Anda di halaman 1dari 15

Skenario 3

Penatalaksanaan Benjolan di Rongga Mulut

Kale, pasien laki – laki umur 40 tahun dapat ke RSND dengan keluhan benjolan yang
tidak sembuh – sembuh, tidak sakit sejak 3 bulan yang lalu. Tepi benjolan agak mengeras.
Benjolan yang berbentuk bunga kol terdapat di lidah bagian bawah tersebut mudah berdarah.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol. Pasien mengaku memiliki riwayat
keluarga yang mengalami penyakit serupa. Oleh dokter, pasien dirujuk ke dokter spesialis
bedah onkologi.

Terminologi
1. Bedah Onkologi: Cabang ilmu kedokteran yang mengkhususkan diri dalam diagnosis dan
pengobatan kanker. Merupakan cabang onkologi yang berfokus pada penanganan kanker
melalui prosedur bedah

Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya benjolan?
2. Apa diagnosis pasien berdasarkan ciri-ciri pada pasien?
3. Pemeriksaan apa saja untuk diagnosis pada skenario tersebut?
4. Mengapa benjolan tidak merasa sakit pada 3 bulan pertama?
5. Apakah benjolan tersebut merupakan keganasan? Jika iya bagaimana membedakan dengan
tumor jinak?
6. Apakah benjolan tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik?
7. Apakah benjolan tersebut dipengaruhi oleh merokok dan mengonsumsi alkohol?

Hipotesis
1. -Penyebabnya dari kebiasaan pasien merokok dan meminum alkohol
-Karena terjadinya proliferasi yang berlebih pada suatu lokasi pada tubuh manusia
-Faktor genetik
-Umur yang sudah tua dapat meningkatkan resiko terkena kanker
2. -Karsinoma sel skuamosa : sel ganas yang berasal dari epitel skuamosa yang merupakan
salah satu jenis kanker yang dapat ditemukan pada rongga mulut
-Benjolan berbentuk bunga kol, mudah berdarah, terdapat dibagian bawah lidah, tepi
benjolan keras
3. -Anamnesis, pemeriksaan klinik (gambaran lesi), pemeriksaan penunjang (foto rontgen,
biopsy)
-Biopsy mengambil jaringan lidah, endoskopi (mengambil jaringan lidah dan limfonodi)
4. -Benjolan masih dalam pada tahap awal, benjolan akan terasa sakit karena proliferasi dan
menghambat peredaran darah sehingga terjadi ulcer
5. -bermetastasis, lama sakitnya, periode tidak lama
-merusak jaringan sekitarnya (ganas), jarang kambuh lagi setelah operasi (jinak)
-skenario (ganas) lesi tidak sembuh-sembuh
-tes histopatologis (infiltratif atau tidak)
-infiltratif adalah bisa menyebar kelainnya
6. -iya dipengaruhi, seseorang yang memiliki riwayat kanker memiliki kesempatan terkena
kanker lebih tinggi hingga 3-4 kali
7. Rokok dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang menyebabkan terjadinya
proliferasi yang berlebih, hal ini didukung dengan adanya konsumsi alkohol karena alkohol
ini menyebabkan terjadi nya peningkatan permeabilitas pada jaringan

Peta Konsep

Etiologi

Penegakan
Patogenesis
Diagnosis
Squamous
Cell
Carcinoma

Penata
Pencegahan
laksanaan
Sasaran Belajar

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dari SCC


2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penegakan diagnosis SCC
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patogenesis dari SCC
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan SCC
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan SCC
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor resiko SCC
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan TNM (tumor, lymphaticus nodes,
metastases)
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diferensiasi SCC menurut bryne
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dari SCC
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi dan diagnosis pre-cancer atau
oral leukoplakia

