I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Malangbong
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
No. Medik : 7484xx
Tanggal Masuk : 2 Maret 2015
Tanggal Periksa : 4 Maret 2015
II. ANAMNESA
Dilakukan secara : Autoanamnesis pada tanggal 4 maret 2015 pukul 09.00 WIB di
bangsal cempaka RSUD dr. Slamet Garut.
A. Keluhan Utama
Lemah pada kedua tungkai
1
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit khusus, hipertensi, diabetes mellitus, asma , jantung, paru
disangkal.
E. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, minuman, obat-obatan, dan
lain-lain.
F. Sosial – Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan satu orang anaknya. Pasien adalah seorang ibu
rumah tangga. Biaya kehidupan sehari – hari pasien ditanggung oleh suami pasien.
Pasien sehari makan 2 kali dengan menu seadanya dan tidak bervariasi.
2
Abdomen : Datar, lembut, nyeri tekan (-), bising usus normal
Extremitas : Akral hangat, edema -/-, turgor baik
B. STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : 15 ( E4M6V5 )
Sikap tubuh : Berbaring terlentang
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Kepala
Bentuk : Normocephal
Simetris : Simetris
Pulsasi a.Temporalis : Teraba
Nyeri tekan : Tidak ada
Leher
Sikap : Normal
Gerakan : Bebas tak terbatas
Vertebrae : Dalam batas normal
Nyeri tekan : Tidak ada
Pulsasi a. Carotis : Teraba
3
NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius )
Daya penghidu : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N II ( Optikus )
Kanan Kiri
Ketajaman penglihatan : Baik Baik
Pengenalan warna : Baik Baik
Lapang pandang : Sama dengan pemeriksa
Fundus : Tidak dilakukan
Pupil :
Ukuran pupil : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk pupil : Bulat Bulat
Isokor/anisokor : Isokor
4
Posisi : ditengah ditengah
Reflek cahaya langsung :(+) (+)
Reflek cahaya tidak langsung : ( + ) (+)
Reflek akomodasi/konvergensi: ( + ) (+)
N V ( Trigeminus )
Kanan Kiri
Menggigit : Baik
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas atas :(+) (+)
Tengah :(+) (+)
Bawah :(+) (+)
Reflek masseter :(+) (+)
Reflek zigomatikus :(+) (+)
Reflek kornea : Tidak dilakukan
Reflek bersin : Tidak dilakukan
N VII ( Facialis )
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris
Kedipan mata : Simetris
Lipatan nasolabial : Simetris
Sudut mulut : Simetris
Aktif
Mengerutkan dahi : Simetris
Mengerutkan alis : Simetris
Menutup mata : Simetris
Meringis : Simetris
Mengembungkan pipi : Simetris
Gerakan bersiul : Baik
Daya pengecapan lidah 2/3 depan: Tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : Tidak ada
5
N VIII ( Vestibulocochlearis )
Kanan Kiri
Mendengarkan suara gesekan jari tangan :(+) (+)
Mendengar detik jam arloji :(+) (+)
Test rinne : Tidak dilakukan
Test weber : Tidak dilakukan
Test swabach : Tidak dilakukan
N IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynx : Simetris, tidak hiperemis
Posisi uvula : Di tengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan
N X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Arcus pharynx : Simetris
Bersuara : Baik
Menelan : Tidak ada gangguan.
N XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : Normal
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : Simetris
N XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : Tidak ada deviasi
Kekuatan lidah : Simetris
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : Baik
Tremor lidah : Tidak ada
6
MOTORIK
Gerakan : Bebas Bebas
Terbatas Terbatas
Kekuatan : 4 4
3 3
REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon Kanan Kiri
Reflek bicep :(+) (+)
Reflek tricep :(+) (+)
Reflek brachioradialis :(+) (+)
Reflek patella :(+) (+)
Reflek achilles :(+) (+)
Reflek periosteum : Tidak dilakukan
Reflek permukaan
Dinding perut : Tidak dilakukan
Cremaster : Tidak dilakukan
Spincter ani : Tidak dilakukan
REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer :(-) (-)
Babinski :(-) (-)
Chaddok :(-) (-)
Oppenheim :(-) (-)
Gordon :(-) (-)
Schafer :(-) (-)
7
Klonus paha :(-) (-)
Klonus kaki :(-) (-)
SENSIBILITAS
Kanan Kiri
Eksteroseptif
Nyeri :(+) (+)
Suhu : Tidak dilakukan
Taktil :(+) (+)
Propioseptif
Posisi :(+) (+)
Vibrasi : Tidak dilakukan
Tekanan dalam : ( + ) (+)
FUNGSI OTONOM
Miksi
Inkontinentia : Tidak ada kelainan
Retensi : Tidak ada kelainan
Anuria : Tidak ada kelainan
Defekasi
Inkontinentia : Tidak ada kelainan
Retensi : Tidak ada kelainan
8
FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi kognisi : Baik
DIAGNOSA KERJA
Periodik paralisis e.c hipokalemia
2 Maret 2015
Darah Rutin
Hemoglobin 11,7 gr/dL 13.0 - 15.0
Hematokrit 33% 40 – 52
Lekosit 14.650 /mm3 3.800 - 10.500
Trombosit 394.000 /mm3 150.000 - 440.000
Eritrosit 4.34 juta /mm3 3.5 juta - 6.5 juta
Kimia Klinik
AST (SGOT) 22 U/L s/d 31
ALT (SGPT) 7 U/L s/d 31
Ureum 41 mg/dL 15 – 50
Kreatinin 1,4 mg/dL 0.5 – 0.9
Elektrolit
Natrium (Na) 142 mEq/L 135 – 145
9
Kalium (K) 2.1 mEq/L 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) 112 mEq/L 98 – 108
Kalsium (Ca bebas) 4.64 mEq/L 4.7 – 5.2
RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Slamet dengan keluhan lemah pada kedua tungkai sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan diawali dengan rasa nyeri pada kedua tungkai yang
dirasakan tiba-tiba saat pasien beristirahat. Kemudian pasien mengaku kedua kaki terasa
lemah secara tiba-tiba keesokan harinya. Dan semakin hari kelemahan tersebut terasa
memberat sehinggga membuat pasien tidak mampu bangun dan berdiri untuk berjalan seperti
biasanya.
Pasien mengaku pasien sering dirawat di RS dengan keluhan yang sama, sejak umur pasien
kurang lebih 20 tahun,terakhir dirawat 3 bulan yang lalu .
Salah satu anggota keluarga pasien yaitu ibu memiliki yang sama dengan pasien.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 90/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit reguler
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5°C
DIAGNOSA
Periodik paralisis e.c hipokalemia
TERAPI
IVFD RL 20 tts / menit
Koreksi KCL 25 mEq/ kolf. 12 jam
Cefotaxime 2 x 1gr (IV)
Mecobalamin 2 x 1 (IV)
Ketorolac 2 x 1 (IV)
10
KSR 3 X 1 Tablet (PO)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal 5 Januari 2015
Keluhan : nyeri kaki berkurang, sudah dapat di angkat sedikit-sedikit
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 90 / 60 mmHg
Nadi : 80 x/menit reguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC
Pulmo : VBS ka = ki Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I dan BJ II reguler G – M -
Pemeriksaan neurologis
Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Nervus Kranialis
Mata : Isokhor
RCL (+/+) RCTL (+/+)
GBM : Baik kesegala arah
NVII : Baik
NXII : Baik
Motorik : 5 5
4 4
Sensorik :
+ +
+ +
11
Refleks Fisiologis
BTR : +/+
Brachioradialis : +/+
KPR : +/+
APR : +/+
Refleks Patologis : -/-
Fungsi luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Diagnosa
Periodik paralisis e.c Hipokalemia
Terapi
- IVFD RL 20 tts / menit
- Koreksi KCL 25 mEq/ kolf. 12 jam
- Cefotaxime 2 x 1gr (IV)
- Mecobalamin 2 x 500 mcg (IV)
- Ketorolac 2 x 1 (IV)
- KSR 3 X 1 Tablet (PO)
- Cek ulang elektrolit
FOLLOW UP
Tanggal 6 Januari 2015
Keluhan : nyeri kaki berkurang, sudah dapat di angkat sedikit-sedikit
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 90 / 60 mmHg
Nadi : 80 x/menit reguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC
Pulmo : VBS ka = ki Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I dan BJ II reguler G – M –
12
Pemeriksaan neurologis
Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Nervus Kranialis
Mata : Isokhor
RCL (+/+) RCTL (+/+)
GBM : Baik kesegala arah
NVII : Baik
NXII : Baik
Motorik : 5 5
4 4
Sensorik :
+ +
+ +
Refleks Fisiologis
BTR : +/+
Brachioradialis : +/+
KPR : +/+
APR : +/+
Refleks Patologis : -/-
Fungsi luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Diagnosa
Periodik paralisis e.c Hipokalemia
Terapi
- IVFD RL 20 tts / menit
- Koreksi KCL 25 mEq/ kolf. 12 jam
- Cefotaxime 2 x 1gr (IV)
- Mecobalamin 2 x 500 mcg (IV)
- KSR 3 X 1 Tablet (PO)
- Cek ulang elektrolit (tunggu hasil)
13
PERTANYAAN KASUS
Pada anamnesa :
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Slamet dengan keluhan lemah pada kedua tungkai sejak
4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan diawali dengan rasa nyeri pada kedua
tungkai yang dirasakan tiba-tiba saat pasien beristirahat. Kemudian pasien mengaku
kedua kaki terasa lemah secara tiba-tiba keesokan harinya. Dan semakin hari kelemahan
tersebut terasa memberat sehinggga membuat pasien tidak mampu bangun dan berdiri
untuk berjalan seperti biasanya.
