Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUMOR TELINGA


DI RUANG MATA THT RSUD Dr.R.SOEDJONO SELONG
KABUPATEN LOMBOK TIMUR

OLEH:
NINING ATMAWATI
032001D17020

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT


DINAS KESEHATAN
AKADEMI PERAWAT KESEHATAN
TAHUN 2019
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

Mengetahui
KepalaRuangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUMOR TELINGA
DI RUANG MATA THT RSUD Dr.R.SOEDJONO SELONG

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN TUMOR TELINGA
Tumor pada telinga bisa bersifat bukan kanker (benign) atau bersifat kanker
(malignant). Tumor yang jinak bisa tumbuh di saluran telinga, menyebabkan
penyumbatan dan penibunan kotoran telinga serta ketulian. Contoh dari tumor jinak
pada saluran telinga adalah: kista sebasea (kantong kecil yang terisi sekresi dari
kulit), osteoma (tumor tulang), koleoid (pertumbuhan dari jaringan ikat yang
berlebihan). Banyak tumor telinga ditemukan pada saat seseorang memperhatikan
tumor tersebut, atau ketika seorang dokter memeriksa ke dalam telinga karena
seseorang merasa sepertinya pendengarannya berkurang
Tumoryang tidak bersfat kanker kemungkinan terjadi di saluran telinga,
menutup saluran telinga dan menyebabkan hilangnya pendengaran dan membentuk
kotoran telinga
Persepsi adalah suatu proses yang kompleks dimana kita menerima dan
menyadap informasi dari lingkungan (Fleming & Levie, 1978). Persepsi juga
merupakan proses psikologis sebagai hasil penginderaan serta proses terakhir dari
kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Persepsi seseorang akan
mempengaruhi proses belajar (minat) dan mendorong mahasiswa untuk melaksanakan
sesuatu (motivasi) belajar (Walgito (1981).
Neoplasma adalah suatu kelompok atau rumpun sel neoplastik. Istilah
Neoplasma Benigna mengacu pada sel sel neoplastik yang tidak menginvasi jaringan
sekitar dan tidak metastasis. Metastasis didefinisikan sebagai kemampuan sel kanker
untuk menyusup dan membangun pertumbuhan pada area yang lain yang jauh dari
asalnya. Istilah neoplasma maligna mengacu pada sel sel neoplastik yang tumbuh
dengan menginvasi jaringan sekitar dan mampu bermetastasis dan mempunyai
kemampuan untuk berm etastasis pada jaringan reseptif (Tambayong, 2000).
Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau kanker
terjadi karena timbul dan berkembang biaknya sel secara tidak terkendali sehinggga
sel sel ini tumbuh terus merusak bentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Kanker,
karsinoma atau sarcoma tumbuh menyusup (Infiltratif) kejaringan sekitarnya sambil
merusaknya (destruktif), dapat menyebar kebagian lain tubuh dan umumnya fatal bila
dibiarkan. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak
merusak. Tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya (ekspansif) dan
umumnya tidak bermetastasis misalnya Lipoma (Jong, 2005)
2. ANATOMI TELINGA
Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga, dan liang telinga luar. Kecuali lobuli,
seluruh daun telinga tersusun dari kartilago yang elastis dan kulit. Telinga tengah
adalah ruang berisi udara dengan dinding tulang, kecuali untuk membran timpani di
sebelah lateral.
Membran tempani pada dasarnya adalah sebuah struktur tiga lapis yang
tersusun dari selapis epitel skuamosa dibagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah,
dan selapis mukosa di bagian dalam. Telinga dalam terdiri dari organ-organ akhir
pendengaran dan keseimbangan. Keduanya terdapat di dalam sebuah kapsul tulang
kompak di dalam os temporale (Frank E. Luncente 2011).