BELAJAR MANDIRI

1. Etiologi SCC
a. Tembakau dan alkohol
Tembakau mengandung karsinogen yang potensial meliputi nitrosamines
(nicotine), polycylic aromatic hydrocarbons, nitrodicthanolamine, nitrosoproline, dan
polonium. Paparan tembakau menyebabkan perubahan yang progresif dari mukosa
mulut dan penggunaan dalam waktu lama menyebabkan transformasi keganasan
terutama perubahan dalam ekspresi mutasi p53. Asap tembakau mengandung CO2,
thiocanate, hydrogen cyianide, nicotine, dan metabolit dari kandungan ini. Efek
karsinogenik dari tembakau sebagian besar dirangsang oleh zat kimia yang terdapat
pada asap rokok. Asap rokok merangsang perubahan genetik termasuk mutasi gen,
gangguan kromosom, mikronuklei, perubahan kromatin, rusaknya rantai DNA. Mutasi
gen menyebabkan hiperaktif onkogen, gangguan proliferasi, penolakan G-S, G-M dan M
pada siklus sel, mencegah apoptosis dan gangguan kelangsungan hidup sel. Selain itu
juga mutasi gen akan menginaktifkan tumor supresor yang secara normal berperan
untuk mencegah perubahan sel-sel menjadi ganas.
Semua bentuk alkohol dapat menyebabkan kanker mulut, termasuk alkohol yang
terkandung di mouthwash. Alkohol dapat berperan secara independen dan bereaksi
sinergis dengan tembakau dalam karsinogenesis dengan cara memberikan efek
dehidrasi pada mukosa, sehingga meningkatkan permeabilitas mukosa yang terpapar
bahan karsinogen yang terkandung di dalam alkohol dan rokok. Selain itu penggunaan
alkohol dalam waktu lama dapat meningkatkan respon enzim sitokrom p450 yang
berfungsi untuk mengaktivasi protokarsinogen menjadi karsinogen. Kemungkinan
mekanisme yang lain adalah rusaknya aktivitas makrofag dan berkurangnya jumlah T
limfosit. Alkohol juga menurunkan aktivitas enzim yang berperan untuk perbaikan DNA
sehingga terjadi peningkatan kerusakan kromosom. Perokok menggunakan mouthwash
lebih sering.
b. Bahan kimia
Sebagian besar bahan-bahan kimia berhubungan dengan terjadinya kanker.
Bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker di lingkungan antara lain, seperti cool
tar, polycylic aromatic hydrocarbons, aromatic amines, nitrat, nitrit, dan nitrosamin.
c. Infeksi
beberapa mikroorganisme yang berhubungan dengan kanker mulut adalah
candida albicans. Hubungan antara candida albicans dengan penyakit speckled
leukoplakia pertama kali ditemukan oleh Jespen dan Winter pada tahun 1965.
Beberapa studi menunjukkan bahwa, sekitar 7-39% dari leukoplakia dijumpai adanya
candida hyphae. Penyakit ini mempunyai kecenderungan berubah menjadi kanker.
Virus dapat menyebabkan keganasan dengan mengubah struktur DNA dan kromosom
sel yang diinfeksinya. Virus human papilloma (HPV) berhubungan dengan timbulnya
karsinoma lidah. HPV subtipe 16, 18, 31 dan 33 merupakan jenis yang dilaporkan paling
sering berhubungan dengan timbulnya displasia dan karsinoma sel skuamosa. Virus
human papilloma merupakan virus DNA rantai ganda yang menyerang sel epitel.
d. Nutrisi
Pola diet makanan sangat berpengaruh terhadap timbulnya kanker. Defisiensi
dari beberapa mikronutriensi seperti vitamin A, C, E, dan Fe dilaporkan mempunyai
hubungan dengan terjadinya kanker. Vitamin-vitamin tersebut mempunyai efek
antioksidan. Defisiensi zat besi yang menyebabkan anemia. Radiasi sinar ultraviolet
adalah suatu bahan yang diketahui bersifat karsinogenik. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Takeichi dkk, (1983) terhadap efek radiasi di Hiroshima dan Nagasaki
Jepang, melaporkan bahwa terjadi peningkatan insidensi kanker kelenjar ludah pada
orang yang selamat setelah terkena radiasi bom atom pada periode antara 1957-1970,
terjadinya kanker 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak terkena radiasi
e. Faktor genetik
Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita kanker memiliki risiko
terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali lebih besar dari yang tidak memiliki riwayat
keluarga menderita kanker
f. Sistem imun
Dilaporkan bahwa ada peningkatan insidensi kanker pada pasien yang mendapat
penekanan sistem kekebalan tubuh, seperti pada penderita transplantasi, AIDS, dan
defisiensi kekebalan genetik. Insidensi tumor pada pasien yang mendapat tekanan
sistem kekebalan tubuh sebesar 10%. Gangguan sistem kekebalan selain disebabkan
kerusakan genetik juga disebabkan oleh penuaan, obat-obatan, infeksi virus.