Pasien mengaku pasien sering dirawat di RS dengan keluhan yang sama, sejak umur
pasien kurang lebih 20 tahun,terakhir dirawat 3 bulan yang lalu .
Salah satu anggota keluarga pasien yaitu ibu memiliki yang sama dengan pasien.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 90/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit reguler
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5°C
Pemeriksaan penunjang
Hipokalemik periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium
(kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode
kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor
pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah
latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan
lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena
insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel.
Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke
dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium
biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga
tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar kalium serum dengan beratnya
paralisis (kelemahan) otot skeletal. Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi
dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi.
Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadangkadang dapat mengenai
otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat
berakibat fatal.
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita
dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1–20 tahun,
frekuensi serangan terbanyak di usia 15–35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia. Hipokalemik periodik paralisis biasanya terjadi karena kelainan genetik
otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemik periodik
paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic paralysis), hiperinsulin.
Definisi
Paralisis periodik hipokalemik (PPH) adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut
karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar PPH merupakan PPH
primer atau familial. PPH sekunder bersifat sporadik dan biasanya berhubungan dengan
penyakit tertentu atau keracunan.
Periodik paralisis hipokalemi merupakan kelainan pada membran sel yang sekarang ini
dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal.
Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang
diakibatkan gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisis ini dapat terjadi pada
suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia (Browmn et al., 2011).
Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari acute flacid paralisis dimana terjadi
kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancam jiwa seperti cardiac aritmia dan
kelumpuhan otot pernapasan. Beberapa hal yang mendasari terjadinya hipokalemi paralisis
antaralain tirotoksikosis, renal tubular acidosis, Gitelman Syndrome, keracunan barium,
pemakaian obat golongan diuretik dan diare, namun dari beberapa kasus sulit untuk
diidentifikasi penyebabnya. (Kalita et al., 2010)
15
Etiologi
Insidensi
Insidensinya yaitu 1 dari 100.000 periodik paralisis hipokalemi banyak terjadi pada pria
daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20
tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia (Lin et al., 2004).
Patofisiologi
Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena adanya redistribusi kalium
ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa dei sit kalium tubuh total.
Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat
(resting potensial) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3,yakni gen
yang mengontrol gerbang kanal ion (voltagegated ion channel) natrium, kalsium, dan kalium
pada membran sel otot.
Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari luar, ekskresi
kalium, dan distribusi kalium di ruang intra- dan ekstraselular. Sekitar 98% kalium total
tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot rangka. Secara fisiologis, kadar kalium
intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L melalui kerja enzim Na+ - K+-
ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar-masuknya ion
dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan menutup dan bersifat
impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat),
gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium
serta menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan
menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya inl uks kalsium
ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik,
menimbulkan kelemahan sampai paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam
sel pada mutasi gen ini belum jelas dipahami. Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifikasi
pada gen yang mengontrol kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi;
laboratorium komersial hanya dapat mengidentii kasi 2 atau 3 mutasi tersering pada PPHF
sehingga tes DNA negatif tidak dapat menyingkirkan
diagnosis.
Kalium
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
menghantarkan aliran saraf di otot.
Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan
ototlurik. Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan
16
masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium
akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot
lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding denganrasio kadar kalium di dalam dan di luar sel.
Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi dari sel.
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 - 150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5 - 5,5 mEq/L.
Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel. Dengan
demikian situasi di dalam sel adalah elektronegatif dan terdapat membrane potensial istirahat kurang
lebih sebesar -90 mvolt.
Manifestasi Klinis
Durasi dan frekuensi serangan paralisis pada PPHF sangat bervariasi, mulai dari beberapa
kali setahun sampai dengan hampir setiap hari, sedangkan durasi serangan mulai dari
beberapa jam sampai beberapa hari. Kelemahan atau paralisis otot pada PPHF biasanya
timbul pada kadar kalium plasma <2,5 mEq/L. Manifestasi PPHF antara lain berupa
kelemahan atau paralisis episodik yang intermiten pada tungkai, kemudian menjalar ke
lengan. Serangan muncul setelah tidur/istirahat dan jarang timbul saat, tetapi dapat dicetuskan
oleh, latihan fisik. Ciri khas paralisis pada PPHF adalah kekuatan otot secara berangsur
membaik pascakoreksi kalium.
