Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konstipasi merupakan hal yang sering dialami oleh setiap orang. Hal ini
disebabkan oleh jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah air yang diminum, dan
kondisi patofisiologis lainnya. Penyembuhan konstipasi tidak selalu dalam waktu
cepat, oleh karena itu penggunaan obat-obatan yang berfungsi sebagai laksansia
sangat bermanfaat untuk menangani kasus ini. Makalah ini berisi tentang apa itu
sembelit, mengapa bisa terjadi sembelit dan berbagai golongan obat yang
berkhasiat sebagai laksansia (obat pencahar).

1.2 Tujuan
a. Mengetahui apa itu sembelit
b. Mengetahui penyebab sembelit
c. Mengetahui golongan obat laksansia dan mekanisme kerjanya

1.3 Rumusan Masalah
a. Apa itu sembelit ?
b. apa saja penyebab sembelit ?
c. apa saja golongan obat laksansia ?






BAB II
PEMBAHSAN

2.1 Definisi dan Penggunaan Laksansia
Obat pencahar (laksansia) adalah zat-zat yang dapat mempercepat peristaltik di
dalam usus sebagai refleks dari rangsangan langsung terhadap dinding usus yang
menyebabkan defekasi. Zat-zat ini mempengaruhi atau merangsang susunan
syaraf otonom parasimpatis untuk melakukan gerak peristaltaltik di usus dan
mendorong isinya keluar. Obat pencahar biasanya diminum oleh mereka yang
mengalami sembelit (konstipasi) dimana defekasi terhenti atau berlangsung tidak
lancar atau tidak teratur.
Adapun sembelit atau konstipasi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
gerakan peristaltik usus yang terganggu, sukar, danberkurang. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh makanan yang kurang sesuai atau kurangnya akivitas fisik ataupun
faktor-faktor yang bersifat subjektif misalnya tegang, feses terlalu keras, dan rasa
sakit pada waktu buang air besar.
Di samping sembelit, laksansia juga digunakan pada sejumlah keadaan tertentu,
yaitu:

Gangguan usus teriritasi (IBS) dengan keluhan sakit di bagian bawahperut tanpa
adanya kelainan organik

Untuk mengosongkan usus (diagnosis) sebelum menjalani pembedahanatau
pemeriksaan dengan sinar Rontgen daei saaluran lambung-usus,kandung empedu dan
sebagainya

Pada peristiwa keracunan oral akut guna mengeluarkan zat racunnyadari tubuh
secepat mungkin. Dalam hal ini terutama digunakan sebagaipencahar garam-aram
anorganik seperti MgSO4 dan natrium sulfat

Terapi obat cacing, sebelum atau sesudah penggunaan obat cacing,untuk
mengekspose parasit-parasit terhadap obat cacing atau untuk mengeluarkan cacing
dan sisa-sisa obat cacing bila diberikan obatsesudahnya.
Sering kali obat pencahar dianggap sebagai obat yang tidak berbahaya dan
dapat digunakan setiap waktu. Penggunaan yang terlalu sering dari obat-obat ini,
pada hakikatnya akan merugikan kesehatan karena laksansia menimbulkan
masalah-masalah sebagai berikut:
a. Mengganggu absorpsi normal dari bahan-bahan gizi di usus kecil. Sintesa
vitamin K dan B kompleks oleh flora usus besar juga akan dihambat.
Elemen-elemen spora dan mineral-mineral penting seperti kalium dan
natrium. Tidak diserap kembali dalam usus besar , sehingga keseimbangan
air dan elektrolit (Na dan K) maupun susunan flora usus akan kacau.
Akibatnya adalah kemungkinan timbulnya kelemahan otot, kejang perut
dan diare.
b. Menimbulkan pelbagai gangguan saluran cerna, misalnya usus besar
berkejang (spastic colon). Terutama laksansia kontak bila digunakan terus
menerus dapat mencetuskan diare cair dengan kehilangan air dan
elektrolit, juga kerusakan jaringan saraf usus sehingga motoriknya menjadi
lumpuh.
c. Menimbulkan ketergantungan, sehingga obat, terutama laksansia kontak,
harus diminum terus menerus. Dosisnya pun harus terus ditingkatkan
untuk mendapatkan hasil yang sama karena kepekaan usus telah menurun
dan tidak lagi bereaksi terhadap rangsangan normal. Akibatnya rangsangan
yang kontinu dan rusaknya saraf-saraf dinding usus, akhirnya timbul
gejala yang lazim disebut usus malas.
Karena bahaya-bahaya itu, penggunaan obat pencahar secara terus menerus
harus dihindari, terutama senyawa antrakinon dan parafin.
Penyalahgunaan. Harus diwaspadai pula bahwa ada obat pengurus badan
yang mengandung pencahar. Jelas bahwa sediaan demikian membahayakan
kesehatan karena disamping efek buruk tersebut diatas, juga dapat terjadi
defisiensi vitamin-vitamin dan elemen-elemen spora yang tidak diabsorpsi.
Kontra indikasi. Semua jenis laksansia tidak boleh diberikan kepada orang
yang mendadak nyeri perut karena misalnya ileus, radang usus atau radang usus
buntu (appendicitis; appendix bias pecah). Begitu pula kepada mereka yang sakit
perut hebat tanpa sebab yang jelas atau mereka yang menderita kejang, kolik,
mual dan muntah-muntah. Wanita hamil pada hakikatnya jangan
menggunakannya karena resiko keguguran.
Kepada penderita penyakit kandung empedu tidak boleh diberikan obat
pencahar MgSO
4

karena garam ini dapat menyebabkan kontraksi hebat dari organ
tersebut.