2. Penegakan diagnosis SCC


a. Anamnesis
Gejala klinis penderita tergantung pada lokasi karsinoma tersebut. Bila terletak
pada dua pertiga anterior lidah, keluhan penderita adalah benjolan di lidah. Pada
umumnya benjolan tidak nyeri kecuali bila ada infeksi sekunder. Bila karsinoma terletak
pada sepertiga posterior lidah, biasanya tidak selalu diketahui oleh penderita dan rasa
sakit yang dirasakan biasanya dihubungkan dengan rasa sakit di tenggorokan. Pada
umumnya penderita karsinoma lidah memberikan keluhan disfagi, odinofagi, disartria,
nyeri yang menjalar ke telinga ipsilateral dan kadang-kadang trismus. Leukoplakia dan
eritroplakia yang tidak hilang dengan pengobatan biasa harus dicurigai kemungkinan
adanya keganasan.
b. Pemeriksaan objektif
- Pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan visual dan palpasi pada seluruh permukaan mukosa,
palpasi bimanual pada dasar mulut, dan pemeriksaan klinis pada leher untuk
mencari ada tidaknya keterlibatan nodul limfatik. Pada stadium awal, kelainan di
lidah bermanifestasi dalam berbagai bentuk dapat berupa leukoplakia, eritroplakia,
penebalan atau bentuk ulkus yang merupakan kelainan yang paling sering
ditemukan ulkus pada karsinoma lidah. Pada stadium lanjut, ulkus mengalami
infiltrasi lebih dalam dengan tepi yang mengalami indurasi.
Pemeriksaan palpasi bimanual pada tumor primer sangat penting dilakukan
karena ukuran tumor yang teraba biasanya lebih besar dibandingkan yang terlihat.
Berdasarkan kondisi yang ditemukan pada palpasi ditentukan lokasi, ukuran, jarak
dari ujung lidah, garis tengah dan sulkus terminalis, ada tidaknya invasi ke dasar
mulut dan frenulum lidah serta mobilitas tumor. pasi daerah leher penting
dilakukan untuk menentukan lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi dan mobilitas
pembesaran kelenjar getah bening leher. Karsinoma lidah dapat bermetastasis jauh
ke paru dan hati.
Sistem yang dipakai untuk klasifikasi SCC adalah klasifikasi TMN (Tumor Node
Metastase) dari America Joint Comitte for Cancer and End Result Reporting (AJCSS):
T (ukuran tumor):
 Tls = karsinoma in situ
 T1 = besar tumor ≤ 2 cm
 T2 = besar tumor > 2 cm - ≤ 4 cm
 T3 = besar tumor > 4 cm
c. Pemeriksaan penunjang
- Toluidine blue staining
Toluidine blue (TB) adalah pewarna metakromatik kationik yang selektif
mengikat anionik bebas, seperti sulfat, fosfat dan radikal karboksilat dari molekul
besar. Gambaran klinis lesi dengan kecurigaan keganasan pada pemeriksaan TBVS
muncul sebagai daerah biru, yang mengindikasikan jaringan diplastik dan malignansi
yang banyak mengandung DNA. Secara in vivo, TB mendeteksi lesi keganasan
dengan mewarnai inti sel-sel hidup yang belum matang. Sel-sel immature memiliki
jumlah DNA yang banyak, sehingga akan mudah menyerap warna dibandingkan
dengan jaringan normal. Penelitian meta analisis melaporkan TBVS dapat
membantu penegakan diagnosis kanker mulut pada populasi beresiko tinggi dengan
nilai sensitivitas 93.5& dan spesifitas 73.3%.
Untuk pewarnaan intravital, 1% larutan toluidine blue diaplikasikan pada mukosa
rongga mulut dan dihilangkan setelah satu sampai dua menit dengan 2% asam
asetat. Metode ini dapat membantu mendeteksi lesi dengan potensi malignan pada
pasien beresiko tinggi serta membantu memilih area untuk dibiopsi.
- Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi untuk diagnosis pasti prabedah merupakan prosedur
yang sangat penting. Pada tahap awal, diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan sitologi eksfoliatif dari bahan kerokan ulkus atau lesi dengan
pengecatan Papanicolaou atau Hematoksilin eosin. Bila ditemukan sel ganas
dilanjutkan dengan biopsi untuk diagnosis pasti. Lesi kecil yang secara klinis
mencurigakan suatu keganasan langsung dilakukan biopsi eksisional dengan
mengikut sertakan jaringan normal 0,5 - 1 sentimeter dari tepi lesi dan dilakukan
pemeriksaan potong beku atau vriescoupe (VC) pada tepi-tepi sayatan. Pada tumor
yang besar dilakukan punch biopsy dengan menggunakan cunam seperti forceps
Blakesley atau biopsi insisional dengan pisau.
Secara histologis karsinoma sel skuamosa menunjukkan proliferasi sel-sel epitel
skuamosa. Terlihat sel-sel yang atipia disertai perubahan bentuk rete peg processus,
pembentukan keratin yang abnormal, pertambahan proliferasi basaloid sel, susunan
sel menjadi tidak teratur, dan membentuk tumor nest (anak tumor) yang
berinfiltrasi ke jaringan sekitarnya atau membentuk anak sebar ke organ yang lain.
Berdasarkan klasifikasi Broder maka karsinoma lidah digolongkan menjadi well-
differentited (G-1), moderately well-differentiated (G-2), poorly differentiated (G-3)
dan undifferentiated (G-4). (A) Well differentiated. Terlihat proliferasi sel-sel
skuamosa disertai pembentukan keratin (keratin pearl) (tanda panah) (B)
Moderately differentiated. Terlihat proliferasi sel karsinoma (C) Poorly
differentiated. Terlihat proliferasi sel karsinoma tanpa adanya diferensiasi sel
sehingga sel sulit dikenali.
- Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi CT Scan atau MRI dapat digunakan untuk menentukan
batas dan ukuran tumor serta keterlibatan kelenjar getah bening leher. Pembesaran
kelenjar getah bening lebih dari satu sentimeter dapat dideteksi pada pemeriksaan
CT scan. Pemeriksaan CT scan juga dapat mendeteksi penjalaran karsinoma lidah ke
tulang berupa nekrosis tulang, sedangkan MRI dapat mendeteksi luasnya suatu
massa pada jaringan lunak. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya metastasis jauh adalah foto toraks dan pemeriksaan fungsi hati.

