Metastasis ke Gingiva
Metastasis ke daerah mulut jarang terjadi dan biasanya dikaitkan dengan penyebaran
penyakit metastasis yang luas. Metastasis tulang adalah yang paling mungkin terjadi,
terutama ke mandibula, tetapi metastasis jaringan lunak juga dapat terjadi, dan dalam
kasus ini, mukosa gingiva merupakan daerah mukosa mulut yang paling umum dapat
terkena (Allon et al., 2014). Sebuah hubungan telah diketahui antara metastasis gingiva
dan adanya gigi-gigi, yang mengarah pada pendapat bahwa sitokin yang berhubungan
metastasis gingiva adalah pembengkakan yang terasa nyeri, dengan atau tanpa adanya
ulserasi permukaan, yang ukurannya bertambah dengan cepat. Jika terkena tulang dan
lesi terletak di sekitar nervus alveolaris inferior, maka dapat terjadi parestesia atau
gambaran radiolusen dengan margin yang tidak jelas. Pada laki-laki, daerah utama yang
paling umum yang bermetastasis ke daerah mulut adalah paru-paru, ginjal, hati, dan
payudara, organ genital perempuan, ginjal, dan kolorektal (Hirshberg et al., 2014).
Lesi gingiva mungkin bersifat lokal dan sederhana atau mungkin merupakan indikasi
penyakit lokal atau sistemik yang parah. Dengan mengetahui tanda-tanda dan/atau
gejala patologi gingiva, maka dapat ditentukan penatalaksanaan yang tepat dan segera
untuk pasien. Pengamatan klinis yang teliti akan terus menjadi hal penting bagi
dapat berubah. Biopsi lesi untuk histopatologi yang konvensional tetap menjadi baku
emas (gold standard) untuk sebagian besar diagnosis, tetapi hal ini sering dijelaskan
suatu biofluid mulai dipahami, tetapi teknologi yang hemat biaya yang dapat diandalkan
belum tersedia. Signifikansi dan dampak klinis dari susunan klasifikasi yang baru tahun
2017 untuk penyakit dan kondisi periodontal dan peri-implant (Caton et al., 2018)
Abstrak
Lesi berpigmen pada mukosa mulut dijumpai secara rutin dalam praktik klinis. Penyedia
layanan kesehatan mulut harus menilai beberapa parameter yang terkait dengan lesi
berpigmen, seperti lokasi, bentuk, warna, dan ukuran. Etiologi lesi berpigmen dapat
dikaitkan dengan fenomena lokal dan/atau terkait dengan gangguan sistemik yang
hati karena lesi-lesi ini mencakup spektrum patologi klinis, mulai dari jinak (benign)
hingga ganas (malignant). Dokter harus mengetahui riwayat medis menyeluruh dan
melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai pada pasien dengan lesi berpigmen untuk
umumnya berhubungan dengan jenis lesi ini. Jika dicurigai adanya kelainan sistemik,
pasien harus segera dirujuk ke penyedia layanan kesehatan yang sesuai untuk evaluasi
dan tatalaksana lebih lanjut. Perawatan dari multidisiplin sering diperlukan untuk
penatalaksanaan pasien secara efektif dengan kondisi ini. Bab ini menjelaskan
pandangan modern tentang lesi berpigmen pada mukosa mulut dan berfungsi sebagai
Kata Kunci: mukosa mulut, pigmentasi, melanin, fokal, multifokal, difus, sistemik,
genetik, eksogen
PENDAHULUAN
Membran mukosa yang melapisi rongga mulut adalah tidak berwarna sama dan
tergantung pada lokasi anatomi tertentu; jaringan yang sehat umumnya berkisar dari
warna putih hingga merah-keunguan. Hal ini disebabkan oleh hubungan dari berbagai
jaringan yang membentuk lapisan mukosa, termasuk ada atau tidaknya keratin pada
epitel permukaan, lokasi dan adanya struktur vaskular dalam stroma, adanya adiposit,
