Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker kandung kemih (karsinoma buli-buli) adalah kanker yang mengenai
kandung kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki berusia di atas 50 tahun
(Nursalam 2009). Insidennya lebih banyak terjadi pada pekerja zat warna aniline.
Produk-produk seperti benzidine dan 3-naphtylamine bersifat karsinogenik
(Shenoy 2014). Menurut Pusponegoro, dkk. dalam buku Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah, kanker kandung kemih lebih sering mengenai penderita laki-laki daripada
wanita dengan perbandingan 2:1. Sebagian besar (±90%) tumor kandung kemih
adalah karsinoma sel transisional. Tumor ini bersifat multifokal, yaitu dapat
terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri atas sel transisional, seperti di
pielum, ureter, uretra posterior. Sedangkan jenis yang lainnya adalah karsinoma
sel skuamosa (±10%) dan adenokarsinoma (±2%) (Nursalam 2009).
Pada 90% kasus, gejala klinis yang awal adalah hematuria intermitten yang
tidak disertai nyeri (Shenoy 2014). Kanker kandung kemih adalah neoplasma
yang paling sering terjadi di saluran kemih, dilaporkan mendekati angka 3% dari
semua kematian yang disebabkan oleh kanker. Kanker kandung kemih juga
muncul 2-3 kali lebih sering pada pria daripada wanita meskipun angka
kejadian pada wanita juga meningkat. Kanker ini sekarang menjadi urutan nomor
5 dari kanker yang paling sering terjadi pada pria dan menjadi urutan 10 dari
kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Kanker ini juga lebih sering
terjadi padaorang kulit putih daripada orang kulit hitam dan lebih sering muncul
di daerah perkotaan dan di daerah industri bagian utara. Tumor jinak dan ganas
dapat berkembang pada permukaan dinding kandung kemih atau tumbuh di dalam
dinding dan dengan cepat menyerang otot di bawahnya. Sekitar 90% kanker
kandung kemih merupakan karsinoma sel transisional, berasal dari epitel
transisional dari membran mukosa (Joan dan Lyndon 2014).
Oleh karena permasalahan tersebut, makalah ini disusun agar perawat mampu
memahami dengan baik mengenai kanker kandung kemih serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan yang tepat bagi penderita kanker kandung
kemih.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai
Kanker Kandung Kemih dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan
yang cepat dan tepat, serta pembaca diharapkan memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan pada kasus Kanker Kandung Kemih
secara komprehensif.

1.2.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa mampu
1. Menjelaskan definisi dari Kanker Kandung Kemih
2. Menjelaskan etiologi dan faktor resiko dari Kanker Kandung Kemih
3. Menjelaskan bentuk tumor dari Kanker Kandung Kemih
4. Menjelaskan klasifikasi stadium dari Kanker Kandung Kemih
5. Menjelaskan patofisiologi dari Kanker Kandung Kemih
6. Menjelaskan manifestasi klinis dari Kanker Kandung Kemih
7. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari Kanker Kandung Kemih
8. Menjelaskan penatalaksanaan dari Kanker Kandung Kemih
9. Menjelaskan prognosis dari Kanker Kandung Kemih
10. Menjelaskan Web of Cautation dari Kanker Kandung Kemih
11. Menjelaskan Asuhan Keperawatan pasien Kanker Kandung Kemih

1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui tentang kanker kandung kemih sehingga
perawat akan lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan
menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kanker
kandung kemih tidak semakin berat.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tumor jinak dan ganas dapat berkembang pada permukaan dinding kandung
kemih atau tumbuh di dalam dinding dan dengan cepat menyerang otot di
bawahnya. Sekitar 90% kanker kandung kemih merupakan karsinoma sel
transisional, berasal dari epitel transisional dari membran mukosa. Tumor
kandung kemih paling sering terjadi pada orang lanjut usia yang berusia lebih
dari 50 tahun, dan lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, serta di area
industri dengan penduduk padat (Joan dan Lyndon 2014).
Kanker kandung kemih adalah kanker non agresif yang muncul pada lapisan
sel transisional kandung kemih. Kanker ini sifatnya kambuh. Dalam kasus yang
lebih sedikit, kanker kandung kemih ditemukan menginvasi lapisan lebih dalam
dari jaringan kandung kemih. Dalam kasus ini, kanker cenderung lebih agresif.
Paparan zat kimia industri (cat, tekstil), riwayat penggunaan cyclophosphamide,
dan merokok meningkatkan resiko kanker kandung kemih (Di Giulio,et al.,
2007). Kanker kandung kemih (karsinoma buli-buli) adalah kanker yang
mengenai kandung kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki (Nursalam 2009).

