Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI

OLEH:
ALSON JUERGEN MARKUS (201111066)

UNIVERSITAS CITRA BANGSA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2023
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pembuangan dapat melalui urin ataupun feses. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan homeostatis melalui pembuangan feses dan urin
(Wartoanah, 2016).
Eliminasi Urin adalah pengosongan kandng kemih yang lengkap (SLKI,
2018).
Eliminasi Fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan, kemudian dikeluarkan
melalui anus (Cynthia, Dea Laras 2013).

2. Etiologi
- Eliminasi Urin
1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Usia seseorang dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah
pengeluaran urine. Normalnya bayi-anak ekskresi urine 400-500
ml/hari, orang dewasa 1500-1600ml. Contoh: pada bayi-anak
berat badan 10 % orang dewasa mampu ekskresi 33% lebih
banyak dari orang dewasa, usia lanjut volume bladder berkurang
sehingga sering mengalami nokturia dan frekuensi berkemih
meningkat, demikian juga wanita hamil juga akan lebih sering
berkemih karena kandung kemih ditekan bagian terendah janin.

2. Sosiokultural
Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya dapat
miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang
dapat miksi pada lokasi terbuka.Contoh: masyarakat kita
kebanyakan berkemih di kamar mandi (dalam keadaan tertutup)
atau lokasi terbuka, sedangkan pada orang dalam kondisi sakit
harus miksi diatas tempat tidur, hal ini membuat seseorang kadang
menahan miksinya.
3. Psikologi
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi
berkemih sebagai upaya kompensasi. Contoh: seseorang yang
cemas dan stress maka mereka akan sering buang air kecil.

4. Kebiasaan atau Gaya Hidup


Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan seseorang berkemih.
Contoh: seseorang yang biasa berkemih di toilet atau di sungai
atau di alam bebas, akan mengalami kesulitan kalau berkemih
diatas tempat tidur apalagi dengan menggunakan pot urine/ pispot.

5. Aktivitas dan Tonus Otot


Eliminasi urine membutuhkan tonus otot blanded, otot bomen, dan
pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan
untuk berkemih juga akan berkurang. Aktivitas dapat
meningkatkan kemampuan metabolism produksi urine secara
optimal.

6. Intake Cairan dan Makanan


Kebiasaan minum dan makan tertentu seperti kopi, teh, coklat,
(mengandung kafein) dan alkohol akan menghambat Anti Diuretik
Hormon (ADH), hal ini dapat meningkatkan pembuangan dan
ekresi urine.

7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit tertentu seperti pasien yang demam akan terjadi
penurunan produksi urine dan pola miksi, karena banyak cairan
yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ
kemih meninggalkan retensi urine.

8. Pembedahan
Tindakan pembedaan memicu sindrom adaptasi, sehingga kelenjar
hipofisis anterior melepas hormone ADH, mengakibatkan
meningkatkan reabsorsi air akhirnya pengeluaran urine menurun.
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga
produksi urine menurun.

- Eliminasi Fekal
1. Usia
Pada bayi sampai 2-3 tahun, lambung kecil, enzim kurang,
peristaltic usus cepat, neuromuskuler belum berkembang normal
sehingga mereka belum mampu mengontrol buang air besar
(diare/ inkontinensia). Pada usia lanjut, sistem GI sering
mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan
eleminasi (Lueckenotte, 1994), Perubahan yang terjadi yaitu gigi
berkurang, enzim di saliva dan lambung erkurang, peristaltik dan
tonus abdomen berkurang, serta melambatnya impuls saraf. Hal
tersebut menyebabkan lansia berisiko mengalami konstipasi.
Lansia yang dirawat di rumah sakit berisiko mengalami perubahan
fungsi usus, dalam suatu penelitian ditemukan bahwa 91% insiden
diare atau konstipasi dari 33 populasi, dengan usia rata-rata 76
tahun (Ross,1990).

