Anda di halaman 1dari 5

KONSTIPASI DAN PATOFISIOLOGINYA

July 25th, 2009

Konstipasi yang di masyarakat dikenal dengan sembelit sebenarnya bukan merupakan

konstipasi

suatu penyakit, melainkan suatu keluhan yang muncul akibat kelainan fungsi dari kolon dan
anorektal. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya
frekuensi buang air besar, kesulitan keluarnya feses, harus mengejan, jumlah feses yang
kurang, konsistensinya keras dan kering, terdapat rasa sakit, sensasi buang air besar tidak
puas, defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu

PATOFISIOLOGI

Kebiasaan buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari
sekali. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila buang air besarnya kurang dari 3 kali
perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar harus
mengejan secara berlebihan.
Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian mencampur,
melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya
menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat
kompleks. Pada keadaan normal secara teratur kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam.
Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi
beberapa kali sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan
yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di batang otak,
dan telah dilatih sejak masa anak-anak.
Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat mengalami gangguan, yaitu kesulitan atau
hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi. Gangguan
pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau karena kelainan psikoneurosis. Yang
termasuk gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, parasit, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca
bedah di salah satu bagian saluran cerna ( gastrektomi, kolesistektomi).
Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali bagaimana
mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air
dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau tinja. Kontraksi otot kolon akan
mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat
karena sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering pada konstipasi
terjadi akibat kolon menyerap terlalu banyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon
terlalu perlahan-lahan, sehingga menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.
Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau pada fungsi
anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan obat-obat tertentu atau
berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus
gastrointestinal.
Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan rektum. Pengisian
rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus
hipotiroidisme atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). Statis tinja di kolon menyebabkan
proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum
yang normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui evakuasi spontan
tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum,
serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan
dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa menyebabkan retensi tinja.
Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja yang besar
dan keras di dalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih sering
terjadi retensi. Distensi rektum dan kolon mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan
efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat merembes disekitar tinja
yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa. Gerakan usus yang tidak disengaja
(encopresis) mungkin keliru dengan diare.
PENYEBAB KONSTIPASI :
1. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan BAB
yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks
ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan
untuk defekasi habis.
Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini sedangkan pada orang
dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu
menggunakan pispot atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan
rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari
konstipasi adalah membiasakan BAB yang teratur.
2. Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan
produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan
rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna.
Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan
makanan tersebut.
3. Peningkatan stres psikologi
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak
peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat
menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang
berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya
jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.
4. Latihan yang tidak cukup
Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot
abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak
langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu
makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang refleks
pada proses defekasi.
5. Penggunaan laxative yang berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar.
Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan
keinginan BAB refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna
laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami
efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).
6. Obat-obatan
Banya obat menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ;
morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik,
melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat.
Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek
menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan
konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada
sebagian orang.
7. Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut
berperan menyebabkan konstipasi.
8. Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya
obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat
orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang
air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika BAB dapat menyebabkan stres
pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi). Ruptur merusak mereka jika
tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya
napas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang dengan sakit
jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan
tekanan intratorakal dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat
dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan terjadi.
Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.

AKIBAT KONSTIPASI

Sebagaimana diketahui, fungsi kolon di antaranya melakukan absorpsi cairan elektrolit, zat-
zat organik misalnya glukose dan air, hal ini berjalan terus sampai di kolon descendens. Pada
seseorang yang mengalami konstipasi, sebagai akibat dari absorpsi cairan yang terus
berlangsung, maka tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras. Tinja yang keras dan padat
menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga dapat menimbulkan haemorrhoid.
Sisa-sisa protein di dalam makanan biasanya dipecahkan di dalam kolon dalam bentuk indol,
skatol, fenol, kresol dan hydrogen sulfide. Sehingga akan memberikan bau yang khas pada
tinja. Pada konstipasi juga akan terjadi absorpsi zat-zat tersebut terutama indol dan skatol,
sehingga akan terjadi intestinal toksemia. Bila terjadi intestinal toksemia maka berbahaya
pada penderita dengan sirosis hepatis . Pada kolon stasis dan adanya pemecahan urea oleh
bakteri mungkin akan mempercepat timbulnya hepatik encepalopati pada penderita sirosis
hepatis.

Anda mungkin juga menyukai