2.2 Faktor Resiko


Ada 3 hal penyebab terjadinya karsinoma,, yaitu:
1. Host
a. Genetik
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun kanker
lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan menimbulkan
resiko kanker kandung kemih.
b. Life style
1. Mengkonsumsi makanan yang mengandung 4P (Pemanis, pewarna,
pengawet, penyedap rasa)
2. Merokok selama bertahun-tahun memiliki resiko lebih tinggi daripada
orang yang tidak merokok atau orang yang merokok dalam jangka
waktu yang pendek. Rokok mengandung bahan karsinogen berupa
amin aromatic dan nitrosamine.
3
3. Sering mengkonsumsi kopi dalam jangka waktu lama
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Infeski saluran kemih, ca colon, ca rnal, ca prostat, ca rectum.
d. Obat atau tindakan (cytoksan dan cyclofosfamid). Orang yang pernah
mendapatkan pengobatan kanker dengan obat-obatan tertentu seperti
cyclophosphamide akan meningkatkan resiko kanker kandung kemih.
Juga orang yang pernah mendapatkan terapi radiasi di abdomen atau
panggul akan memiliki resiko.
2. Agent
Invasi kuman (parasit: schistozomiasis yang terdapat pada siput).
3. Environment
Berhunbungan dengan pekerjaan di pabrik kimia (terutama cat), pabrik rokok,
penyamak kulit dan pekerja salon karena sering terpapar oleh bahan
karsinogen (senyawa ain aromatic: 2 naftilamin, bensidin dan 4
aminobifamil).
Faktor Resiko kanker kandung kemih, antara lain: (Lyndon 2014)
1. Para pekerja di pabrik kimia (terutama cat), laboratorium pabrik korek api,
tekstil, pabrik kulit dan pekerja salon karena sering terpapar oleh bahan
karsinogen (senyawa ain aromatic: 2 naftilamin, bensidin dan 4
aminobifamil).
2. Perokok aktif karena rokok mengandung bahan karsinogen berupa amin
aromatic dan nitrosamine.
3. Infeksi saluran kemih seperti E-coli dan proteus sp yang menghasilkan
nitrosamine sebagai zat karsinogen.
4. Sering mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang mengandung sakarin dan
siklamat, serta pemakaian obat-obatan siklofosfamid melalui intravesika,
fenasetin,opium, dan antituberkulosis INH dalam jangka waktu lama.
Kanker kandung kemih memiliki beberapa faktor resiko termasuk interaksi
antara latar belakang genetik dan faktor lingkungan dan merokok adalah faktor
resiko utama pemicu kanker kandung kemih (Cohen, et al., 2000 dalam Rouissi,
et al., 2011), dan bertanggung jawab atas 50% kasus pada pria dan 35% pada
wanita (Zeegers,et al., 2000 dalam Rouissi, et al., 2011). Asap rokok
mengandung sejumlah xenobiotics termasuk oksidan dan radikal bebas, sehingga
asap rokok dapat menurunkan serum dan folat sel darah merah dalam darah dan
4
antioksidan vitamin B12 (Maninno, et al., 2003; Tungtrongchitr, et al., 2003
dalam Rouissi,et al., 2011). Sebagai tambahan laporan mengindikasikan bahwa
konsentrasi total plasma homocysteine lebih tinggi pada perokok daripada non
perokok (Lwin, et al., 2002; Saw, et al., 2001 dalam Rouissi. et al., 2011).
Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa fungsi polimorfisme pada gen
terlibat dalam metabolisme folat dan tingkat serum dari vitamin B12 memiliki
peranan penting dalam perkembangan karsinogenesis kanker.
Bagaimanapun juga, peneliti yakin bahwa orang-orang dengan faktor resiko
tertentu akan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk terpapar kanker kandung
kemih. Penelitian menemukan bahwa faktor-faktor berikut beresiko terhadap
munculnya kanker kandung kemih (National Cancer Institute 2010):
1. Merokok
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk kanker kandung kemih.
Merokok merupakan penyebab utama dari beberapa kasus kanker kandung
kemih. Orang yang merokok selama bertahun-tahun memiliki resiko lebih
tinggi daripada orang yang tidak merokok atau orang yang merokok dalam
jangka waktu yang pendek.
2. Bahan-bahan kimia di tempat kerja
Orang-orang tertentu memiliki resiko lebih tinggi karena bahan kimia
penyebab kanker di tempat mereka bekerja. Pekerja di industri pewarnaan,
karet, kimia, logam, tekstil,dan bulu, akan memiliki resiko terkena kanker
kandung kemih. Resiko lain juga muncul pada penata rambut, masinis,
pekerja printer, pengecat, dan supir truk.
3. Riwayat kanker kandung kemih
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih memiliki
kemungkinan untuk kembali memiliki penyakit yang sama.
4. Pengobatan kanker tertentu
Orang yang pernah mendapatkan pengobatan kanker dengan obat-obatan
tertentu seperti cyclophosphamide akan meningkatkan resiko kanker kandung
kemih. Juga orang yang pernah mendapatkan terapi radiasi di abdomen atau
panggul akan memiliki resiko.
5. Arsenik
Arsenik merupakan suatu racun yang mampu meningkatkan resiko kanker
kandung kemih. Dibeberapa bagian dunia, kadar arsenik mungkin ditemukan
5
tinggi pada air minum.
6. Riwayat keluarga dengan kanker kandung kemih
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun kanker lain
seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan menimbulkan resiko
kanker kandung kemih.
7. Infeksi
Infeksi kronis saluran kencing dan infeksi dari parasit. Haematobium juga
dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker kandung kemih, seringnya
pada karsinoma sel skuamosa. Inflamasi kronis juga diperkirakan
memainkan peran penting pada proses karsinogenesis pada kasus ini.
Faktor resiko lain yang menyebabkan kanker kandung kemih menurut Wein,
AJ (2012):
1. Pada karsinoma urothelial kandung kemih
a. Merokok
b. Paparan industri
c. Paparan zat kimia
d. Paparan cyclophosphamide
2. Pada karsinoma sel skuamosa kandung kemih:
a. Schistosomiasis, merupakan sebuah infeksi dari Schistosoma
haematobium
b. Batu pada saluran kemih, jika terjadi bertahun-tahun
c. Penggunaan kateter selama bertahun-tahun
d. Divertikula kandung kemih
3. Pada adenokarsinoma kandung kemih:
a. Sisa dari tindakan urachal
b. Neurogenic bladder
c. Metastasis dari malignansi primer
d. Ekstropi kandung kemih
e. Invasi tumor/kanker dari organ lain seperti kolon dan ginjal

4. Penyebab lain yang jarang terjadi:


Penggunaan analgesik yang mengandung phenacetin.

6
Faktor resiko lain (Ferri 2014):
1. Kerusakan spinal cord disebabkan karena pasien neurogenic bladder
memerlukan drainase kandung kemih jangka panjang dengan kateter Foley;
iritasi kronis dari penggunaan jangka panjang secara umum mengingkatkan
resiko kanker kandung kemih, khususnya karsinoma sel skuamosa.
2. Onkogenik berkaitan dengan kanker kandung kemih termasuk ras keluarga
dengan gene dan onkogenikras p21.
3. Tumor suppressor genes, termasuk p53 pada kromosom 17p; gen
Retinoblastoma (Rb) pada kromosom 13q; gen pada kromosom 9: 9p21 dan
9q32-3

2.3 Bentuk Tumor


Tumor buli-buli dapat berbentuk, antara lain: (Yosef 2007)
1. Papiler
2. Tumor non invasif (in situ)
3. Noduler (infiltrat)
4. Campuran antara papiler dan infiltrat

Gambar 5. Bentuk tumor buli-buli (Yosef 2007)

2.3.1 Tipe Histologi


Sebagian besar (±90%) tumor kandung kemih adalah karsinoma sel
transisional. Tumor ini bersifat multifokal, yaitu dapat terjadi di saluran
kemih yang epitelnya terdiri atas sel transisional, seperti di pielum, ureter,
uretra posterior. Sedangkan jenis yang lainnya adalah karsinoma sel
skuamosa (±10%) dan adenokarsinoma (±2%) (Nursalam 2009).
1. Adenokarsinoma
Ada tiga kelompok adenokarsinoma pada kandung kemih, yaitu:
a. Primer terdapat di kandung kemih, dan biasanya terdapat di dasar
serta di fundus kandung kemih. Pada beberapa kasus sistitis,