2.2 Sembelit atau Konstipasi
Konstipasi merupakan dimana terjadi penurunan motilitas (pergerakan)
usus, yang ditandai dengan kesulitan buang air besar (BAB). Setiap orang
memang memiliki kapasitas motolitas usus sendiri, namun bila setelah 3 hari,
masih sulit BAB, maka kotoran akan menjadi keras dan makin sulit dikeluarkan.
Berdasarkan waktu terjadinya konstipasi dibagi menjadi 2 yaitu Konstipasi akut
dan kronik. Konstipasi akut dimulai secara tiba-tiba dan tampak dengan jelas.
Konstipasi menahun (kronik), kapan mulainya tidak jelas dan menetap selama
beberapa bulan atau tahun.
Seseorang dikatakan mengalami konstipasi apabila mengalami kondisi:
a. konsistensi feses yang keras;
b. mengejan dengan keras saat BAB;
c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB;
d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

Patofisiologi
Kebiasaan buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3
hari sekali. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila buang air besarnya
kurang dari 3 kali perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau
dalam buang air besar harus mengejan secara berlebihan.
Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian
mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap,
serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai
mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal secara teratur
kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam. Diduga pergerakan tinja dari
bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali
sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan
yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di
batang otak, dan telah dilatih sejak masa anak-anak.
Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat mengalami gangguan, yaitu
kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul
kesulitan defekasi. Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit
atau karena kelainan psikoneurosis. Yang termasuk gangguan pasase bolus oleh
suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, parasit, virus),
kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di salah
satu bagian saluran cerna ( gastrektomi, kolesistektomi).
Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali
bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon
akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau tinja.
Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu mencapai
rektum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap.
Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu
banyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan,
sehingga menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.
Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau pada
fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan obat-
obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik yang
mempengaruhi traktus gastrointestinal.
Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan
rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak
efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme atau pemakaian opium, dan bila ada
obstruksi usus besar yang disebabkan oleh kelainan struktur atau karena penyakit
hirschprung). Statis tinja di kolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang
berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum yang normalnya akan
memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada
reflek defekasi yang dicetuskan oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum,
serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-
otot perut dan dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter anus juga bisa
menyebabkan retensi tinja.

Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja
yang besar dan keras di dalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila
dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi. Distensi rektum dan kolon
mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan efektivitas peristaltik. Akhirnya,
cairan dari kolon proksimal dapat merembes disekitar tinja yang keras dan keluar
dari rektum tanpa terasa. Gerakan usus yang tidak disengaja (encopresis) mungkin
keliru dengan diare.

2.3 PENYEBAB KONSTIPASI :
1. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah
kebiasaan BAB yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat
atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah.
Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi habis. Anak pada masa
bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini sedangkan pada orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu
menggunakan pispot atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman.
Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik
untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB yang teratur.
2. Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga
menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses
defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih
lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu
meningkatkan pergerakan makanan tersebut.
3. Peningkatan stres psikologi
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat
gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres
juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi
colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada
abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara
diare dan konstipasi.
4. Latihan yang tidak cukup
Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot
abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara
tidak langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu
makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang
refleks pada proses defekasi.
5. Penggunaan laxative yang berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar.
Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan
mengabaikan keinginan BAB refleks pada proses defekasi yang alami dihambat.
Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan
kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan
yang terus-menerus (toleransi obat).
6. Obat-obatan
Banya obat menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di antaranya seperti
; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik,
melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf
pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi,
mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus
untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan
dapat menyebabkan diare pada sebagian orang.
7. Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang
tua turut berperan menyebabkan konstipasi.
8. Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di
antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid,
yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat
kemampuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang
menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.

Obat-obat yang bisa menyebabkan konstipasi adalah:
- Aluminium hidroksida (dalam antasid yang dijual bebas)
- Garam bismut
- Garam besi
- Antikolinergik
- Obat darah tinggi (anti-hipertensi)
- Golongan narkotik
- Beberapa obat penenang dan obat tidur.

Cara mencegah konstipasi dengan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya, antara lain:
1. Makan makanan tinggi serat (yang sudah pasti kita ketahui). Sumber serat
antara lain adalah buah-buahan, roti gandum utuh, atau sereal. Serat dalam
makanan akan membentuk massa kotoran (feces) sehingga mengembang
dan mudah dikeluarkan.
2. Minum minimal 8 gelas air sehari, kecuali anda memiliki kondisi medis
yang mengharuskan anda membatasi asupan cairan. Minuman seperti kopi
dan teh memiliki efek dehidarsi sehingga harus dihindari hingga pola
defekasi anda sudah normal.
3. Olahraga teratur
4. Jangan terlalu sering menahan BAB
Yang harus dilakukan jika sudah terserang konstipasi adalah :
1. Minum ekstra 2-4 gelas air, gunakan air hangat terutama di pagi hari.
2. Tambahkan buah-buahan dalam diet anda
3. Minum susu dapat dicoba untuk meningkatkan pergerakan usus anda
4. Jangan sembarang menggunakan pencahar tanpa konsultasi dengan dokter
karena dapat memperberat konstipasi yang anda alami.
Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan konstipasi adalah karena:
Konstipasi terjadi baru (sebelumnya belum pernah mengalami)
Disertai darah saat BAB
Disertai penurunan berat badan walau tanpa pengaturan diet
Disertai nyeri saat BAB
Konstipasi terjadi lebih dari 2 minggu
Pada prinsipnya konstipasi terjadi sebagian besar karena pola makan dan
gaya hidup yang tidak teratur, namun perlu diwaspadai seberapa kondisi
serius yang memerlukan penanganan medis lebih lanjut.

2.4 Akibat yang Ditimbulkan Konstipasi
Walaupun sembelit bukan termasuk suatu penyakit dan gangguan kesehatan yang
serius, hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja karena jika Anda membiarkannya,
sembelit akan menimbulkan gangguan medis yang serius. Kesulitan buang air
besar dalam waktu lama biasanya dapat menimbulkan kebiasaan mengejan saat
BAB.
Hal ini lama kelamaan dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah di anus dan
dapat memicu pembengkakan sehingga akhirnya akan muncul tonjolan yang
disebut ambeien atau hemorrhoid. Hemorrhoid jika dibiarkan akan pecah dan
menimbulkan pendarahan pada anus. Jika sembelit diiringi dengan penurunan
berat badan secara drastis selama 1 bulan dan mencapai 15 kg, hal ini bisa
menjadi pertanda adanya kanker atau tumor di saluran pencernaan.
Selain dapat menyebabkan wasir, sembelit juga dapat menyebabkan infeksi pada
saluran kemih dan penumpukan feses di rektum. Terjadinya sembelit juga dapat
dipicu oleh kelainan di dalam tubuh seperti terjadinya penyakit radang usus,
adanya tumor, penyakit Hirschprung, penyakit parkinson, dan sumbatan di usus
besar. Hal-hal tersebut merupakan bahaya sembelit yang harus diwaspadai.