3. Patogenesis SCC
OSCC muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian molekular yang menyebabkan
kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang akhirnya menuju ke
perubahan DNA. Proses neoplastik mula-mula bermanifestasi secara intraepitel dekat
membran dasar sebagai suatu hal yang fokal, kemudian terjadi pertumbuhan klonal
keratinosit sel yang berubah secara berlebihan, menggantikan epitelium normal.
Seperti semua tumor epitel, perkembangan SCC merupakan suatu proses multistep yang
melibatkan aktivasi onkogen dan inaktivasi gen penekan tumor. Perubahan pertama adalah
hilangnya kromosom pada regio 3p dan 9p21. Kehilangan heterozigositas dalam
hubungannya dengan hypermethylation pada lokus ini menyebabkan inaktivasi gen p16,
penghambat cyclindependent kinase. Perubahan ini dikaitkan dengan transisi dari epitel
normal sampai menjadi epitel yang mengalami hiperplasia/hiperkeratosis. Perubahan
selanjutnya terjadi pada regio 17p dengan mutasi dari gen penekan tumor p53 dan
dikaitkan dengan perubahan menjadi displasia. Baru-baru ini diperlihatkan perubahan
genom seperti delesi pada 4q, 6p, 8p 11q, 13q, 14q dan dapat bertindak sebagai prediktor
pada suatu keganasan.