7
glandularis kronis, dan ekstrafia vesika pada perjalanannya lebih
lanjut dapat mengalami degenerasi menjadi adenokarsinoma
kandung kemih.
b. Urakhus persisten (sisa duktus urakhus) yang mengalami
degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma
c. Tumor sekunder yang berasal dari fokus metastasis dari organ lain,
diantaranya prostat, rektum, ovarium, lambung, mamae, dan
endometrium.
Prognosis adenokarsinoma buli-buli ini sangat jelek.
2. Karsinoma sel skuamosa terjadi karena rangsangan kronis pada
kandung kemih dan mengakibatkan sel epitel mengalami metaplasia
ganas. Rangsangan kronis ini terjadi karena:
a. Infeksi saluran kemih kronis
b. Batu kandung kemih
c. Kateter menetap yang dipasang dalam jangka waktu lama
d. Infestasi cacing Schistosomiasis pada kandung kemih
e. Pemakaian obat-obatan siklofosfamid secara intravesika

2.4 Klasifikasi Stadium


Klasifikasi Duke-Masina, Jewett dengan modifikasi Strong-Marshal untuk
menentukan operasi atau observasi (Jiang & Lizhong 2008)
T= Pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui: Pemeriksaan
klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah
Anestesi umum dan biopsy atau trans urethral reseksi.
Tis Carcinoma in situ (pre invasive Ca)
TX Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat
dilakukan
T0 Tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1 Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang bergerak
T2 Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli
T3 Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang
bergerak bebas dapat diraba di buli-buli
T3a Invasi otot yang lebih dalam
T3b Perluasan lewat dinding buli-buli
T4 Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina

8
T4b Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam
abdomen
N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe,
pemeriksaan klinis, lympgraphy, urography, operative
NX Minimal yang ditetapkan kel.Lymfe regional tidak dapat ditemukan
N0 Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar lymfe regional
N1 Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
N2 Pembesaran kontra lateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional
yang multiple
N3 Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang
bebas antaranya dan tumor
N4 Pembesaran kelenjar lymfe juxta regional
M=Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh,
Pemeriksaan klinis ,thorax foto,dan test biokimia
MX Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya
metastase jauh, tak dapat dilaksanakan
M1 Adanya metastase jauh
M1a Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b Metastase tunggaldalam satu organ yang tunggal
M1c Metastase multipledalam satu terdapat organ yang multiple
M1d Metastase dalam organ yang multiple

Gambar 6. Klasifikasi Stadium (Nursalam 2009)

2.5 Patofisiologi
Menurut Amiruddin, kanker kandung kemih terjadi karena beberapa faktor
yaitu, usia Kanker kandung kemih lebih sering terjadi pada usia di atas 50 tahun
dan angka kejadian laki-laki lebih besar daripada perempuan. Usia dapat

9
menyebabkan imunitas seseorang turun sehingga rentan terpapar oleh radikal
bebas, selain itu lifestyle seperti kebiasaan merokok dan bahan-bahan
karsinogenik seperti pabrik jaket kulit bagian pewarnaan. Kedua faktor ini akan
masuk ke dalam sirkulasi darah daan masuk ke dalam ginjal yang selanjutnya
terfiltrasi di glomerulus. Radikal bebas bergabung dengan urin secara terus
menerus dan masuk ke kandung kemih. Selanjutnya terjadi stagnasi radikal
bebas, radikal bebas mengikat elektron DNA dan RNA sel transisional sehingga
terjadi kerusakan DNA. Apabila terjadi kerusakan DNA maka tubuh akan
malukan perbaikan DNA jika berhasil maka sela akan kembali normal, jika tidak
maka akan terjadi mutasi pada genom sel somatik. Mutasi dari genom sel somatik
ada 3 hal yang terjadi pertama adalah pengaktifan onkogen pendorong
pertumbuhan, kedua perubahan gen yang mengandalikan pertumbuhan dan yang
terakhir adalah pengnonaktifan gen supresor kanker. Ketiga hal tersebut
mengakibatkan produksi gen regulatorik hilang. Selanjutnya terjadi replikasi DNA
yang berlebih. Akhirnya terjadi kanker pada kandung kemih.

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi Klinis pada kanker kandung kemih, antara lain:
1. Lokal
a. Obstruktif
1. Kencing sedikit: sebagai akibat dari tumbuhnya tumor yang menutup
aliran menuju uretra.
2. Hematuria: massa tumor memiliki sifat mudah ruptur dan sifat urin
adalah asam yang akan mengikis tumor tersebut sehingga akan terjadi
bleeding dan dikeluarkan melalui urin.
3. Pancaran melemah: karena adanya obtruksi sehingga kencing menjadi
sedikit dan mengakibatkan pancaran melemah.
b. Iritatif
1. Frekuensi: terjadi peningkatan frekuensi karena adanya retensi urine
dan pengisian kandung kemih secara kontinyu.
2. Urgensi
3. Nocturia ( jarang )
4. Urge incontinensia
10
5. Disuria
2. Sistemik
a. Anemia: sebagai akibat dari adanya hematuria sehingga tubuh kekurangan
Hb.
b. Hiperventilasi : karena tidak adanya Hb yang mengikat O2 sehingga
mengakibatkan sesak napas.
c. Hipertensi: karena adanya gangguan pada fungsi ginjal sehingga
mengakibatkan aldosteron terganggu, pembuluh darah menjadi
vasokonstriksi sehingga muncul hipertensi.
d. Oedema: karena adanya gangguan pada renin angiotensin yang berdampak
pada pompa Na dan K, kemudian Na tidak dapat keluar sehingga mengikat
banyak air yang mengakibatkan oedema.
Manifestasi klinis dari kandung kemih, antara lain:
1. Hematuria
Hematuria dapat dibagi menjadi hematuria intermiten atau penuh, dan dapat
dinyatakan sebagai hematuria awal atau terminal hematuria, sebagian dari
pasien kanker kandung kemih akan ada pembuangan gumpalan-gumpalan
darah dan bangkai-bangkai busuk.
2. Iritasi kandung kemih
Tumor terbentuk di trigonum kandung kemih, lingkup patologi meluas atau
saat terjadi infeksi dapat menstimulasi sampai ke kandung kemih sehingga
menyebabkan fenomena sering buang air kecil dan urgen.
3. Gejala obstruktif saluran kemih 
Tumor yang lebih besar, tumor pada leher kandung kemih dan penyumbatan
gumpalan darah akan menyebabkan buang air bahkan sampai retensi urin.
Infiltrasi tumor ke dalam lubang saluran kemih dapat menyebabkan obstruksi
saluran kemih, sehingga menimbulkan nyeri pinggang, hidronefrosis dan
fungsi ginjal terganggu.
4. Gejala metastase 
Invasi tumor stadium lanjut sampai ke jaringan kandung kemih sekitarnya,
organ lain atau metastasis kelenjar getah panggulsimpul, akan menyebabkan
nyeri di daerah kandung kemih, uretra fistula vagina, dan edema ekstremitas
bawah, metastasis sampai organ yang lebih jauh, nyeri tulang dan cachexia.

