Makin bertambah usia maka makin besar
kemungkinan mereka memiliki jumlah pasangan seks lebih banyak dibandingkan usia muda. Hal
Kajian NAHNES menunjukan prevalensi HPV oral 8 kali lebih tinggi daripada subjek
yang tidak berhubungan seks dan risiko juga berhubungan dengan jumlah pasangan seksual
seumur hidup. Prevalensi infeksi HPV meningkat pada peserta penelitian yang memiliki jumlah
Hubungan seks oral merupakan salah satu cara penyebaran infeksi virus, hubungannya
erat dengan risiko penularan HPV oral. Jumlah pasangan seks oral seumur hidup berhubungan
dengan infeksi HPV oral yang menandakan bahwa seks oral dapat menjadi faktor penting dalam
Dari satu penelitian frekuensi lebih bermakna dibandingkan dengan jumlah pasangan
seks oral seumur hidup. Individu yang melakukan seks orogenital 1 kali atau lebih setiap minggu
dibandingkan dengan yang melakukan orogenital kurang dari 1 kali setiap minggu, memiliki
insidens infeksi HPV yang lebih tinggi. Hubungan seks orogenital dengan frekuensi yang sering
selama 4 bulan terakhir berhubungan bermakna dengan insidens infeksi HPV oral. Frekuensi
seks oral lebih dari 1 kali per minggu akan memiliki kemungkinan mendapatkan infeksi HPV
oral 4 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang melakukan seks oral kurang dari 1 kali
per minggu.17 Pada penelitian lainnya, waktu terakhir melalukan hubungan seks oral dan jumlah
pasangan seks oral dinyatakan tidak memiliki hubungan dengan kejadian infeksi HPV oral.18
Cara berciuman dengan mulut terbuka (french kiss) berhubungan dengan prevalensi
infeksi HPV, sehingga mungkin saja dapat menjadi faktor risiko penularan infeksi. Hal ini
menjadi bahan pemikiran untuk memberikan vaksin HPV pada usia dini karena pada umumnya
usia saat pertama kali berciuman lebih dini jika dibandingkan dengan saat melakukan hubungan
seks oral. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah memang ada hubungan yang bermakna
3.1.7.3 Rokok
Merokok lebih dari atau sama dengan 21 batang sehari menyebabkan prevalensi infeksi
VPH oral lebih tinggi (20,7%) dibandingkan dengan yang tidak merokok (1,1,%). 12 Penelitian
Pickard dkk (2009) memperlihatkan bahwa merokok tidak berhubungan dengan infeksi VPH
oral, tetapi hal ini mungkin disebabkan oleh kelemahan penelitian, yaitu jumlah subjek penelitian
yang merokok hanya sedikit.11, 38 Fernandez dkk (2013) menemukan prevalensi infeksi VPH di
antara perokok sebesar 39%).26 Rokok dapat mengubah suasana mukosa oral dan diperkirakan
berhubungan dengan infeksi VPH melalui pengaruh penekanan pada sistem imun innate dan
adaptive.39-41
3.1.7.4 Konsumsi Alkohol
Pengaruh alkohol dengan infeksi HPV oral masih kontroversial. Di satu sisi dikatakan
konsumsi alkohol dapat mengurangi risiko infeksi HPV oral. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian pada model hewan yang menunjukkan bahwa etanol dapat memecah kapsid virus
Di sisi lain alkohol dapat menurunkan imunitas mukosa oral sehingga akan lebih mudah
terinfeksi HPV. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan antara konsumsi
Pasien HIV lebih berisiko terinfeksi VPH oral; prevalensi pada kelompok HIV lebih
tinggi (40%) dibandingkan tanpa HIV (25%).43 Pasien dengan infeksi HIV memiliki perilaku
seks yang berisiko tinggi sehingga lebih mudah terinfeksi HPV di mukosa oral dan persisten
Penelitian infeksi VPH pada pasien lelaki suka lelaki (LSL) dengan HIV negatif dan HIV