2.5 Mengenal Konstipasi Berdasarkan Ukuran Kepadatan Tinja
Bristol stool chart atau dalam bahasa Indonesia artinya tabel tinja Bristol adalah
tabel yang menunjukan ukuran kepadatan tinja dari yang terpadat (model yang
pertama) hingga tercair (model yang terakhir).
Model tinja atau feses 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang) dan 3
(konstipasi ringan) dari Bristol Stool Chart yang menunjukkan tingkat konstipasi
atau sembelit.









Berikut ini adalah penjelasan dan terjemahan dari tabel tersebut:
Model tinja 1
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti kacang, sangat keras,
dan sangat sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita
konstipasi kronis.
Model tinja 2
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, permukaanya menonjol-nonjol dan
tidak rata, dan terlihat seperti akan terbelah menjadi berkeping-keping. Biasanya
tinja jenis ini dapat menyumbat WC, dapat menyebabkan ambeien, dan
merupakan tinja penderita konstipasi yang mendekati kronis.
Model tinja 3
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan yang kurang rata,
dan ada sedikit retakan. Tinja seperti ini adalah tinja penderita konstipasi ringan.
Model tinja 4
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular. Tinja ini adalah bentuk
tinja penderita gejala awal konstipasi.
Model tinja 5
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti bulatan-bulatan yang lembut,
permukaan yang halus, dan cukup mudah untuk dikeluarkan. Ini adalah bentuk
tinja seseorang yang ususnya sehat.
Model tinja 6
Tinja ini mempunyai ciri permukaannya sangat halus, mudah mencair, dan
biasanya sangat mudah untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja
penderita diare.
Model tinja 7
Tinja mempunyai ciri berbentuk sangat cair (sudah menyerupai air) dan tidak
terlihat ada bagiannya yang padat. Ini merupakan tinja penderita diare kronis.
Kesimpulannya adalah sebagai berikut:
Model 1 sampai model 4 merupakan bentuk tinja penderita konstipasi.
Model 5 adalah tinja seseorang yang ususnya sehat.
Model 6 sampai model 7 merupakan bentuk tinja penderita diare.
Model 1 dan model 7 adalah tinja seseorang yang menderita gangguan
pada usus dengan tingkat yang berbahaya dan dapat berakibat fatal.
2.6 Macam-Macam Konstipasi
Pada umumnya Kontipasi dibagi menjadi :
Konstipasi
primer
Konstipasi normal transit
(konstipasi fungsional)
Jenis konstipasi tersering. Tinja melewati
usus dengan kecepatan yang normal.
Kesulitannya adalah saat mengeluarkan dan
tinja yang keras. Pasien meraksana
kembung dan nyeri atau rasa tidak nyaman
di perut juga bisa terjadi stress
pasikososisal.
Konstipasi transit lambat Biasanya terjadi pada perempuan muda
yang memiliki kebiasaan BAB yang jarang.
Biasanya pada keterlambatan yang ringan
dapat teratasi dengan diet tinggi serat ,
namun tidak bagi yang sudah parah bahkan
laksatif pun tidak akan membantu
Disfungsi anorektal Termasuk didalamnya adalah disnergia otot
dasar pelvik, disfungsi otot dasar pelvik
Konstipasi
sekunder
- Konstipasi jenis ini diakibatkan kondisi
atau penyakit sistemik lain seperti penyakit
endokrin dan metabolic, kelainan neirologi,
kondisi psikologis, kehamilan dan
abnormalitas struktur lainnya.
- Dapat pula dikaitkan dengan penggunaan
obat seperti antacid, antikolinergik,
antidepresan, antihistamin, ca-channel
blocker, diuretic, zat besi, narkotik, opiod,
psikotropika dll.



2.7 Terapi Untuk Konstipasi
2.7.1 Terapi Non Farmakologis

a. Diet Tinggi Serat
Terapi non farmakologis merupakan terapi lini pertama dalam penanganan
konstipasi dengan melakukan modifikasi diet untuk meningkatkan jumlah serat
yang dikonsumsi. Serat yang merupakan bagian dari sayuran yang tak dicerna
dalama usus akan meningkatkan curah feses, meretensi cairan tinja, dan
meningkatkan transit tinja dalam usus. Dengan terapi serat ini maka frekuensi
buang air besar meningkat dan menurunnya tekanan pada kolon dan rektum.

Pasien disarankan setidaknya mengkonsumsi 10 gram serat kasar perharinya.
Buah, sayur dan sereal adalah contoh bahan makanan kaya serat. Dedak baku
mengandung sekitar 40% serat. Selain itu terdapat juga produk obat yang
merupakan agen pembentuk serat masal seperti koloid psylium hidrofilik,
metilselulosa atau polikarbofil yang dapat menghasilkan efek sama dengan bahan
makanan tinggi serat yang tersedia dalam sediaan tablet, serbuk atau kapsul.

b. Pembedahan
Pada beberapa pasien konstipasi tindakan pembedahan diperlukan. Hal ini karena
adanya keganasan kolon atau obstruksi saluran gastrointestinal sehingga
diperlukan reseksi usus. Selain itu pembedahan juga diperlukan pada kasus
konstipasi yang disebabkan oleh pheokromositoma.

c. Biofeedback
Sebagian besar pasien konstipasi karena disfungsi dasar panggul merasakan
manfaat dari elektromiogram dengan terapi biofeedback. Biofeedback adalah
penggunaan alat untuk mencerminkan proses psikologi dan fisiologi yang pada
umumnya tidak disadari oleh orang tersebut, namun dengan menggunakan alat
biofeedback, proses pikir seseorang dapat disadari dan berada di bawah kontrol.
Orang akan menerima informasi tentang status biologisnya, dan menggunakan
informasi ini, ia belajar untuk meraih kontrol di bawah fungsi biologis yang tidak
disadari.

2.7.2 Terapi Farmakologis
Pada pengobatan dan pencegahan konstipasi pemberian agen pembentuk serat
mutlak diberikan. Suatu jenis agen pembentuk serat ini sudah mencukupi, dan
harus digunakan dalam diet harian terutama pada penderita konstipasi kronis.
Kecuali agen difenilmetana dan turunan antrakuinon tidak boleh digunakan pada
terapi rutinitas dasar.