4. Penatalaksanaan SCC
Penatalaksanaan karsinoma lidah meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan
kombinasi.
a. Pembedahan
- Tumor primer
Tindakan pembedahan karsinoma lidah pada bagian anterior lidah dilakukan
dengan pendekatan transoral berupa eksisi luas, hemiglosektomi atau glosektomi
subtotal. Eksisi luas merupakan teknik pengambilan jaringan lidah kurang dari
separuh lidah. Hemiglosektomi adalah pengambilan separuh jaringan lidah.
Glosektomi subtotal adalah pengambilan jaringan lidah lebih dari separuh tetapi
tidak sampai seluruh lidah terambil. sektomi total adalah mengambil seluruh
jaringan lidah. Glosektomi total dilakukan pada karsinoma lidah yang luas,
karsinoma yang melibatkan dua sisi pangkal lidah dan permukaan ventral lidah. Pull-
through operation dilakukan pada karsinoma lidah yang menyebar ke dasar mulut.
Pendekatan ini dilakukan dengan cara insisi horisontal pada leher atas dan flap
diangkat untuk memperluas lapang pandang. Kemudian tumor ditarik dari bawah
dagu tanpa merusak lengkung mandibula. Pada tumor besar yang melekat ke
mandibula dapat dilakukan dengan tehnik ini dilanjutkan diseksi leher serta
mandibulektomi marginal (lateral inner-table mandibulectomy).
Pada karsinoma lidah yang sudah menyebar ke mandibula sebaiknya
dilakukan dengan pendekatan commando jaw-neck resection atau jaw-tongue-neck
resection dimana selain dilakukan pengambilan tumor lidah juga dilakukan
hemimandibulektomi dan diseksi leher ipsilateral. Pada tumor pangkal lidah jarang
dilakukan tehnik transoral tetapi melalui transhioid seperti transhioid faringotomi
dan faringotomi lateral. Tehnik transhioid faringotomi digunakan untuk mengangkat
tumor kecil pada pangkal lidah. Dilakukan pemotongan tulang hioid dan
mengikutsertakan valekula.
Pada tumor pangkal lidah jarang dilakukan tehnik transoral tetapi melalui
transhioid seperti transhioid faringotomi dan faringotomi lateral. Teknik transhioid
faringotomi digunakan untuk mengangkat tumor kecil pada pangkal lidah. Dilakukan
pemotongan tulang hioid dan mengikutsertakan valekula. Hal yang perlu
diperhatikan pada tehnik ini adalah menghindari kerusakan a. lingualis dan N.
hipoglosus pada sisi lesi. Meskipun dengan tehnik ini menghasilkan lapangan
operasi yang terbatas tetapi keuntungannya dapat mempertahankan integritas
mandibula dan mobilitas lidah. Pada tumor yang besar digunakan kombinasi
pendekatan transoral dan transhioid.
Pendekatan anterior midline glossotomy digunakan untuk pengangkatan
tumor yang kecil dan terbatas pada dasar lidah. Pada tehnik ini lidah di bagi 2 pada
bagian anteromidline dimana daerah ini relatif avaskular dan mudah mencapai
daerah dasar lidah. Tehnik ini memberikan hasil operasi yang baik.
Metode operasi yang lebih baik tanpa mengganggu fungsi menelan yaitu
melalui pendekatan mandibulotomi median dengan ekstensi paralingual atau the
mandibular swing operation. Pendekatan ini dilakukan dengan membuat insisi
secara vertikal melalui bibir bawah membelok pada dagu sekitar protuberansia
mental, kemudian dilanjutkan dengan memotong bagian lateral dasar mulut.
Keuntungan pendekatan ini adalah menyediakan lapang pandang operasi yang
cukup luas sehingga tumor dapat diangkat secara intoto. Tetapi pendekatan ini
menimbulkan komplikasi kosmetik, perdarahan dan gangguan fungsi yang minimal.
b. Radioterapi
Karsinoma lidah dapat dilakukan dengan terapi radiasi eksternal maupun radiasi
internal. Sebelum radioterapi harus diperhatikan higiene rongga mulut yang baik
dengan membersihkan atau mencabut gigi yang karies, mencegah dan mengeliminasi
sumber infeksi dari dental.
Pada tumor primer T1 dengan lokasi dimana saja pada lidah dapat dilakukan
radioterapi dengan menggunakan brakiterapi implan jarum Ir-192. Pada tumor primer
T2 dan T3 yang eksofitik atau dengan infiltrasi minimal diberikan radioterapi eksternal
menggunakan radiasi sinar X, Co-60 dengan dosis 40-60 Gy selama 4-6 minggu
selanjutnya diberikan radiasi internal implan interstisial. Pada penderita yang tidak
dapat dilakukan tindakan pembedahan diberikan radiasi ekternal paliatif dengan dosis
total 70 Gy/7 minggu. Dosis yang diterima medula spinal dibatasi kurang dari 40 Gy
untuk mencegah mielitis radiasi.
c. Kombinasi pembedahan dan radioterapi
Terapi kombinasi pembedahan dan radioterapi memberikan hasil terapi yang
lebih baik untuk karsinoma lidah stadium III dan IV.
Terapi kombinasi dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi kombinasi terencana dan
terapi kombinasi tanpa rencana. Terapi kombinasi terencana yaitu dilakukan
pembedahan untuk mengambil semua tumor yang nampak dan teraba sampai 1–2 cm
dari tepi tumor yang merupakan jaringan normal. Selanjutnya dilakukan radioterapi
untuk eradikasi tumor residu secara mikroskopik. Terapi kombinasi tanpa rencana
dilakukan sebagai terapi kuratif dan belum ada kesepakatan tentang waktu untuk
dilakukan radioterapi. Keuntungan pemberian radioterapi preoperatif adalah sel kanker
pada tepi tumor menjadi inaktif, radioterapi menyebabkan sklerosis dan menyumbat
aliran kelenjar getah bening serta mengurangi penyebaran karsinoma saat
pembedahan. Tetapi radioterapi preoperatif menyebabkan gangguan penyembuhan
luka seperti fistula orofaringokutan, luka yang mengelupas serta ruptur vaskuler. Saat
ini ada kecenderungan untuk melakukan pembedahan terlebih dahulu dan selanjutnya
diberikan radioterapi. Keuntungan pendekatan ini adalah morbiditas operasi dapat
dikurangi dan kerugiannya adalah apabila terjadi komplikasi pembedahan maka
pemberian radioterapi menjadi terlambat dan tidak efektif.
d. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan pada karsinoma stadium lanjut dan sebagai terapi paliatif
pada tumor rekuren untuk mengurangi rasa nyeri. Regimen yang digunakan adalah
cisplatin dan 5-fluorouracil.
Tatalaksana tumor primer:

Lidah dan dasar mulut:


- Lesi yang sangat kecil (<1 cm): eksisi, radiasi interstisial, atau radiasi eksternal.
- Lesi T1 atau T2: pembedahan, jika lokasi memungkinkan eksisi luas tanpa mengganggu
fungsi; atau kombinasi radiasi eksterna dan interstisial. Pilihan tergantung keadaan umum
dan kondisi pasien.
- Lesi ekstensif: Radioterapi saja atau kombinasi dengan bedah. Pembedahan disarankan
pada kasus yang sudah menginvasi mandibula atau jenis karsinoma verukosa.