positif memperlihatkan hubungan yang bermakna antara infeksi HPV oral dan infeksi HIV. Pada
penelitian tersebut ditemukan bahwa infeksi HPV oral tidak berhubungan dengan jumlah CD4
dan muatan virus (viral load); hal ini mungkin diakibatkan sebagian besar subjek yang diteliti
memiliki nilai CD4 yang tinggi dan muatan virus yang tidak terdeteksi.30
3.1.7.6 Kesehatan Gigi dan Mulut
Menyikat gigi secara teratur 2 kali sehari dan membersihkan gigi dengan benang (dental
flossing) setiap hari juga mengurangi risiko tertular HPV. Keadaan rongga mulut yang tidak
Manifestasi klinis dan perubahan mikroskopis pada lesi infeksi HPV bergantung pada
lokasi anatomi dan genotipe HPV yang terlibat. Interaksi antara genotipe HPV, respons imun
pejamu, faktor lingkungan, dan pola hidup membuat manifestasi infeksi HPV bervariasi.45
Sistem imun yang rendah mempermudah infeksi HPV dan perjalanan penyakitnya lebih agresif.9
Di mulut, HPV tipe risiko rendah menyebabkan berbagai lesi jinak, yaitu papiloma sel
skuamosa, veruka vulgaris, KA, dan hiperplasia epitel fokal (Heck disease). Selain itu HPV tipe
risiko rendah kadang-kadang juga dapat ditemukan pada lesi prakanker seperti leukoplakia dan
eritroplakia.46, 47 HPV tipe risiko tinggi, terutama HPV 16 dan 18 ditemukan pada lesi epitelial
oral yang ganas dan pada lesi karsinoma sel skuamosa oral.9
Epidemiologi dan riwayat alamiah infeksi HPV pada rongga mulut belum dapat dipastikan.
Nampaknya prevalensi HPV pada rongga mulut jauh lebih rendah dibandingkan infeksi HPV
pada genital, dengan prevalensi sebsar 4.5% pada analisis. Data dari National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan prevalensi HPV memiliki pola bimodal
dengan usia laki-laki dan secara signifikan lebih tinggi pada lakilaki daripada perempuan.
diantara individu berusia 50-64 tahun dan diantara laki-laki. Secara khusus, dicatatkan prevalensi
sebesar 20% pada yang memiliki pasangan seksual lebih dari 20 atau perokok dengan lebih dari
20 batang tiap harinya.24 Kanker kepala dan leher (KKL) terutama meliputi karsinoma sel
Peranan infeksi HPV risiko tinggi dalam etiologi KKL secara bertahap muncul selama
kurun waktu dua dekade terakhir. Selama periode ini, telah dilaporkan peningkatan dalam angka
kejadian kanker orofaringeal diantara laki-laki di negara berpendapatan tinggi walaupun terjadi
penurunan angka kanker-kanker terkait penggunaan rokok yang lain termasuk kanker rongga
mulut.25 Dalam sebuah meta-analisis terakhir, tanpa memperdulikan penanda yang digunakan
dalam deteksi, probabilitas dari KKL non-orofaringeal yang disebabkan oleh HPV adalah lima
kali lebih rendah dibandingkan dengan kanker orofaringeal. Akan tetapi data HPV pada KKL
lain yang lebih jarang sangat terbatas. Penelitian tambahan diperlukan untuk menetapkan
bagaimana infeksi HPV dan rokok dapat mempengaruhi kanker non-orofaringeal.26 Infeksi HPV
Disebut juga sebagai Heck’s disease, penyakit yang jarang ditemukan, merupakan
kelainan jinak pada mukosa mulut yang diinduksi oleh infeksi HPV (Prabhu dan Wilson, 2013;
Rautava dan Syrjanen, 2011). Tampilan klinis berupa nodus di permukaan mukosa mulut,
bertangkai, lunak,multipel. Pada pemeriksaan histopatologi dapat ditemukan koilosit. HPV yang
terlibat bisanya tipe 1, 6, 13, dan 32.21, 48, 49 HPV13 dan HPV32 merupakan tipe HPV yang paling
sering dideteksi pada kelainan ini dibandingkan dengan beberapa tipe lainnya (Neville dkk.,
2016).