Sedangkan pada pasien konstipasi akut, penggunaan laksatif sewaktu-waktu
diperbolehkan. Konstipasi akut dapat dihilangkan dengan pemberian supositoria
gliserin, atau jika kurang efektif dapat juga diberikan sorbitol oral, difenilmetan
atau turunan antrakuinon dosis rendah, atau garam pencahar (garam
magnesium/garam inggris). Namun jika gejala ini tidak hilang dalam waktu lebih
dari 1 minggu maka penderita harus melakukan pemeriksaan lanjut dan menerima
terapi dengan rejimen lain.

2.8 Penggolongan Obat-obat Pencahar
Pada masa lalu obat pencahar digolongkan berdasarkan intensitas
dari efeknya sesuai dengan urutan daya kerjanya yang meningkat
sbb : laksansia, katarktika, purgativa dan drastika. Ketiga kelompok
obat terakhir bekerja sangat drastis dan sekarang sudah tidak
digunakan lagi (obsolet). Lebih tepat dan rasional bila
penggolongan obat pencahar didasarkan atas farmakologi dan sifat
kimiawinya yakni :
1. Laksansia kontak (zat perangsang)
2. Laksansia osmotik
3. Zat-zat pembesar volume
4. Zat-zat pelicin dan emolientia (pelembut)

Ketiga kelompok terakhir meningkatkan jumlah air dalam rongga usus dengan
memengaruhi keseimbangan antara absorpsi dan sekresi. Beberapa faktor
memegang peranan dalam proses ini, yakni daya osmotik, daya mengikat air dan
efek langsung terhadap sel-sel mukosa. Sel-sel yang terlibat pada peningkatan
cairan usus yang berefek pembesaran volume dan pelunakan chymus diperkirakan
berdasarkan stimulasi system adenilsiklase, penghambatan enzim natrium-ATP-
ase dan perubahan permeabilitas sel-sel mukosa.
1. Laksansia kontak: derivate-antrakinon (Rhamnus = Cascara sagrada, Senna,
Rhei), derivat-derivat difenilmetan (bisakodil, pikosulfat, fenolftalein) dan
minyak kastor.
Zat-zat ini merangsang secara langsung dinding usus dengan akibat
peningkatan peristaltik dan mengeluarkan isi usus dengan cepat. Mekanisme
kerjanya yang tepat tidak dikethui, walaupun terdapat perubahan morfologi
dari epitel dinding usus dan perubahan transpor dari air dan elektrolit. Senna,
Rhei, fenolftalein dan minyak kastor tidak begitu sering lagi penggunaannya.
Pada akhir 1997 fenolftalein ditarik dari peredaran, karena percobaan pada
tikus dengan dosis amat tinggi menunjukan sifat karsinogen.
2. Laksansia osmotik: Magnesium sulfat/sitrat dan natriumsulfat, gliserol,
manitol dan sorbitol, juga laktulosa dan laktitol.
Garam-garam anorganik dari ion-ion divalen, senyawa polialkohol dan
disakarida ini berkhasiat mencahar berdasarkan lambat absorpsinya oleh usus,
sehingga menarik air dari luar usus melalui dinding kedalam usus via
proses osmosa. Tinja menjadi lebih lunak dan volumenya diperbesar yang
merupakan suatu rangsangan mekanis atas dinding usus. Peristaltik diperkuat
yang mempermudah pengeluaran diusus. Pada disakarida terbentuknya asam-
asam yang merangsang dinding usus juga memegang peranan. Gliserol
digunakan dalam bentuk suppositoria, karena dapat menimbulkan refleks
defekasi diporos usus (rectum).
3. Zat-zat pembesar volume: zat-zat lendir (agar-agar, metilselulosa, CMC) dan
zat-zat nabati psyllium, gom sterculia dan katul.
Semua senyawa polysakarida ini sukar dipecah dalam usus dan tidak
diserap (dicernakan), a.i. serat-serat alamiah: selulosa, hemiselulosa, pectin,
lignin, gom-gom dan zat-zat lendir. Zat-zat ini berdaya menahan air sambil
mengembang. Disamping itu pada perombakan oleh kuman-kuman usus
terbentuklah asam-asam organik dan gas-gas (CO
2
,O
2
, H
2
, CH
4
), Sedangkan
massa bakteri juga meningkat; semua ini turut memperbesar volume chymus.
Dengan demikian khasiat mencaharnya berdasarkan rangsangan mekanis dan
kimiawi terhadap dinding usus ditambah dengan pelunakan tinja. Selama
penggunaan zat-zat ini penting sekali untuk minum banyak air, sampai 3 liter
sehari.
Sayur-mayur dan buah-buahan juga mengandung banyak serat nabati yang
terdiri dari polisakarida tersebut diatas. Kombinasi dari zat-zat pembesar
volume ini dengan laksansia kimia lainnya (mis. Senyawa antrakinon) tidak
dianjurkan, karena kegiatan akan dihambat.
4. Zat-zat pelicin dan emollientia: natrium-docusat, natriumlauril-sulfo-asetat
dan paraffin cair. Kedua zat pertama memiliki aktivitas permukaan
(detergensia) dan mempermudah defekasi, karena melunakan tinja dengan
jalan meningkatkan penetrasi air kedalamnya. Paraffin melicinkan penerusan
tinja dan bekerja sebagai bahan pelumas

Efek samping umum
Laksansia kontak, zat-zat pembesar volume dan laktulosa/laktitol dapat
menimbulkan perasaan kembung dan banyak angin (flatulensi). Gejala ini dapat
dikurangi dengan pentakaran awal rendah yang berangsur-angsur dinaikan.
Laksansia kontak bila digunakan kronis melumpuhkan motilitas usus. Bila zat-zat
pembesar volume diminum dengan terlalu sedikit air, obstipasi justru bias
memburuk atau bahkan terjadi obstruksi usus! Minyak kastor dan fenolftalein
menimbulkan sejumlah efek samping buruk, maka kini jarang digunakan lagi.
Kehamilan dan laktasi. Semua laksansia boleh digunakan oleh wanita hamil,
kecuali minyak kastor, yang bias memicu his. Sebaiknya berhati-hati dengan
bisakodil, karena dapat menimbulkan kejang-kejang. Laktulosa dianggap sebagai
laksans paling aman selama kehamilan. Senyawa antrakinon, magnesiumsulfat
dan fenolftalein masuk kedalam air susu ibu, sehingga tidak boleh diberikan
selama laktasi.