3. KLASIFIKASI
Tumor telinga dibagi menjadi dua yaitu tumor jinak (benigna) dan tumor
ganas (maligna). Jenis Tumor jinak salah satunya adalah adenoma. Adenoma
disebabkan adanya Kondisi patologik yang menyebabkan hiperparatiroidisme primer
adalah adenoma, hiperplasia paratirroid,dan karsinoma paratiroid. Adenoma adalah
lesi jinak terutama yang terdiri dari sel utama dan pada 80-85% kasus menakibatkan
hiperparatiroid primer dan diagnosis adenoma di konfirmasi dengan munculnya
kelenjar normal kedua. Hiperplasia paratiroid adalah kelainan patologi kedua
terbanyak yang menyebabkan hiperparatiroidisme primer, ditemukan pada 10-15%
kasus. Suatu tanda hiperplasia yang paling tepat dipercaya adalah adanya
lebih dari satu kelenjar yang sakit. Karsinoma paratiroid merupakan penyakit yang
jarang. Manifestasi klinis penyakit ini dapat dibedakan dengan kelenjar paratiroid
jinak.
Tumor Telinga ganas (maligna) terdiri dari Karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa dan melanoma.
a. Karsinoma sel basal
Karsinoma sel basal merupakan kanker kulit yang palilng sering muncul 90%
timbul di kepala dan leher terdapat tiga kalisifikasi utama karsinoma sel basal. Jenis
nodural menyebabkan 60-80% kasus. Jenis morfiformis, yang dapat menyerupai
parut, menyebabkan 10-20% kasus. Karsinoma sel basal superfisial sangat mirip
keratosis aktinik dan merupakan papul dan plak yang sedikit bersisik berwarna merah
muda – merah. Karsinoma sel basal cenderung tumbuh secara lambat dan mempunyai
insiden metastasis yang rendah, kurang dari 0,1%. Kanker tersebut mudah diobati
dengan eksisi bedah dengan batas minimal.
b. Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa juga bersal dari kertinosit. Terdapat tiga jenis
histologi utama : adenoid, sel jernih (clear cell) dan sel gelendong (spindle cell).
Potensi metastatiknya berbeda beda, insiden metastasis adalah 8% pada karsinoma sel
skuamosa de novo dan antara 20-30% pada sel karsinoma sel skuamosa yang berasal
dari parut, ulkus kronik dan luka bakar serta tempat terapi radiasi. Penanganannya
adalah dengan eksisi lokal dengan hasil angka kesembuhan yang tinggi.
c. Melanoma
Melanoma terdiri dari tiga jenis: nodural, penyebaran superfisial dan
melanoma maligna lentigo. 20% melanoma timbul di kepala dan leher, hampir 80%
lesi tersebut berasal dari kulit sisanya berasal dari mata dan mukosa. Tempat yang
paling sering terkena adalah pipi, kulit kepala, telinga, leher. Kedalam invasi penting
untuk menentukan stadium kanker. Lesi yang menyerang lebih dalam lagi bersifat
agresif.
Lentigo maligna biasanya dimulai sebagai makula kecoklatan yang menyebar
ke perifer yang semakin gelap dan tidak rata yang berlangsung berlahan-lahan, selama
beberapa tahun. Lesi-lesi tersebut menyebar dan secara lambat menjadi gelap dan
dapat berubah menjadi gelap dan dapat berubah sebagai tumor ganas
infasif. Melanoma penyebaran superfasial lebih sering tejadi dari pada lentigo
maligna dan sering terjadi pada pasien muda. Lesi cenderung memiliki banyak warna
dan batasnya sering meninggi atau tertarik. Lesi-lesi tersebut tumbuh lebih cepat
dari pada lentigo maligna (Adams Goerge, 1997).

4. ETIOLOGI
Faktor penyebab kanker berbeda beda di berbagai negara. Yang berperan
penting antara lain makan (kelebihan kalori , kelebihan lemak, kekurangan serat) dan
peracunan diri (asap perokok). Selain itu, karsinogen melalui makanan, industry dan
tindak kedokteran tetap mengancam. Infeksi (hepatitis, sistomiasis) masih memegang
peran penting di berbagai Negara (Jong, 2005).
Selain penyebab penyebab tersebut, Neoplasma telinga 75% diantaranya
terjadi karena adanya iritasi radang kronis yaitu Otore dan disebabkan oleh adanya
udara panas diantaranya adalah paparan sinar matahari serta terpapar radiasi.
5. PATHOFISIOLOGI
Karsinoma telinga disebabkan oleh karena karena adanya iritasi radang kronis
yaitu Otore dan disebabkan oleh adanya udara panas diantaranya adalah paparan
sinar matahari serta terpapar radiasi. Bahan karsinogen kimia adalah faktor
lingkungan yang dapat mempercepat akumulasi kelainan genetik.
Neoplasma telinga terjadi karena kelainan gen yang berperan dalam perangkat
ynag melindungi genom. Malfungsi ini menciptakan untabilitas yang yang inheren
dalam genom dan meningkatkan laju kejadian mutasi genom atau perubahan
struktural spontan sehingga neoplasma selanjutnya memperoleh tambahan kelainan
gen dan menguntungkan pertumbuhan neoplasma tersebut (Stephen J Mc Phee,
2010).
6. MANIFESTASI KLINIS
Pada manifestasi lokal pasien dengan Neoplasma telinga gejala yang sering
timbul adalah adanya nyeri karena gangguan pendarahan diakibatkan massa tumor
bermetastasis dan membesar kemudian menekan jaringan sekitarnya. Tetapi, pada
gejala sistemik pasien akan mengalami sindrom praneoplastik meliputi 75% kasus
kejadian dengan gejala mual dan anoreksia, berat badan turun, letih, lesu dan terjadi
infeksi (Tambayong, 2000).
Nodul yang melekat erat dengan erosi pada permukaan tumor dan
pembentukan ulkus ditutupi krusta dengan pinggir yang tidak rata. Rasa nyeri telinga
tidak terlalu hebat, kecuali bila mengenai tulang rawan di bawahnya. Pada liang
telinga tampak bersamaan infeksi kronik telinga. Permukaan merah, kadang tampak
sebagai jaringan granulasi atau polip. Nyeri telinga hebat bila membuka mulut,
mengunyah, dan menguap. Kelejar limfe retrourikular dan preaurikular membesar
(Kapita Selekta, 2001).
7. PATHWAY