Gambar 14. Hiperplasia Epitel Fokal. Beberapa papula pipih dan menyatu pada mukosa bibir
bawah (A-B). Secara mikroskopis, pandangan panoramik menunjukkan akantosis dan
elongasi/perpanjangan yang ireguler dan anastomosis rete ridges
Kelainan ini jarang ditemukan (Rautava dan Syrjanen, 2011). Anak-anak dan remaja
merupakan kelompok umur yang paling sering mengalami kelainan ini. Fokal epitel hiperplasia
sering ditemukan pada beberapa orang dalam suatu keluarga terkait predisposisi genetik (Neville
dkk., 2016; Prabhu dan Wilson, 2013). Human leukocyte antigen beta chain 1*0404 telah
Fokal epitel hiperplasia merupakan kelainan asimtomatik yang paling sering melibatkan
mukosa labial, bukal dan lingual (Prabhu dan Wilson, 2013; Neville dkk., 2016). Namun
demikian, kelainan ini juga dapat ditemukan pada daerah gingiva, palatum, dasar mulut dan
tonsil. Fokal epitel hiperplasia dapat menunjukkan dua variasi klinis yaitu papulonodular dan
papilomatosa. Tipe papulonodular dapat menunjukkan gambaran berupa beberapa papula dan
nodul yang permukaannya licin, berwarna pink, dengan predileksi di mukosa bukal, labial dan
daerah komisura.
Sementara itu, tipe papilomatosa dapat menunjukkan gambaran beberapa lesi nodul yang
pebbly, berwarna putih atau pink pucat pada lidah dan perlekatan gingiva. Baik tipe
papulonodular maupun papilomatosa akan menunjukkan lesi berukuran kecil yaitu 0,1-1,0 cm,
berbatas jelas dan menyatu, menghasilkan gambaran batu kerikil (cobblestone) dan berfisur
(Neville dkk., 2016). Permukaan epitel yang kasar dan kadang-kadang terlihat sebagai akantosis
merupakan hallmark dari fokal epitel hiperplasia. Rete ridges terlihat melebar, menyatu dan
Merupakan tumor/neoplasma jinak pada epitel yang cukup umum ditemukan pada rongga
mulut dan dapat muncul pada usia berapapun namun paling sering ditemukan pada pasien usia
30-40 tahun. Kelainan ini dapat dihubungkan dengan infeksi HPV, terutama yang terlibat
Lesi berupa massa papilari atau verukosa, lesi soliter yang membesar dengan cepat,
berukuran maksimum sekitar 0,5 cm atau kurang dari 1 cm (Gambar 2.8). Kelainan ini dapat
ditemukan sebagai nodul dengan beberapa proyeksi permukaan fingerlike yang menunjukkan
gambaran bunga kol atau wartlike, biasanya eksofitik, bertangkai, lunak dan tidak sakit. Proyeksi
tersebut dapat terlihat tajam ataupun tumpul. Warna lesi tergantung dari keratinisasi mukosa
Pada daerah berkeratin seperti permukaan bibir, gingiva alveolar dan palatum, lesi dapat
terlihat mulai dari berwarna pink sampai putih. Sementara itu, pada permukaan mukosa
nonkeratin, lesi dapat menunjukkan warna pink atau merah (Kerr dan Phelan, 2008). Lokasi
predileksinya ditemukan di lidah. palatum mole, dan bibir, namun dapat juga ditemukan pada
Gambar 15. Papilloma Skuamosa. (A) Pada daerah berkeratin, yaitu mukosa bukal; (B) Pada mukosa
ridge alveolar maksila sebelah kanan; (C) Pada palatum lunak. (Kerr dan Phelan, 2008)
skuamosa berlapis berbentuk proyeksi fingerlike dengan bagian tengahnya terdiri dari jaringan
ikat fibrovaskular. Pada lapisan spinosum, kadangkadang dapat ditemukan gambaran koilosit
Kondiloma akuminatum atau yang juga dikenal dengan venereal wart, merupakan suatu
penyakit menular seksual. Dibandingkan rongga mulut, sebagian besar kasusnya lebih sering
ditemukan pada kulit dan permukaan mukosa anogenital. Di mulut, kondiloma akuminatum
timbul pada lokasi kontak seksual orogenital (Prabhu dan Wilson, 2013).