ZAT-ZAT TERSENDIRI
1. LAKSANSIA KONTAK
1.a. Tumbuhan yang mengandung glikosida-antrakinon.
Laksansia ini juga dinamakan pencahar emodin dan baru menjadi aktif
setelah glikosida dihidrolisa dalam usus menjadi bentuk aglukonnya. Efeknya
tampak setelah 6 jam atau lebih, karena hidrolisa berlangsung lambat.
Mekanisme kerjanya berdasarkan stimulasi peristaltik usus besar.
Efek samping. Pada penggunaan senna dan Rhei Radix, ginjal akan
mengeluarkan asam krisofan yang memberikan warna kuning-coklat kepada air
seni yang bereaksi asam atau merah ungu bila alkalis.
Kehamilan dan laktasi penggunaannya tidak dianjurkan selama laktasi.
Karena dapat mencapai air susu ibu. Untuk uraian mengenai Rhamni cortex
(Cascara sagrada Lat, kulit pohon yang kudus) yang kini tidak digunakan lagi,
lihat edisi IV)
1b. Sennae Foliolum: *Eucarbon
Daun-daun dari pohon cassia angusfolia ini mengandung sebagai zat aktif
terpenting a.l. dua senyawa-glikosida isomer: sennosida A dan B. Zat-zat ini
memiliki daya laksatif dari semua zat antrakinon alamiah lainnya. Kacangnya
(Sennae Folliculum) juga dapat digunakan sebagai obat penghancar yang
jarang menimbulkan efek samping kejang-kejang.
Sediaan dahulu yang dibuat dari tumbuhan ini adalah Infusum Sennae
Compositum (Senna tea), yang pembuatannya harus menurut suatu prosedur
tertentu untuk menghindari anthranol bebas yang dapat menyebabkan kejang-
kejang dan sakit perut. Kini jarang digunakan lagi.
1c. Rhei Radix :*Eucarbon
Akar tinggal dari tumbuhan Rhei palmatum (kelembak) yang berasal dari cina
merupakan suatu obat pencahar yang dahulu digunakan sebagai serbuk maupun
sebagai ekstrak dan sirop. Dewasa ini akar Rhei jarang digunakan lagi dalam
ilmu kedokteran resmi.
1d. Bisakodil: Dulcolax
Derivat-difenilmetan ini adalah laksansia kontak populer yang bekerja
langsung terhadap dinding usus besar (colon) dengan memperkuat
peristaltiknya. Tinja pun menjadi lunak. Di samping penggunaannya sebagai
pencahar umum , juga sering digunakan untuk mengosongkan usus besar
sebelum pembedahan atau pemeriksaan dengan sinar Rontgen.
Resorpsi. Dalam usus halus bisakodil diresorpsi sampai 50% dan setelah
desasetilasi dalam hati sebagian dikeluarkan dengan empedu dan mengalami
siklus enterohepatis. Metabolitnya juga aktif. Sisanya dieksresi melalui ginjal.
Bagian yang tidak diserap berkhasiat terhadap dinding usus. Defekasi terjadi
setelah k.i. 7 jam, pada penggunaan rectal setelah k.i. 30 menit. Karena
resorpsinya karena resorpsi tidak diperlukan bagi khasiat mencaharnya dan
supaya jangan sampai membebankan hati, tablet diberikan sebagai tablet e.c.
tahan asam yang baru pecah di bagian bawah usus halus. Dengan demikian
resorpsi dibatasi sampai sedikit mungkin, lagi pula iritasi terhadap dinding
lambung dihindari.
Efek samping jarang terjadi dan berupa kejang-kejang perut; secara rectal
obat ini dapat merangsang selaput lendir rectum. Tidak boleh digunakan
bersamaan dengan susu atau zat-zat yang bereaksi alkalis (antasida) karena bias
merusak lapisan enteric-coating dari tablet.
Kehamilan. Obat ini dapat digunakan selama kehamilan, walupun harus
berhati-hati karena dapat menimbulkan kejang perut.
Dosis: sebelum tidur 1-2 tablet salut dari 5 mg; suppositoria 10 mg (asetat)
pada pagi hari. Sebagai klisma: larutan 10 mg/5 ml dalam polietilenglikol.
Natriumpikosulfat (laxoberon) adalah derivate-sulfat sintetis dengan
khasiat dan sifat yang sama. Zat ini baru aktif setelah dihidrolisa oleh enzim
hidrolase (dari bakteri) didalam colon dan coecum menjadi metabolit-
metabolitnya. Daya kerjanya lambat, sesudah 10-12 jam dan sering kali
digunakan sebagai laksans sebelum pembedahan.
Resorpsinya diusus ringan sekali dan dikeluarkan sebagai glukuronidanya
melalui kemih dan faeces. Secara rektal tidak selektif.
Dosis: malam hari sebelum tidur 5-10 mg, anak-anak dari 4-6 tahun 2,5-5
mg.
1e. Fenolftalein: *Agarol, *Laxadine
Serbuk yang berwarna putih ini adalah derivate-difenilmetan yang kerja
laksatifnya berdasarkan terutama atas rangsangannya terhadap usus besar. Zat
ini sukar larut dalam air, tidak ada rasanya dan tidak berbau. Jarang digunakan
lagi sebagai laksans umum (bersama agar-agar). Dalam analisa kimia,
fenolftalein digunakan sebagai indicator pada titrasi asam basa.
Resorpsinya. Didalam usus kecil, zat ini dilarutkan oleh kegiatan garam-
garam dan empedu. Mulai kerjanya 4-8 jam setelah pemberian. Sebagian zat
diserap dan masuk kedalam sirkulasi untuk kemudian dieksresi dalam empedu.
Dikarenakan siklus enterohepatis kerjanya bias bertahan sampai 2-3 hari.
Efek sampingnya dapat bersifat serius dan berupa kolik, kolaps, lupus
erythematodes dan reaksi kepekaan pada kulit, juga pigmentasi yang dapat
bertahan selama beberapa waktu setelah pengobatan dihentikan. Zat ini bersifat
karsinogen pada tikus dan dibanyak Negara telah dibatalkan registrasinya
(1997).
Dosis: 50-200 mg (maks. 300 mg), diberikan pada malam hari sebelum
tidur.
*Laxadine = fenolftalein 55 = gliserin 378 mg dalam paraff liq 1200 ml
1f. Oleum ricini: minyak kastor, minyak jarak.
Minyak kastor diperas dari biji pohon jarak (Ricinus communis) dan
mengandung trigliserida dari asam risinoleat, suatu asam lemak tak jenuh.
Didalam usus halus sebagian zat ini diuraikan oleh enzim lipase dan menghasilkan
asam risinoleat yang memiliki efek stimulasi terhadap usus halus. Setelah 2-8 jam
timbul defekasi yang cair.
Efek sampingnya berupa kolik, mual dan muntah. Oleum ricini tidak boleh
digunakan oleh wanita hamil.
Dosis: dewasa 15-30 ml; anak-anak 4-15 ml