Sinar Matahari dan Radiasi Bahan Karsinogen Kimia

Terjadi Kelainan Genetik


Iritasi Radang Kronis

Untabilitas inheren pada genom

Perubahan Struktur sel

Terjadi Masa Tumor

Jinak (Benigna) Ganas (Maligna)

Bermetastasis pada jaringan


Tumbuh dengan batas
tegas

Tumbuh dan merusak


Menutup jalan Aliran fungsi organ
Darah

Dapat menyebar ke
Terjadi Perdarahan
tempat lain

Menurunnya fungsi Operasi pembedahan


MK : Nyeri
pendengaran

MK : Resiko
MK : Gangguan Persepsi
Sensori Infeksi
8. KOMPLIKASI
Menurut (Arief Manjoer, 2001), Komplikasi yang terjadi bila karsinoma tidak
ditangani dengan benar akan mengakibatkan Penyebaran ke organ vital sekitarnya,
misalnya otak, mata, hidung dan lain-lain.

9. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya pengobatan yang berhasil pada karsinoma telinga bagian
tengah dan mastoid adalah dengan operasi pengangkatan tumor. Setelah menjalani
tindakan operasi biasanya pendengaran menjadi normal. Tetapi, jika karsinoma
terdapat pada telinga luar (meatus externa) terapi dapat dilakukan dengan
pembedahan atau dengan terapi Radiasi.

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Tomografi computer
Untuk menunjukkan perluasan tumor
b. Biopsi jaringan atau jarum halus
Untuk mengetahui diagnosis pasti
c. Otoskopi
Untuk melihat warna, kontur, refleks cahaya dari membran timpani dan melihat
adanya sekret telinga