2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu
mempertahankan pola peristaltik yang teratur dalam kolon,
sedangkan makanan berserat, berselulosa dan banyaknya makanan
penting untuk mendukung volume fekal. Makan tinggi serat seperi
buah apel, jeruk ,sayur kangkung, bayam, mentimun, gandum, dan
lain-lain.Contoh bila makanan yang kita makan rendah serat
menyebabkan peristalik lambat, sehingga terjadi peningkatan
penyerapan air di usus, hal ini berakibat seseorang mengalami
konstipasi. Demikian juga seseorang dengan diet yang tidak
teratur akan mengganggu pola defekasi dan makanan yang
mengandung gas: bawang, kembang kol, dan kacang-kacangan.
Laktosa, suatu bentuk karbohirat sederhana yang ditemukan dalam
susu: sulit dicerna bagi sebagian orang, hal ini disebabkan
intoleransi laktose yang bisa mengakibatkan diare,distensi gas, dan
kram.

3. Intake Cairan
Asupan cairan yang cukup bisa mengencerkan isi usus dan
memudahkannya bergerak melalui kolon. Orang dewasa intake
cairan normalnya: 2000-3000 ml/hari(6-8 gelas) . Jika intake
cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebihan
(urin/muntah) tubuh akan kekurangan cairan, sehingga tubuh akan
menyerap cairan dari chyme sehingga faeces menjadi keras,
kering, dan feses sulit melewati pencernaan, hal ini bisa
menyebabkan seseorang mengalami konstipasi.Minuman hangat
dan jus buah bisa memperlunak feses dan meningkatkan
peristaltik.

4. Aktivitas
Seseorang dengan latihan fisik yang baik akan membantu
peristaltik meningkat, sementara imobilisasi menekan mortilitas
kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita sakit dianjurkan
untuk meningkatkan dan mempertahankan eleminasi normal.
Contoh pada klien dengan keadaan berbaring terus-menerus akan
menurunkan peristaltik usus, sehingga terjadi peningkatan
penyerapan air, hal ini berdampak pada klien yaitu konstipasi atau
fecal imfaction.Melemaknya otot dasar panggul, abdomen
merusak kemampuan tekanan abdomen dan mengotrol sfingter
eksterna, sedangkan tonus otot melemah atau hilang akibat
penyakit yang lama atau penyakit neurologis merusak transmisi
saraf yang menyebabkan gangguan eleminasi.

5. Factor Psikologik
Seseorang cemas, marah yang berlebihan akan meningkatkan
peristaltik usus, sehingga seseorang bisa menyebabkan diare.
Namun, ada pula seseorang dengan depresi, sistem saraf otonom
akan memperlambat impuls saraf dan peristaltik usus menurun
yang bisa menyebabkan konstipasi.

6. Gaya Hidup
Kebanyakan orang merasa lebih mudah dan nyaman defikasi di
kamar mandi sendiri. Kebiasaan seseorang dengan melatih pola
buang air besar (BAB) sejak kecil secara teratur maka sesorang
tersebut akan secara teratur pola defikasinya atau sebaliknya.
Individu yang sibuk, higiene toilet buruk, bentuk dan penggunaan
toilet bersama-sama, klien di RS dengan penggunaan pispot,
privasi kurang dan kondisi yang tidak sesuai, hal ini dapat
mengganggu kebiasaan dan perubahan eleminasi yang dapat
memulai siklus rasa tidak nyaman yang hebat. Refleks gastrokolik
adalah refleks yang paling mudah distimulasi untukm nimbulkan
defekasi setelah sarapan.

7. Posisi Selama Defekasi


Kebiasaan seseorang defikasi dengan posisi jongkok
memungkinkan tekanan intraabdomen dan otot pahanya, sehingga
memudahkan seseorang defikasi, pada kondisi berbeda atau sakit
maka seseorang tidak mampu melakukannya, hal ini akan
mempengaruhi kebiasaan seseorang menahan BAB sehingga bisa
menyebabkan konstipasi atau fecal imfaction. Klien imobilisasi di
tempat tidur, posisi terlentang, defekasi seringkali dirasakan sulit.
Membantu klien ke posisi duduk pada pispot akan meningkatkan
kemampuan defekasi.