2. LAKSANSIA OSMOTIS
2a. Magnesiumsulfat: garam inggeris, garam Epsom
Mekanisme kerjanya didalam usus berdasarkan penarikan air (osmosis)
dari bahan makanan karena tigaperempat dari dosis oral tidak diserap. Akibatnya
adalah pembesaran volume usus dan meningkatnya peristaltic diusus halus dan
usus besar, disamping melunaknya tinja.
Resorpsinya. Antara 15-30% dari dosis diserap oleh usus yang dapat
mengakibatkan kadar magnesium darah terlampau tinggi, khususnya bila fungsi
ginjal kurang baik. Oleh karena itu garam inggeris hendaknya jangan digunakan
dalam waktu lama. Mulai kerjanya setelah 1-3 jam. Boleh digunakan selama
kehamilan; obat ini masuk kedalam air susu ibu.
Dosis: 15-30 g sekaligus di dalam segelas air hangat dan diminum pada
perut kosong. Daya kerjanya cepat (2-4 jam) dan efektif.
Catatan: magnesiumoksida (MgO) pada dosis 2-5 g juga bekerja sebagai
pencahar. *Laxasium = suspensi Mg(OH)
2
400 mg/5 ml
*magnesiumsitrat dahulu digunakan sebagai sediaan Magnesii citras
effervecens dan Mixtura Magnesii Citraris (Limonade purgative) yang terdiri dari
campuran magnesium karbonat dan asam sitrat. Efek samping: gangguan fungsi
ginjal serius.
2b. Natriumsulfat : garam Glauber
Dosis: 15 g dalam 150-500 ml air. Dosis lebih besar dapat mengakibatkan
muntah-muntah.
2c. Laktulosa: Duphalac
Derivat sintetis dari laktosa ini adalah suatu disakarida yang terdiri dari 1
molekul fruktosa dan 1 molekul galaktosa. Didalam usus halus laktulosa tidak
diresorpsi karena tidak terdapat enzim yang tepat untuk menghidrolisanya. Baru
didalam usus besar, zat ini diuraikan dengan cepat oleh bakteri-bakteri tertentu
(lactobacillus) dan menghasilkan asam laktat dan asam asetat. Asam-asam organic
ini menahan air berdasarkan proses osmosis dengan proses denan efek stimulasi
peristaltic, sehingga tinja menjadi lunak dan defekasi distimulasi. Efeknya baru
tampak setelah 24-48 jam.
Penggunaannya selain sebagai laksans juga pada coma hepaticum yang sewaktu-
waktu terjadi pada penderita cirrhosis hati, dimana amoniak dari usus masuk
didalam peredaran darah dan otak. Klisma dengan laktulosa ternyata sama
efektifnya dengan neomisin, berdasarkan pengikatan gas NH
3
dalam usus. Dalam
keadaan normal, pengubahan amoniak menjadi ureum didalam hati dapat
terhambat bila fungsi hati terganggu.
Efek sampingnya berupa perut kembung dan banyak gas, terutama selama
hari-hari pertama. Pada overdosis terjadi nyeri perut dan diare.
Dosis; permulaan 30 ml larutan 50%(pagi hari), dosis pemeliharaan 15 ml.
pada coma hepaticum 3 dd 30 ml. pada salmonellosis: 3 dd 15 ml minimal 14 hari
sampai hasil pembiakan tinja tiga kali berturut-turut negative.
*Laktitol (importal) adalah derivate sintetis dari laktosa (1989) dengan
kerja dan penggunaan sama dengan laktulosa. Disamping itu zat ini digunakan
sebagai zat pemanis, daya manisnya 40% dari sakarosa.
Dosis: 1 dd 20 g d.c pagi atau malam hari.
2d. Gliserol
Gliserol digunakan sebagai sediaan rektal untuk segera mengosongkan
usus besar secara rektal zat ini praktis tidak diserap sedangkan daya kerjanya
sudah tampak setelah 15-30 menit. Kadar yang tinggi dalam suppositoria dapat
menimbulkan iritasi lokal.
Dosis: dewasa dan anak-anak usia 6 tahun ke atas 3 g dala suppositoria
(70% dalam gelatin) atau klisma (4-5 g untuk dewasa, anak-anak 2-3 g).
2e. sorbitol : *Microlax, *Klyx
Alkohol-gula ini (C
6
H
14
O
6
) digunakan sebagai laksans secara oral
maupun dalam klisma. Resorpsinya dari usus lambat dan tidak menentu. Dalam
hati sorbitol lambat laun diubah menjadi fruktosa dan untuk sebagian kecil
langsung menjadi glukosa daya manisnya 50% dari sakarosa; pasien diabetes
boleh menggunakan sebagai zat pemanis, maksimal 50 g sehari.
Efek sampingnya pada dosis besar berupa diare dan flatulensi. Hati-hati
pada penderita gangguan fungsi ginjal. Kontra-indikasi pada gangguan fungsi hati
dan encok.
Dosis: 30-50 g; dalam klisma 120 ml dari larutan 250-300 mg/ml.
3. ZAT ZAT YANG MENGEMBANG
3a. Agar-agar: *Agarol
Agar-agar adalah zat lender yang dikeringkan dari tumbuhan genus
Gelidium (Asia Timur) dan terutama terdiri dari hemiselulosa yang tidak dapat di
cerna. Zat ini jarang digunakan tunggal, umumnya dalam sediaan kombinasi.
Dalam industri juga digunakan sebagai stabilisator emulsi. Mulai kerjanya dalam
waktu 24 jam.
Dosis 1-2 dd 4-16 g dengan air tetapi kebanyakan dalam sediaan
kombinasi.