Eksisi tumor umumnya dilakukan dengan tepi sayatan 1-2 cm di luar indurasi tumor,
namun perlu dilakukan pemeriksaan “potong beku” tepi sayatan terutama pada daerah
yang dicurigai karena lapangan yang sempit. Yang infiltratif dan ulseratif harus lebih hati-
hati untuk melakukan sayatan karena untuk free margin memerlukan eksisi yang lebih luas.
Daerah yang belum bebas tumor dire-eksisi atau diradiasi; penggunaan radioterapi
adjuvant sesudah pembedahan dapat diberikan dengan radiasi eksterna dan dosis 65 Gy.

5. Pencegahan SCC
A. Memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok masyarakat dalam bentuk
penyuluhan kepada kelompok masyarakat atau penyebaran informasi melalui media
massa seperti koran, televisi dsb
B. Screening, yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara dini kepada seseorang dengan
riwayat keluarga menderita kanker.

6. Faktor resiko SCC


a. Penyakit kronis, antara lain sifilis. Terbukti 20%-30% penderita kanker mulut penderita
sifilis kronis
b. Faktor gigi dan mulut. OH yang buruk, restorasi yag tidak tepat dapat mempercepat
proses penyakit yang ada. Iritasi kronis yang terus menerus berlanjut dan dalam jangka
waktu lama dari restorasi yang kasar, gigi-gigi karies?akar gigi, dan gigi palsu ang
letaknya tidak pas akan dapat memicu terjadinya karsinoma
c. Faktor lingkungan. Contohnya adalah pemaparan berlebihan dari sinar ultraviolet,
terutama dari sinar matahari. Selain itu, radiasi ionisasi karsinogenik yang digunakan
dalam sinar x, dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom
juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker.
d. Usia, usia sebenarnya bukan merupakan faktor risiko, tetapi dimasukkan dalam faktor
risiko karena paparan terhadap faktor-faktor risiko lainnya akan meningkat sesuai
dengan usia. Bagaimanapun bahwa kanker mulut tidak hanya terjadi pada usia tua.

7. TNM (tumor, lymphaticus nodes, metastases)

Klasifikasi TNM adalah sistem untuk mengklasifikasikan keganasan. Klasifikasi ini


terutama digunakan pada tumor padat dan dapat digunakan untuk membantu dalam
stadium kanker prognostik. Sistem ini didasarkan pada penilaian tumor, kelenjar getah
bening regional, dan metastasis jauh. Antara lain:
 T – Tumor
Digunakan untuk menggambarkan ukuran tumor primer dan invasi ke
jaringan yang berdekatan. T0 menunjukkan tidak ada tumor, sementara T1-T4
digunakan untuk mengidentifikasi ukuran dan perluasan tumor, dengan
pembesaran progresif dan invasi dari T1 ke T4.
Nilai-T dinilai secara berbeda berdasarkan pada struktur anatomi yang
terlibat. Misalnya, pada kanker kolorektal, T1 menunjukkan invasi ke submukosa,
sedangkan T4 menunjukkan ekstensi tumor melalui semua lapisan usus besar dan
invasi peritoneum visceral atau struktur yang berdekatan. T2 menunjukkan invasi
muscularis propria, dan T3 adalah invasi ke subserosa. Ini mengidentifikasi
karsinoma in situ. Tx digunakan ketika tidak ada tumor.
 N – Limfa nodul
Digunakan untuk menggambarkan keterlibatan kelenjar getah bening
regional tumor. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai filter biologis, karena cairan
dari jaringan tubuh diserap ke dalam kapiler limfatik dan mengalir ke kelenjar getah
bening. N0 menunjukkan tidak ada penyebaran nodal regional, sementara N1-N3
menunjukkan beberapa derajat penyebaran nodal, dengan penyebaran semakin
distal dari N1 ke N3.
Nilai-N dinilai secara berbeda untuk tumor spesifik dan drainase kelenjar
getah bening regional mereka. Pada kanker kolorektal, N1 menunjukkan
keterlibatan 1-3 simpul regional. N2 dapat berupa 4-6 node regional, sementara N3
menunjukkan lebih dari 7 node regional yang terlibat. Nx digunakan ketika kelenjar
getah bening tidak dapat dinilai
 M - Metastasis
Digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan metastasis jauh dari tumor
primer. Metastasis adalah ketika tumor menyebar di luar kelenjar getah bening
regional. Tumor diklasifikasikan sebagai M0 jika tidak ada metastasis jauh dan M1
jika ada bukti metastasis jauh.
Klasifikasi ini dapat dibagi lagi berdasarkan tumor, untuk memberikan
informasi lebih rinci.