Di mulut, kondiloma akuminatum lebih sering ditemukan pada daerah mukosa labial,
frenulum lingual dan palatum lunak (Neville dkk, 2016). Kelainan ini dapat terlihat multipel dan
menyatu (Prabhu dan Wilson, 2013). Lesi KA di mukosa mulut berupa nodus putih atau merah
jambu yang berproliferasi dan bersatu membentuk massa lunak bertangkai. Permukaannya
seperti kembang kol. Adanya massa eksofitik dengan proyeksi permukaan yang tumpul dan
pendek, bertangkai, berwarna pink, berbatas jelas dan tidak sakit, merupakan karakteristik dari
Namun demikian, terjadinya koinfeksi dengan HPV risiko tinggi tipe-16 dan tipe-18 juga dapat
ditemukan pada kelainan ini. Kondiloma akuminatum dapat ditemukan pada semua kelompok
usia, namun lebih sering pada kelompok remaja dan dewasa muda. Kondiloma pada anak-anak
dapat dihubungkan dengan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, sementara itu pada bayi
diduga terjadi akibat penularan secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HPV pada daerah genital
jinak dari epitel skuamosa berlapis yang akantotik dengan proyeksi permukaan papilari dan
keratotik. Bagian tengah dari jaringan ikat dapat terlihat sebagai pendukung pada proyeksi
papilari yang terlihat lebih tumpul dan luas dibandingkan dengan gambaran pada papiloma
skuamosa dan veruka vulgaris. Crypts berisi keratin sering dapat ditemukan pada proyeksi-
proyeksi papilari. Selain itu, pada lapisan sel spinosum juga sering ditemukan koilosit (Neville
dkk., 2016).
Gambar 17. Multipel kondiloma akuminatum oral pada labial bagian dalam maksila dan mukosa
bukal
Gambar 18.
Kondiloma
akuminatum oral. Nodul berwarna mawar dengan permukaan seperti kembang kol di dasar mulut
(A). Lesi pada palatum durum (B). Secara mikroskopis dalam pandangan yang luas, terlihat
gambaran akantosis dengan lipatan papiler, parakeratosis dan perpanjangan rete ridges (C, D)
Veruka vulgaris atau yang juga dikenal sebagai wart, merupakan kelainan berupa
hiperplasia pada epitel skuamosa berlapis yang diinduksi oleh HPV. Veruka vulgaris termasuk
lesi yang jinak dan fokal. Dibandingkan dengan beberapa tipe lainnya, HPV2 merupakan tipe
yang paling sering dideteksi pada kelainan ini. Veruka vulgaris dapat menular dan menyebar ke
kulit ataupun mukosa pada bagian tubuh lainnya dari seorang individu melalui autoinokulasi
(Neville dkk., 2016). HPV yang terlibat tipe mukosatropik 6, 11, 16, juga tipe kutan 1, 2, 4, dan
7.21
Veruka vulgaris umumnya timbul di jari, punggung tangan dan kaki, wajah, kelopak mata
serta permukaan mukokutan daerah anogenital. Pada dasarnya, kelainan ini sangat jarang
ditemukan pada daerah mulut (Prabhu dan Wilson, 2013). Kadang-kadang veruka vulgaris dapat
ditemukan di mukosa oral, berupa lesi eksofitik berwarna keputihan, keras, bertangkai. Lesi ini
mengalami hiperkeratinisasi.
Gambar 19.