dan kurangnya pigmentasi melanin dalam lapisan sel basal dari epitel. Penumpukan
pigmen, apakah fisiologis atau patologis, atau dikaitkan dengan substansi endogen atau
eksogen, akan memberikan perubahan warna yaitu abu-abu, biru, cokelat dan/atau hitam
pada mukosa mulut. Sumber pigmentasi endogen yang paling umum adalah melanin,
dengan lesi berpigmen, seperti lokasi, bentuk, warna, dan ukuran, harus dinilai agar
dokter dapat mengevaluasi dan menatalaksana kondisi tersebut dengan tepat, karena
patologi lesi berpigmen berkisar dari jinak ke ganas. Dokter harus mengetahui riwayat
kesehatan, keluarga, dan sosial yang menyeluruh, serta melakukan pemeriksaan fisik
yang sesuai bagi pasien dengan lesi berpigmen, untuk mengidentifikasi kemungkinan
dengan jenis lesi ini. Jika dicurigai adanya kelainan sistemik, pasien harus segera
dirujuk ke penyedia layanan kesehatan yang sesuai untuk evaluasi dan tatalaksa lebih
secara efektif dengan kondisi ini. Bab ini menjelaskan pandangan modern tentang lesi
berpigmen pada mukosa mulut yang berpusat pada hubungannya dengan melanin dan
akan dijelaskan tentang keadaan dengan pigmentasi fokal, multifokal atau difus, serta
pigmentasi yang berhubungan dengan gangguan sistemik atau genetik, dan penyebab
a. Freckle/ ephelis
b. Makula melanotik oral/ labial
c. Melanoakantoma oral
d. Melanocytic nevus
e. Melanoma maligna
II. Keadaan-keadaan dengan pigmentasi multifokal/ difus
a. Pigmentasi fisiologis
b. Drug-induced melanosis
c. Smoker’s melanosis
d. Hiperpigmentasi post inflamasi
e. Pigmentasi Laugier-Hunziker
III. Pigmentasi yang berhubungan dengan gangguan sistemik atau genetik
Melanosit berasal dari sel krista neuralis dan terletak di lapisan epitel basal membran
mukosa skuamosa (Meleti et al., 2008). Fungsi melanosit tidak sepenuhnya dapat
dipahami, tetapi melanin yang dihasilkan oleh sel-sel ini mengabsorpsi sinar ultraviolet,
menangkap spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species), dan menentukan warna
kulit, rambut, dan mata (Meleti et al., 2008; Feller et al., 2014a, b). Melanosit oral
secara reguler dipisahkan antara keratinosit basal, dan melanin dari melanosit dibawa
dan ditransmisikan ke sel epitel melalui migrasi dendritik dari melanosom (vesikel yang
mengandung melanin). Rasio melanosit terhadap keratinosit dalam lapisan epitel basal
berkisar antara 1:10 hingga 1:15 (Feller et al. 2014a, b). Dua jenis melanin yang
melanin ini, dengan proporsi eumelanin dan feomelanin ditentukan secara genetik
(Feller et al., 2014a, b). Tidak ada perbedaan numerik atau struktural dalam melanosit
oral antara individu yang berkulit terang dan berkulit gelap, kecuali bahwa melanosom
lebih besar dan lebih banyak pada yang berkulit gelap (Feller et al., 2014a, b). Beberapa
faktor yang kemungkinan menentukan warna mukosa intraoral, meliputi jumlah dan
melanosom; perbedaan jenis melanin; dan efek pelapisan (masking effect) dari epitel
PIGMENTASI FOKAL
Freckle/ Ephelis
Epidemiologi
wajah dan perioral. Mereka biasanya berkembang selama dekade pertama kehidupan
dan lebih sering terjadi pada individu yang berkulit terang dengan rambut pirang atau
merah (Gaeta et al., 2002; Hatch, 2005). Tidak ada predileksi jenis kelamin, serta
intensitas warna dan frekuensi dari freckle biasanya menurun setelah remaja (Gaeta et
Etiologi
al., 2001).