8. Diferensiasi SCC menurut bryne

Bryne et al. memodifikasi sistem grading multifaktor untuk mengatasi kelemahan


sistem Broders, yang terdiri atas 4 parameter yaitu: derajat keratinisasi, pleomorfisme inti,
pola invasi, dan infiltrasi lekosit. Masing-masing parameter dievaluasi di daerah peritumor
(invasive tumor front) dan diberi skor 1-4 kemudian dijumlahkan. Skor 4-8 (diferensiasi
baik), skor 9-12 (diferensiasi sedang), dan skor 13-16 (diferensiasi buruk/keganasan tinggi).
Bryne et al. dan berbagai studi lain menyebutkan bahwa daerah peritumor
merupakan daerah yang mengandung informasi prognostik yang berguna karena sel-sel
tumor yang bersifat paling invasif berada di daerah ini.
Sistem grading Bryne merupakan sistem penilaian derajat keganasan sel tumor
secara histopatologi yang hanya dilakukan pada sel-sel tumor di area peritumor. Parameter
yang dinilai terdiri atas: derajat keratinisasi, pleomorfisme inti, pola invasi, dan infiltrasi
lekosit.
Derajat keratinisasi dihitung dengan melihat persentase mutiara keratin diantara
sel-sel tumor.
Pleomorfisme inti dihitung dengan melihat persentase maturitas sel-sel tumor.
Pola invasi dihitung dengan melihat gambaran invasi sel tumor.
Infiltrasi lekositdihitung dengan melihat kepadatan sel-sel lekositdiantara sel-sel
tumor.

Setiap parameter dinilai dandiberi skor 1 sampai 4 (Tabel 1), skor yang semakin tinggi
mencerminkan sel-sel yang berdiferensiasi semakin rendah dan prognosis yang makin
buruk. Masing-masing skor dijumlahkan, total skor ≤8 dinyatakan sebagai derajat
keganasan rendah, sedangkan skor >8 disebut derajat keganasan tinggi

9. Komplikasi dari SCC


Karsinoma sel skuamosa menyebar melalui saluran limfa. Perkembangannya mampu
menembus kapsul jaringan ikat limfonodi. Perkembangannya juga mengakibatkan
limfonodi terasa terikat dan sulit untuk digerakkan. Hal ini dapat dideteksi secara klinis
dengan palpasi digital dengan karakteristik sukar digerakkan dan membesar. Perluasan
invasi dapat bersifat kontralateral dan bilateral. Karsinoma sel skuamosa yang terdapat
pada bibir bawah dan dasar mulut akan menginvasi nodus submental, sedangkan untuk
karsinoma yang berada didaerah posterior mulut akan menginvasi nodus jugular superior.
Karsinoma juga mampu menginvasi organ.

