1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah untuk memahami teknik pemberian obat
secara injeksi.
1.3 Indikasi
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena
tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak sadar atau bingung,
sehingga klien tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh karena itu,
untuk memenuhi kebutuhan obat klien dilakukan denganpemberian obat secara injeksi.
Selain itu, indikasi pemberian obat secara injeksi juga disebabkan karena ada beberapa obat
yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak direarbsorbsi oleh usus. Pemberian
injeksi bisa juga dilakukan untuk anastesi lokal.
1.4 Peralatan
Alat yang digunakan untuk injeksi terdiri dari spuit dan jarum. Ada berbagai spuit dan jarum
yang tersedia dan masing-masing di desain untuk menyalurkan volume obat tertentu ke tipe jaringan
tertentu. Perawat berlatih memberi penilaian ketika menentukan spuit dab jarum mana yang paling
efektif.
A. Spuit
Spuit terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip) di desain tepat
berpasangan dengan jarum hypodermis dan alat pengisap (plunger) yang tepat menempati rongga
spuit. Spuit, secara umum, diklasifikasikan sebagai Luer lok atau nonLuer-lok. Nomenklatur ini
didasarkan pada desain ujung spuit.
Adapun tipe-tipe spuit yaitu:
a) Spuit Luer-lok yang ditandai dengan 0,1 persepuluh
b) Spuit tuberkulin yang ditandai dengan 0,01 (seperseratus) untuk dosis kurang dari 1 ml
c) Spuit insulin yang ditandai dalam unit (100)
d) Spuit insulin yang ditandai dengan unit (50)
Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 sampai 60 ml. Tidak lazim menggunakan spuit
berukuran lebih besar dari 5 ml untuk injeksi SC atau IM. Volume spuit yang lebih besar akan
menimbulkan rasa ynag tidak nyaman. Spuit yang lebih besar disiapkan untuk injeksi IV.
Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik pengisap keluar sementara ujung
jarum tetap terendam dalam larutan yang disediakan. Perawat dapat memegang bagian luar badan
spuit dan pegangan pengisap. Untuk mempertahankan sterilitas, perawat menghindari objek yang
tidak steril menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub, badan pengisap, atau jarum.
B. Jarum
Supaya individu fleksibel dalam memilih jarum yang tepat, jarum dibingkus secara individual.
Beberapa jarum tudak dipasang pada spuit ukuran standar. Klebanyakan jarum terbuat sari stainless
steel dan hanya digunakan satu kali.
Jarum memiliki tiga bagian: hub, yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit; batang
jarum (shaft), yang terhubung dengan bagian pusat; dan bevel, yakni bagian ujung yang miring.
Setiapum memiliki tiga karaktreisrik utama: kemiringan bevel, panjang batang jarum, dan
ukuran atau diameter jarum. Bevel yang panjang dan lebih tajam, sehingga meminimalkan rasa ridak
nyaman akibat injeksi SC dan IM. Panjang jarum bervariasi dari sampai 5 inci. Perawat memilih
panjang jarum berdasarkan ukuran dan berat klien serta tipe jaringan tubuh yang akan diinjeksi obat.
Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya. Seleksi ukuran jarum
bergantung pada viskositas cairan yang akan disuntikkan atau diinfuskan.
Pemberian obat secara parenteral (harfiah berarti di luar usus) biasanya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat, dan lengkap atau obat untuk obat yang merangsang atau dirusak
getah lambung (hormone), atau tidak direarbsorbsi usus (streptomisin), begitupula pada pasien yang
tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Keberatannya adalah lebih mahal dan nyeri, sukar digunakan
oleh pasien sendiri. Selain itu, adapula bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya
merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.
a. subkutan (hypodermal).
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut
baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah
dilakukan sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula.
Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar
bagian luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior
paha. Tempat yang paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat
yang lain meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral atas atau gloteus dorsal.
Tempat yang dipilih ini harus bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, dan otot
atau saraf besar dibawahnya.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam air (0,5 sampai 1
ml). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar. Kumpulan
obat dalam jaringan dapat menimbulkan abses steril yang tak tampak seperti gumpalan yang mengeras
dan nyeri di bawah kulit.
c. Intramuskuler (i.m),
Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh
darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot
yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh
darah. Dengan injeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Guna
memperlambat reabsorbsi dengan maksud memperpanjag kerja obat, seringkali digunakan larutan
atau suspensi dalam minyak, umpamanya suspensi penisilin dan hormone kelamin. Tempat injeksi
umumnya dipilih pada otot pantat yang tidak banyak memiliki pembuluh dan saraf.
Tempat injeksi yang baik untuk IM adalah otot Vastus Lateralis, otot Ventrogluteal, otot
Dorsogluteus, otot Deltoid.
d. Intravena (i.v),
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu
satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya
singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang
sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan
protein atau butiran darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid darah
dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini benda asing langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi,
misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi
dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh
karena itu, setiap injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya.
e. Intra arteri.
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk membanjiri suatu organ, misalnya
hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya obat kanker
nitrogenmustard.
f. Intralumbal (antara ruas tulang belakang pinggang), intraperitoneal (ke dalam ruang selaput
perut), intrapleural, intracardial, intra-articular (ke celah-celah sendi) adalah beberapa cara injeksi
lainnya untuk memasukkan obat langsung ke tempat yang diinginkan.