Zammira Mutia Zatadin, Riri Eltadeza, Yustika Qasthari Primayanti, Nindya Ayu
Pramesti, Mediana Nur Amalia
Program Pendidikan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta Indonesia.
Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan – Kelapa Leher, Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta Indonesia Jl. A. Yani, Mendungan,
Pabelan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, JawaTengah; email:
Zammira.mutia@gmail.com
ABSTRAK
Latar Belakang: Abses leher dalam merupakan kumpulan nanah setempat
yang terbentuk dalam ruang potensial akibat kerusakan jaringan yang berasal
dari penjalaran infeksi gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah,
dan leher. Tanda dan gejala bahaya pada abses leher dalam perlu dilakukan
sejak awal untuk mengurangi komplikasi termasuk terjadinya obstruksi jalan
nafas dan kematian. Tujuan: Mengetahui tanda dan gejala bahaya leher abses
dalam, faktor risiko yang memperburuk serta gambaran penatalaksanaan abses
leher dalam di Departemen THT-KL RSUD Kabupaten Karanganyar. Penelitian
dilakukan berdasarkan laporan kasus pada penderita yang terdiagnosis abses
leher periode1 Desember-24 Desember 2019. Hasil: Didapatkan 8 pasien, laki–
laki (75%) dan perempuan (25%), kelompokusia 11-63tahun. Berdasarkan jenis
atau lokasi abses didapatkan terbanyak abses peritonsiller (62,5%), abses
submandibula (25%), Angina Ludwig's (12,5%) dengan sumber infeksi terbanyak
dari odontogenik (87,5%). Penatalaksanaan terbanyak, antibiotik kombinasi
(62,5%). Lama perawatan terbanyak <7 hari (62,5%) dengan kondisi saat pulang
membaik. Kesimpulan: Penatalaksanaan abses leher dalam di Departemen THT-
KLRSUD Kabupaten Karanganyar periode 1 Desember-24 Desember 2019
memperlihatkan kondisi pasien saat pulang dengan perbaikan. Penulis
membandingkan beberapa kasus abses leher dalam menurut gejala klinis dan
komplikasi yang mungkin terjadi, menganalisis dan mengoptimalkan tatalaksana
terapi yang tepat untuk setiap kasus abses leher dalam.
Kata Kunci : abses leher dalam, abses peritonsiler, abses submandibular, angina
Ludwig’s
ABSTRACT
Background: Deep neck infection (DNI) are a collection of local pus that
forms in a potential space due to tissue damage from the transmission of dental,
mouth, throat, paranasal sinuses, middle ear, and neck infections. Warning sign
of DNI need an early diagnostic to reduce complications including airway
obstruction and mortality.Objective: To know the warning sign of DNI,
worsening risk factors and management description of DNI in the Department of
ENT-HN Karanganyar District Hospital. The case reports in patients diagnosed
1445
with DNI from 1 December to 24 December 2019. Results: There were 8
patients, male (75%) and female (25%), age group 11-63 years. Based on the
type or location of abscesses, peritonsillary abscesses (62.5%), submandibular
abscesses (25%), Angina Ludwig's (12.5%) with the most sources of infection
were odontogenic (87.5%). Most management, combination antibiotics (62.5%).
The length of treatment was <7 days (62.5%) with the condition when returning
home improved. Conclusion: Management of DNI in the Department of ENT-HN
Karanganyar District Hospital period 1 December-24 December 2019 shows the
patient condition when returning home with improvement. The authors compared
several cases of DNI according to clinical symptoms and possible complications,
analyzing and optimizing the appropriate treatment management of DNI.
Keywords : deep neck infection, peritonsillary abscesses, submandibular
abscesses, Angina Ludwig's.