3b. Metilselulosa: Tylose, Methocel.
Metilselulosa adalah metileter dari selulosa yang terdapat dengan pelbagai
derajat viskositas. Zat ini banyak digunakan sebagai zat pengental dalam industri
pangan dan dalam sediaan farmasi, a.l. dalam tetes mata dan liur buatan pada
kekurangan air mata dan liur, juga sebagai cairan untuk lensa kontak keras. Begitu
pula sebagai zat pelekat untuk kertas dinding.
Efek sampingnya berupa kembung (flatulensi) dan bila digunakan tanpa
cukup air dapat menimbulkan obstruksi esophagus. Dosis: 4 dd 1-1,5 dalam
segelas air.
a. Carmellose (karboksimetilselulosa, C.M.C.)
Adalah derivat-karboksi yang viskositasnya tergantung dari tipenya. Di
dalam tubuh carmellose sama sekali tidak bereaksi (indifferen). Efeknya
tampak dalam waktu 24 jam. Kadang kala zat ini digunakan pada
penanganan obesitas untuk menghilangkan perasaan lapar tetapi
efektivitasnya diragukan. Dosis: 4 dd 1-1,5 g (garam-Na) dalam segelas
air.
3c. Plantago: Psyllium, *Metamucil
Benih-benih ini diperoleh dari pelbagai jenis tumbuhan Plantago ovata
yang mengandung hemiselulosa dan zat lendir (mucilago) dalam jumlah besar dan
dapat membentuk suatu gel bila bersentuhan dengan air. Kulit benih juga
digunakan sebagai laksans. Bulk-nya tidak dicernakan tetapi diekskresi dalam
keadaan utuh. Obat ini terutama berguna untuk sembelit dengan tinja yang kering
dank eras. Selain itu plantago digunakan pada diare cair kronis untuk memadatkan
tinja. Efek samping: reaksi elergi (rhinitis). Dosis: 1-3 dd 4-10 g dalam air.
3d. Gom Sterculia: gom karaya, Normacol.
Gom mini diperoleh dari a.l. tumbuhan Sterculia urens dan terdiri dari
suatu kompleks polisakarida yang mulai kerjanya dalam waktu 24 jam. Dosis: 2
dd 5-10 g granulat (600 mg/g) p.c.

3e. Serat-serat nabati
Secara kimiawi serat-serat nabati merupakan kompleks polimer dari
hidratarang dan terdiri atas selulosa, lignin dan/atau pectin. Dalam tumbuhan,
serat-serat khusus terdapat sebagai dinding sel dari beberapa Janis gandum, sayur-
mayur dan buncis (beans), juga dalam buah-buahan (terutama sebagai pektin).
Polisakarida tersebut tidak dapat dicerna, sehingga tidak dapat diserap oleh usus.
Hemiselulosa untuk sebagian difermentasi oleh-oleh kuman usus besar dengan
menghasilkan asam-asam organik dan gas.
Khasiat mencaharnya berdasarkan strukturnya terdiri atas rantai-rantai
selulosa dan berupa bunga karang berlubang-lubang lembut (porous), yang
berdaya menyerap dan mengikat molekul air dengan efek mengembang.
Karenanya, isi usus diperbesar dan peristaltic distimulasi, sehingga defeksi lancer.
Berdasarkan sifatnya yang dapat mengikat air dan zat-zat lainnya, selain sebagai
laksans, serat-serat nabati juga digunakan terhadap beberapa gangguan, yairu:
- Untuk menurunkan kadar kolesterol yang meningkat dianjurkan diet
dengan k.l. 200 g sayuran + 2-3 butir buah-buahan sehari. Menurut
penelitian, diet tersebut dapat menurunkan kolesterol sekitar 10%. Lihat
bab 36, Antilipemika, pengobatan hiperlipidemia.
- Sebagai pencegah kanker usus besar berdasarkan kemampuan serat-serat
untuk mengikat metabolit-metabolit karsinogen tertentu dari garam
empedu dan kolesterol. Zat-zat ini dibentuk oleh kuman-kuman anaerob
dari flora usus. Lihat bab 14, Sitostatika, Makanan dan kanker.
- Sebagai zat pembantu pada kur menguruskan tubuh. Makanan yang kaya
akar serat mengandung kalori rendah dan harus dikunyah lebih lama. Juga
berdaya memperbesar volume isi lambung sehingga lebih cepat
menimbulkan perasaan kenyang dibandingkan zat-zat gizi yang berkalori
tinggi; dengan kata lain, serat-serat memiliki nilai saturasi tinggi.

b. Katul adalah selaput luar dari butir-butir beras(gandum) yang tertinggal
pada proses penggilingan. Di samping banyak vitamin dan mineral, katul
juga mengandung banyak serat dengan polisakarida tersebut di atas. Efek
sampingnya berupa perasaan lambung penuh dan flantulensi. Efeknya
tampak dalam 24 jam. Perlu minum minimal 1,5 liter air sehari. Dosis:
20-30 g sehari dalam 2-3 kali pemberian.

4. ZAT PELICIN DAN EMOLLIENTIA.
4a. Parafinum cair: Paraffinum liquidum (spissum), *Agarol.
Parafinum terdiri atas campuran senyawa hidrokarbon cair jenuh yang
diperoleh dari minyak bumi. Zat ini tidak dicerna dalam saluran lambung-usus
dan hanya bekerja sebagai zat pelicin bagi isi usus dan tinja. Gunanya untuk
melunakkan tinja, terutama setelah pembedahan rektal atau pada penyakit wasir.
Penggunaannya dapat menimbulkan iritasi sekitar dubur. Zat ini digunakan
sebagai emulsi yang kadang-kadang kombinasi dengan fenolftaleine.
Keburukannya adalah sifatnya yang mengurangi penyerapan oleh tubuh
dari zat-zat gizi, a.l. vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K). Bila
diinhalasi (tersedak), zat ini dapat mengakibatkan sejenis radang paru-paru
berbahaya (pheumonia lipoid). Penggunaannya selama kehamilan tidak
dianjurkan. Oleh karena masalah ini parafin cair praktis tidak digunakan lagi.
Dosis: 15-30 ml, diberikan pada malam hari sebelum tidur.