10. Klasifikasi dan diagnosis pre-cancer atau oral leukoplakia


a. Klasifikasi
Terdapat beberapa tipe klinis leukoplakia, antara lain:
 Leukoplakia homogen
Dalam perkembangannya, leukoplakia dapat menjadi semakin meluas, menebal,
disebut leukoplakia homogen. Pada tipe ini, terutama berupa lesi putih yang datar
dan tipis. Lesi ini dapat terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan
yang halus atau berkerut. Teksturnya konsisten. Tipe ini biasanya asimptomatik.
 Leukoplakia non homogen
Terutama berupa lesi putih atau putih disertai merah (eritroplakia). Permukaan
lesi ireguler, bisa rata, nodular (speckled leukoplakia) atau exophytic (exophytic
atau verrucous leukoplakia). Pada verrucous leukoplakia, permukaan lesi tampak
sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Tipe leukoplakia ini
biasanya disertai dengan keluhan ringan berupa ketidaknyamanan atau nyeri yang
terlokalisir.
 Proliferative verrucous leukoplakia
Merupakan tipe leukoplakia yang agresif yang hampir selalu berkembang
menjadi malignansi. Tipe ini ditandai dengan manifestasi multifokal dan menyebar
luas, sering terjadi pada pasien dengan faktor risiko yang tidak diketahui. Secara
umum, leukoplakia non homogen memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
bertransformasi menjadi malignan, tetapi oral karsinoma dapat berkembang dari
berbagai jenis leukoplakia.
b. Diagnosis
Karena leukoplakia oral tidak menimbulkan gejala klinis, diagnosis pasti
leukoplakia oral hanya dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan
histopatologi. Pada pemeriksaan histopatologi akan ditemukan kelainan pada sel epitel
mukosa mulut pada penderita leukoplakia, antara lain inti sel hiperkromatik, hilangnya
polaritas saat mitosis, inti sel pleomorfik, berubahnya perbandingan ukuran inti sel dan
sitoplasma, hilangnya diferensiasi sel, dan terjadinya keratinisasi pada sel. Pada
pemeriksaan imunohistokimia, ekspresi protein Ki67 dan protein p53 dapat
menunjukkan kemungkinan terjadinya perubahan menuju keganasan pada lesi
leukoplakia oral.
Penegakan diagnosis leukoplakia hampir sama seperti pada penyakit lainnya,
mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terutama
pemeriksaan histopatologi sebagai gold standard. Selain anamnesis dan pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang juga dilakukan dengan pengecatan toluidine blue,
endoskopi, sitologi, pemeriksaan telomerase dan apabila memungkinkan bisa
menggunakan PET-scan.
 Histopatologi
Pada pemeriksaan histologi akan terlihat hiperkeratosis atau penebalan pada
bagian Stratum korneum kulit, Acanthosis (peningkatan ketebalan pada Stratum
spinosum), Intracellular hydropic degeneration (apoptosis), terdapat Epithelial
pearl, tidak ada tanda-tanda displasia, dan ada infiltrasi round sel pada jaringan ikat.
 Toluidine blue
Dasar dari pemeriksaan dengan memakai toluidine blue adalah sel kanker akan
mengabsorpsi warna biru, sedangkan jaringan normal tidak. Cara nya yaitu wajah
dan pakaian pasien dilindungi dari tumpahan pewarnaan dan oleskan jelly
petroleum pada bibir pasien untuk mengurangi pewarnaan. Minta pasien untuk
batuk pada cup besar untuk membuang sisa-sisa yang infeksius, kemudian yang
pertama minta pasien untuk berkumur larutan asam asetat selama 20 detik dan
bilas dengan air. Selanjutnya berkumur dengan larutan toluidin blue selama 20
detik, kemudian larutan asam asetat kembali selama 20 detik kemudian cuci dengan
air.
Pewarnaan yang dipertahankan oleh dorsum lidah adalah normal, bukan positif.
Sedangkan apabila warna biru dipertahankan di region lain dalam rongga mulut dan
tidak\luntur dengan larutan asam asetat maka dianggap positif. Untuk mengurangi
hasil positif palsu maka apabila hasil yang pertama positif, maka dilakukan tes
kembali setelah 10-14 hari. Jika hasil yang ke-2 juga positif maka harus dilakukan
biopsy (mandatory). Namun apabila lesi yang dicurigai ternyata negatif, maka
dicarikan second opinion atau bila memungkinkan biopsi..
 Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi, terutama flexible fiberoptic, penting dan harus rutin
dilakukan pada penderita kanker rongga mulut, faring, laring dan esophagus. Tujuan
pemeriksaan ini adalah mencari synchronous cancers. Adapun pemeriksaan sitologi
dapat berasal dari sel-sel eksfoliatif atau dari cucian mulut, ataupun dari specimen
kerokan dari lesi di rongga mulut, baik lesi prakanker atupun lesi yang dicurigai.
 PET-SCAN
Teknik ini merupakan pencitraan yang sangat sensitive untuk menemukan tumor
primer yang kecil (pada unknown/occult primary tumor) dan adanya metastase.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ginting, Rehulina,. dkk. Karateristik Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut. Jurnal
Ilmiah PANMED. Vol. 10 No.1 Mei-Agustus 2015
2. Wahyuni, Sri Sofhia dan Widodo Ario Kentjono. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Karsinoma Lidah. Jurnal THT-KL. Vol. 5, No.1, Januari-April 2012, hlm, 44-61
3. Surhatiningtyas, Dwi., dkk. Toluidine Blue Vital Staining sebagai Alat Bantu diagnostik
pada Karsinoma Sel Skuamosa Lidah. Maj Ked Gi. Desember 2012; 19(2): 136-140
4. Rosen, D. Ryan and Amit Sapra. TNM Classification. StatPearls [Internet]. StatPearls
Pubishing. Treasure Island (FL). January 16, 2020
5. Ruslim, Welly Hartono,.dkk. Hubungan Imunoekspresi β-Katenin antara Karsinoma Sel
Skuamosa Oral Derajat Rendah dan Derajat Tinggi Berdasarkan Sistem Grading Bryne.
Majalah Patologi. Vol. 23 no. 3, September 2014
6. E. B. Kayalvizhi. Oral leukoplakia: A review and its update. Journal of Medicine,
Radiology, Pathology & Surgery. 2016. 2, 18–22.
7. Alessandro Villa. Leukoplakia—A Diagnostic and Management Algorithm. 2017. 75:723-
734.

Anda mungkin juga menyukai