Patofisiologi
jumlah melanosit dan menjadi lebih jelas setelah paparan sinar matahari. Mereka juga
berhubungan erat dengan riwayat terpapar sinar matahari (sunburn) yang simtomatis
atau bulat, berukuran antara 1 dan 3 mm pada permukaan kulit yang terpapar sinar
matahari (Gaeta et al., 2002; Hatch, 2005) (Gambar 1). Mereka secara reguler berbatas
tegas, tidak terangkat di atas permukaan kulit, dan tidak menunjukkan gejala (Gaeta et
al., 2002; Hatch, 2005). Mereka sering timbul pada kulit perioral dan batas vermillion
bibir dengan peningkatan frekuensi pada bibir bawah (Hatch, 2005). Meskipun banyak
individu memiliki kurang dari sepuluh lesi, karena variabilitas yang besar dalam jumlah
lesi yang timbul, beberapa mungkin memiliki ratusan freckle (Gaeta et al., 2002; Hatch,
2005). Secara histopatologis, freckle menunjukkan penumpukan melanin yang
melimpah pada lapisan sel basal dari epidermis tanpa pemanjangan rete ridge (Hatch,
2005).
Penatalaksanaan pasien
kanak atau remaja (Hatch, 2005). Tabir surya (sun screen) dapat membantu mencegah
lesi yang ada menjadi lebih gelap dan mencegah munculnya lesi yang baru (Bliss et al.,
peningkatan risiko terhadap cutaneous melanoma yang sporadis (Pasquali et al., 2015).
Epidemiologi
Makula melanotik merupakan suatu lesi berpigmen jinak yang dapat terjadi pada
permukaan mukosa intraoral (makula melanotik oral) atau pada bibir (makula melanotik
labial) (Tarakji et al., 2014). Mereka dianggap sebagai lesi mukosa mulut yang paling
umum berasal dari melanositik dan juga disebut melanosis fokal (Alawi, 2013; Muller,
2010). Makula melanotik oral/ labial muncul hingga 3% dari populasi, biasanya diamati
pada pasien pada dekade keempat dan kelima, dan memiliki predileksi pada perempuan
dengan perbandingan 2:1 (Hatch, 2005; Meleti et al., 2008; Muller, 2010).
Etiologi
Etiologi makula melanotik oral/ labial belum ditentukan secara pasti, tetapi dapat
Patofisiologi
Makula melanotik oral/ labial disebabkan oleh peningkatan produksi dan penumpukan
melanin dalam lapisan sel basal, lamina propria, atau keduanya (Meleti et al., 2008).
Etiologi lesi ini tidak jelas; namun, paparan sinar matahari tampaknya tidak menjadi
faktor pencetus.
Makula melanotik oral/ labial merupakan lesi soliter yang berbatas jelas yang biasanya
berdiameter kurang dari 1 cm (Alawi, 2013; Kauzman et al., 2004). Mereka secara
uniform berwarna tan hingga cokelat gelap, berbentuk bulat atau oval, dan tanpa gejala
(Kaugars et al., 1993; Shenetal, 2011). Secara keseluruhan, makula melanotik labial
merupakan jenis makula yang paling umum dijumpai yang mengenai batas vermillion
bibir bawah secara dominan (Kaugars et al. 1993; Shenetal. 2011). Berbeda
dengan freckle, makula melanotik labial tidak berubah menjadi gelap setelah terpapar
sinar matahari (Lim et al., 2014; Meletietal, 2008). Makula melanotik oral dapat muncul
pada permukaan apa saja tetapi paling sering terlihat pada mukosa buccal, gingiva, dan
palatum (Kauzman et al., 2004) (Gambar 2, 3, 4, dan 5a, b). Lesi intraoral sering lebih
besar daripada yang terletak di bibir (Meleti et al., 2008). Analisis histopatologi makula
melanotik menunjukkan peningkatan melanin pada lapisan basal dan parabasal dari
melanosit (Kaugars et al., 1993; Shenetal, 2011) (Gambar 6). Melanin juga dapat
diamati dalam melanofag atau mungkin bebas (inkontinensia) dalam jaringan ikat
subepitel, dan lesi ini biasanya tidak menunjukkan rete ridge yang memanjang (Alawi,
2013).
Gambar 2. Makula melanotik gingiva yang terbukti melalui biopsi dan muncul
sebagai lesi berpigmen berwarna cokelat yang mengenai interdental gingiva
antara gigi 41 dan 42
Gambar 3. Makula melanotik yang terbukti melalui biopsi dan muncul sebagai lesi
berpigmen berwarna cokelat yang ireguler di sepanjang alveolar ridge edentulous
mandibula
Gambar 4. Makula melanotik terbukti melalui biopsi dan muncul sebagai lesi
berwarna cokelat redup pada lunak sebelah kanan
Penatalaksanaan pasien
Makula melanotik oral/ labial dianggap lesi jinak yang tidak berpotensi menjadi ganas
(Kauzman et al., 2004). Karena melanoma maligna dini mungkin memiliki gambaran
klinis yang serupa dan menunjukkan tempat predileksinya di mukosa dan palatum
alveolar maksila, sangat disarankan untuk melakukan biopsi eksisi terhadap dugaan
Melanoakantoma Oral
Melanoakantoma oral merupakan lesi melanositik jinak yang paling sering dijumpai
pada perempuan berkulit gelap antara usia 30 dan 50 tahun (Arava-Parastatidis et al.,
2011). Kondisi ini telah dilaporkan pada populasi Hispanik, Asia, dan Kaukasia dan
2011).
Etiologi
Etiologi melanoakantoma oral tidak diketahui (Gondak et al., 2012; Muller, 2010).
Patofisiologi
dengan cepat yang dapat berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter
(Alawi, 2013; Arava-Parastatidis et al., 2011) (Gambar 7). Lesi biasanya berwarna
Melanoakantoma oral biasanya bermanifestasi sebagai lesi soliter, tetapi lesi multifokal
sering dijumpai pada mukosa buccal kemudian diikuti oleh palatum, bibir, gingiva, dan
lidah, dan dapat muncul secara unilateral atau bilateral (Alawi, 2013; Arava-
Parastatidis et al., 2011). Kondisi ini terutama tanpa gejala; namun, beberapa pasien
melaporkan adanya rasa sensasi terbakar dan/atau pruritus yang berhubungan dengan
sepanjang lesi epitel (Alawi, 2013) (Gambar 8). Infiltrat inflamasi ringan hingga sedang
yang terdiri dari limfosit dan kadang-kadang eosinofil dijumpai pada jaringan ikat yang
Penatalaksanaan pasien
dapat dipertimbangkan dalam diagnosis banding dari lesi ini karena gambaran klinisnya
yang buruk (Alawi, 2013). Penyembuhan spontan melanoakantoma oral telah dijumpai
setelah biopsi, dan kekambuhan lesi ini jarang terjadi (Alawi, 2013; Arava-
Melanocytic Nevus
Epidemiologi
Melanocytic nevi, biasa disebut sebagai "moles," mewakili sekelompok tumor jinak
yang berkembang karena pertumbuhan dan proliferasi melanositik (Alawi, 2013; Hatch,
masa anak-anak dengan sebagian besar lesi kulit muncul sebelum usia 35 tahun
(Marangon Junior et al., 2015). Selain itu, individu Kaukasia cenderung lebih sering
timbul lesi kulit daripada individu berkulit hitam atau Asia (Marangon Junior et al.,
nevus sering dijumpai pada dekade ketiga hingga keempat kehidupan, dan sementara
jumlah total nevus cenderung lebih tinggi pada laki-laki, oral melanocytic nevus lebih
lingkungan dan genetik yang diduga berperan dalam perkembangan lesi kulit (Alawi,
2013; Muller, 2010). Paparan sinar matahari merupakan faktor lingkungan yang
dan aktif dalam protoonkogen BRAF, HRAS, dan NRAS (Alawi, 2013; Meleti et al.,
2008). Masih belum jelas apakah mutasi yang sama terlibat sebagai etiologi oral
Patofisiologi
perkembangan walaupun tidak semua nevi melewati setiap tahap (Meleti et al., 2008).
berbeda (Alawi, 2013). Proliferasi melanosit dapat dipertimbangkan dalam tiga fase
sehingga semua sel yang tersisa terletak di dalam kompartemen subepitel (intramucosal
nevi) (Meleti et al., 2008). Blue nevi merupakan lesi melanositik yang biasanya tampak
biru keabu-abuan hingga biru kehitaman dan merupakan 35% dari semua oral
nevi (Pinto et al., 2003). Mereka dikategorikan ke dalam tipe yang umum dan tipe
seluler yang lebih jarang dijumpai, dan sementara masing-masing memiliki gambaran
karakteristik histopatologis yang khas, kedua tipe tersebut mempunyai partikel melanin
jauh ke permukaan sehingga cahaya yang dipantulkan tampak berwarna biru bagi
dengan diameter kurang dari 6 mm dengan warna cokelat atau biru (Alawi,
2013). Compound nevi dapat berupa makula atau sedikit lebih tinggi, lunak dengan
nevi tidak memiliki karakteristik klinis yang berbeda; namun, mereka biasanya tanpa
gejala, soliter, berbatas tegas, berukuran kurang dari 1 cm, berbentuk makula atau
nodular, dan berwarna cokelat atau biru (Alawi, 2013) (Gambar 9 dan 10). Penting
untuk diketahui bahwa hingga 15% dari oral nevi mungkin tidak menunjukkan bukti
pigmentasi klinis (Alawi, 2013; Muller 2010). Permukaan intraoral yang paling sering
terkena adalah palatum keras, mukosa buccal dan labial, dan gingiva (Alawi, 2013;
membentuk sarang dengan berbagai ukuran, sementara beberapa sel nevus masih
dari lapisan epitel dan hanya ditemukan di jaringan ikat (Alawi 2013) (Gambar 11 dan
proliferasi submukosa dari melanosit yang baik itu berbentuk spindel dan besar, bulat,
Penatalaksanaan pasien
Pengobatan lesi kulit biasanya tidak diindikasikan, kecuali jika terdapat kekhawatiran
terhadap kosmetik dan terdapat kemungkinan untuk penyembuhan lesi dengan usia
risiko melanoma sekitar empat hingga lima kali lipat (Lim et al., 2014). Secara
rendah, dan bukti saat ini tidak menunjukkan bahwa oral melanocytic nevi adalah
Melanoma Maligna
Epidemiologi
Melanoma maligna merupakan suatu neoplasma yang berasal dari melanositik dengan
sebagian besar kasus terjadi pada kulit. Walaupun kejadian melanoma maligna lebih
mengakibatkan sebagian besar kematian akibat kanker kulit (Lee et al. 2017).
Melanoma maligna paling umum terjadi di antara populasi berkulit putih yang tinggal di
tertinggi terjadi di Selandia Baru, Australia, dan Amerika Serikat (Jiang et al., 2015).
seluruh kanker baru dan 1,7% dari seluruh kematian yang berhubungan dengan kanker
di Amerika Serikat (Gandhi dan Kampp, 2015). Insiden melanoma maligna di negara-
negara Eropa sangat bervariasi yaitu sekitar 2 hingga 20 kasus yang didiagnosis per
100.000 setiap tahun (Jiang et al., 2015). Insiden melanoma maligna di Asia, Afrika,
dan Amerika Tengah dan Selatan dianggap rendah; namun, keseluruhan kejadian
internasional dari melanoma maligna terlihat terus meningkat (Jiang et al., 2015). Usia
maligna meningkat dengan bertambahnya usia, dan mencapai puncak antara usia 80 dan
84 tahun (Gandhi dan Kampp, 2015). Secara keseluruhan, predileksi untuk melanoma
maligna adalah pada laki-laki, tetapi insiden meningkat pada perempuan yang lebih
muda dari usia subur (Lim et al., 2014). Prognosis melanoma maligna tergantung pada
masing-masing yaitu kedalaman invasi, ketebalan lesi, dan stadium penyakit saat
didiagnosis menggunakan sistem Clark, klasifikasi Breslow, dan kriteria stadium tumor
node metastasis (TNM) (Lim et al., 2014). Lesi yang lebih tebal dan penyakit stadium
lanjut memiliki tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun yang jauh lebih rendah, dan
Melanoma maligna oral terjadi jauh lebih jarang daripada yang terjadi di kulit;
dimana hal tersebut terdiri dari kurang dari 1% dari seluruh melanoma maligna di
Amerika Serikat dan 0,26% dari seluruh kanker rongga mulut di seluruh dunia
(Hashemi Pour 2008). Data menunjukkan melanoma maligna oral dapat terjadi lebih
sering di negara-negara tertentu, seperti Jepang dan Uganda, dan ras berkulit gelap
memiliki insiden relatif melanoma maligna oral yang lebih besar dan tingkat kematian
yang lebih tinggi terkait dengan kondisi ini (Tarakji et al., 2014). Secara umum,
melanoma maligna oral terjadi dengan frekuensi yang sedikit lebih tinggi pada laki-laki
dan umumnya muncul setelah usia 50 tahun dengan usia puncak diagnosis adalah antara
usia 65 dan 79 tahun (Alawi, 2013; Femiano et al., 2008). Tidak seperti melanoma
prognosis melanoma maligna oral (Alawi 2013). Melanoma maligna oral dikaitkan
dengan prognosis yang sangat buruk; dimana tingkat kelangsungan hidup selama 5
tahun berkisar antara 5% dan 50% dengan cluster yang besar pada 10-25% (Femiano et
al., 2008). Kurang dari 10% pasien dengan metastasis jauh dapat bertahan lebih dari 5
tahun, dan tingkat kelangsungan hidup selama 10 tahun telah dilaporkan sebesar 0%
Etiologi
Walaupun penyebab melanoma maligna belum jelas; namun, beberapa faktor risiko
melanoma maligna di kulit, dengan radiasi ultraviolet, terutama tipe ultraviolet A, yang
paling terkait dengan tumorigenesis dan perkembangan penyakit (Lim et al. 2014). Pada
populasi yang berkulit terang, sumber utama nonsolar dari paparan sinar ultraviolet
dengan risiko melanoma maligna dimana sekitar 10% melanoma maligna terjadi
pada cluster keluarga (Lim et al., 2014). Mutasi telah diidentifikasi dalam dua gen yang
kromosom 12q14 (Lim et al., 2014). Gen MC1R telah diidentifikasi sebagai gen
melanoma maligna yang rentan dengan penetran yang rendah, dan perubahan proto-
onkogen BRAF, HRAS, dan NRAS, dan perubahan atau hilangnya fungsi PTEN, telah
meningkatkan risiko melanoma maligna sekitar empat hingga lima kali lipat (Lim et al.,
2014). Perlindungan terhadap sinar matahari (sun protection) pada usia dini dapat
menurunkan risiko melanoma maligna (Lim et al., 2014; MacLennan et al., 2003).
Etiologi melanoma maligna oral tidak diketahui, dan tidak seperti yang terjadi di
Patofisiologi
Melanoma maligna mungkin berkembang secara de novo atau dari lesi melanositik jinak
yang sudah ada sebelumnya (Chatzistefanou et al., 2016). Melanosit merupakan turunan
neuroektodermal dan biasanya berpindah ke kulit dan mukosa lain yang diturunkan
secara ektodermal (Femiano et al., 2008). Lebih jarang, melanosit berpindah ke mukosa
yang diturunkan secara endodermal, seperti yang ditemukan di kepala dan leher, dan
melanosit telah dijumpai dalam stroma yang dalam dari mukosa mulut (Femiano et al.,
2008). Karena kedua faktor ekstrinsik dan intrinsik yang dijelaskan sebelumnya,
Melanoma maligna dapat memiliki variasi gambaran klinis, dengan lesi awal umumnya
ditandai dengan makula atau plak dengan warna yang berbeda (cokelat, hitam, biru,
merah, atau putih) atau kadang-kadang seperti ulserasi yang tidak sembuh (Lim et al.,
2014).