Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

HIPOSPADIA

Oleh:
Widyawati Sasmita, S.Ked
K1A1 15 124

Pembimbing
dr. Muhammad Jabir, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS KOTA KENDARI
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Widyawati Sasmita, S.Ked
NIM : K1A1 15 124
Judul Kasus : Hipospadia
Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka tugas kepaniteraan
klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Muhammad Jabir, Sp. U

2
BAB 1
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. K
Umur : 4 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jalan Banteng, Raha
No. RM : 06 64 80
Tanggal masuk : 08 Februari 2021

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Air kemih keluar dari bawah penis
Anamnesis Terpimpin
An. K usia 4 tahun, diantar oleh orang tuanya rujukan poli Urologi
dengan keluhan air kemih tidak mengucur dengan sempurna ketika BAK.
Ibu pasien mengatakan ketika anaknya BAK, celana anaknya selalu basah.
Ibu pasien menyadari adanya kelainan pada anaknya ketika anak berusia 5
hari. Saat itu, ibunya mengatakan bahwa terdapat darah di celana anaknya
kemudian dibawah ke dokter Sp.A dan didiagnosis dengan hipospadia.
Sewaktu ibu pasien hamil, sering mengeluh sakit kepala dan
meminum obat paracetamol sesuai anjuran dokter. Ibu mengatakan bahwa
ia rajin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di dokter Sp.OG. Haid
ibu sebelum hamil juga normal ± 28 hari dan tidak mengonsumsi pil KB.
An. K lahir aterm dengan BBL 4200 gram dan PBL 50 cm. riwayat
DM dalam kehamilan disangkal, hipertensi dalam kehamilan disangkal.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-).

3
C. Pemeriksaan Fisis
1. Keadaan Umum:
Sakit Sedang, composmentis, gizi baik
2. Tanda Tanda Vital :
Nadi : 116 x/menit
Pernapasan : 25 x/menit
Suhu : 36.7oC
3. Status Present
Kepala Normocephal, deformitas (-), konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-)
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax Pulmo :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada spontan, simetris
kiri dengan kanan
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri = kanan, nyeri
tekan tidak ada
Perkusi : Batas paru hepar pada ICS VI linea
midklavikula kanan. Batas paru lambung
pada ICS VIII linea axillaris anterior
sinistra. Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Vesikuler. Bunyi tambahan: rhonki tidak
ada wheezing tidak ada
Cor :
Inspeksi : Tak ada kelainan
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan bawah setinggi ICS
IV parasternal dekstra dan batas
jantung kiri bawah setinggi ICS 5
midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, mur-
mur (-)
Abdomen Inspeksi: Datar, ikut gerak napas

4
Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi: Nyeri tekan suprapubik (-), massa (-)
Perkusi: Timpani

4. Status Lokalis
Inspeksi : OUE tampak di ventral penis, penis melengkung ke bawah

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium di poli (01/02/2021)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
WBC 7,2 x 103 / ul 4.0 - 10.0
RBC 3,89 x 106/ ul L: 3.5 - 5.5 P: 5.0 – 6.0
HB 12,4 g/dl L: 14 – 18 P: 12 -16
Hematokrit 33,8 % 38 – 50.8
PLT 276 x 103 / ul 150 - 450
MCV 86,9 fl 83.9 - 99.1
MCH 31,9 pg 27 - 31
MCHC 36,7 g/dl 32 - 35.5
Granulosit 31,7 % 40 - 70
Limfosit 49,2 % 20 - 50
Monosit 19,1 % 1 - 15
Neutrofil 30,1 % 50-70
Kimia Darah
SGOT 30 u/L L: 6 – 25 P: 6 – 21
SGPT 13 u/L L: 4 – 30 P: 4 – 20
Anti SARS CoV2 Non Reaktif Non reaktif

E. Diagnosis
Hipospadia

F. Terapi
1. Non Farmakologi
a. Edukasi
b. Pemeriksaan Penunjang : Darah Rutin, Rapid test dan BNO
2. Farmakologi
 IVFD asering 20 tpm

5
 Cefotaxime 500 mg/IV (pre op)
3. Operatif
Rencana Operasi chordectomy dan urethroplasty

G. Laporan Operasi
Tindakan operasi
1. Pasang kateter 12
2. Lakukan chordectomy
3. Pembuatan urethroplasty
4. Skin covering
5. Operasi selesai.

6
H. Dokumentasi

Gambar 1. Foto pre op. tampak OUE berada di ventral penis

Gambar 2. Foto pre op. tampak penis tertarik ke bawah karena adanya
chordae yang berlebihan

7
Gambar 3. Foto pre op. pemasangan kateter

Gambar 4. Foto choredectomy

Gambar 5. Foto post choredectomy

8
Gambar 5. Foto urethroplasty

Gambar 6. Foto urethroplasty

Gambar 7. Foto post op

I. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Qua ad Sanasionam : Dubia ad bonam
Qua ad Fungsionam : Dubia ad bonam

9
J. Follow Up

Hari / Tgl Perjalanan Penyakit Rencana


Senin, S : Pasien masuk dengan Non Farmakologi
8 Feb 2021 pengantar dari poliklinik  Edukasi
dengan keluhan Air kemih  Darah Rutin, rapid tes
keluar dari bawah penis  Konsul bedah urologi
O: Farmakologi
GCS : 15  IVFD asering 12 tpm
N: 116 x/ menit
 Cefotaxime pre op ½ gr IV
P: 25 x / menit
Operatif
S: 36,7ºC
 Rencana operasi chordectomy +
Lokalis: OUE di ventral
urethroplasty selasa
penis, penis melengkung ke
bawah
A : Hipospadia
Selasa, S : (hari op) Non Farmakologi
9 Feb 2021 O:  Edukasi
GCS : 15 Farmakologi
N: 106 x/ menit  IVFD asering 12 tpm
P: 22 x / menit  Cefotaxime ½ gr IV
S: 36,4ºC
Lokalis: OUE di ventral
penis, penis melengkung ke
bawah
A : Hipospadia
Rabu, S : Nyeri pada luka op Non Farmakologi
10 Feb O :  Edukasi
2021 N: 110 x/ menit Farmakologi
P: 24 x / menit  IVFD asering 12 tpm
S: 36,8ºC  Cefotaxime ½ gr IV
Urine output : ±50 cc  Ketorolac ½ amp IV
A : Hipospadia
 Ranitidin ¼ amp IV

Kamis, S : Nyeri pada luka op masih Non Farmakologi

10
11 Feb menetap  Edukasi
2021 O: Farmakologi
N: 105 x/ menit  IVFD asering 12 tpm
P: 26 x / menit  Cefotaxime ½ gr IV
S: 36,5ºC  Ketorolac ½ amp IV
Urine output : ±70 cc
 Ranitidin ¼ amp IV
A : Hipospadia
Jumat, S : Nyeri pada luka op masih Non Farmakologi
12 Feb menetap tetapi mulai  Edukasi
2021 berkurang dibanding hari Farmakologi
sebelumnya  IVFD asering 12 tpm
O:  Cefotaxime ½ gr IV
N: 101 x/ menit  Ketorolac ½ amp IV
P: 22 x / menit
 Ranitidin ¼ amp IV
S: 36,4ºC
Urine output : ±80 cc
A : Hipospadia
Sabtu, S : Nyeri pada luka op mulai Non Farmakologi
13 Feb berkurang dibanding hari  Edukasi
2021 sebelumnya  Boleh pulang
O: Farmakologi
N: 107 x/ menit  Aff infus
P: 23 x / menit
S: 36,6ºC
Urine output : ±60 cc
A : Hipospadia

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipospadia berasal dari bahasa Yunani, “hupo” yang berarti di
bawah dan “spao” yang berarti fisura atau retak. Definisi hipospadia yang
dipakai saat ini diberikan oleh Le Petit Larousse adalah salah satu kelainan
bawaan dimana meatus urethra eksterna terletak di permukaan ventral
penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans
penis). Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi di antara 300
bayi yang baru lahir.1
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3
diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan
lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk
hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah
batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung
zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan
kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis
melengkung ke bawah pada saat ereksi.1

B. Epidemiologi
Hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup di Amerika
Serikat. Kelainan ini terbatas pada uretra anterior. Pemberian estrogen dan
progestin selama kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada
anak yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20% anggota
keluarga yang lainnya juga menderita hipospadia. Meskipun ada riwayat
familial namun tidak ditemukan ciri genetik yang spesifik.2
BDMP menyatakan bahwa insdensi hipospadia meningkat menjadi
20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada 1.970-39,7 per 10 000 kelahiran
hidup pada tahun 1993. Kajian populasi yang dilakukan di empat kota

12
Denmark tahun 1989-2003 tercatat 65.383 angka kelahiran bayi laki-laki
dengan jumlah kelainan alat kelamin (hipospadia) sebanyak 319 bayi.2

C. Anatomi
Penis terdiri atas tiga buah korpora berbentuk silindris, yaitu dua
buah korpora kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus
spongiosum yang berada di sebelah ventralnya. Korpora kavernosa
dibungkus oleh jaringan fibroelastis tunika albunginea sehingga
merupakan satu kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah
menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus penis dibungkus oleh otot
ishio-kavernosus yang kemudian menempel pada rami osis ischii.3

Gambar 8. Anatomi Penis


Korpus spongiosum membungkus urethra mulai dari diafragma
urogenitalis dan di sebelah proksimal dilapisi oleh otot bulbo-kavernosus.
Korpus spongiosum ini berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis.
Ketiga korpora ini dibungkus oleh fasia Buck dan lebih superficial lagi
oleh fasia Colles atau fasia Dartos yang merupakan kelanjutan dari fasia
Scarpa.3
Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albunginea
terdapat jaringan erektil yaitu berupa jaringan kavernosus (berongga)

13
seperti spon. Jaringan ini terdiri atas sinosuid atau rongga lakuna yang
dilapisi oleh endotelium dan otot polos kavernosus. Rongga lakuna ini
dapat menampung darah yang cukup banyak sehingga dapat menyebabkan
ketegangan rongga penis.2

Gambar 9. Anatomi Penis

D. Embriologi
Jenis kelamin pada embrio ditentukan pada saat konsepsi oleh
kromosom pada spermatozoa yang membuahi ovum. Pada embrio
berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan entoderm.
Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah-tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan entoderm
tersebut. Di bagian kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu
membentuk membran kloaka.2
Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical
cord dan tail yang disebut Genital Turbecle. Dibawahnya pada garis
tengah terbentuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan
memanjang yang disebut Genital Fold. Sebagai respon terhadap androgen
yang disekresi testis janin, maka tuberkel genital membesar dan
memanjang membentuk penis.3

14
Selama minggu ke-7, genital turbecle akan memanjang dan
membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio
adalah laki-laki. Bila wanita akan menjadi clítoris. Bila terjadi agenesis
dari mesoderm, maka genital turbecle tidak terbentuk sehingga penis juga
tidak terbentuk.4
Lipatan-lipatan genital fold berfusi di garis tengah menutupi
urethra, dan tonjolan genital bermigrasi ke inferior, berfusi dan
membentuk skrotum. Selain itu sepasang lipatan yang disebut genital fold
akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenital. Bila genital fold gagal
bersatu di atas sinus urogenital maka akan timbul hipospadia.3
Pada bulan ke-3 perkembangan, preputium berkembang dari
jaringan pada pangkal glans penis, bertumbuh meliputi bagian dorsal penis
dan mengelilingi glans, serta berfusi pada bagian sentral dan membentuk
frenulum.4
Saluran kelamin berdiferensiasi dari pasangan duktus Wolfii atau
Mulleri sesuai genetik jenis kelamin. Pada pria, masing-masing duktus
Wolfii membentuk epididimis,vas deferens, vesika seminalis, dan duktus
ejakulatorius. Sedangkan duktus Mulleri mengalami regresi.3
Kebanyakan penyakit kelamin bawaan (kongenital) disebabkan
oleh gangguan penyatuan, fusi, atau konfluensi antara saluran embriologi
sehingga terjadi duplikasi ureter, refluks vesiko-ureter, ekstrofia kantung
kemih, fistel retro vesikel, hipospadia dan epispadia penis.4

E. Etiologi
Penyebab hipospadia sebenarnya multifaktor dan sampai sekarang
belum diketahui penyebab pastinya. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :3
1. Faktor Genetik
Dimaksudkan karena melihat adanya peningkatan presentase
hipospadia pada kelahiran kembar dibanding kelahiran tunggal.
Kemungkinan mendapatkan hipospadia bila salah satu anggota

15
keluarga juga menderita hipospadia adalah 8%, jika salah satu dari
saudara kandung juga menderita hipospadia maka presentase akan
meningkat menjadi 12%. Dan presentasi akan terus meningkat menjadi
26% pada generasi selanjutnya bila dalam satu keluarga terdapat dua
anggota keluarga yang penderita hipospadia. (Bauer, Bull et Ratio
1979). Menurut penelitian dikatakan ada mutasi pada kromosom
pembentuk enzim 5-alpha reductase, menyebabkan produksi
dihydrotestosteron yeng bertugas dalam pematangan traktus urogenital
menurun.4
2. Faktor Endokrin
Penyebab hipospadia yang paling potensial adalah dari faktor
genetik karena pembentukan uretra pada laki-laki sangat dipengaruhi
oleh androgen sehingga sangat memungkinkan penjelasan dari
penyebab hipospadia adalah dari abnormalitas dari metabolisme
androgen. Molekul seperti AR, SRY, SOX9, SRD5A2 dan WT1
merupakan molekul yang terlibat dalam metabolisme androgen
yang berperan dalam terjadinya hipospadia.5
Androgen Receptor (AR) bertempat di kromosom Xq12 dan
berperan penting pembentukan genetalia laki-laki melalui interaksinya
dengan testosteron dan 5a-dihydrotestosteron (DHT). Konversi
testosteron menjadi DHT dikatalisasi olehenzim5a-reduktase. AR
mempengaruhi ekspresi androgen dalam regulasi gen yang penting
dalam perkembangan fenotip seksual laki-laki dengan cara mengenali
Androgen Response Elements (AREs) pada DNA yang telah
membentuk suatu ikatan dengan testosteron atau DHT di dalam
sitoplasma. Mutasi AR dapat mempengaruhi fungsi reseptor yang
berakibat tingkat kepekaan atau sensitivitas androgen berkurang secara
parsial maupun komplit.5
3. Faktor Lingkungan
Perkembangan janin, dalam kasus hipospadia janin laki-laki,
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama pengaruh zat

16
kimia. Zat kimia dapat mempengaruhi perkembangan dan maturasi
seksual dan fungsi reproduksi janin.4
Pestisida adalah kontaminan atau bahan yang sangat sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Paparan pestisida terhadap ibu
yang sedang mengandung dapat berakibat terjadinya kelainan seperti
malformasi urogenital, memburuknya kualitas sperma dan kanker
payudara. Terdapat penelitian yang menunjukkan peningkatan insiden
hipospadia pada keluarga yang tinggal di dekat tempat pembuangan
limbah di Eropa dan ibu yang mempunyai riwayat pekerjaan dengan
paparan pestisida mempunyai risiko yang lebih besar melahirkan anak
dengan kelainan hipospadia. Hal ini diperkuat dengan adanya
penelitian lain yang menunjukkan bahwa ibu dengan riwayat konsumsi
sayuran organik tidak mempunyai anak dengan kelainan hipospadia.3

F. Klasifikasi
Beberapa macam klasifikasi hipospadia menurut para ahli
berdasarkan lokasi meatus urethra, adalah sebagai berikut:6

Gambar 10. Klasifikasi hipospadia berdasarkan lokasi meatus urethra


Walaupun beberapa klasifikasi berbeda telah dijabarkan, namun
kebanyakan klasifikasi digunakan adalah berdasarkan Barcat dan

17
modifikasi oleh Duckett, yang menggambarkan letak muara urethra setelah
dilakukan koreksi chordee. Klasifikasi tersebut adalah :
a. Hipospadia Anterior
Hipospadia anterior terdiri atas tipe granular, subkoronal dan penis
distal
b. Hipospadia Medius
Hipospedia medius terdiri atas midshaft dan penis proksimal
c. Hipospadia Posterior
Hipospadia posterior terdiri atas penoskrotal, skrotal dan perineal.6

Gambar 11. Ant. hipospadia; mid hipospadia; post. hipospadia.

Gambar 12. (A) Glandular; (B) Subcoronal; (C) Midshaft; (D)


Penoskrotal; (E) Scrotal; (F) Perineal.

18
G. Patofisiologis
Sekitar minggu ke-6 gestasi, tuberkulum genital berkembang ke
arah anterior menuju ke arah sinus urogenital. Pada minggu ke-8 terjadi
maskulanisasi genetalia eksterna laki-laki karena pengaruh dari sintesis
testosteron oleh testis fetus. Sintesis testosteron dilakukan oleh sel Leydig
dari testis fetus, dimana sel Leydig tersebut dirangsang oleh hCG(Human
Chorionic Gonadotropin). Testosteron diubah menjadi bentuk yang lebih
poten oleh enzim 5a-reduktase tipe II menjadi dihidrotestosteron. Untuk
dihidrotestosteron menjadi lebih efektif, dihidrotestosteron harus berikatan
dengan reseptor androgen yang berada di jaringan genital. Salah satu tanda
pertama dari maskulanisasi adalah menjauhnya jarak antara anus dengan
genital lalu diikuti dengan pemanjangan dari phallus, pembentukan uretra
dan pembentukan preputium. Uretra dibentuk dari gabungan dari tepi
medial lipatan endodermal uretra. Peristiwa penggabungan tepi medial
lipatan endodermal uretra ini dimulai dari arah proksimal ke distal dan
berakhir pada akhir trimester pertama. Tepi dari ektodermal uretra
bergabung menjadi preputium. Kegagalan menyatunya lipatan endodermal
uretra ini yang memicu terjadinyahipospadia.

H. Gejala Klinis
Pada hipospadia gejala klinis yang paling sering ditemukan, antara lain:
1. Lubang tempat keluarnya kencing tidak terdapat di ujung penis, tetapi
berada di bawah atau di dasar penis. Bahkan ada yang terletak di
kantong kemaluan. Yang pada saat mendatang dapat menunjukkan
gejala dan tanda suatu problem infertilitas.
2. Penis melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada
saat ereksi (seperti gambar di bawah). Hal ini disebabkan oleh adanya
chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus
dan membentang ke distal sampai basis dari glans penis yang letaknya
abnormal. Walaupun dengan adanya chordee adalah salah satu ciri

19
khas untuk mencurigai hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua
hipospadia memiliki chordee.5

Gambar 13. Penis yang melengkung akibat terbentuknya korda.


3. Kadang – kadang dapat ditemukan penis yang kecil (mikropenis)
sehingga diperlukan pemeriksaan kromatin seks untuk identifikasi
jenis kelamin.
4. Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit
depan penis.
5. Adanya abnormalitas pada pancaran urine. Pancaran urine menjadi
melemah dan agak ke bawah, dan dengan arah yang berbeda dengan
yang normal, hal tersebut dikarenakan posisi meatus yang tidak tepat.3
Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok ke arah
ventral (chordee) dan urethra pada penis lebih pendek secara progresif,
tetapi jarak antara meatus dan glans tidak bertambah secara signifikan
sampai chordee dikoreksi.

I. Diagnosis
Pada hipospadia, diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang cermat dari genitalia eksterna. Cek posisi
meatus, dimensi penis, dan ada tidaknya kedua testis. Tidak adanya meatus
urethra externa di daerah glans penis pada tempat seharusnya dan bentuk

20
penis melengkung ke ventral menunjukkan ciri khas dari hipospadia.
Selain itu hipospadia menunjukkan penis tampak berkerudung karena kulit
depan penis berlebihan dan tidak ada pada bagian bawah serta ada
tidaknya kedua testis.7
Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya yang
sering menyertai seperti Cryptorchidism (9%), hernia inguinalis (9%),
megalourethra, fistule urethra, hypoplastic testikular dan defek pada
traktus urinarius bagian atas (46%).Pada hipospadia sering disertai dengan
undesensus testis dan kelainan kongenital lainnya sehingga kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan BNO-IVP.
Pada beberapa kasus terkadang juga kita memerlukan seri
pemeriksaan (seperti palpasi gonad, USG, dan tes karyotype kromosom)
untuk membantu kita membedakan antara hipospadia atau kasus
intersexual pada anak-anak.8
Kariotype harus diperoleh pada semua penderita dengan
hipospadia dan kriptorkhidisme. Pada kasus-kasus hipospadia perineum
yang lebih berat, pemeriksaan radiologi saluran kencing tidak dibenarkan.7
Begitu pula sebelum dilakukannya urethroplasty pada pasien
hipospadia, sebaiknya pemeriksaan karyotype dan tes fungsi adrenal untuk
melihat kadar 17-hidroxysteroid dan 17-ketosteroid dilakukan berdasarkan
indikasi.7

J. Penatalaksanaan
Penanganan hipospadia adalah dengan cara pembedahan. Tujuan
prosedur pembedahan pada hipospadia adalah :9
1. Membuat penis lurus dengan memperbaiki chordae
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(uretroplasti)

21
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik)
dengan merekonstruksi jaringan yang membentuk radius ventral penis
(glans, corpus spongiosum dan kulit)
Waktu yang sangat ideal ”an optimal time window” untuk
melakukan operasi elektive pada hipospadia adalah pada anak di usia
antara 6-18 bulan (3-15 bulan- modified from Schulz et al. 1983), banyak
literatur juga menuliskan kisaran umur antara 6-12 bulan adalah waktu
yang tepat untuk operasi rekonstruksi, meninjau dari aspek psikologi juga,
akan tetapi lebih diprioritaskan pada umur 6 bulan.9
Pembedahan dilakukan berdasarkan kondisi malformasinya. Pada
hipospadia glanular, uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa
recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal
(misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI (meatal advance and
glanuloplasty), termasuk preputium plasti).
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri
dari beberapa tahap, yaitu pertama dilakukan koreksi terhadap chordee
(chordectomy) dan selanjutnya adalah operasi rekonstruksi untuk urethra
yang baru.
1. Release Chordee and Tunneling
Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal
mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya
terdapat suatu chordee yang merupakan jaringan fibrosa yang
mengakibatkan penis bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi
(memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup
sulcus urethra dan dibuat lubang di gland penis sehingga meatus
urethrae externus berada di ujung penis. Untuk melihat keberhasilan
setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan
menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.10

22
Gambar 14. (1) identifikasi chordee, (2) dilakukan eksisi chordee
ventral & plika bila perlu, (3) tutup permukaan yang terbuka tadi
dengan skin graft, (4) tubularisasi sebagai langkah akhir.
2. Operasi Uretroplasty
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Urethra
dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal
paralel di kedua sisi urethra sampai ke glans. Lalu dibuat pipa dari
kulit di bagian tengah ini untuk membentuk urethra. Setelah urethra
terbentuk, luka operasi ditutup dengan flap dari kulit preputium
dibagian lateral yang ditarik ke ventral dan dipertemukan pada garis
median.Beberapa tahun terakhir, sudah mulai diterapkan operasi yang
dilakukan hanya satu tahap akan tetapi hanya dapat dilakukan pada
hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar.7
Operasi hipospadia satu tahap (One Stage Urethroplasty)
adalah tehnik operasi sederhana yang sering dapat digunakan, terutama
untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini yang meatusnya letak
anterior atau yang middle.Meskipun sering hasilnya kurang baik untuk
kelainan yang berat. Sehingga banyak operator dalam operasi lebih
memilih untuk melakukan teknik 2 tahap.Untuk tipe hipospadia
proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka
one stage urethroplasty nyaris tidak dapat dilakukan.

23
Setelah menjalani operasi, perawatan pasca operasi adalah
tindakan yang amat sangat penting. Biasanya pada lubang kencing
yang baru (post urehtroplasty) masih dilindungi dengan kateter sampai
luka betul-betul sembuh.
Baberapa teknik yang direkomendasikan:
a. Teknik Y-V modifikasi Mathieu

Gambar 15. Teknik Y_V modifikasi Mathieu


Langkah-langkah melakukan teknik Y_V modifikasi Mathieu ini :
1) Buat insisi Y,
2) Ketiga posisi guntingan diangkat untuk memudahkan membuat
lubang untuk urethra yang baru;
3) Insisi Y dijahit sehingga bentuk menyerupai huruf V, seperti
”telinga anjing (dog ear).;
4) Hasil jahitan tampak seperti gambar di bawah;
5) Kemudian dilakukan pengguntingan membentuk huruf U;
6) Dilanjut dengan melakukan teknik uretroplasti;
7) Sedikit kulit yang ”telinga anjing”(dog ear) tadi digunting;
8) Sebagian kulit dari tempat urethra yang baru juga digunting;
9) dilakukan meatoplasti dan glanuloplasti.12

24
Teknik Y-V modifikasi Mathieu, merupakan teknik yang
paling populer untuk merekonstruksi hipospadia bagian distal.
Satu-satunya kontraindikasi teknik ini adalah adanya severe
chordee pada bagian distal dari meatus pasien hipospadia
tersebut.omplikasi : terjadi fistula 2-5 % pasien.11
b. Teknik Lateral Based (LB) flap;12

Gambar 16. Teknik Lateral Based (LB) flap

Langkah-langkah Teknik Lateral Based (LB) flap:


1) Dilakukan insisi Y secara dalam pada glans penis.
2) Dilakukan chordectomy; daerah tengah daripada incisi tersebut
akan digunakan sebagai puncak dari lokasi meatus yang baru.
Kira-kira 2 lipatan bagian atas insisi Y tadi dibuat panjangnya
0,5cm. Sedangkan bagian yang vertikal ditarik ke bawah
sampai sulcus koroner sepanjang lingkaran glans penis. Setelah
itu 3 lipatan tadi ditarik ke atas dan jaringan lunak dieksisi
untuk memberi ruang pada urethra yang baru. Hasil eksisi dari
chordee atau jaringan ikatnya dibuang.
3) Insisi kulit bagian luarnya dan dijahit;

25
4) Pembentukan untuk lubang urethra yang baru; dilakukan
glanulomeatoplasti;
5) Pertahankan lapisan bagian tengah;
6) Tutup kulit dan operasi selesai.
Teknik Lateral Based (LB) flap, digunakan dalam
rekonstruksi seluruh tipe daripada proksimal hipospadia.
Merupakan kombinasi daripada teknik meatal-based flap dan
teknik preputial pedicle flap, menguntungkan karena memiliki
suplai darah ganda tanpa perlu dilakukan anastomosis antar vena.
c. Tubularized Incised Plate Urethroplasty (TIP);12
Teknik ini dibuat berdasarkan atas asumsi bahwa adanya
incisi midline sampai ke dasar urethra dapat mengurangi resiko
striktur pada urethroplasty. Terdapat dua buah kriteria penting
untuk mendapatkan hasil terbaik : adalah diameter urethra sampai
pada dasarnya adalah tidak boleh kurang dari 1 cm dan harus tidak
terdapat chordee yang dalam pada bagian distal.

Gambar 17. Uretroplasty Teknik TIP


Langkah-langkah Uretroplasty metode TIP :

26
1) Jahitan ditempatkan untuk mentraksi preputium Urethral Plate
yang direncanakan adalah seperti yang di tandai pada gambar.
2) Insisi longitudinal yang parallel dan insisi sirkumferensial telah
dibuat.
3) Garis pada gambar menunjukkan garis longitudinal pada garis
tengah urethral plate yang akan diinsisi.
4) Dilakukan insisi longitunidal pada garis tengah urethral plate.
5) Urethral plate ditubularisasi di atas kateter silastik 8 fr dengan
hati-hati agar tidak menutup terlalu ketat bagian distal (meatus)
dariurethral plate yang sudah diinsisi. insisi subkoronal secara
sirkumferensial ditandai.
6) Flap jaringan subkutan (dartos) diambil dari bagian lateral atau
dorsal batang penis dan direposisi di atas neouretra sebagai
lapisan kedua.
7) Glans penis telah direkatkan secara dua lapis, kulit yang
berlebihan dieksisi, dan posisi kateter diamankan.

K. Evaluasi Pasca Operasi


1. HOPE (Hypospadias Objective Penile Evaluation)
Sistem penilaian HOPE menggunakan 6 kriteria objektif.
Pertama, gambar baku dari penampakan penis : penis difoto dari lima
sudut pandang yang baku, secara urut dorsal, lateral kanan, lateral kiri,
penampakan ventral dan detail ventral dari glans/meatus. Kedua,
digunakan pasien anonim dan dikode. Ketiga, penilaian secara
independen dari urologi pediatri. Keempat, ditetapkan ketentuan baku
tentang penampakan penis “normal” oleh panel. Kelima, penilaian
derajat abnormalitas lebih dipentingkan daripada penilaian tingkat
kepuasan secara subjektif. Keenam, digunakan gambar referensi untuk
setiap derajat abnormalitas dari penilaian HOPE.7

2. HOSE (Hypospadias Objective Scoring Evaluation)

27
Sistem penilaian HOPE adalah sistem penilaian yang
dikembangkan yang mampu memenuhi 3syarat validitas, yaitu
objektifitas, reliabilitas dan validitas. Sistem penilaian HOPE
mengevaluasi tampilan penis berdasarkan enam hal dasar yang mampu
dikoreksi melalui pembedahan : posisi meatus, bentuk meatus, bentuk
glans, bentuk kulit penis, dan sumbu penis termasuk torsipenis dan
(jika ereksi bisa diobservasi) lengkungan penis. Rentang nilai untuk
penilaian HOPE ini antara 1 sampai dengan 10.9

L. Komplikasi13
1. Komplikasi awal yang bisa terjadi adalah :
a. Perdarahan : Perdarahan postoperasi jarang terjadi dan biasanya
dapat dikontrol dengan balut tekan. Tidak jarang hal ini
membutuhkan eksplorasi ulang untuk mengeluarkan hematoma dan
untuk mengidentifikasi dan mengatasi sumber perdarahan.
b. Infeksi : Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari
hipospadia. Dengan persiapan kulit dan pemberian antibiotika
perioperatif hal ini dapat dicegah.
c. Edema : Edema lokal dan bintik-bintik perdarahan dapat terjadi
segera setelah operasi dan biasanya tidak menimbulkan masalah
yang berarti.
d. Nekrosis flap
e. Retensi urin.13
2. Komplikasi lanjut yang bisa terjadi adalah :13
a. Ketidakpuasan kosmetis : Komplikasi ini biasa terjadi hasil dari
penjahitan yang irregular, gumpalan kulit (skin blobs), atau kulit
bagian ventral yang berlebihan. Jika aspek ventral glans pendek
dan tidak ada mucosal collar disekeliling glans, hasilnya adalah
mengecewakan. Namun yang harus diingat sering pasien dan ahli
bedah masing-masing mempunyai tanggapan yang beda tentang
kosmetis.

28
b. Stenosis atau menyempitnya meatus uretra karena edema
atau hipertropi scar pada tempat anastomosis. Adanya aliran air
seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas adanya
stenosis meatus. Stenosis meatal lazimnya mudah untuk ditangani
dengan melakukan operasi meatal revision. Namun, stenosis di
proximal adalah paling parah dan cuma bisa diperbaiki dengan
dilatasi uretra, yang mana tidak memungkinkan untuk dilakukan
pada anak.
c. Fistula uretrokutan : Fistula uretrokutan merupakan masalah
utama yang sering muncul pada operasi hpospadia. Fistula jarang
menutup spontan dan dapat diperbaiki dengan penutupan berlapis
dari flap kulit lokal. Fistula yang kecil dan tidak berhubungan
dengan striktur uretra bisa sembuh secara spontan. Lokasi
terjadinya fistula sering di proksimal corona pada sisi lateral. Jika
fistula masih bertahan lebih dari 6 bulan setelah prosedur inisial,
salurnya harus di eksisi, di jahit, dan ditutup dengan beberapa lapis
jaringan. Kombinasi diantara fistula dan stenosis uretra adalah
biasa, justru itu uretroplasti perlu diperiksa secara berterusan
sebelum fistula ditutup. Fistula yang letaknya di belakang corona
tidak mudah untuk di tutup dan sering mengalami rekurensi jika
eksisi dan penutupan dengan teknik sederhana dilakukan. Jadi,
direkomendasikan untuk dilakukan uretroplasti distal sekali lagi
dengan teknik Mathieu flap.
d. Striktur uretra : Komplikasi ini sudah jarang terjadi saat ini,
karena ahli bedah telah mengambil langkah awal dengan tidak
melakukan anastomosis sirkular dan memilih prosedur uretroplasti
secara onlay. Gangguan aliran urin yang terus-terusan bisa
menyebabkan kerusakan saluran urin dan vesika urinaria karena
harus memberikan tekanan yang kuat untuk mengeluarkan urin.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan dapat
membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.

29
e. Divertikula : Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai
dengan adanya pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada
distal dapat mengakibatkan obstruksi aliran dan berakhir pada
divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak
terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi
berhubungan dengan adanya graft atau flap pada operasi
hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari jaringan
uretra asal.
f. Balanitis xerotica obliterans (BXO) : Komplikasi yang juga
jarang terjadi, dikaitkan dengan inflamasi kronik dan fibrosis dari
meatus dan glans. Meatoplasti atau uretroplasti ulang
menggunakan mukosa buccal harus dipertimbangkan jika aplikasi
steroid topical gagal.
g. Uretrocele : Komplikasi ini dikaitkan dengan perbedaan
compliance uretra diantara uretra natif dan uretra yang
direkonstruksi. Justru itu, penting untuk menopang uretra dengan
beberapa lapisan jaringan yang bervaskularisasi, untuk
mengurangkan perbedaan dari elastisitas jaringan. Penting juga
untuk memeriksa uretrocele tidak berhubungan dengan stenosis
uretra. Komplikasi ini biasa terjadi pada uretroplasti dengan
menggunakan mukosa kandung kemih. Dalam hal ini, eksisi
jaringan uretra yang berlebihan dan tatalaksana stenosis distal
adalah diperlukan.

BAB III
ANALISA KASUS

30
An. K usia 4 tahun, diantar oleh orang tuanya rujukan poli Urologi dengan
keluhan air kemih tidak mengucur dengan sempurna ketika BAK. Ibu pasien
mengatakan ketika anaknya BAK, celana anaknya selalu basah. Ibu pasien
menyadari adanya kelainan pada anaknya ketika anak berusia 5 hari. Saat itu,
ibunya mengatakan bahwa terdapat darah di celana anaknya kemudian dibawah ke
dokter Sp.A dan didiagnosis dengan hipospadia.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000
bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak
di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat
terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis,
dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini
seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang,
yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.1
Penyebab hipospadia yang paling potensial adalah dari faktor genetik
karena pembentukan uretra pada laki-laki sangat dipengaruhi oleh androgen
sehingga sangat memungkinkan penjelasan dari penyebab hipospadia adalah dari
abnormalitas dari metabolisme androgen. Molekul seperti AR, SRY, SOX9,
SRD5A2 dan WT1 merupakan molekul yang terlibat dalam metabolisme
androgen yang berperan dalam terjadinya hipospadia.5
Sewaktu ibu pasien hamil, sering mengeluh sakit kepala dan meminum
obat paracetamol sesuai anjuran dokter. Ibu mengatakan bahwa ia rajin
memeriksakan kehamilannya setiap bulan di dokter Sp.OG. Haid ibu sebelum
hamil juga normal ± 28 hari dan tidak mengonsumsi pil KB.
Pemberian estrogen dan progestin selama kehamilan diduga meningkatkan
insidensinya. Jika ada anak yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20%
anggota keluarga yang lainnya juga menderita hipospadia. Meskipun ada riwayat
familial namun tidak ditemukan ciri genetik yang spesifik.2

31
An. K lahir aterm dengan BBL 4200 gram dan PBL 50 cm. riwayat DM
dalam kehamilan disangkal, hipertensi dalam kehamilan disangkal. Riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga (-).
Perkembangan janin, dalam kasus hipospadia janin laki-laki, sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama pengaruh zat kimia. Zat kimia dapat
mempengaruhi perkembangan dan maturasi seksual dan fungsi reproduksi janin.4
Pestisida adalah kontaminan atau bahan yang sangat sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Paparan pestisida terhadap ibu yang sedang
mengandung dapat berakibat terjadinya kelainan seperti malformasi urogenital,
memburuknya kualitas sperma dan kanker payudara. Terdapat penelitian yang
menunjukkan peningkatan insiden hipospadia pada keluarga yang tinggal di dekat
tempat pembuangan limbah di Eropa dan ibu yang mempunyai riwayat pekerjaan
dengan paparan pestisida mempunyai risiko yang lebih besar melahirkan anak
dengan kelainan hipospadia. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian lain yang
menunjukkan bahwa ibu dengan riwayat konsumsi sayuran organik tidak
mempunyai anak dengan kelainan hipospadia.3
Pada pemeriksaan fisik pasien ini, didapatkan OUE tampak di ventral
penis, penis melengkung ke bawah.
Pada hipospadia gejala klinis yang paling sering ditemukan, antara lain:
1. Lubang tempat keluarnya kencing tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada
di bawah atau di dasar penis. Bahkan ada yang terletak di kantong kemaluan.
Yang pada saat mendatang dapat menunjukkan gejala dan tanda suatu problem
infertilitas.
2. Penis melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat
ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa
yang menyebar mulai dari meatus dan membentang ke distal sampai basis dari
glans penis yang letaknya abnormal. Walaupun dengan adanya chordee adalah
salah satu ciri khas untuk mencurigai hipospadia, perlu diingat bahwa tidak
semua hipospadia memiliki chordee.5
3. Kadang – kadang dapat ditemukan penis yang kecil (mikropenis) sehingga
diperlukan pemeriksaan kromatin seks untuk identifikasi jenis kelamin.

32
4. Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan
penis.
5. Adanya abnormalitas pada pancaran urine. Pancaran urine menjadi melemah
dan agak ke bawah, dan dengan arah yang berbeda dengan yang normal, hal
tersebut dikarenakan posisi meatus yang tidak tepat.5
Pasien ini kemudian diberikan tatalaksana operatif yaitu chordectomy dan
urethroplasty. Terapi yang diberikan lebih bersifat simtomatis, yaitu dengan
pemberian antibiotik dan analgetik.
Penanganan hipospadia adalah dengan cara pembedahan. Tujuan prosedur
pembedahan pada hipospadia adalah :9
1. Membuat penis lurus dengan memperbaiki chordae
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(uretroplasti)
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik) dengan
merekonstruksi jaringan yang membentuk radius ventral penis (glans, corpus
spongiosum dan kulit)

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadidi AT. History of hypospadias: Lost in translation. J Pediatr Surg.


2017. 52(2): 211 – 217.
2. Bouty A, Ayers KL, Pask A, Heloury Y, Sinclair AH. The Genetic and
Environmental Factors Underlying Hypospadias. Sex Dev. 2015; 9(5): 239
– 259.
3. Keays MA, Dave S. Current hypospadias management: Diagnosis,
surgical management, and long-term patient-centred outcomes. Can Urol
Assoc J. 2017; 11(1-2Suppl1): S48 – S53.
4. Rodríguez Fernández V, López Ramón Y Cajal C, Marín Ortiz E,
Sarmiento Carrera N. Accurate Diagnosis of Severe Hypospadias Using
2D and 3D Ultrasounds. Case Rep Obstet Gynecol. 2016: 1 – 8.
5. Donaire AE, Mendez MD. Hypospadias. 2020. Avaiable in
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482122/
6. Haraux E, Braun K, Buisson P, Stéphan-Blanchard E, Devauchelle C,
Ricard J, Boudailliez B, Tourneux P, Gouron R, Chardon K. Maternal
Exposure to Domestic Hair Cosmetics and Occupational Endocrine
Disruptors Is Associated with a Higher Risk of Hypospadias in the
Offspring. Int J Environ Res Public Health. 2016; 14(1).
7. Arendt LH, Ernst A, Lindhard MS, Jønsson AA, Henriksen TB, Olsen J,
Thorup J, Olsen LH, Ramlau-Hansen CH. Accuracy of the hypospadias
diagnoses and surgical treatment registrations in the Danish National
Patient Register. Clin Epidemiol. 2017; 9: 483 – 489.
8. Fernandez N, Escobar R, Zarante I. Craniofacial anomalies associated with
hypospadias. Description of a hospital based population in South America.
Int Braz J Urol. 2016; 42(4): 793 – 7.
9. Springer A. Assessment of outcome in hypospadias surgery - a review.
Front Pediatr. 2014; 2: 2.
10. Van der Horst HJ, de Wall LL. Hypospadias, all there is to know. Eur J
Pediatr. 2017. 176(4): 435 – 441.

34
11. Raghavan R, Romano ME, Karagas MR, Penna FJ. Pharmacologic and
Environmental Endocrine Disruptors in the Pathogenesis of Hypospadias:
a Review. Curr Environ Health Rep. 2018. 5(4): 499 – 511.
12. Hester AG, Kogan SJ. The prostatic utricle: An under-recognized
condition resulting in significant morbidity in boys with both hypospadias
and normal external genitalia. J Pediatr Urol. 2017. 13(5): 492.e1 – 492.e5
13. Chertin B, Natsheh A, Ben-Zion I, Prat D, Kocherov S, Farkas A, et al.
Objective and subjective sexual outcomes in adult patients after
hypospadias repair performed in childhood. J Urol. 2013. 190(4 Suppl):
1556 – 60.

35

Anda mungkin juga menyukai