8. Nyeri
Secara normal seseorang defikasi tidak menimbulkan nyeri.
Contoh seseorang dengan pengalaman nyeri waktu BAB seperti
adanya hemoroid, fraktur ospubis, episiotomy akan mengurangi
keinginan untuk BAB guna menghindari rasa nyeri yang akan
timbul. Lamakelamaan, kondisi ini bisa menyebabkan seseorang
akhirnya terjadi konstipasi.

9. Kehamilan
Seiring bertambahnya usia kehamilan dan ukuran fetus , tekanan
diberikan pada rektum, hal ini bisa menyebabkan obstruksi
sementara yang mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah
masalah umum yang terjadi pada trimester terakhir, sehingga
wanita sering mengedan selama defekasi yang dapat menyebabkan
terbentuknya hemoroid yang permanen.

10. Prosedur Diagnostik


Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya
dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat BAB
kecuali setelah makan. Tindakan ini dapat mengganggu pola
eleminasi sampai klien dapat makanan secara normal. Prosedur
pemeriksaan dengan menggunakan barium enema atau endoskopi,
biasanya menerima katartik dan enema. Barium mengeras jika
dibiarkan di saluran GI, hal ini bisa menyebabkan feses mengeras
dan terjadi konstipasi atau fecal imfaction. Klien harus menerima
katartik untuk meningkatkan eleminasi barium setelah prosedur
dilakukan, bila mengalami kegagalan pengeluaran semua bariun
maka klien perlu dibersihkan dengan menggunakan enema.

11. Prosedur Pembedahan


Pemberian agens anastesi yang dihirup saat pembedahan akan
menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus, sehingga
akan dapat menghentikan sementara waktu pergerakan usus (ileus
paralitik). Kondisi ini dapat berlangsung selama 24 – 48 jam.
Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah
pembedahan, kembalinya fungsi usus normal dapat terhambat
lebih lanjut. Klien dengan anestesi lokal atau regional berisiko
lebih kecil mengalami perubahan eleminasi.

12. Obat-obatan
Seseorang menggunakan laksatif dan katartik dapat melunakkan
feses dan meningkatkan peristaltik, akan tetapi jika digunakan
dalam waktu lama akan menyebabkan penurunan tonus usus
sehingga kurang responsisif lagi untuk menstimulasi eliminasi
fekal. Penggunaan laksatif berlebihan dapat menyebabkan diare
berat yang berakibat dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Minyak
mineral untuk laksatif, bisa menurunkan obsorpsi vitamin yang
larut dalam lemak dan kemanjuran kerja obat dalam GI.Obat-
obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan
peristaltik dan mengobati diare. Seseorang dengan mengkonsumsi
obat analgesik, narkotik, morfin, kodein menekan gerakan
peristaltic yang menyebabkan konstipasi. Obat antikolinergik,
seperti atropin, glikopirolat (robinul) bisa menghambat sekresi
asam lambung dan menekan motilitas saluran GI bisa
menyebabkan konstipasi. Banyak obat antibiotik menyebabkan
diare dengan mengganggu flora bakteri normal dalam saluran GI.
Bila seseorang diare diberikan obat, kemudian diare semakin
parah dan kram abdomen, obat yang diberikan pada klien mungkin
perlu diubah.

13. Kondisi Patologi


Pada injuri spinal cord atau kepala dan gangguan mobilisasi, dapat
menurunkan stimulasi sensori untuk defekasi. Buruknya fungsi
spinal anal menyebabkan inkontinensia.
14. Iritan
Makanan berbumbu atau pedas, toxin bakteri atau racun dapat
mengiritasi usus dan menyebabkan diare dan banyak flatus.

3. Fisiologis
Saluran kencing adalah satu jenis untuk mengeluarkan kotoran beberapa
garam organis produk-produk buangan yang mengandung nitrogen dan air
disingkirkan dari aliran darah dikumpulkan dan dibuang atau dibuang atau
dikeluarkan melalui fungsi yang baik dari saluran urine.
 Ginjal
Terletak di kanan dan di kiri tulang punggung, di belakang
peritoneum dan di belakang rongga perut.

