Anda di halaman 1dari 5

JAUNDICE..

Posted on 10 May, 2008. Filed under: Kep. Medikal Bedah |

Pengertian
Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis, dari kata jaune yang berarti kuning. Sakit
kuning (jaundice) yang juga dikenal dengan ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera
mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah 1.
II. Etiologi
Pembuangan sel darah merah yang sudah tua atau rusak dari aliran darah dilakukan oleh
empedu. Selama proses tersebut berlangsung, hemoglobin (bagian dari sel darah merah yang
mengangkut oksigen) akan dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin kemudian dibawa ke dalam
hati dan dibuang ke dalam usus sebagai bagian dari empedu. Gangguan dalam pembuangan
mengakibatkan penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi
kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang
memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin akan menumpuk kalau
produksinya dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara
produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan perkursor bilirubin secara berlebihan ke
dalam aliran darah atau akibatproses fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar,
metabolisme ataupun ekskresi metabolit ini 2.
Patofisiologis
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3
fase; prehepatik, intrahepatik, pascahepatik masih relevan. Pentahapan yang baru
menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu
fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier 1.
Jaundice disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin
tersebut.
1. Fase Prahepatik
Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut jaundice yang disebabkan oleh hal-hal yang
dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) 4
a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per
kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah
merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% datang dari protein heme lainnya
yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel
darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi
ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui
membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
2. Fase Intrahepatik
Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang
mengganggu proses pembuangan bilirubin 4
a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak
termasuk pengambilan albumin.
b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak laurut
dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul
amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin
harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan
oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada
asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi konjugasi terjadi
dalam retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin
glukuronosil transferase dalam reaksi dua-tahap.
3. Fase Pascahepatik
Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu
empedu atau tumor 4
a. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama
bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang
kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan mereduksi
bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam
tinja yang memberi warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut
dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkojugasi dapat
melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin
tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim
glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala. Secara klinis hiperbilirubinemia terlihat sebagai
gejala kuning atau ikterus, yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sklera. Ikterus biasanya
baru dapat dilihat kalau kadar bilrubin serum melebihi 34 hingga 43 mol/L (2,0 hingga 2,5
mg/dL), atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal; namun demikian, gejala ini dapat
terdeteksi dengan kadar bilirubin yang lebih rendah pada pasien yang kulitnya putih dan yang
menderita anemia berat. Sebaliknya, gejala ikterus sering tidak terlihat jelas pada orang-orang
yang kulitnya gelap atau yang menderita edema. Jaringan sklera kaya dengan elastin yang
memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya
merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus
yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang
gelap, yang terjadi akibat ekskresi bilirubin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukuronid.
Pada ikterus yang mencolok, kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian
bilirubin yang beredar menjadi biliverdin. Efek ini sering terlihat pada kondisi dengan
hiperbilirubinemia terkonjugasi berlangsung lama tau berat seperti sirosis. Gejala lain dapat
muncul tergantung pada penyebabnya, misalnya:
1. peradangan hati (hepatitis) bisa menyebabkan hilangnya nafsu makan, mual
muntah, dan demam 3
2. penyumbatan empedu bisa menyebabkan gejala kolestasis 3
Penilaian jaundice yang dilakukan pada bayi baru lahir, berbarengan dengan pemantauan
tanda-tanda vital (detak jantung, pernapasan, suhu) bayi, minimal setiap 8-12 jam. Salah satu
tanda jaundice adalah tidak segera kembalinya warna kulit setelah penekanan dengan jari.
Cara menilai jaundice membutuhkan cahaya yang cukup, misalnya dengan kadar terang siang
hari atau dengan cahaya fluorescent. Jika ditemukan tanda jaundice pada 24 jam pertama
setelah lahir, pemeriksaan kadar bilirubin harus dilakukan. Pemeriksaan kadar bilirubin dapat
dilakukan melalui kulit (TcB: Transcutaneus Bilirubin) , (TSB: Total Serum Bilirubin) dan
penilaian faktor resiko. Kadar bilirubin yang diperoleh dari pemeriksaan ini dapat
menggambarkan besar kecilnya risiko yang dihadapi si bayi.
Faktor risiko mayor 5

1. TSB atau TcB di high-risk zone


2. Jaundice dalam 24 jam pertama
3. Ketidakcocokan golongan darah atau rhesus
4. Penyakit hemolisis (penghancuran sel darah merah), misal: defisiensi G6PD yang
dibutuhkan sel darah merah untuk dapat berfungsi normal
5. Usia gestasi 35-36 minggu
6. Riwayat terapi cahaya pada saudara kandung
7. Memar yang cukup berat berhubungan dengan proses kelahiran, misal: pada kelahiran
yang dibantu vakum
8. Pemberian ASI eksklusif yang tidak efektif sehingga tidak mencukupi kebutuhan
bayi, ditandai dengan penurunan berat badan yang berlebihan
9. Ras Asia Timur, misal: Jepang, Korea, Cina

Faktor risiko minor 5

1. TSB atau TcB di high intermediate-risk zone


2. Usia gestasi 37-38 minggu
3. Jaundice tampak sebelum meninggalkan RS/RB
4. Riwayat jaundice pada saudara sekandung
5. Bayi besar dari ibu yang diabetik
6. Usia ibu 25 tahun
7. Bayi laki-laki

Pengobatan
Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya
adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan menghilang sejalan
dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal
(pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah
mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) dua yang akan
mengikat garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat,
hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin K1) mg/hari
SK untuk 2-3hari 1.
Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan
pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase bilier paliatip
dapet dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara
endoskopik. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaranbatu telah menggantikan laparatomi
pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin
diperlukan untuk membantu pengenluaran batu di saluran empedu.
Pencegahan
Cara-cara mencegah peningkatan kadar pigmen empedu (bilirubin) dalam darah / mengatasi
hiperbilirubinemia :
1. Mempercepat proses konjugasi / meningkatkan kemampuan kinerja enzim yang terlibat
dalam pengolahan pigmen empedu (bilirubin).
2. Mengupayakan perubahan pigmen empedu (bilirubin) tidak larut dalam air menjadi larut
dalam air, agar memudahkan proses pengeluaran (ekskresi), dengan cara pengobatan
sinar (foto terapi).
3. Membuang pigmen empedu (bilirubin) dengan cara transfusi tukar.
4. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
Daftar Pustaka
[1]. Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit Dalam :
Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425
[2]. Kaplain, Lee M., Isselbacher, Kurt.J, Harrison, in Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam, H.A,Ahmad, eds., EGC : Jakarta, 2000, vol.I, hlm. 263-269
[3]. Sakit Kuning (Jaundice), http://info-sehat.com/content.php?s_sid=1064,
acces : 05 November 2007
[4]. Jaundice, http://en.wikipedia.org/wiki/Jaundice, last modified : 30 November
2007, acces : 05 Nopember 2007

[5]. dr. Itqiyah, Nurul, Jaundice / Kuning,


http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=14, last
modified : 15 Januari 2007, acces : 05 November 2007

[6] Quality improvement report: The jaundice hotline for the rapid assessment of patients
with jaundice, doi:10.1136/bmj.325.7357.213 BMJ 2002;325;213-215 BMJ, volume 325,
27 July 2002, halaman 213

Anda mungkin juga menyukai