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a) Identitas (Data Biografi)
Pada pasien dengan gangguan neoplasma telinga biasanya
berpengaruh pada semua umur, tetapi tersering terjadi pada anak-anak karena
terjadi iritasi atau mungkin karena anak-anak rawan terjadi benturan. Jenis
kelamin laki-laki lebih sering dari pada perempuan karena mungkin kebersihan
telinga tidak diperhatikan. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan mampu
menghindari terjadi gangguan neoplasma telinga. Seseorang yang bekerja di
industry yang beradiasi tinggi akan mempengaruhi pada telinga
pekerja. Penyebab kanker juga berbeda diberbagai suku dan bangsa (Jong, 2005)
b) Riwayat Kesehatan
(1) Keluhan utama
Biasanya nyeri pada Telinga bagian tengah (Tambayong, 2000)
P : Biasanya nyeri karena perdarahan pada telinga (Tambayong 2000)
Q : Biasanya nyeri seperti di tusuk
R : Biasanya nyeri telinga bagian tengah hingga ke kepala (Mansjoer A. ,
2000)
S : Biasanya skala nyeri sedang, kecuali bila mengenai tulang rawan
Dibawahnya (Tambayong, 2000)
T : Biasanya hilang timbul
(2) Riwayat kesehatan sekarang.
Biasanya klien mengeluh nyeri pada telinga bagian tengah (Kapita
Selekta, 2001)
(3) Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya terdapat cedera pada kartilago sehingga menyebabkan trauma.
(4) Riwayat penyakit keluarga.
Biasanya meliputi apakah salah satu anggota keluarga ada yang pernah
mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada
di dalam keluarga misalnya penyakit telinga (Stephen J. Mc Phee, 2010).
c) Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon
1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan.
Biasanya klien mengetahui tentang penyebab penyakit yang di deritanya.
Sebelum sakit klien bisa melakukan p erawatan diri sendiri namun selama
sakit klien mengalami penurunan dalam pemeliharaan kesehatan, dan
bergantung pada orang lain.
2. Pola nutrisi dan metabolic.
Biasanya terdapat penurunan BB. Nafsu makan biasanya menurun karena
menahan rasa nyeri.
3. Pola eliminasi.
Biasanya sebelum sakit pola eleminasi teratur setiap pagi hari namun setelah
sakit pola eliminasi klien terganggu yang disebabkan karena pola nutrisi yang
tidak adekuat.
4. Pola aktivitas dan latihan.
Biasanya sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas seperti biasa
(bekerja, berolahraga, melakukan hal mandiri) namun setelah sakit klien
mengalami penurunan aktivitas, mengalami nyeri pada daerah dada sebelah
kiri.
5. Pola istirahat dan tidur.
Klien apabila tidur biasanya terbangun karena terasa nyeri pada dada secara
tiba-tiba.
6. Pola kognitif dan persepsi.
Biasanya adanya kekhawatiran karena adanya nyeri pada daerah dada.
7. Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya gangguan citra diri akibat dari perubahan fungsional jantung.
8. Pola peran dan hubungan.
Biasanya gelisah, cemas, mudah tersinggung. Bila bisa menyesuaikan tidak
akan menjadi masalah dalam hubungannya dengan anggota keluarganya.
9. Pola seksualitas dan produksi.
Biasanya penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten.
10. Pola koping dan toleransi stress.
Biasanya mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik. Emosi
labil (euforia sedang sampai delirium), depresi.
11. Pola nilai dan keyakinan.
Biasanya tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang
dianut oleh individu tersebut.