 Ureter
Adalah penghubung antara ginjal dari kandung kemih.
 Kandung kemih
Adalah sebuah kanting dengan otot yang halus yang berfungsi
sebagai penampung air seni.

 Uretra
Ukurannya 13,7 – 16,2 cm terdiri dari 3 bagian : prostate,
selaput, dan bagian yang berongga. Ada tiga tahap pembentukan
urine:
1) Proses filtrasi
Terjadi di Glomerolus adanya penyerapan darah, sedangkan
sebagian lagi (glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat), ditampung oleh simpai bowman untuk
diterusakan ke tubulus ginjal.

2) Proses reabsorbsi
Terjadi penyerapan kembali dari sampai bowman yaitu:
glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beerapa ion bikarbomat
pada tubulus atas (obligat reabsorbsi) sodium dan ion
bikarbonat pada tubulus bawah (reabsorbsi fakultatif) sisanya
dialirkan pada papilla renalis.

3) Proses sekresi
Sisanya penyimpanan kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan keluar pada ginjal. Selanjutnya keluar.

Sedangkan fisiologis defekasi adalah:


 Mulut
Proses pertama dalam system pencernaan berlangsung di mulut

 Faring
Berfungsi dalam system pencernaan sebagai penghubung antara
mulut dan esofagus

 Esofagus
Pada saat menelan, makanan akan dipicu oleh gelombang
peristaltic yang akan mendorong masuk ke lambung

 Lambung
Di dalam lambung makanan yang masuk akan disimpan lalu
disalurkan ke usus halus

 Usus halus
Merupakan tempat berlangsung penyerapan pada makanan yang
disalurkan dari lambung

 Usus besar
Merupakan organ penyimpanan makanan

 Rectum dan anus


Merupakan organ untuk mengeluarkan sisa makan hasil
metabolime

4. Klasifikasi
Eliminasi Urin
1. Gangguan eliminasi urin merupakan disfungsi eliminasi urin.
2. Inkontinensia urin berlanjut adalah pengeluaran urin tidak terkendali
dan terus menerus tanpa distensi atau perasaan penuh pada kandung
kemih.
3. Inkontinensia urin berlebih adalah kehilangan urin yang tidak
terkendali akibat overdistensi kandung kemih.
4. Inkontinensia urin fungsional adalah pengeluaran urin tidak terkendali
karena kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet pada waktu yang
tepat.
5. Inkontinensia urin refleks adalah pengeluaran urin yang tidak
terkendali pada saat volume kandung kemih tertentu tercapai.
6. Inkontinensia urin stress adalah kebocoran urin mendadak dan tidak
dapat dikendalikan karena aktivitas yang meningkatkan tekanan
intraabdominal.
7. Inkontinensia urin urgensi adalah keluarnya urin tidak terkendali
sesaat setelah keinginan yang kuat untuk berkemih.
8. Retensi urin adalah pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.

Eliminasi Fekal
1. Inkontinensia fekal adalah perubahan kebiasaan buang air besar dari
pola normal yang ditandai dengan pengeluaran feses secara involunter
(tidak disadari).
2. Konstipasi adalah penurunan defekasi normal yang disertai dengan
pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta kering dan banyak.
3. Diare adalah pengeluran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk.

5. Manifestasi Klinis
Eliminasi Urin
1. Penurunan kekuatan atau dorongan aliran urine, tetesan.
2. Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara
lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih.
3. Nokturia, disuria, hematuria.
4. ISK berulang, riwayat batu.

Eliminasi Fekal
1. Rasa ingin BAB
2. Rasa sakit di bagian rectum
3. Nyeri pada abdomen
4. Rasa tidak nyaman pada daerah abdomen
5. Feses disertai darah
6. Terdengar bunyi timpani di abdomen
7. Iritasi pada daerah sekitar anus
8. Diperlukan tenaga yang besar saat mengedan
9. Distensi pada lambung dan usus
6. Pemeriksaan Penunjang
- Urinalis
Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum
menunjukkan SDM, SDP, kristal, asam urat, kalsium oksalat, serpihan,
mineral, bakteri, pus, PH mungkin asam (meningkatkan sistem dan batu
asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat amonium atau
batu kalsium fosfat).

- Urin (24 jam)


Kreatinin, asam urat, kalsium, fofat, oksalat atau sistin mungkin
meningkat.

- Kultur urine
Mungkin menunjukkan ISK (stapilococus auresus, proteus, klebsiola,
pesuodomonas)
- BUN/Kreatinin Serum Urin
Abnormal (tinggi pada serum atau rendah pada urine) sekunder terhadap
tinggi batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia atau nekosis.

- Pemeriksaan Urin dan Feses

7. Penatalaksanaan
Eliminasi Urin
- Mengawasi pemasukan dan pengeluaran karakteristik urin
- Menentukan pola berkemih normal pasien
- Mengobservasi keluhan kandung kemih penuh
- Mengobservasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran
- Memberikan posisi yang nyaman
- Melakukan perawatan kateter
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Eliminasi Fekal
- Menganjurkan untuk banyak minum air putih
- Mengadakan pola kebiasaan untuk BAB
- Pemberian katartik atau laksatif (pencahar) untuk melunakkan feses,
sehingga merangsang peristaltic dan BAB
- Pemberian enema
- Pemberian makanan yang adekuat untuk mengurangi resiko eliminasi
(diet tinggi serat dan sari buah)
- Memperbanyak kegiatan fisik atau aktivitas

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1.1 Anamnesa
Hal – hal yang harus dikaji antara lain:
1) Pola defekasi
a. Frekuensi (berapa kali per hari/minggu?)
b. Apakah frekuensi itu dapat berubah?
c. Apa penyebabnya?
2) Perilaku defekasi
a. Apakah klien menggunakan laksatif?
b. Bagaimana cara klien mempertahankan pola defekasi?
3) Deskripsi feses
a. Warna
b. Tekstur
c. Bau
4) Diet
a. Makanan apa yang mempengaruhi perubahan pola defekasi klien?
b. Makanan apa yang biasa klien makan?
c. Makanan apa yang klien hindari/pantang?
d. Apakah klien makan secara teratur?
5) Stress
a. Apakah klien mengalami stres yang berkepanjangan?
b. Koping apa saja yang klien gunakan dalam menghadapi stres?
c. Bagaimana respon klien terhadap stres? Positif/negatif?
6) Pembedahan atau penyakit menetap
a. Apakah klien pernah menjalani tindakan bedah yang dapat
mengganggu pola defekasi?
b. Apakah klien pernah menderita penyakit yang mempengaruhi
sistem gastrointestinalnya?

1.2 Pemeriksaan Fisik


1. Abdomen
Pemeriksaan ysng dilakukan pada posisi telentang, hanya bagian
abdomen saja yang tampak.
a. Inspeksi. Amati abdomen untuk melihat bentuknya,
simetrisitas, adanya distensi atau gerak peristaltik.
b. Auskultasi. Dengarkan bising usus, lalu perhatikan intensitas,
frekuensi, dan kualitasnya.
c. Perkusi. Lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui
adanya distensi berupa cairan, massa, atau udara. Mulailah
pada bagian kanan atas dan seterusnya.
d. Palpasi. Lakukan palpasi untuk mengetahui konsistensi
abdomen serta adanya nyeri tekan atau massa di permukaan
abdomen.
2. Rectum dan anus
a. Inspeksi. Amati daerah perianal untuk melihat adanya tanda-
tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, lecet, fistula,
konsistensi, hemoroid.
b. Palpasi. Palpasi dinding rektum dan rasakan adanya nodul,
massa, nyeri tekan. Tentukan lokasi dan ukurannya.

3. Feses
Amati feses klien dan catat konsistensi, bentuk, warna, bau, dan
jumlahnya.

4. Diagnose Keperawatan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)

Gangguan Eliminasi Urin (D. 0040)


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi
Definisi
Disfungsi eliminasi urin
Penyebab
1. Penurunan kapasitas kandung kemih
2. Iritasi kandung kemih
3. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan
kandung kemih
4. Efek Tindakan medis dan diagnostic (mis: operasi ginjal,
operasi saluran kemih, anastesi, dan obat-obatan)
5. Kelemahan otot pelvis
6. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis: imobilisasi)
7. Hambatan lingkungan
8. Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis: anomaly saluran
kemih kongenital)
9. Imaturitas (pada anak usia <3 tahun)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
 Desakan berkemih (urgensi)
 Urin menetes
 Sering BAK
 Nocturia
 Mengompol
 Enuresis
Objektif
 Distensi kandung kemih
 Berkemih tidak tuntas
 Volume residu urin meningkat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
 Tidak tersedia
Objektif
 Tidak tersedia
Kondisi Klinis Terkait
1. Infeksi ginal dan saluran kemih
2. Hiperglikemi
3. Trauma
4. Kanker
5. Cedera/tumor/infeksi medulla spinalis
6. Neuropati diabetikum
7. Neuropati alkoholik
8. Stroke
9. Parkison
Retensi Urin (D. 0050)
Kategori: Fisiologi
Subkategori: Eliminasi
Definisi
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Penyebab
1. Peningkatan tekanan uretra
2. Kerusakan arkus refleks
3. Blok spingter
4. Disfungsi neurologis (mis. trauma, penyakit saraf)
5. Efek agen farmakologis (mis. atropine, belladonna, psikotropik,
antihistamin, opiate)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
 Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif
 Disuria/anuria
 Distensi kandung kemih
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
 Dribbling
Objektif
 Inkontinensia berlebih
 Residu urin 150 ml atau lebih
Kondisi Terkait
1. Benigna prostat hyperplasia
2. Pembengkakan perineal
3. Cedera medulla spinalis
4. Rektokel
5. Tumor di salurn kemih

5. Intervensi Keperawatan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)

Eliminasi Fekal (L. 04033)


Definisi
Proses defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses mudah dan
konsistensi, frekuensi serta bentuk feses normal.
Ekpektasi
Membaik
Kriteria Hasil
Kontrol Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Pengeluara Menurun Meningkat
n Feses 1 2 3 4 5
Keluhan 1 2 3 4 5
Defekasi
Lama dan
Sulit
Mengejan 1 2 3 4 5
saat
Defekasi
Distensi 1 2 3 4 5
Abdomen
Teraba 1 2 3 4 5
Massa Pada
Rektal
Urgency 1 2 3 4 5
Nyeri 1 2 3 4 5
Abdomen
Kram 1 2 3 4 5
Abdomen
Konsistensi 1 2 3 4 5
Feses
Frekuensi 1 2 3 4 5
Defekasi
Peristaltic 1 2 3 4 5
Usus

6. Implementasi Keperawatan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Manajemen Eliminasi Fekal (I. 04151)
Definisi
Mengidentifikasi dan mengolah gangguan pola eliminasi fekat
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi masalah usus dan menggunakan obat penghancur
2. Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrolntestinal
3. Monitor buang air besar (mis. Warna, frekuensi, konsistensi,
volume)
4. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi
Terapeutik
1. Berikan air hangat setelah makan
2. Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
3. Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan
peristaltic usus
2. Ajurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, folume feses
3. Anjurkan meningkatkan aktifitas fisisk, sesuai toleransi
4. Ajurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
5. Ajurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
6. Ajurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
kolaborasi
7. Kolabrasi pemberian obat supositorial anal, jika perlu

7. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan :
1. Kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
2. Tanda-tanda vital pasien normal
3. Keadaan umum pasien normal
4. Turgor kulit dan bising usus normal
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017 Standar


Diagnosis Keperawatan Indonesia. .Jakarta.DPP PPNI.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2019 Standar Luaran
Keperawatan Indonesia. .Jakarta.DPP PPNI.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018 Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia. .Jakarta.DPP PPNI.
Wartonah, dan Tarwoto.2016.Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan.Jakarta :SalembaMedika.
Mubarak, Wahid Iqbal.2016.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi
dalam Praktik.Jakarta : EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul.2016.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan.Jakarta:SalembaMedika

Anda mungkin juga menyukai