1446
PENDAHULUAN Sebelum era antibiotik, sebanyak 70%
ruang potensial yang terletak di antara ke parafaring. Saat ini, infeksi leher
fasia leher dalam, sebagai akibat dalam lebih banyak berasal dari tonsil
penjalaran dari berbagai sumber infeksi, pada anak dan infeksi gigi pada orang
seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus dewasa. Yang et al. (2008), melaporkan
paranasal, telinga dan leher. Gejala dan dari 100 kasus abses leher dalam yang
tanda klinik dapat berupa nyeri serta diteliti mulai April 2001 hingga
yang terkena (Yellon, 2009). Infeksi antara laki-laki dan perempuan 3:2,
yang terjadi di dalam ruang potensial dengan lokasi abses lebih dari satu
leher ini dapat saling terkait antara ruang potensial sebanyak 29%, ruang
pneumonia, perikarditis, trombosis vena 7%, ruang parotis 3%, ruang infrahioid
jugularis, mediastinitis dan erosi 26%, ruang retrofaring 13% dan ruang
Angka kejadian abses leher dalam dalam biasanya terdiri dari campuran
mulai menurun secara bermakna sejak kuman aerob, anaerob maupun fakultatif
1447
Staphylococcus, Klebsiella pneumoniae, dikaitkan dengan kebersihan mulut yang
sedangkan untuk bakteri anaerob adalah buruk, infeksi masih dapat menyebabkan
penyebab abses leher dalam mutlak dalam berpotensi mengancam jiwa dan
rejimen antibiotik yang efektif (Villarin didapatkan laki-laki lebih sering terkena
et al., 2006). Selain drainase abses yang abses leher dalam dari pada perempuan
untuk terapi yang adekuat. Untuk banyak <50 tahun sebanyak 5 pasien
mendapatkan antibiotik yang efektif dengan rentan usia 11-63 tahun. faktor
kultur kuman dan uji kepekaan (87,5%) dan satu pasien dengan
pemeriksaan ini memerlukanwaktu yang yang paling sering terjadi pada pasien
dijumpai pada era pra-antibiotik dan (12,5%), dan gangguan telinga berupa
1448
tinnitus dan nyeri alih (25%), sebanyak 37,5%, untuk kelompok
masing-masing 12,5%. dari pemeriksaan pasien (25%). infeksi leher dalam yang
antibiotik kombinasi berupa ceftriaxone sebanyak 62,5 % dan > 7 hari sebanyak
1449
Peninggian dasar lidah 1 12,5%
Hot potato’s voice 5 62,5%
Sesak napas 1 12,5%
Gangguan telinga 2 25%
PemeriksaanPenunjang
AL>10.000103/Ul 6 75%
CT scan polos 2 25%
Tatalaksana
Kelompok1 (Ceftriaxon +Metronidazol) 5 62,5%
Kelompok2 (Meropenem) 3 37,5%
Kelompok3 (Antibiotik + Pembedahan) 2 25%
Diagnosis
Abses peritonsil 5 62,5%
Abses submandibula 2 25%
Angina ludwig’s 1 12,5%
LamaPerawatan
≤7 hari 5 62,5%
>7 hari 3 37,5%
Rata-rata 6 hari
1450
LAPORAN KASUS Pada pemeriksaan telinga, hidung
Pasien atas nama Ny. N berusia 63 trismus, terdapat gigi berlubang pada
telan sudah sejak 1 minggu yang lalu, laboratorium awal masuk pada tanggal
Nyeri memberat ketika pasien makan pemeriksaan GDS yang tinggi yaitu
dan berkurang ketika pasien sebesar sebesar 317 gr/dl dan jumlah
pasien makan, dan nyeri tekan juga GDS sudah menurun menjadi 184 gr/dL.
mengakui memiliki riwayat sakit gigi leher sebelah kiri. 10 hari SMRS ibu
1451
tenggorokan, leher terasa sakit, pusing, ALyang normal yaitu sebesar
sering batuk dan pilek. pada tenggorokan sejak yang lalu. Nyeri
detritus tidak ada.Pada daerah peritonsil Pada pemeriksaan mulut tampak trismus
sinistra tampak edema, hiperemis sebesar2 jari dan terdapat caries dentis di
dan menonjol kedepan.Uvula tampak gigi molar 2 dan 3 bawah kanan. Pada
7Desember 2019 didapatkan jumlah melebar, detritus tidak ada. Pada daerah
1452
peritonsil dextra tampak edema minimal,
16,78.103/uL.
1453
Pasien yang dimasukkan dalam kategori dextra dengan tenderness dan
49th datang ke IGD RSUD Karanganyar sebesar1 jari (Gambar 2), terdapat caries
karena mengeluhkan nyeri pada rahang dentis pada molar 1 dan 2 bawah kanan.
nyeri telan diakui, disertai sulit laboratorium awal masuk pada tanggal 4
membuka mulut dan napsu makan yang Desember 2019 didapatkan jumlah AL
17,53.103/uL.
1454
pasien hanya bisa makan 2 sendok bubur ALyang tinggi yaitu sebesar
telinga berdenging dan nyeri menjalar (Gambar 3) didapatkan massa oval batas
1455
disertai nyeri kepala yang hilang timbul. Pasien Bp. H sempat mendapatkan
molar 1 dan 2 atas, molar 1 dan 2 bawah, demam sejak 4 hari yang lalu. Pasien
gigi berlubang pada premolar 1 dan 2 kesulitan untuk membuka mulut dan
11,75.103/uL. Kemudian pada tanggal 3 Keluhan sesak diakui oleh pasien ketika
Pada tanggal 7 Desember 2019 nyeri pada pipi dan dahi disangkal oleh
1456
kiri.Riwayat trauma disangkal oleh Dari hasil pemeriksaan
mmHg, nadi 108 x/menit, frekuensi dengan denditas kistik dan kalsifikasi
molar 2 kiri rahang bawah. Dasar mulut telah mendapatkan terapi antibiotik
sublingual) dengan lidah tampak sedikit alert sign berupa peninggian lidah,
didapatkan trismus sebesar 2 jari. klinis angina ludwig serta ukuran abses
Pada telinga, hidung dan yang > 3cm maka selanjutnya pasien
1457
PEMBAHASAN
2011).
1458
dahulu ke daerah sublingual, sedangkan akan muncul bila infeksi meluas
bahaya pada infeksi leher dalam suara didapatkan pada kelima pasien.Ini
1459
lidah (edema sublingual) dengan lidah mungkin mendapatkan kesulitan untuk
tampak elevasi disertai indurasi dari makan bahkan menelan ludah. Akibat
dasar mulut. Hal tersebut dikarenakan tidak dapat mengatasi sekresi ludah
lidah keatas dan belakang dan dengan kematian, dan infeksi sekunder dari
2001 & Paolo, 2006). (DM), yaitu pada pasien Ny. N dengan
1460
fungsi neutrofil, seperti: kemotaksis, dalam yang dilakukan oleh Bakir
gangguan imunitas seluler dan aktivitas leher dalam paling banyak adalah 30-
dengan cepat hingga terjadi abses yang ditemukan abses leher dalam adalah usia
luas dan dapat menjadikan waktu dewasa muda, dengan 80,9% kasus
penyembuhan lebih lama sehingga terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Usia
terjadinya komplikasi seperti infeksi terbanyak dari abses leher dalam (Bhutta
kedelapan pasien (Wei et al, 2017 & didapatkan kasus abses leher dalam lebih
Wei et al 2017 yaitu pria usia > 50 laki 17 kasus (65,4%) dan pasien
tahun. Pada kasus ini didapatkan dua perempuan 9 kasus (34,6%) sehingga
pasien yaitu atas nama Bp. S 58 tahun didapatkan rasio1,9:1 untuk pasien laki-
1461
Hal ini mirip dengan hasil ikat longgar yang biasanya disebabkan
mengenai abses leher dalam selama Selulitis difus yang paling sering
pasien abses leher dalam lebih banyak suatu selulitis difus yang mengenai
pada laki-laki, dengan rasio pasien laki- spasia sublingual, submental dan
Bakir (2012) mengenai abses leher (Berini, Bresco & Gray,1999 ; Topazian,
jumlah pasien abses leher dalam berjenis kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat
yaitu Bp. L. Penyebab utama selulitis sakit dan sulit menelan, kadang sampai
adalah proses penyebaran infeksi melalui sulit bicara dan bernafas serta stridor.
1462
meningkatkan risiko terjadinya untuk evaluasi infeksi leher dalam.
pasien Angina Ludwig, yaitu Bp. L, Pada CT scan dengan kontras akan
dimana tampak edema dan hiperemis terlihat abses berupa daerah hipodens
Scan, hanya dua dari delapan pasien daripada MRI (Paolo, 2006).
lebih dari dua ruang dan tidak adanya ≤3 cm maka observasi terlebih dahulu
perbaikan secara klinis. Namun dari selama 48 jam, bila dalam 48 jam tidak
hasil CT Scan kedua pasien tidak terdapat perbaikan pada bengkak, nyeri,
ditemukan adanya multiple space yang kaku leher, dysfagia, penurunan suhu
1463
secara pencitraan belum ada perbaikan pada enam pasien.Leukositotis terjadi
tindakan pembedahan (Paolo, 2006). CT aerob dan anaerob yang berperan dalam
Scan dapat diulang dalam 48 jam untuk pembentukan abses. Pemeriksaan lekosit
menilai perkembangan abses dan secara serial merupakan cara yang baik
kebutuhan untuk manajemen bedah lebih untuk menilai respons terapi. Sejumlah
sebagai tanda adanya komplikasi (Wei et pasien tidak dilakukan pemeriksaan nilai
juguler, septik embolisasi yang terdapat Biasanya infeksi dari kuman patogen
jugularis dan sesak nafas didapatkan berdasarkan hasil biakan kuman dan tes
pada satu pasien dengan Angina Ludwig kepekaan antibiotik terhadap kuman
(Weiet al, 2017 dan Paolo, 2006). penyebab infeksi. Hasil biakan kuman
pada ke dilakukan tes darah rutin dan sedangkan antibiotik harus segera
1464
antibiotik yang diberikan biasanya Antibiotik kemudian diubah berdasarkan
adanya satu kasus dengan alert sign dari dalam kategori kelompok dua karena
infeksi leher dalam maka pasien tersebut ditemukan adanya perburukan gejala
memerlukan tindakan insisi dan atau alert sign pada pasien sehingga
tindakan pembedahan karena tidak gejala dari pasien tanpa perlu dilakukan
1465
Streptococcus pneumonia, Streptococcus Namun pada laporan kasus ini,
Pada penelitian ini, terdapat total 2 ekstraoral karena letak abses dinilai
kasus yang masuk pada kelompok tiga tidakberdekatan dengan vaskuler yang
antibiotik dan tindakan insisi serta 1. Melibatkan > 2 ruang leher dalam
drainase dengan indikasi pembedahan, 2. Luas abses > 3 cm, bila ukuran ≤ 3cm
pada dasar mulut.Kasus yang dilakukan perbaikan pada bengkak, nyeri, kaku
submandibular. dilakukan.
drainase dari intraoral. Penelitian lain ulang, bila secara pencitraan tidak
1. Lebih agresif (tidak ada risiko lokasi dan letak vaskuler yang besar
keloid, dan tidak melukai saraf pada cervical. Namun untuk abses
1466
keberhasilan manajemen infeksi leher 3. Drainase bedah dengan kondisi: tahap
1. Perlindungan dan kontrol jalan napas, gagal atau memburuk secara klinis
antara abses dan ruang jaringan yang pasien, tidak adanya sumbatan jalan
pasien di laporan kasus ini tidak sumbatan jalan nafas, dan ada tidaknya
dan uji sensitifitas bakteri. usia yang didapatkan yaitu 11-63 tahun.
1467
Abses tersering di peritonsil disusul terapi medikamentosa dan semua pasien
Terdapat satu pasien dengan penyakit kedelapan pasien dalam penelitian ini.
pasien, pria berusia >50 tahun pada 3 menjadi berkurang dan faktor risiko
pasien yang diketahui dari pemeriksaan 1. Abshirini H, Alavi SM, Rekabi H and
Ghazipur A, 2010. Predisposing
fisik. Factors for The Complications of
Deep Neck Infection. The Iranian J of
Pasien pada kasus ini yang Otorhinolaryngol. 22(60):45-139.
1468
3. Andrina YMR. Abses retrofaring Philadelphia: Lippincott Williams &
[internet]. Medan: Fakultas Wilkins co; 2001: 665-82.
Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorokan 8. Marom T., dkk. Peritonsil abscess.
Universitas Sumatera Utara; 2003 American J of Otolaryngology-Head
[diakses tanggal 25 Februari 2013]. and Neck Medicine and Surgery31;
Tersedia dari: 2010. h. 162-7.
http://www.repository.usu.ac.id.2.
Huang SH, Yang SW, See LC, Lee
MH, Chen TM, Chen TA. Deep neck
abscess: an analysis of microbial
etiology and the effectiveness of
antibiotics, infection and drug
resistence [internet]. USA: Dove
Press; 2008 [diakses tanggal 24
Februari 2013]. Tersediadari
http://www.dovepress.com/deep-
neck-abscess-an-analysis-of-
microbial-etiology-and-the
effectiven.
1469