11
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan, antara lain:
1. Palpasi Bimanual (Shenoy 2014)
Yaitu per reto-abdominal pada pria dan per vagino-abdominal pada wanita
dilakukan di bawah anastesi umum. Penebalan dinding buli, mobilitas, fiksasi,
dan keras tidaknya tumor dapat ditentukan. Palpasi bimanual dikerjakan
dengan narkose umum (supaya otot buli-buli relaks) pada saat sebelum dan
sesudah reseksi tumor TUR buli-buli. Jari telunjuk kanan melakukan colok
dubur atau colok vagina sedangkan tangan kiri melakukan palpasi buli-buli di
daerah suprasimfisis untuk memperkirakan luas infiltrasi tumor. Kontribusi
perawat dalam pemeriksaan bimanual adalah untuk mengetahui apakah teraba
tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi sesuai prosedur.
2. Pemeriksaan Laboratorium (Nursalam 2009)
a. Laboratorium rutin.
1. Hb (untuk mengetahui adanya anemia)
Normal: M : 13-16 g/dl
F : 12-14 g/dl
b. Pemeriksaan Fungsi Faal Ginjal
1. BUN, eksresi urea yang tidak maksimal akan meningkatkan kadar
nitrogen urea darah (Joan dan Lyndon 2014)
Normal: 10-45 mg/dl
2. Kreatinin Serum, dapat mengukur kerusakan ginjal dengan baik
dibandingkan dengan kadar nitrogen serum, karena ganggguan ginjal
yang berat dan persisten akan menyebabkan peningkatan kreatinin
yang signifikan (Joan dan Lyndon 2014)
Normal: M : 0,9-1,5 mg/dl
F : 0,7-1,3 mg/dl
c. Urinalisis
Pemeriksaan air seni untuk melihat adanya darah dalam air seni,
khususnya yang kasat mata. Selain itu juga untuk mengetahui adanya
epitel, eritrosit, atau leukosit pada urin. Pemeriksaan sitologi urin,
memiliki sensitifitas 38-78%, dan meningkat pada tumor tingkat tinggi.
Kultur air seni dapat diperiksa untuk menyingkirkan adanya infeksi atau
peradangan.
12
d. Sitologi Urin, yaitu pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama
urin (biasanya nilai negatif palsu tinggi). Sitologi urin merupakan
pemeriksaan mikroskopik terhadap sel-sel didalam urin. pemeriksaan ini
dilakukan untuk mendiagnosis kanker saluran kemih. Sitologi urin juga
dilakukan untuk penyaringan kanker pada orang-orang resiko tinggi
(misalnya perokok, pekerja petrokimia dan penderita perdarahan tanpa rasa
nyeri). Untuk penderita yang telah menjalani pengangkatan kanker
kandung kemih, sitologi digunakan untuk evaluasi dan follow up
e. Cell survey antigen study, yaitu pemeriksaan laboratorium untuk mencari
sel antigen terhadap kanker, bahan yang digunakan adalah darah vena.
f. Flow cytometri, yaitu mendeteksi adanya kelainan kromosom sel-sel
urotelim.
3. Pemeriksaan Radiologi (Shenoy 2014)
a. BOF/ BNO (Buik Nier Overzicht)
Untuk mengetahui struktur dari kandung kemih bagus atau tidak.
Kontribusi perawat adalah:
1. Sebelum pemeriksaan anjurkan klien untuk makan bubur, bukan santan
karena akan memerlukan waktu penyerapan yang lama dan
mengandung kolesterol.
2. Klien dipuasakan 6-8 jam
3. Dilakukan lavement/huknah/enema untuk mengurangi intepretasi
kesalahan pada gambaran kolon dan kandung kemih
b. IVP
Defek pengisian dalam buli, dilatasi ureter dapat ditemukan. Konstribusi
perawat adalah untuk melakukan pemeriksaan fungsi ginjal (BUN dan
Kreatinin) dan pemeriksaan alergi sebelum dilakukan tindakan.
c. Ultrasonografi
Merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat yang dapat mendeteksi
karsinoma buli. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi adanya metastase
hati. Kontribusi perawat adalah menganjurkan klien untuk menahan
kencing untuk mengetahui perbedaan urin dan massa tumor.
d. CT Scan
Merupakan pemeriksaan pilihan terutama untuk mengetahui penyebaran
penyakit. Pemeriksaan CT scan bermanfaat khususnya untuk mengetahui
13
adanya infiltrasi adanya infiltrasi pada otot, jaringan prevesika serta
prostat, dan dinding pelvik. Indikasi untuk sitoskopi, antara lain:
1. Hematuria dengan IVP yang normal
2. Gejala klinis saluran kemih bagian bawah
3. Sel maligna dalam sitologi urine
e. MRI
Dapat memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor.
Jika tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan untuk dilakukan
analisa. Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai
persiapan pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai
tumor dan arteri renalis.
f. Sistoskopi
Sitoskopi merupakan pemeriksaan gold standart untuk menentukan lokasi
lesi dan mengambil biopsi yang sangat diperlukan untuk penatalaksanaan
kasus lebih lanjut. Peran perawat yaitu memantau adanya komplikasi pasca
prosedur sistoskopi berupa perdarahan, perforasi kandung kemih, dan
infeksi. Perawat melakukan observasi terhadap perubahan warna urin.
Pasca dilakukan sistoskopi, urin normalnya berwarna merah muda karena
trauma saat memasukkan instrumen, tetapi bila ada perdarahan nyata harus
segera dilaporkan. Perawat memantau kecukupan asupan cairan klien
untuk mencegah statis urin dan obstruksi darah beku. Perawat memantau
tanda-tanda vital klien secara teratur untuk mendeteksi dini potensi adanya
infeksi.

2.8 Penatalaksanaan
1. Hematuria
a. Dilakukan three way kateter untuk irigasi kandung kemih yang mengalami
perdarahan akibat massa dengan PZ 1000 cc.
Konstribusi perawat:
1. Monitoring irigasi
2. Monitoring balance cairan urin yang di tampung pada urin bag
dikurangi dengan cairan yang masuk {PZ}).
3. Evaluasi warna urin
4. Kondisi bladder
14
b. Oksigenasi karena kilen mengalami hiperventilasi
c. Transfusi + farmakologi (asam traneksamat serta vitamin K) untuk
penatalksaan perdarahan.
2. TURB-T (Trans-Urethral Resection of Bladder-Tumor)
Dilakukan reseksi untuk mengambil tumor. Jika terjadi perdarahan dilakukan
tindakan irigasi kandung kemih , jika urine tidak keluar , curiga adanya stone
cell dan tatalaksana dengan dilakukan spool.
3. Cystektomy radikal atau parsial
Sistektomi radikal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik (MVAC-
Methotrexate, Vinblastine, Adriamycin, Cisplatin). Sistektomi radikal
merupakan pengangkatan buli dengan lemak perisistikserta prostat dan
vesikula seminalis, uretra pada priadan buli serta lemak perisistik, serviks,
uuterus, kubah vagina anterior, uretra dan ovarium pada wanita. Sistektomi
radikal merupakan suatu operasi mayor dengan angka mortalitas 3 sampai 8%.
4. Diversi Urine
Sistektomi radikal adalah pengangkatan kandung kemih dan jaringan
sekitarnya (pada pria berupa sistoprostatektomi) dan selanjutnya aliran urine
dari ureter dialirkan melalui beberapa cara diversi urine, antara lain: (Yosef,
2007)
a. Uretrosigmoidostomi, yaitu membuat anastomosis kedua ureter ke dalam
sigmoid. Cara ini sekarang tidak banyak dipakai lagi karena banyak
menimbulkan penyulit.
b. Kondisi usus, yaitu mengganti kandung kemih dengan ileum sebagai
penampung urin, sengakan untuk mengeluarkan urine dipasang kateteer
menetap melalui sebuah stoma. Konduit ini diperkenalkan oleh Bricke
pada tahun 1950 dan saat ini tidak banyak dikerjakan lagi karena dianggap
tidak praktis.
c. Diversi urin kontinen, yaitu mengganti kandung kemih dengan segmen
ileum dengan membuat stoma yang kontinen (dapat menahan urin pada
volume tertentu). Urin kemudian dikeluarkan melalui stoma dengan
melakukan kateterisasi mandiri secara berkala. Cara diversi urin ini yang
terkenal adalah cara Kock pouch dan Indian pouch.
d. Diversi urin Orthotopic, adalah membuat neobladder dari segmen usus
yang kemudian dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa
15
lebih fisiologis untuk pasien, karena berkemih melalui uretra dan tidak
memakai stoma yang dipasang di abdomen. Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Camey dengan berbagai kekurangannya dan kemudian
disempurnakan oleh Studer dan Hautmann.
5. Kemoterapi intra Buli
Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan Thiotepa/Adriamycin/Mitomycin
yang ditahan di sisi dalam kandung kemih selama 1 jam, 6-8 serial seperti ini
dengan interval setiap seminggu diberikan untuk mengurangi angka
kekambuhan.

2.8.1 Terapi Kanker Kandung Kemih (Shenoy 2014)


1. Karsinoma yang tidak melibatkan lapisan otot (Tis, Ta, T1)
a. Reseksi transuretra (TUR) tumor (basis/dasar tumor yang direseksi
lalu diskrining terhadap adanya tumor dengan pemeriksaan
mikroskopik)
b. Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan
Thiotepa/Adriamycin/Mitomycin yang ditahan di sisi dalam
kandung kemih selama 1 jam, 6-8 serial seperti ini dengan interval
setiap seminggu diberikan untuk mengurangi angka kekambuhan.
c. Imunoterapi BCG atau interferon yang dberikan secara intravesika
selama pasca-bedah untuk mencegah kekambuhan tumor.

2. Lesi T2-T4
Sistektomi radikal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik (MVAC-
Methotrexate, Vinblastine, Adriamycin, Cisplatin). Sistektomi radikal
merupakan pengangkatan buli dengan lemak perisistikserta prostat dan
vesikula seminalis, uretra pada priadan buli serta lemak perisistik,
serviks, uuterus, kubah vagina anterior, uretra dan ovarium pada
wanita. Sistektomi radikal merupakan suatu operasi mayor dengan
angka mortalitas 3 sampai 8%.
3. Setiap T, N1, M0 atau setiap T, N0, M1
Kemoterapi sistemik (MVAC) yang diikuti dengan terapi radiasi harus
diberikan
4. Lesi kecil
16
Lesi kecil yang melibatkan otot pada kubah (dome) buli atau dinding
posterolateral buli, sistektomi parsial (reseksi segmental) bagian buli
tersebut yang mengandung tumor dengan ttepi buli yang sehat yang
luas 2-3 cm. hal ini sebaiknya diikuti dengan kemoterapi intravesika.

2.8.2 Peranan Radioterapi (Shenoy 2014)


1. Lokal
Jika lesi tidak anaplastik, berukuran 4 cm atau kurang, setelah eksisi
diatermi terbuka, dapat diberikan radioterapi.
a. Implantasi butiran emas 198Au
b. Kawat tantalum radioaktif 192Ta
2. Radioterapi yang dalam
Indikasi: karsinoma yang tidak berdiferensiasi
Dengan menggunakan Cobalt 60 atau aselerator linear

2.8.3 Kontrol Berkala


Semua pasien kanker kandung kemih harus mendapatkan pemeriksaan
secara berkala, dan secara rutin dialkukan pemeriksaan klinis, sitologi
urine serta sistoskopi. Jadwal pemeriksaan berkala itu pada: (Yosef 2007)
1. Tahun I dilakukan setiap 3 bulan sekali,
2. Tahun II setiap 4 bulan sekali, dan
3. Tahun III dan seterusnya setiap 6 bulan sekali

2.9 Prognosis
Menurut Pusponegoro, dkk. dalam buku Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
penyakit ini mempunyai prognosis yang sangat bervariasi walaupun secara
umum bergantung dari stadium dan derajat histologi tumor. Pada umumnya
penderita dengan tumor superfisial mempunyai harapan hidup 5 tahun yang
cukup baik sedangkan penderita dengan tumor yang sudah tumbuh sampai ke
lapisan otot dalam mempunyai angka harapan hidup sekitar 5 tahun sekitar 40-
50%. Pada stadium T4 tanpa metastasis, angka harapan hidup 5 tahun berkisar
antara 10-17%, sedangkan bila sudah terjadi metastasis maka sangat sedikit
penderita yang dapat bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
17
2.10 Pathway

Faktor-faktor resiko

Host Agent Environment

Genetik Life Riwayat Obat/ Invasi kuman Pekerjaan (pabrik cat,


style penyakit tindakan penyamak kulit, tembakau,
dahulu pegawai salon)