d) Pemeriksaan Fisik
1. TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu )
a. Suhu biasanya meningkat (normal : 36-37 0C)
Oral : dikatakan normal apabila suhu tubuh 37,0°C
Rectal : dikatakan normal apabila suhu 37,5°C
Aksila : dikatakan normal apabila suhu 36,7°C
Esophagus : dikatakn normal apabila suhu 37,3°C
b. Nadi biasanya normal : 80-100x/menit
c. RR biasanya normal : 16-24 x/m
Keadaan umum : Biasanya lemas
Kesadaran : Biasanya Komposmetis
d. Tekanan darah biasanya normal : sistolik = 90-120 dan diastolic = 60-
79 mmHg
2. Head To Toe
a. Pemeriksaan kepala dan leher:
1) Kepala dan rambut
(a) Tulang tengkorak
Inspeksi : ukuran cranium, deformitas, benjolan. Pembesaran
kepala pada hidrosefalus.
Palpasi : keseluruhan kepala, adakah nyeri tekan.
(b) Wajah
Perhatikan ekspresi wajah dan konturnya.
Perhatikan keadaan asimetris, edema, dan massa
(c) Rambut
Inspeksi: kuantitas, distribusi, tekstur, ketombe atau kutu.
Rambut yg halus èhipertiroidisme
Rambut kasarèhipotiroidisme
(d) Kulit kepala
Apakah ada skuama, benjolan, nevus, atau lesi
Kemerahan & skuama ditemukan pd dermatitis seboroika.
2) Mata (penglihatan):
(a) Inspeksi
 Amati letak kesimetrisan mata, gerakan mata, lapang
pandang, & visus
 Amati kelopak mata (palpebra)èLebar fisura palpebra, edema,
warna, lesi, keadaan & arah bulu mata, kemampuan
mengatup.
 Amati konjungtivaèwarna (anemis, ikterik,merah), infeksi,
atau pus
 Amati skeleraèwarna (ikterik, merah)
 Amati warna iris, ukuran & bentuk pupil.
 Amati reaksi pupil thdp cahaya. N= isokor. Bila mengecil
disebut miosis, melebar disebut midriasis, sangat kecil
disebut pin point.
 Amati kornea dan lensa. Perhatikan kekeruhan.
 Inspeksi gerakan mata : amati adakah nistagmus, strabismus ;
cek fungsi 6 otot mata.
(b) Palpasi
 Tekanan bola mata : (intraokuler)èTonometer.
 Pemeriksaan dengan oftalmoskop.
3) Hidung (penciuman)
(a) Inspeksi :
 Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung.
 Tidak terdapat jaringan parut dalam hidung.
 Tidak terdapat deviasi septum.
 Tampak pembengkakan dan hiperemis pada konka hidung.
 Tidak tampak udem mukosa.
 Mukosa hidung hiperemis.
 Terdapat secret.
(b) Palpasi :
 Tidak terdapat nyeri tekan.
 Tidak ada krepitasi.
4) Telinga (pendengaran)
(a) Inspeksi
 Pinna : ukuran, bentuk, warna, lesi, ada massa.
 Canalis : bersih, serumen ,nanah.
 Reflek cahaya politzer : tarik daun telinga ke atas & belakang
(dewasa); ke bawah (anak-anak)èmembran timpani utuh atau
tidak.
(b) Palpasi
 jaringan lunak, jaringan keras, tulang mastoid. Bila ada
peradangan akn terasa nyeri.
 Tes pendengaran Garpu Tala: Rinne, Webber.
5) Mulut dan gigi
(a) Inspeksi
 Bau mulut, stomatitis/ radang mukosa, kelembaban
 Gigi : sisa makanan, karang, caries, gigi palsu/tdk
 Lidah : lurus, warna, ulkus, kebersihan
 Selaput Lendir : warna, bengkak, tumor, sekresi, ulkus,
berdarah
 Faring : radang
 Tonsil : ukuran
 Uvula: simetris
6) Tenggorokan :
(a) Inspeksi :
 Mukosa lidah dalam batas normal, tidak terdapat gambaran
peta.
 Mukosa faring : hiperemis (+), granuler (+), oedem (+).
 Ovula : tidak ada kelainan.
 Tonsil : tidak membesar, tidak hiperemis.
 Detritus (-)
(b) Palpasi :
 Pembesaran submandibula (-), nyeri tekan (-)
7) Leher
(a) Inspeksi
 Lihat Bentuk, warna, bengkak, massa, jaringan parut pada
leher pasien.
(b) Palpasi
 Raba pada nodul kelenjar limfe, vena jugularis, kelenjar
tiroid.
 Pemeriksaan kaku kuduk/ tengkuk ciri adanya rangsang
/iritasi meningeal akibat perdarahan/ peradangan sub
arachnoid.
3. Pemeriksaan Thoraxs/dada
a) Pemeriksaan paru
 Inspeksi : Bentuk dinding dada simetris, tidak ada retraksi atau
tidak ada lesi dan tanda sulit bernafas.
 Palpasi : Bentuk normalnya tidak ada kreptasi, tidak ada nyeri
tekan, vocal fremitus kanan dan kiri sama.
 Perkusi : Tidak ada pembesaran dinding dada sonor pada
kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler atau tidak, suara nafas tambahan
tidak ada, ronci (-), wheezing (-)
b) Pemeriksaan jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi :
 Batas jantung kanan atas: SIC II LPS dextra
 Batas jantung kanan bawah : SIC V LPS dextra
 Batas jantung kiri atas: SIC II LMC sinistra
 Batas jantung kiri bawah: SIC VI LAA sinistra
 Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 tunggal, tidak ada
bunyi jantung tambahan,
dan tidak ada murmur.
c) Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi : Bentuk flat dan simetris, adanya distensi abdominal
2) Auskultasi : Peningkatan bising usus (>20x/mnt)
3) Palpasi : Terdapat nyeri tekan, adanya massa terutama pada
abdomen kuadran kanan bawah teraba agak kaku, tidak ada
pembesaran hepar dll.
4) Perkusi : Terdapat bunyi pekak.
e) Pemeriksaan penunjang
1. Tomografi computer
Untuk menunjukkan perluasan tumor
2. Biopsi jaringan atau jarum halus
Untuk mengetahui diagnosis pasti
3. Otoskopi
Untuk melihat warna, kontur, refleks cahaya dari membran timpani dan
melihat adanya sekret telinga
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri berhubungan dengan gangguan perdarahan pada telinga tengah.
2) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan bedah.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan

1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV dan 1. Mengetahui


dengan gangguan tindakan keperawatan skala nyeri pada klien keadaan klien
perdarahan pada tel selama 3 x 24 jam nyeri sekarang dan
inga tengah dapat berkurang dengan tingkat toleransi
KH : terhadap nyeri
1. Pasien dapat 2. Jelaskan penyebab 2. Pasien
mengetahui penyebab terjdinya nyeri yang dialami mengetahui
nyeri pasien. penyebab nyeri
2. Pasian dapat yang dialami
melakukan teknik
relaksasi secara mandiri
3. Pasien melaporkan 3.Dorong penggunaan 3. Memungkin
adanya keterampilan manajemen nyeri kan pasien untuk
penghilangan nyeri seperti teknik relaksasi, berpartisipasi
4. Pasien mengikuti visualisasi, bimbingan secar aktif dan
aturan farmakologis yang imajinasi serta sentuhan meningkatkan rasa
ditentukan Terapeutik kontrol

4.Berikan tindakan 4. Meningkatk


kenyamanan dasar seperti an relaksasi dan
menggosok – gosokkan membantu
punggung dan aktivitas memfokuskan
hiburan seperti menonton kembali perhatian
televise klien

5.Berikan analgesik sesuai 5. Memberikan


indikasi seperti morfin atau obat obat jenis
obat obatan jenis narkotik narkotik dapat
lainnya. menghilangkan
nyeri akibat
adanya karsinoma
(1) (2) (3) (4) (5)

2. Gangguan persepsi Setelah dilakukan 1.Kaji derajat gangguan sensori 1.Mengetahui


sensori berhubunga tindakan keperawatan dan gangguan persepasi. tingkat gangguan
n dengan gangguan selama 3x24 jam yang dialami
pendengaran. diharapkan gangguan klien.
2. Lakukan pendekatan dan
persepsi sensori 2. Pendekatan
berikan motivasi kepada
berkurang. dan motivasi
pasien untuk mengungkapkan
Kriteria hasil : membantu pasien
pikiran dan perasaan.
1. Klien mampu untuk meredam
merencanakan strategi kecemasan yang
koping untuk situasi- dirasakan.
situasi yang membuat
3.Motivasi pasien untuk
stress. 3.Alat untuk
memfokuskan diri pada realita
2. Klien mampu mengidentifikasi
yang ada saat ini, harapa-
mempertahankan mekanisme koping
harapan yang positif terhadap
penampilan peran. yang dibutuhkan
terapy yang di jalani.
3. Klien melaporkan untuk mengurangi
tidak ada gangguan kecemasan.
persepsi sensori.
4. Tidak ada
4. Anjurkan pasien untuk
manifestasi perilaku 4. Menciptakan
menggunakan teknik relaksasi
akibat perubahan persepsi perasaan yang
sensori tenang dan
nyaman.
3. Resiko infeksi Setelah dilakukian 1. Berikan perawatan aseptik 1. Cara pertama
berhubungan tindakan keperawatan dan antiseptic untuk menghindari
dengan tindakan selama 3x 24 jam tidak adanya infeksi
bedah. terjadi resiko infeksi pada 2. Observasi daerah kulit yang 2. Memungkinka
telinga dengan mengalami pembedahan. n pencegahan
KH : terhadap
1.Klienmengetahui peny terjadinya infeksi
ebab resiko terjadinya dan komplikasi
infeksi 3. Pantau suhu tubuh secara 3. Dapat
2. Klien mengetahui cara teratur. mengindikasikan
mencegah resiko perkembangan
terjadinya infeksi adanya infeksi
3. Klien yang terjadi
mencegah terjadinya 4. Batasi pengunjung yang 4. Menurunkan
infeksi dengan dapat menularkan infeksi resiko adanya
(1) (2) (3) (4) (5)

melakukan perawatan 5. Kolaborasi pemberian anti pembawa kuman


aseptic. biotik sesuai indikasi penyebab infeksi
4. TTV normal 5. Antibiotik
Penyembuhan dilakukan untuk
luka tepat pada waktu menurunkan
resiko infeksi pada
telinga
DAFTAR PUSTAKA

Fleming & Levie. 1978. Buku Sensori dan Persepsi. Jakarta : EGC.
Frank E, Lucente. 2001. Ilmu THT Esensial. Jakarta: EGC.
George L . ADAMS . 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC.
Jong, R. S. 2005. Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Lynda, J. C. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mc Phee, Stephen 2010. Patofisiologi Penyakit. Jakarta EGC.
Syaifuddin, A. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Tambayong, Dr. Jan 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta EGC.
Walgito. 1981. Ilmu Pesepsi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai