CASE REPORT
HALAMAN JUDUL
PENYUSUN
Puspo Ari Wibowo; J510180052
Muhammad Nur Alamsyah; J510195032
Antung Khairina; J510195075
PEMBIMBING
dr. Suko Basuki, Sp. An
Kelmpok 1
Menyetujui,
Pembimbing
Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
A. Identitas Pasien
Nama : Sdr. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Masuk Tgl : 6 November 2019
Umur : 15 tahun
Pekerjaan : Lain-lain
Agama : Islam
Alamat : Dkh krajan 01/03 Caluk 01/03 Slahung
Dokter Anestesi : dr. Suko Basuki, Sp.An
Dokter Operator : dr. Farhat, Sp. OT
B. Anamnesis
1. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan, dan asma.
2. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan.
3. P (Past Medical History)
Riwayat DM (-), hipertensi (-), sakit yang sama dan riwayat operasi (-).
4. L (Last Meal)
Pasien puasa 8 jam.
5. E (Elicit History)
Seorang pasien laki-laki usia 15 tahun datang ke Flamboyan RSUD
Harjono S. Ponorogo kiriman dari IGD dengan keluhan nyeri bahu kanan
dan sulit untuk digerakkan setelah terbentur ke tembok saat didorong
temannya dengan posisi tangan kanan menahan badan. Oleh dokter jaga
dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium dan foto polos thorax PA, kemudian pasien
disarankan mondok untuk dilakukan operasi.
3
4
E. Anamnesis Sistemik
1. Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-)
2. Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
3. Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
4. Abdomen : Diare (-), kembung (-), konstipasi (-), nyeri perut (-),
mual (-), muntah (-)
5. Urologi : BAK (+), BAB (+), panas (-)
6. Muskulus : Nyeri (-)
7. THT : Telinga berdenging (-), hidung tersumbat (-),
nyeri menelan (-)
8. Mata : Anemis (-), ikterik (-)
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Cukup
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign :
1) Tekanan darah : 110/70 mmHg
2) Frekuensi Nafas : 20x/menit
3) Frekuensi Nadi : 63x/menit
4) Suhu : 36,9o C
5) SpO2 : 99%
d. Kepala : Normocephal, konjungtiva pucat (-), sklera
ikterik (-), dispnea (-), pernapasan cuping
hidung (-), mulut bersih, sakit gigi (-).
e. Leher : Retraksi supra sterna (-), deviasi trakea (-),
peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-).
f. Thorak
1) Paru
Inspeksi : Simetris, ketertinggalan gerak paru (-), retraksi
intercostae (-).
Palpasi : Fremitus dinding dada simetris, krepitasi (-).
Perkusi : Sonor.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
6
ronkhi (-/-).
2) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Redup.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler, murmur (-),
gallop (-).
g. Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen sejajar dengan dada, darm contour (-),
darm steifung (-), vulnus excoriatum (+).
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal, bising usus (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-).
Perkusi : Timpani.
h. Ekstremitas : Hangat, kering, merah udema (-), nyeri (-).
2. Status Lokalis
Regio Clavicula Dekstra
a. Look : deformitas (+), bengkak (+), kulit utuh, cedera tertutup,
perdarahan (-).
b. Feel : nyeri tekan (+), krepitasi (+), cedera pembuluh darah (-).
c. Movement : passive movement (ROM terbatas)
J. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
Hemoglobin 14,9 14,0-17,5 g/dL
Hematokrit 46,2 40-52 %
Leukosit 10.51 4,5 – 12,5 10^3/uL
Trombosit 229 140 – 392 10^3/uL
Eritrosit 5,29 4,5 – 5,9 10^6/uL
MCV 87,3 82,0 – 92,0 fL
MCH 28,2 28 – 33 Pg
7
Kesan: Cor dalam batas normal dan pulmo tak tampak kelainan.
Tampak diskontinuitas tulang clavicula dekstra 1/3 tengah.
K. DIAGNOSIS
Closed fracture 1/3 tengah os. clavicula dextra.
L. TERAPI
ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
8
M. KONSUL ANASTESI
Seorang pasien laki-laki usia 15 tahun dengan fraktur tertutup tulang
clavicula kanan yang akan dilakukan tindakan ORIF (Open Reduction
Internal Fixation) clavicula pada tanggal 7 November 2019. Hasil
pemeriksaan laboratorium, foto rontgen thorax, dan vital sign terlampir.
Kegawatan Bedah : (-)
Derajat ASA :I
Rencana tindakan anastesi : General Anestesi
N. LAPORAN ANESTESI
Nama : Sdr. W
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 15 tahun
Diagnosa pra operasi : Fraktur clavicula
Diagnosa pasca operasi : ORIF clavicula
Jenis operasi : Ortopedi
1. Rencana Anestesi
a. Persiapan Operasi
1) Persetujuan operasi tertulis (+)
2) Puasa ≥ 6 jam
b. Jenis Anestesi : General Anestesi
c. Teknik Anestesi : Inhalasi dengan face mask
d. Premedikasi : Fentanyl 100 mcg iv
e. Induksi : Propofol 100 mg iv
f. Maintenance : O2, N2O, Halothane 2%
g. Cairan : Kristaloid (Tutofusin) 500 ml
h. Monitoring :Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
kedalaman anestesi, cairan, dan perdarahan.
i. Perawatan pasca anestesi di ruang pulih sadar (recovery room).
j. Transfusi sebelumnya : Tidak pernah transfusi darah
9
2. Tindakan Anestesi
Di ruang persiapan:
a. Cek persetujuan operasi dan identitas pasien
b. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
c. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital
d. Lama puasa ≥ 6 jam
e. Cek obat dan peralatan anestesi
f. Posisi telentang (supine)
3. Teknik Anestesi
a. Pasien dalam posisi telentang (supine).
b. Cek infuse pasien, mesin anestesi serta sistem sirkuitnya, dan gas
inhalasi atau agent anestesi yang akan digunakan.
c. O2, N2O dan agent sudah disiapkan (dibuka).
d. Menyiapkan stetoskop, face mask no. 3 (ukuran dewasa).
e. Setelah obat premedikasi dan induksi masuk, pastikan pasien sudah
dalam keadaan tidur, pasang sungkup muka ukuran 3 (dewasa) dan
diberikan pemeliharaan anestesi dengan halothane 2.%.
f. Mengawasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi
berikan napas bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama
napas pasien, pantau denyut nadi dan tekanan darah.
g. Memastikan kondisi pasien stabil dengan vital sign dalam batas
normal.
h. Setelah operasi selesai, hentikan aliran gas/obat anestesi inhalasi dan
berikan oksigen saja selama 2-5 menit.
4. Pemantauan Selama Anestesi
a. Mulai anestesi : 09.30
b. Mulai operasi : 09.45
c. Selesai operasi : 10.30
d. Selesai anestesi : 10.35
e. Durasi operasi : 1 jam.
5. Post Operasi
10
2 ekstremitas 1
- 0
Respirasi Spontan + batuk 2 √
Nafas kurang 1
- 0
Sirkulasi Beda <20% 2 √
20-50% 1
>50% 0
Kesadaran Sadar penuh 2 √
Ketika dipanggil 1
- 0
Kulit Kemerahan 2 √
Pucat 1
Sianosis 0
Total 10
Dengan skor 10 ini, pasien telah dapat dipindahkan dari ruang
recovery ke bangsal Teratai 2 RSUD Karanganyar sebelum dapat pulang
ke rumah. Pasien keluar ruang recovery dengan keadaan umum baik dan
sadar, tanpa menggunakan alat bantu pernapasan, dan vital sign dalam
keadaan normal.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
13
5) Non union
6) Kekakuan sendi paha dan kontraktur
c. Mortalitas
Hampir tidak ada
B. General Anestesi
General anestesi atau anestesi umum adalah tindakan menghilangkan
rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih
kembali (reversibel). Komponen trias anestesi yang ideal terdiri dari
analgesia, hipnotik, dan relaksasi otot (Latief, et al., 2009). Obat anestesi
yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke
jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya
akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang,
hilangnya rasa sakit, dan sebagainya (Soenarjo & Jatmiko, 2013).
1. Stadium Anestesi
Tanda-tanda klinis anestesia umum (Soenarjo & Jatmiko, 2013):
a. Stadium I: analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya
kesadaran.
b. Stadium II: excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya
respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
c. Stadium III: dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.
Dibagi 4 plane:
1) Plane 1: dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya
pergerakan bola mata.
2) Plane 2: dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga
mulainya paralisis interkostal.
3) Plane 3: dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis
interkostal.
4) Plane 4: dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.
d. Stadium IV: overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga
cardiac arrest.
14
b. Analgetik Opioid
Obat analgetik opioid dapat mengatasi rasa nyeri pre operasi,
memiliki efek sedasi, dan efeknya lebih baik apabila diberikan secara
intravena. Efek samping yang dapat muncul meliputi depresi
ventilasi dan mual muntah. Contoh dari obat ini adalah morfin,
petidin, fentanil (Soenarjo & Jatmiko, 2013).
c. Antikolinergik
Obat ini dapat digunakan untuk menghambat sekresi kelenjar,
mencegah dan mengobati bradikardi, dan mampu menimbulkan efek
sedasi dan amnesia apabila digunakan bersamaan dengan morfin.
Efek samping yang bisa muncul dari pemberian antikolinergik yaitu
toksisitas SSP, takikardi, midriasis dan siklopegik, hiperpireksia,
rasa kering pada mukosa. Contoh obat antikolinergik adalah atropin,
glikopironeum, hyosin (Soenarjo & Jatmiko, 2013).
5. Obat-obat Anestesi:
a. Obat anestesi inhalasi
1) N2O
Agen anestesi yang lemah apabila digunakan sebagai obat
tunggal. Dapat digunakan untuk mengatasi nyeri saat
pembedahan. Sifat dari N2O yaitu tidak berwarna, tidak iritatif,
bau agak manis, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan
sodalime, dan tidak bereaksi dengan logam. Obat ini
mempengaruhi sistem saraf pusat dengan meningkatkan tekanan
intrakranial dan meningkatkan kebutuhan oksigen di otak. Pada
kardiovaskuler dapat merangsang sistem saraf simpatis sehingga
mendepresi kontraktilitas otot jantung. Pada sistem respirasi
mengakibatkan peningkatan laju nafas dan menurunkan volume
tidal, sedangkan pada efek pada ginjal dan hepar dapat
menurunkan aliran darah ke organ tersebut. Penggunaan dalam
anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah
16
Diagnosis dari pasien ini bisa ditegakan dengan anamnesis dan hasil
pemeriksaan penunjang untuk mengetahui keadaan umum pasien dan memastikan
apakah operasi tersebut dapat dilakukan. Status fisik pada pasien ini dimasukkan
ke dalam ASA II (pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang
akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis, angka mortalitas 16%). Pada
pasien ini dilakukan teknik anestesi general anestesi berdasarkan pertimbangan
bahwa pasien akan menjalani operasi ORIF clavicula.
Pada pasien ini diberikan obat premedikasi berupa injeksi granisetron,
midazolam, dan fentanil. Granisetron biasa digunakan sebagai anti emetik dan
untuk mencegah terjadinya mual atau muntah. Granisetron juga dapat digunakan
untuk mengurangi kejadian menggigil pascaanestesi. Kelebihan granisetron bila
dibandingkan dengan obat golongan antagonis reseptor serotonin lain seperti
ondansetron adalah mula kerja cepat dan durasi lebih lama, serta efek samping
relatif lebih sedikit. Midazolam memiliki efek sedatif-hipnotik, banyak digunakan
karena tidak menimbulkan rasa nyeri di tempat suntikan. Dibandingkan dengan
diazepam, midazolam memiliki onset yang cepat, durasi singkat, dan efeknya 3x
lebih kuat dibandingkan diazepam. Sedangkan fentanil memiliki efek analgetik
kuat dan obat akan bekerja 30 detik setelah disuntikkan.
Induksi menggunakan propofol yang memiliki onset cepat, namun
pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat diambulasi lebih cepat setelah anestesi
umum. Selain itu menimbulkan efek mual muntah minimal. Setelah pasien
diinduksi, monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui
penurunan tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila penurunan teknan
darah sebesar 20-30%.
Setelah operasi selesai pasien segera dipindahkan ke ruang pemulihan atau
recovery room. Pasien masih sadar dan ada refleks setelah operasi. Pantau tanda-
tanda vital pasien per 5 menit. Pasien diperbolehkan pindah ruang (keluar dari
recovery room) bila Aldrete Score ≥8.
20
BAB V
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. G. & Year, L. S., 2005. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
7th ed. Jakarta: Widya Medika.
Mangku, G. & Senapathi, T. G. A., 2010. Buku Ajar Ilmu Anestestesia dan
Reanimasi. Jakarta: Indeks.
Soenarjo & Jatmiko, H., 2013. Anestesiologi. 2nd ed. Semarang: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/ RSUP
dr.Kariadi.
Trumble, T. E., Budoff, J. E. & Cornwall, R., 2006. Hand, Elbow, and Shoulder:
Core Knowledge in Orthopaedics. 1th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier.
22