4P, ISK, Ca. Cytoksan, Parasit


merokok, Colon, Ca. cyclofosfa (schistozomiasis)
konsumsi Renal, Ca mide
kopi Prostat, Ca.
Rectum

Faktor-faktor resiko merangsang pertumbuhan sel

Pertumbuhan sel-sel baru pada jaringan kandung kemih

Proliferasi sel meningkat cepat kerusakan struktur fungsional kandung kemih

Kanker kandung kemih

Lokal Sistemik

Obstruktif Iritatif Anemia Hormon

Kencing Pancaran Hematuri FUNUD Hiperventilasi Renin , Aldosteron


sedikit melemah a (frekuensi, angioste
urgensi, nsin
nocturia, Sesak nafas
urge Vasokontriksi
MK: Gangg pembuluh
Gangguan incontinensi uan darah
eliminasi a, disuria) MK: pompa
Urin Ketidakefe Na dan
ktifan pola K Hipertensi
Refluks nafas

18
oedema MK:
Hidroureter Penurunan
cardiac
MK: output
Hidronefrosis MK: Peningkatan
Nyeri volume
Akut cairan
Mual muntah

MK: Mual

Penatalaksanaan

Non pembedahan Pembedahan (TURB-T,


(kemoterapi, irigasi Diversi Urin, Cystectomy)
kandung kemih,
farmakologi)
Stoma Post .op

MK : Resiko MK : Resiko
Kerusakan infeksi
Integritas Kulit

19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
a. Usia:
Menurut Brunner & Suddarth, 2004 Kanker kandung kemih lebih sering
terjadi pada orang dewasa berusia 50 sampai 70 tahun, usia rata-rata pada
saat diagnosis adalah 65 tahun, dan pada periode tersebut sekitar 75% dari
kanker kandung kemih terlokalisasi pada kandung kemih, 25% telah
menyebar ke kelenjar getah bening regional atau tempat yang jauh.
b. Jenis Kelamin:
Pria memiliki resiko 3 kali lipat lebih besar dibanding dengan wanita
(Brunner & Suddarth 2004).
c. Pekerjaan:
Pekerja di pabrik bahan kimia, penyamak kulit, pegawai salon, pewarna,
karet, minyak bumi, industri kulit, dan percetakan memiliki risiko lebih
tinggi. Karsinogenik yang spesifik meliputi benzidin, betanaphthylamine,
dan 4-aminobiphenyl. Perkembangan tumor dapat berlangsung lama (Emil
Tanagho dan Jack W. McAninch 2007).
d. Tempat Tinggal:
Terdapat insiden kanker kandung kemih yang tinggi di banyak negara di
Afrika, terutama Mesir, terkait paparan parasit Schistosoma haematobium,
yang dapat ditemukan dalam kandungan air di negara-negara ini (Connie
Yarbro, dkk, 2010).
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan Utama : Klien akan mengeluhkan hematuria.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Obstruktif : a. Kencing sedikit
b. Hematuria
c. Pancaran melemah
Iritatif : a. Frekwensi
b. Urgency
c. Nocturia (jarang)
20
d. Urge inkontinencia
e. Dysuria
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih, infeksi kronis
saluran kencing, dan infeksi dari parasit memiliki kemungkinan untuk
kembali memiliki penyakit yang sama (National Cancer Institute 2010).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun kanker
lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan menimbulkan
resiko kanker kandung kemih (National Cancer Institute 2010).
e. Riwayat psikososial dan spiritual:-
f. Kondisi lingkungan rumah:
Pada area industri dengan penduduk padat yang memungkinkan
lingkungan terpapar oleh karsinogen tertentu, seperti: tembakau, 2-
naftilamin, dan nitrat diketahui sebagai faktor predisposisi tumor sel
transisional (Joan dan Lyndon 2014).
g. Kebiasaan sehari-hari
Konsumsi 4 P (Pemanis, pewarna, pengawet, penyedap rasa), merokok,
kopi.
3. Pemeriksaan fisik
Nyeri atau ketidak nyamanan : nyeri tekan abdomen, nyeri tekan pada area
ginjal pada saat palpasi, nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak
hilang dengan posisi atau tindakan lain.
a. Keadaan Umum: Klien tampak pucat, merasa mual.
b. Tanda-tanda vital:
1. Peningkatan TD, karena ada gangguan pada fungsi aldosteron yang
menyebabkan vasokontriksi pembulu darah yang berakibat pada
hipertensi
2. Peningkatan RR (Hiperventilasi), karena terjadi penurunan Hb yang
berakibat pada penurunan O2
c. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah dan letih
Tanda : Perubahan kesadaran
21
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah normal (hipertensi)
Tanda : Tekanan darah meningkat, takikardia, bradikardia, disritmia
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan BAK
Tanda : Nyeri saat BAK, Urine bewarna merah
5. Makanan & Cairan
Gejala : Mual muntah
Tanda : Muntah
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara (Vertigo)
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan mental
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit pada daerah abdomen
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
8. Interaksi Sosial
Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain
Tanda : Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru
Tanda : Terjadi kekambuhan lagi
10. Seksualisasi
Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga silus menstruasi berturut-turut
Tanda : Atrofi payudara, amenorea
11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden
depresi
Tanda : Prestasi akademik tinggi
d. Pemeriksaan per sistem
1. B1(Breathing)

22
Bisa ditemui pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu napas,
retraksi dada yang disebabkan karena hiperventilasi.
2. B2 (Blood)
Fungsi renal terganggu dapat menyebabkan, gangguan pada fungsi
aldosteron yang menyebabkan vasokontriksi pembulu darah yang
berakibat pada hipertensi (peningkatan TD).
Saat terjadi hematuria, maka banyak darah yang dikeluarkan dan tubuh
kekurangan Hb berdampak pada anemia.
3. B3 (Brain)
Kepala dan wajah tidak ada kelainan, pucat, mata: sklera icterus,
conjunctiva pucat, pupil isokor, leher tekanan vena jugularis normal.
Persepsi sensori tidak ada kelainan.
4. B4 (Bladder)
Inspeksi:
Obstruktif : a. Kencing sedikit
b. Hematuria
c. Pancaran melemah
Iritatif : a. Frekwensi
b. Urgency
c. Nocturia (jarang)
d. Urge inkontinencia
e. Dysuria
Auskultasi : arteri renalis ada bruit atau tidak
Palpasi : teraba massa supra sympisis, diameter 10 x 10 cm,
keras, fixed.
5. B5 (Bowel)
Mulut dan tenggorok kering, agak merah (iritasi) disebabkan adanya
mual dan muntah pada klien kanker kandung kemih.
6. B6( Bone)
Gangguan pada Renin-Angiotensin yang berakibat pada gangguan
pompa Na dan K, sehingga Na tidak dapat dikeluarkan yang
menyebabkan edema pada ekstermitas.

23
3.2 Analisa Data

Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
Pre Operasi
DS: Kanker kandung kemih Ganggguan
 Disuria ↓ Eliminasi Urin
 Bladder terasa penuh Massa tumor yang mudah
DO : ruptur

 Distensi bladder ↓

 Terdapat urine residu Mudah terkikis oleh urin


yang bersifat asam
 Inkontinensia  tipe luapan

 Urin output sedikit/tidak ada Hematuria
DS: Kanker kandung Ketidakefekti-
 Dyspnea ↓ fan Pola Napas
 Nafas pendek Hematuria

DO: Penurunan Hb

 Penurunan tekanan ↓

inspirasi/ekspirasi Penurunan O2

 Penurunan pertukaran udara ↓

per menit Hiperventilasi

 Menggunakan otot ↓

pernafasan tambahan Sesak Napas

 Orthopnea
 Pernafasan pursed-lip
 Tahap ekspirasi berlangsung
sangat lama
 Penurunan kapasitas vital
 Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
DS: Hidronefrosis Mual
 Hipersalivasi 
 Penigkatan reflek menelan Ureum kembali ke

24
 Menyatakan mual / sakit pembuluh darah
perut 
Uremia

BUN meningkat

Mual

Intake tidak adekuat

BB menurun
DS: Kanker kandung kemih Nyeri Akut
 Laporan secara verbal ↓
DO: Retensi urine pada bladder
 Posisi untuk menahan nyeri ↓

 Tingkah laku berhati-hati Refluks

 Gangguan tidur (mata sayu, ↓

tampak capek, sulit atau Hidroureter

gerakan kacau, ↓

menyeringai) Hidronefrosus

 Terfokus pada diri sendiri ↓


Nyeri pinggang
 Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
 Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
 Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan

25
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
 Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
 Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Post operasi
DS: Kanker kandung kemih Nyeri akut
 Laporan secara verbal ↓
DO: TURB-T
 Posisi untuk menahan nyeri ↓

 Tingkah laku berhati-hati Luka insisi post

 Gangguan tidur (mata sayu, pembedahan

tampak capek, sulit atau ↓

gerakan kacau, Nyeri

menyeringai)
 Terfokus pada diri sendiri
 Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
 Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)

26
 Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
 Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
 Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
DS : Klien mengeluhkan Kanker Kandung kemih Resiko Infeksi
merasa gatal di daerah 
lukanya TURB-T
DO : T: 37,5°C 
Leukosit 11.000/mm3 Luka insisi

Resiko Infeksi

3.3 Dignosa Keperawatan


Pra Operasi
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Mual berhubungan dengan tumor lokal di kandung kemih
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
Post Operasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

3.4 Intervensi Keperawatan

27
Pra Operasi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No. Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Gangguan NOC: NIC :
eliminasi urin Urinary Elimination Irigasi Kandung Kemih
berhubungan Tujuan: 1. Jelaskan prosedur
dengan Setelah dilakukan kepada klien
obstruksi tindakan keperawatan 2. Atur suplai irigasi
anatomik selama 3x24 jam nyeri yang steril, pelihara
teratasi, dengan kriteria teknik kesterilan dari
hasil: agen protokol
1. Pola eliminasi 3. Bersihkan jalur mask
2. Jumlah urin atau ujung terkahir Y-
3. Warna urin connector dengan
4. Kejernihan urin alkohol swap
5. Intake cairan 4. Tetap irigasi cairan
6. Pengosongan setiap agen protokol
kandung kemih 5. Observasi
secara maksimal perlindungan diri
7. Tampak darah 6. Monitor dan pelihara
dalam urin rate flow sesuai
8. Frekuensi urine kebutuhan
9. Urgency with 7. Tulis cairan yang
urination dibutuhkan,
10. Urge inkontinence karakteristik cairan,
jumlah pengeluaran,
dan respon pasien,
dan agen protokol
2. Ketidakefektifan NOC: NIC :
pola napas Respiratory Status: Oxygen Therapy
berhubungan Ventilation 1. Pertahankan
dengan Setelah dilakukan kepatenan jalan nafas
hiperventilasi tindakan keperawatan 2. Sediakan oksigen

28
selama 3x24 jam ketika pasien
ketidakefektifan pola membutuhkan
napas pasien teratasi 3. Ajarkan klien dan
dengan kriteria hasil: keluarga cara
1. Respiratory rate menggunakan
2. Irama pernafasan peralatan oksigen di
3. Retraksi otot dada rumah
4. Penggunaan otot 4. Monitor peralatan
bantu nafas oksigenasi sudah
5. Pursed lips sesuai atau tidak
breathing
Ventilation Assistance
1. Bantu klien merubah
posisi secara berkala,
sesuai kebutuhan
2. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
3. Posisikan klien untuk
meringankan dyspnea
4. Posisikan klien
semifowler untuk
meminimalkan usaha
dalam bernafas
5. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
3. Mual NOC: NIC:
berhubungan Nausea and Vomitting Nausea Management
dengan tumor Control
1. Dorong pasien untuk
lokal di kandung Tujuan:
memantau mual
kemih Setelah dilakukan
secara sendiri
tindakan keperawatan
2. Dorong pasien untuk
selama 2x24 jam mual
mempelajari strategi
teratasi dengan kriteria

29
hasil: untuk mengelola
1. Mengenali awitan mual sendiri
mual 3. Lakukan penilaian
2. Menjelaskan faktor lengkap mual,
penyebab termasuk frekuensi,
3. Penggunaan anti durasi, tingkat
emetik keparahan, dengan
menggunakan alat-
alat seperti jurnal
perawatan, skala
analog visual, skala
deskriptif duke dan
indeks rhodes mual
dan muntah (INV)
bentuk 2.
4. Identifikasi
pengobatan awal
yang pernah
dilakukan
5. Evaluasi dampak
mual pada kualitas
hidup.
6. Pastikan bahwa obat
antiemetik yang
efektif diberikan
untuk mencegah mual
bila memungkinkan.
7. Identifikasi strategi
yang telah berhasil
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk
tidak mentolerir mual
tapi bersikap tegas
dengan penyedia
30
layanan kesehatan
dalam memperoleh
bantuan farmakologis
dan nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat
yang cukup dan tidur
untuk memfasilitasi
bantuan mual
10. Dorong makan
sejumlah kecil
makanan yang
menarik bagi orang
mual
11. Bantu untuk mencari
dan memberikan
suport emosional

Vomitting Management
1. Pastikan obat
antiemetik yang
efektif diberikan
untuk mencegah
muntah, bila
memungkinkan.
2. Posisikan klien untuk
mencegah aspirasi
3. Pertahankan jalan
napas melalui mulut
4. Berikan dukungan
fisik selama muntah
5. Berikan kenyamanan
selama episode
muntah
6. Tunjukkan
31
penerimaan muntah
dan berkolaborasi
dengan orang ketika
memilih strategi
pengendalian muntah
7. Bersihkan area yang
tekena muntah
setelah episode
muntah sebelum
menawarkan lebih
banyak cairan untuk
pasien
8. Mulailah cairan yang
jelas dan bebas dari
karbonasi
9. Secara bertahap
tingkatkan cairan jika
tidak ada muntah
terjadi selama 30
menit
10. Ajarkan penggunaan
teknik non
pharmakological
untuk mengelola
muntah
11. Kaji emesis untuk
warna, konsistensi,
darah, waktu, dan
sejauh mana itu kuat.
12. Ukur atau estimasi
volume emesis.
13. Sarankan membawa
kantong plastik untuk
muntah penahanan.
32
14. Catat riwayat
pengobatan awal
lengkap.
15. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan atau
memberikan
kontribusi untuk
muntah
4. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan
1. Tentukan dampak
injury asuhan selama 3 x 24,
nyeri terhadap
nyeri teratasi dengan
kualitas hidup klien
kriteria hasil:
(misalnya tidur, nafsu
1. Kenali awitan nyeri
makan, aktivitas,
2. Jelaskan faktor
kognitif, suasana hati,
penyebab nyeri
hubungan, kinerja
3. Gunakan obat
kerja, dan tanggung
analgesik dan non
jawab peran).
analgesik
2. Kontrol faktor
4. Laporkan nyeri yang
lingkungan yang
terkontrol
mungkin
menyebabkan respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk

33
meringankan nyeri.
4. Kaji rasa nyeri secara
komprehensif untuk
menentukan lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri, dan
faktor pencetus.
5. Observasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien
yang mengalami
kesulitan
berkomunikasi.

Pasca Operasi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No. Intervensi
Keperawatan Hasil

1. Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan
1. Tentukan dampak
injury asuhan selama 3 x 24,
nyeri terhadap
nyeri teratasi dengan
kualitas hidup klien
kriteria hasil:
(misalnya tidur, nafsu

34
1. Kenali awitan makan, aktivitas,
nyeri kognitif, suasana hati,
2. Jelaskan faktor hubungan, kinerja
penyebab nyeri kerja, dan tanggung
3. Gunakan obat jawab peran).
analgesik dan non 2. Kontrol faktor
analgesik lingkungan yang
4. Laporkan nyeri mungkin
yang terkontrol menyebabkan respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Kaji rasa nyeri secara
komprehensif untuk
menentukan lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri, dan
faktor pencetus.
5. Observasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien
yang mengalami
kesulitan
35
berkomunikasi.
1. Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan Infection Severity Infection protection
dengan prosedur Tujuan : 1. Lakukan tindakan
invasif Setelah dilakukan pencegahan
tindakan keperawatan neutropenia
selama 3x 24 jam 2. Isolasi semua
pasien tidak pengunjung untuk
mengalami infeksi penyakit menular
Kriteria Hasil : 3. Pertahankan asepsis
1. Klien tidak untuk pasien berisiko
demam 4. Periksa kondisi setiap
2. Klien tidak sayatan bedah atau
mengalami luka
peningkatan 5. Pantau tanda-tanda
jumlah sel darah dan gejala infeksi
putih sistemik dan lokal
Bayi 9000 – 6. Monitor kerentanan
baru 30.000 / terhadap infeksi
Lahir mm3 7. Pantau perubahan
Bayi/an 9000 – tingkat energi atau
ak 12.000/m malaise
m3
Dewasa 4000-
Infection control
10.000/m
1. Bersihkan lingkungan
m3
setiap kali setelah
digunakan pasien
2. Isolasi dengan orang
yang terkena
penyakit menular
3. Batasi jumlah
pengunjung yang
sesuai
4. Tingkatkan cara

36
mengajar mencuci
tangan untuk tenaga
kesehatan
5. Anjurkan pasien
tentang teknik cuci
tangan yang tepat
6. Instruksikan
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
7. Gunakan sabun
antimikroba untuk
mencuci yang sesuai
8. Cuci tangan sebelum
dan sesudah setiap
kegiatan perawatan
pasien

BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kanker kandung kemih (karsinoma buli-buli) adalah kanker yang mengenai
kandung kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki berusia di atas 50 tahun
(Nursalam, 2009). Insidennya lebih banyak terjadi pada pekerja zat warna aniline.
Produk-produk seperti benzidine dan 3-naphtylamine bersifat karsinogenik
(Shenoy, 2014). Pada 90% kasus, gejala klinis yang awal adalah hematuria
intermitten yang tidak disertai nyeri (Shenoy, 2014). Penatalaksanaannya bisa
disesuaikan dengan stadium dari kanker kandung kemih, jika stadium Tis, Ta, T1

37
dapat dilakukan dengan reseksi transuretra (TUR) dan untuk stadium T2-T4 bisa
dilakukan sistektomi radikal (Shenoy, 2014).

5.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi
fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa
mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada
didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem
organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Coleman, EA., Lord, JE, Huskey, SW, Black JM, dan Jacobs EM. 1997. Medical-
Surgical Nursing: Clinical Management For Continuity of Care 5th
Edition.USA: Saunders Company
Di Giulio, M, Jackson, D, dan Keogh, J. 2007. Medical-Surgical Nursing,
Demystified: A Self-Teaching Guide. USA: The Mc Graw-Hill Companies
Ferri, FF. 2014. Ferri's Clinical Advisor 2014. USA: MosbyInc.
Jiang, Q dan Lizhong C. 2008. Karsinoma Ginjal dalam Buku Ajar Onkologi Klinis.
Edisi2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
38
Nursalam & Batticaca, FB. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar-dasar Urology Ed 1. Jakarta: Sagung Seto
Pusponegoro, dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher
Saputra, Lyndon. 2011. Master Plan Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher
Shenoy, K. Rajgopal dan Anita N. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Satu. Tangerang:
Karisma Publishing Group
Snell, RS. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC
Umami, Vidhia. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Wein, AJ, Kavaoussi, LR, Novick, AC, Partin, AW, Peters, CA. 2012.Campbell-
Walsh Urology Tenth Edition. USA: Saunders
Yosef, Herman. 2007. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Infomedika

39

Anda mungkin juga menyukai