4b. Natrium dokusinat: diotyl-Na-sulfosuccinate, *Klyx
Asam-sulfonat yang berantai panjang (C
21
)

ini memiliki aktivitas
permukaan (detergens), sehingga mempermudah pemasukan air kedalam chymus
(1954) dan melunakkan tinja. Efeknya dimulai 1-3 hari setelah pergunaan peroral,
secara rektal sangat cepat sesudah 5-12 menit.
Efek samping jarang dan ringan, a.l. gangguan lambung-usus, ruam kulit
dan iritasi tenggorok.
Dosis : oral malam hari 50-360 mg, rektal 100 mg dalam suppositoria.
a. Natriumlaurylsulfoasetat (*Microlac)
adalah derivat dengan sifat yang sama dan penggunaannya sebagai klisma
(9 mg) bersama sorbitol 625 mg/5 ml.




2.9 Tabel Obat Pencahar
Nama Obat Bentuk sediaan
dan dosis
Efek
samping/toksisitas
Keterangan
PENCAHAR
RANGSANG
Minyak jarak



Difenilmetan
Fenolftalein



Bisakodil



Oksifenisatin



Dewasa : 15-60
ml
Anak : 5-15 ml




Tablet 125 mg
Dosis : 60-100
mg


Tablet bersalut
enteral 5 dan 10






Elektrolit banyak
keluar urin dan tinja
warna merah .
Reaksi alergi.

Kolik usus perasaan
terbakar pada
penggunaan rektal



Dianjurkan untuk
diberikan pagi hari
waktu perut kosong.
Dosis lebih besar
tidak menambah efek
pencahar .
Efek pencahar
terlihat setelah 3 jam.

Efek pencahar
terlihat setelah 6-8
jam.




Antrakinon
Kaskara sagrada


Sena


Dantron

PENCAHAR
GARAM
Magnesium sulfat


Susu magnesium

Magnesium oksida

Magnesium sitrat
Natrium fosfat
Natrium sulfat
Natrium fosfat

PENCAHAR
PEMBENTUK
MASA
Semisintetik :
Metilselulosa



Natriumkarboksi
metilselulosa

Alam:
Agar
Kalsium
polikarbofil

PENCAHAR
EMOLIEN
Dioktilnatrium
sulfosuksinat

Dioktilkalsiumsulfos-
mg suppositorio
10 mg Dosis
dewasa 10-15
mg. Dosis anak :
5-10 mg.
Tablet 5 mg,
sirup 5 mg/ 5 ml.
Suppositoria 10
mg. Dewasa, oral
4-5 mg, per rektal
10 mg. anak, oral
1-2 mg.

Sirup dan eliksir
dan tablet 125
mg. Dosis 2-5 ml
atau 100-300 mg

Sirup & eliksir,
dosis 2-4 ml.
Tablet 280 mg.
dosis 0,5-2 g.
Tablet 75 mg,
dosis 75-150 mg



Bubuk, dosis
dewasa 15-30 g

Suspensi, dosis
dewasa 15-30 ml.
Dosis dewasa 2-4
gram

Dosis dewasa 200
ml
Dosis dewasa 4-8
g
Dosis dewasa 15
g
Dosis dewasa 4 g




Bubuk/granula
500 mg.
Tablet/kapsul 500

Ikterus, hepatitis dan
reaksi
hipersensitivitas.



Pigmentasi mukosa
kolon


Penggunaan lama
menyebabkan
kerusakan neuron
mesenterik.




Mual, dehidrasi,
dekompensesi ginjal,
hipotensi paralisis
pernapasan.
Sda





Diuresis, dehidrasi







Obstruksi usus dan
esofagus



Sda

Efek pencahar
terlihat setelah 6-12
jam. Pada pemberian
rektal efek pencahar
terlihat setelah -1
jam.

Jarang digunakan.
Efek pencahar
terlihat setelah 6-12
jam.



Zat aktif ditemukan
pada air susu ibu.
Efek pencahar
terlihat setelah 8-12.

Efek pencahar
terlihat setelah 6 jam.

Efek pencahar
terlihat setelah 6-8
jam.


Pemberian oral dapat
diabsorbsi 20 %.
Efek pencahar
terlihat setelah 3-6
jam.

Sda
Efek pencahar
terlihat setelah 6 jam.
Harga mahal








Efek pencahar
terlihat setelah 12-24
Uksinat

Parafin cair



Minyak zaitun







mg. Dosis anak
3-4 kali 500
mg/hari. Dosis
dewasa 2-4 kali
1,5 g/hari
Tablet 0,5 dan 1
g. Kapsul 650
mg. Dosis dewasa
3-6 g.

Dosis dewasa 4-
16 g.
5-6 x 1000 mg
sehari disertai air
minum 250 ml


Tablet 50-300
mg. Suspensi 4
mg/ml. Dosis
dewasa 50-500
mg/hari.
Kapsul 50 dan
240 mg Dosis
dewasa 50-240
mg/hari.
Dosis dewasa 15-
30 ml/hari.


Dosis 30 mg











Pada hewan coba
menyebabkan
muntah dan diare.

Kolik usus


Mengganggu
absorbs zat-zat larut
lemak Lipid
pneumonia.
Hipoprotrombinemia
dan pruritus ani.

jam


Sifat-sifatnya sama
seperti metilselulosa,
kecuali tidak larut
dalam cairan
lambung.

Kaya akan
hemiselulosa




Efek pencahar
terlihat setelah 24-28
jam

Sifat-sifatnya mirip
dengan
dioktilnatrium
sulfosuksinat.















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan




3.2 Saran



















DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2008. http://Konstipasi dan Terapinya.html. Diakses Tanggal 5 Mei
2013
Anonim, 2010. http:// obat pencahar.html. Diakses Tanggal 5 Mei 2013
Friedman LS, Isselbacher KJ: Diare dan Konstipasi, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam, vol 1, edisi ke-13, editor Asdie AH, EGC, Indonesia, hal 247-157.

Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Farmakologi Fakultas
Kedokteran UI: Jakarta


Harari D, Gurwitz JH, Avorn J, et al, 1997: How do older persons define
constipation? Implications for therapeutic management. J Gen Intern Med 12(1):
63-66

Koch TR, 1995: Constipation. In Bockus Gastroenterology, vol 1, 5th ed, Ed by
WS Haubrich et al, WB Saunders Co, Philadelphia Tokyo, p 102-112
Tjay, T.H., K. Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai