OLEH :
A. Pengertian
Kanker lidah adalah suatu neoplasma maligna yang timbul dari jaringan epitel
mukosa lidah dengan selnya berbentuk squamous cell carcinoma (cell epitel gepeng
berlapis), juga beberapa penyakit-penyakit tertentu (premaligna). Kanker ganas ini dapat
menginfiltrasi ke daerah sekitarnya, disamping itu dapat melakukan metastase secara
limfogen dan hematogen (Baradero, 2017).
Kanker lidah yaitu adanya daging atau benjolan yang tumbuh menempel pada lidah.
Untuk jenis ini pun memiliki ragan jenis antara lain benjolan yang tumbuh di lidah bagian
atas dimana makin lama makin membesar, sehingga sulit untuk mencerna makanan
(Suyatno. 2010).
Kanker lidah yang sering terjadi adalah tipe karsinoma sel skuamosa, sedangkan
untuk jenis yang lainnya jarang terjadi. Kanker lidah meningkat sejalan dengan
peningkatan usia. Umumnya hal ini terjadi pada usia sekitar 60 tahun, tetapi hal ini telah
terjadi pergesaran usia lebih muda. Selain itu kanker lidah ternyata juga dipicu oleh
pemakaian gigi palsu yang tidak sesuai, kebersihan mulut yang buruk, radang kronis dan
genetikpun juga ternyata menjadi penyebabnya.
B. Etiologi
Kanker ini memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang terdiri dari
beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor. Secara
garis besar, etiologi kanker lidah (Baradero, 2017):
a. Predisposisi genetic
b. Efek hormonal
c. Lesi prakanker
d. Iritasi kronis, trauma, dan inflamasi
e. Kegagalan fungsi sistem imun
f. Terapi
g. Faktor lingkungan (radiasi pengion, pemajanan sinar matahari, efek radon dan medan
electromagnet, polusi kimia, danpolusi udara).
h. Kebiasaan pola hidup (rokok dan tembakau, nutrisi, konsumsi alcohol, dan praktik
seksual).
i. Virus
j. Faktor-faktor psikososial (sifat kepribadian dan sikap, dan sistem pendukung social)
( Baradero Mary, dkk.2017).
C. Patofisiologi
Kejadian kanker lidah disebabkan oleh banyak faktor yang dikelompokkan menjadi
beberapa faktor, yaitu Faktor luar, faktor heriditer dan faktor non heriditer. Faktor luar
meliputi rokok, alcohol, infeksi kronis dan trauma krinis. Faktor non heriditer meliputi
Faktor fisik seperti sinar ultraviolet, Faktor biologis seperti virus (papiloma yang
ditularkan melalui hubungan suami istri,hepatitis) parasit, dan bakteri..
Faktor-faktor tersebut akan memicu suatu rangsang karsinogen yang mengenai sel
squamous carcinoma pada mukosa mulut yang tidak mempunyai keratin sebagai
pelindung. Dimukosa mulut tersebut, zat-zat karsinogen tertampung dan berproliferasi
secara tidak terkontrol. Kanker lidah yang mengenai radix linguae biasanya asimptomatis
hingga proses penyakit berlanjut hingga timbul nyeri menelan dan pergerakan lidah yang
terbatas. Kanker pada posterior lidah (radix linguae) dominan bermetastase ke colli/leher.
Ketika kanker mengenai corpus linguae tanda yang paling sering terlihat adalah putih-
putih pada lidah yang tidak bisa dihilangkan. Kemudian bisa terbentuk ulkus yang
mudah berdarah. Kanker pada anterior (corpus linguae) dominan metastase pada kelenjar
limfe submental dan submandibular. Penatalaksanaan kanker lidah meliputi operasi
glosektomi dan diseksi leher yang dilanjutkan dengan kemoterapi (Suyatno. 2010).
PATHWAY
D. Komplikasi
a. Komplikasi akut
Mukositis : Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa
eritema dan adanya ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang
mendapatkan terapi kanker. Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit pada
mulutnya dan dapat mempengaruhi nutrisi serta kualitas hidup pasien.
Kandidiasis : Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik
berupa kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans.
Infeksi kandida ditemukan sebanyak 17-29% pada pasien yang menerima
radioterapi.
Dysgeusia adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana
salah satunya dapat disebabkan oleh terapi radiasi.
Xerostomia : Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien
yang menerima radioterapi. Xerostomia juga dikeluhkan sampai radioterapi
telah selesai dengan rata-rata 251 hari setelah radioterapi. Bahkan tetap
dikeluhkan setelah 12-18 bulan setelah radioterapi tergantung pada dosis yang
diterima kelenjar saliva dan volume jaringan kelenjar yang menerima radiasi.
b. Komplikasi kronis
Karies gigi : Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang menerima radioterapi.
Karies gigi akibat paparan radiasi atau yang sering disebut dengan karies
radiasi adalah bentuk yang paling destruktif dari karies gigi, dimana
mempunyai onset dan progresi yang cepat. Karies gigi biasanya terbentuk dan
berkembang pada 3-6 bulan setelah terapi radiasi dan mengalami kerusakan
yang lengkap pada semua gigi pada periode 3- 5 tahun.
Osteoradionekrosis : Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek kronis yang
penting pada radioterapi. Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang
yang disebabkan oleh radiasi yang menyebabkan rasa sakit karena kehilangan
banyak struktur tulang.
Nekrose pada jaringan lunak : Komplikasi oral kronis lain yang dapat terjadi
adalah nekrose pada jaringan lunak, dimana 95% kasus dari
osteoradionekrosis berhubungan dengan nekrose pada jaringan lunak.
Nekrose jaringan lunak didefinisikan sebagai ulser yang terdapat pada
jaringan yang terradiasi, tanpa adanya proses keganasan (maligna). Evaluasi
secara teratur penting dilakukan sampai nekrose berkurang, karena tidak ada
kemungkinan terjadinya kekambuhan. Timbulnya nekrose pada jaringan lunak
ini berhubungan dengan dosis, waktu, dan volume kelenjar yang terradiasi.
Reaksi akut terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan
reaksi yang bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Iincisional biopsy
Dengan cara mengambil sampel dari daerah kanker dan daerah yang sehat,
sehingga diketahui batas jelas dari kanker. Tetapi kejelekannya adalah pembuluh darah
menjadi terbuka, dan ini akan mempermudah penyebaran dari kanker tersebut,
sedangkan keuntunganya dapat mengetahui batas dari kanker guna terapi selanjutnya
( Penyinaran ). Cara biopsy ini dapat dilakukan pada kanker lidah yang masih kecil
dengan atau tanpa metastase. Excisi jaringan yang diduga kanker dengan jarak 1 – 1,5
cm dari jaringan sehat. Hasil excisi diletakkan pada gabus (maksudnya adalah untuk
cukup bersih). Dengan kasa yang diberi formalin diletakkan diatas preparat agar
preparat tidak melengkung sehingga topograpi tidakm berubah, kemudian dikirim ke
patologi anatomi. Dipotong menjadi 7 preparat, dan dilihat bagian mana yang tidak
bersih dapat diulang excisinya.Setelah dilakukan pemeriksaan diatas (incisional biopsi)
baru dilakukan pemeriksaan patologi anatomi untuk menentukan tumor ganas atau
bukan.
b. Penatalaksanaan nonfarmakologi
3. INTRVENSI KEPERAWATAN
4. IMPLEMENTASI KEPERWATAN
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
Skategori dari perilaku keperawatn dimana tindakan yang digunakan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan
yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan
respon klien.
5. EVALUASI
Merupakan langka terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang di
capai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Evaluasi menentukan respon klien terhadap tindakan
keperawatan dan seberapa jauh tujuan perawatan telah dipenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidayat. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Suyatno. 2019. Bedah Onkologi Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Sagung Seto.
Baradero Mary, dkk. 2017. Seri Asuhan Keperawatan Klien Kanker. Jakarta : EGC