Di mulut, veruka vulgaris sering ditemukan pada tepi vermilion, mukosa labial atau lidah
anterior. Kelainan ini dapat menunjukkan gambaran berupa papula atau nodul dengan proyeksi
papilari yang tidak sakit ataupun berupa suatu permukaan pebbly yang kasar. Lesi dapat
ditemukan bertangkai. Di kulit dapat menunjukkan lesi berwarna pink, kuning atau putih,
sedangkan di mulut lesi lebih sering ditemukan berwarna putih. Lesi dapat membesar dengan
cepat sehingga mencapai ukuran maksimumnya sekitar <5mm. lesi yang multiple dan
skuamosa berlapis yang hiperkeratotik, berupa proyeksi ke arah luar berbentuk fingerlike dengan
bagian tengahnya terdiri dari jaringan ikat. Pada jaringan ikat pendukung dapat ditemukan
infiltrat sel-sel inflamasi kronik. Rete ridges yang memanjang cenderung berkumpul ke arah
tengah dari lesi sehingga menghasilkan gambaran yang disebut cupping effect. Pada lesi terdapat
keratohialin berkelompok dan tidak beraturan. Selain itu, pada lapisan spinosum superfisial dapat
Etiologi lichen planus di mulut biasanya tidak diketahui, diduga berhubungan dengan
kelainan sistemik seperti diabetes melitus dan sejumlah kelainan imunologis. 49 Maitland dkk
(1987) melaporkan 87% dari hasil biopsi liken planus oral ditemukan DNA HPV. 52 Sejauh ini
HPV yang ditemukan pada lesi liken planus adalah tipe 11 dan 16. 21 Lesi dapat berupa plak
kemerahan, lesi atrofi, erosi, dapat juga bercak dengan pola seperti jala.53
Gambar 20. Lichen planus oral. Gambaran yang paling menonjol adalah striae putih bilateral di mukosa
bukal, dengan beberapa simetri (A-B). Pada gingiva juga dapat terlibat (C-D) (*) dan mungkin
menunjukkan bintik-bintik gejala atrofi yang dikelilingi oleh Wickham striae (panah). Pada saat
mempengaruhi bagian lidah,gambarannya tidak terlalu khas (E-F) sehingga dapat memberi kesan
membingungkan antara lichen planus dengan leukoplakia oral atau lidah perokok. Secara mikroskopis
infiltrat limfositik sub epitel yang kuat pasti ada (C; HE, Objective 10x), karena terkait dengan degenerasi
lapisan basal (D; HE, Objective 20x) dan tidak adanya displasia epitel
f. Karsinoma Verukosa
Karsinoma verukosa merupakan varian dari karsinoma sel skuamosa yang memiliki
karakteristik morfologi dan perjalanan klinis khas di mukosa bukal, gusi, dan alveolus.
Etiopatogenesis berhubungan dengan rokok, alkohol, dan infeksi VPH. Tipe VPH yang terlibat
adalah tipe 6, 11, dan 18. Secara klinis berupa lesi eksofitik, permukaan seperti kembang kol,
Gambar 21. Karsinoma verukosa oral pada mukosa bibir. Gambaran klinis yang khas menunjukkan
nodul sessile indolor dengan permukaan verukosa putih (A, B). Eksisi bedah dilakukan menghasilkan
hasil estetika dan fungsional (C) yang sangat baik. Secara mikroskopis, hiperkeratosis jelas diamati,
dengan akantosis dan invasi epitel untuk mendorong sel menuju perbatasan stroma (D). Atypia epitel
paling sedikit terlihat bersama dengan infiltrat limfositik yang tebal (E).
g. Oral leukoplakia
Lesi berupa bercak atau plak putih, secara histopatologis menunjukkan adanya perubahan
epitel yang bervariasi, mulai dari hiperplasia epitel dengan hiperkeratosis sampai dengan
displasia epitel.21 Lesi kanker sering kali tumbuh di daerah mukosa mulut dengan leukoplakia,
oleh karena itu lesi ini disebut sebagai lesi pra kanker. Maitland dkk (1987) menjelaskan VPH
ditemukan pada lesi leukoplakia oral dan lichen planus oral, keduanya memiliki kecenderungan
berubah menjadi ganas.52 Lind dkk (1986) melaporkan 7 dari 13 leukoplakia dengan VPH positif
Gambar 22. Leukoplakia oral (OL). OL yang terletak di lateral (A-B) dan ventral lidah menunjukkan
risiko lebih tinggi untuk transformasi/berubah menjadi maligna/ganas. Lesi ini mungkin berwarna putih
homogen (A), atau terkait dengan ulser (B). Lokasi umum lainnya adalah gingiva (C-D), dasar mulut (E)
dan tulang alveolar (F) dan penyebab traumatis atau hubungan dengan kandidiasis harus disingkirkan
sebelum biopsi. Leukoplakia secara mikroskopis hanya dapat menunjukkan hiperplasia epitel dengan
akantosis dan hiperparakeratosis (G; HE, Objective 4x), tanpa displasia (H; HE, Objective 20x). Dalam
hal ini infiltrat inflamasi jarang terjadi.
Lesi oral hairy leukoplakia kadang-kadang dapat ditemukan pada orang terinfeksi HIV.
Secara klinis lesi ini berupa bercak putih, seringkali lebih tinggi dari permukaan sekitar,
ditemukan di tepi lateral dan dorsum lidah, dengan distribusi bilateral. Lesi ini lebih sering
dihubungkan dengan epsteinbarr virus, namun VPH juga pernah ditemukan di mukosa oral
Saat ini VPH dihubungkan dengan keganasan di rongga mulut, namun demikian
hubungan di antara keduanya tidak selalu konsisten. Lain halnya dengan kanker serviks yang
memang selalu berhubungan dengan VPH. Prevalensi infeksi VPH pada karsinoma sel skuamosa
Gambar 23.
Tatalaksana ditentukan berdasarkan jumlah, ukuran, dan lokasi lesi, harapan pasien,
biaya, dan ketersediaan alat. Eksisi bedah dipilih untuk jumlah lesi yang sedikit, terutama jika
biopsi pada lesi diperlukan. Pilihan terapi lainnya dapat menggunakan bahan keratolitik dengan
destruksi sel seperti asam triklorasetat 40-90%, podofilin 25%, 5 fluorouracil, dan imiquimod.
Tindakan untuk menghilangkan lesi dapat juga menggunakan laser, kauterisasi, dan
krioterapi. Tindakan laser untuk lesi bertangkai, dilakukan dengan cara eksisi dengan sinar laser
pada bagian tangkai lalu tepi-tepi lesi diablasi. Lesi ganas atau prakanker dibedah dengan wide
margin. Meskipun sudah dilakukan tindakan eksisi dengan tepi bebas sel ganas, rekurensi tetap
dapat terjadi.
Sebagian kasus keganasan perlu dikombinasi dengan radioterapi. Tatalaksana pada pasien
imunokompremais lebih sulit, lesi biasanya dalam jumlah banyak dan tidak mungkin untuk
dilakukan eksisi bedah. Obat antiretroviral dapat membantu proses penyembuhan pada beberapa
kasus.
Laser juga dapat dipilih untuk kasus pasien HIV.56Pengobatan mungkin diperlukan
untuk pasien dengan beberapa lesi, dengan menggunakan agen topikal dan sistemik dan berbagai
pendekatan bedah dapat dilihat pada (Tabel 3). Biasanya pengobatan topikal dengan resin
Infeksi HPV lebih banyak dan lebih menetap pada penderita HIV. Walaupun pemberian
menerima ARV (Study to Understand the Natural History of HIV atau SUN), infeksi HPV pada
anus dan serviks sangat prevalen, dengan angka masing-masing 90% dan 83%. Tingginya
temuan ini diperkirakan juga disebabkan oleh peningkatan metodologi PCR dalam mendeteksi.
Penting untuk dicatat bahwa prevalensi HPV pada anus lebih tinggi dibandingkan pada
serviks. Pada individu terinfeksi HIV, rendahnya kadar CD4 berhubungan dengan bertambah
tingginya resiko infeksi HPV onkogenik dan nononkogenik penyerta. Pada sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Tugizov dan rekan, sel epitel oral dan serviks pada penderita sehat apabila
dilekatkan dengan protein HIV (tat dan gp120) dan sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel-sel
yang terinfeksi HIV (TNF-α dan IFN-γ) menginduksi taut epitel dan meningkatkan potensi
penetrasi HPV pada sel epitel basal yang merupakan lokasi target dari HPV.27
tidaklah mengejutkan bahwa abnormalitas sitologi dan kanker yang berhubungan dengan HPV
tetap tinggi. Koinfeksi dengan HIV dan HPV meningkatkan resiko kanker terkait HPV, seperti
peningkatan replikasi HPV dan semakin lamanya persistensi. 2 Pada pasienpasien dengan KA,
imunosupresi dihubungkan dengan kondiloma yang lebih besar (giant) dan resisten terhadap KA
pada pasien dengan infeksi HIV, mendapatkan pengobatan imunosupresi, atau diabetes.20
Infeksi HPV meningkatkan risiko seseorang untuk terinfeksi HIV. Sebuah kajian
sistematis dan meta-analisis yang dilakukan oleh Houlihan dan rekan melaporkan bahwa risiko
terinfeksi HIV meningkat dua kali lipat ketika seseorang telah terinfeksi oleh HPV dengan
genotipe apapun sebelumnya.28 Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Chin-Hong
dan rekan yang melaporkan bahwa infeksi HPV pada anus berhubungan dengan peningkatan
risiko terinfeksi HIV pada populasi laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL)
walaupun telah dilakukan penyesuaian dengan faktor perancu lainnya seperti aktifitas seksual.29
Saat ini sudah banyak metode pemberian antiretrovirus yang dilakukan, dengan
efektivitas obat terhadap penurunan jumlah virus dan mencegah terjadinya resistensi.
replikasi virus secara maksimal dan terus-menerus, yang akan berakibat langsung
ataupun tidak langsung pada pemulihan dan atau memelihara fungsi kekebalan tubuh,
perbaikan kualitas hidup penderita HIV, penurunan angka kesakitan dan kematian yang
Saat Memulai Terapi ARV Sebelum memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan
pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.
Hal tersebut bertujuan untukmenentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi
pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang
stadium klinisnya
3) Terapi ARV juga dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil
1) Obat harus diminum seumur hidup. Jika berhenti minum obat, akan menjadi sakit lagi
melakukan sex yang aman dan tidak menggunakan jarum suntik yang terinfeksi secara
bergantian
1) Jika lupa minum obat lebih dari 3x dalam sebulan virus cepat menjadi resisten
3) Jika lupa atau terlambat minum obat kurang dari 3 jam, minum obat saat itu juga
4) Bila lebih dari 3 jam maka jangan minum dosis ganda pada pemberian
11) Harus menerapkan pola hidup sehat Selama mendapat ART, harus dilakukan
penilaian klinis dan laboratorium yaitu dengan monitoring respon ARV yang
bertujuan untuk mencari tanda atau gejala toksisitas ARV, mencari infeksi
oportunistik atau penyakit penyerta lain, menilai kepatuhan berobat dan melihat
PEMBAHASAN
Hiperplasia epitel fokal dan oral kondiloma akuminata memiliki gambaran klinis dan
histopatologis yang serupa. Keduanya disebabkan oleh HPV risiko rendah, dengan kondiloma
yang lebih sering dikaitkan dengan HPV-6 dan HPV-11, meskipun beberapa jenis lain (termasuk
HPV-32 dan HPV lainnya yang memiliki resiko tinggi lebih jarang) telah dijelaskan dalam lesi
ini4,8, 9.
komplikasi klinis yang signifikan pada pasien yang terinfeksi HIV, yang sistem kekebalannya
meningkat dengan cepat. Hal ini merupakan kondisi paradoksal yang terkait dengan infeksi
oportunistik yang diobati sebelumnya dan muncul kembali setelah pemulihan kekebalan/imun
yang dihasilkan dari terapi antiretroviral. Kondisi ini terjadi ketika infeksi oportunistik yang
mendasari atau tidak diobati menginduksi sistem kekebalan/imun yang pulih untuk bereaksi
jelas, tetapi beberapa faktor penting terkait dengan kemunculannya, seperti pemulihan kekebalan
yang cepat setelah memulai ART dan / atau penurunan viral load yang cepat. Selain faktor-
faktor ini, diagnosis juga didasarkan pada hubungan antara awal terapi antiretroviral, munculnya
penyakit (dalam waktu sekitar 3 bulan) dan perjalanan klinis infeksi oportunistik10
Kebanyakan infeksi HPV adalah transien, dan tidak jelas apakah virus dihilangkan oleh
BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan kasus ini, mungkin dapat dikaitkan dengan SIR, karena pasien mengalami
peningkatan yang luar biasa dalam respon imun empat bulan setelah ART mengingat gambaran
klinis lesi yang tidak biasa yang disebabkan oleh HPV. Tidak ada pendapat dalam literatur
Namun, karena viral load HPV jauh lebih tinggi pada pasien HPV-32 dan beberapa lesi
oral11, maka wajar untuk berpikiran bahwa penggunaan obat yang bertindak secara lokal dan
sistemik akan menjadi pilihan terbaik dalam kasus proliferasi virus. Anti-mitosis (mis.
Cidofovir) dan agen imunemodulasi (mis. Imiquimod, interferon, dan siklofosfamid) 6 telah dapat
digunakan dengan hasil yang baik. Pengobatan dengan obat-obatan ini dibuang karena biayanya
ditangani, dengan eksisi bedah menjadi pengobatan pilihan. Ketika lesi ini mempengaruhi pasien
yang memiliki defisiensi imunologis, seseorang harus melakukan intervensi sesegera mungkin
untuk mencegahnya menjadi luas, sehingga sulit untuk memilih perawatan yang efektif. Di sisi
lain, penting untuk menekankan bahwa perawatan harus dipilih berdasarkan kekhasan pasien
(mis. Kemungkinan untuk mematuhi pengobatan) dan ketersediaan obat-obatan. Selain diagnosis
yang akurat, penting untuk menyelidiki sub-tipe HPV yang ada pada pasien untuk prognosis dan
manajemen lesi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Glick M, 2015. Burket’s Oral Medicine. 12th ed, USA: People’s Medical Publishing House,
p. 137-139
3. Syrjänen S. Human papillomavirus infections and oral tumors. Med Microbiol Immunol.
2003;192:123-8.
2015;42:1172-5.
5. Scheinfeld N, Lehman DS. An evidence-based review of medical and surgical treatments of
6. Ramírez-Fort MK, Au SC, Javed SA, Loo DS. Management of cutaneous human
trichloroacetic acid for Vale et al. Page 4 of 4 Rev Inst Med Trop São Paulo.
2018;66:47-9.
8. Khanal S, Cole ET, Joh J, Ghim SJ, Jenson Ab, Rai SN, et al. Human papillomavirus
demographic presentation. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol.
2015;120:733-43.
9. Syrjänen SM, Syrjänen KJ, Happonen RP, Lamberg MA. In situ DNA hybridization analysis
10. Martin-Blondel G, Mars LT, Liblau RS. Pathogenesis of the immune reconstitution
20.
13. Mn
14. Ns
15. Ns
16. Leemans CR, Braakhuis BJM, Brakenhoff RH. The molecular biology of head and neck
19. Newman MG, Klokkevold PR, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s clinical periodontology.
2015
20. Gormley RH, Kovarik CL. Human papillomavirus-related genital disease in the
21. Winer RL, Hughes JP, Feng Q, et al. Early natural history of incident, type-specific human
types, HPV persistence, and risk of squamous cell carcinoma of the cervix. Cancer
and other novel options for cervical cancer screening in developed and developing
24. Gillison ML, Broutian T, Pickard RK, et al. Prevalence of oral HPV infection in the United
25. Chaturvedi AK, Anderson WF, Lortet-Tieulent J, et al. Worldwide trends in incidence rates
26. Shiboski CH, Lee A, Chen H, Webster-Cyriaque J, Seaman T, Landovitz RJ, et al. Human
papillomavirus infection in the oral cavity of HIV patients is not reduced by initiating
28. Houlihan CF, Larke NL, WatsonJones D, et al. Human papillomavirus infection and
2012;26(17):2211-2222.
29. Chin-Hong PV, Husnik M, Cranston RD, et al. Anal human papillomavirus infection is
associated with HIV acquisition in men who have sex with men. AIDS.
2009;23(9):1135-1142.
30. Mooij SH, Boot HJ, Speksnijder AG, et al. Oral human papillomavirus infection in HIV-