Otot yang sering terkena adalah otot bahu dan pinggul; dapat juga mengenai otot lengan, kaki,
dan mata. Otot diafragma dan otot jantung jarang terkena; pernah juga dilaporkan kasus yang
mengenai otot menelan dan otot pernapasan.
Kelainan elektrokardiograi (EKG) yang dapat timbul pada PPHF berupa pendataran
gelombang T, supresi segmen ST, munculnya gelombang U, sampai dengan aritmia berupa i
brilasi ventrikel, takikardia supraventrikular, dan blok jantung.
Pendekatan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan apabila timbul kelemahan otot disertai kadar kalium plasma
yang rendah (<3,0 mEq/L) dan kelemahan otot membaik setelah pemberian kalium.
Riwayat PPHF dalam keluarga dapat menyokong diagnosis, tetapi ketiadaan riwayat keluarga
juga tidak menyingkirkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
EKG, elektromiograi (EMG), dan biopsi otot. Biopsi otot menunjukkan hasil normal saat di
luar serangan, tetapi saat serangan, dapat ditemukan miopati vakuolar, yaitu vakuola
retikulum endoplasma otot berdilatasi dengan sitoplasma sel otot penuh terisi glikogen, dan
ukuran serat otot bervariasi.
Pemeriksaan kadar kalium urin saat serangan sangat penting untuk membedakan PPHF
dengan paralisis hipokalemik karena sebab lain, yaitu hilangnya kalium melalui urin.
Ekskresi kalium yang rendah dan tidak ada kelainan asam basa merupakan pertanda PPHF.
Sebaliknya, pasien dengan ekskresi kalium meningkat disertai kelainan asam basa darah
mengarah ke diagnosis non-PPHF.
17
apakah akibat kehilangan kalium melalui urin atau karena proses perpindahan kalium ke
ruang intraselular (chanellopathy).
Pemeriksaan TTKG dilakukan saat terjadi serangan. Dalam kondisi normal, ginjal akan
merespons hipokalemia dengan cara menurunkan ekskresi kalium untuk menjaga
homeostasis. Jika dalam keadaan kalium plasma rendah, tetapi dijumpai ekskresi kalium urin
yang tinggi (lebih dari 20 mmol/L),
Jika TTKG >3, PPH diakibatkan oleh kehilangan kalium melalui ginjal. Namun, jika TTKG
<2, PPH terjadi karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular.
Pendekatan pasien hipokalemia dan paralisis dapat dilihat pada gambar 1. Ekskresi kalium
urin yang rendah dan asam basa normal mengarah ke PPHF, TPP (thyrotoxic periodic
paralysis), SPP (sporadic periodic paralysis), atau intoksikasi barium. Pada peningkatan
ekskresi kalium urin yang disertai kelainan asam basa, perlu dilihat jenis kelainan asam basa
yang terjadi. Jika asidosis metabolik, perlu diukur ekskresi NH4+ di urin. Asidosis metabolik
dengan peningkatan ekskresi NH4+ dapat dijumpai pada penggunaan toluen dan diare berat,
sedangkan asidosis metabolik dengan ekskresi NH4+ rendah dijumpai pada renal tubular
acidosis (RTA). Jika kelainan asam basa yang terjadi adalah alkalosis metabolik, dilakukan
pengukuran tekanan darah. Jika tekanan darah normal, kelainan yang mendasari adalah
sindrom Bartter, sindrom Gitelman, efek diuretik, dan vomitus. Jika tekanan darah tinggi,
dipikirkan hipokalemia karena kelebihan mineralokortikoid.
18
Pencetus
Serangan PPH dapat ditimbulkan oleh asupan tinggi karbohidrat, insulin, stres emosional,
pemakaian obat tertentu (seperti amfoterisin-B, adrenalin, relaksan otot, beta-bloker,
tranquilizer, analgesik, antihistamin, antiasma puf aerosol, dan obat anestesi lokal. Diet
tinggi karbohidrat dijumpai pada makanan atau minuman manis, seperti permen, kue, soft
drinks, dan jus buah. Makanan tinggi karbohidrat dapat diproses dengan cepat oleh tubuh,
menyebabkan peningkatan cepat kadar gula darah. Insulin akan memasukkan glukosa darah
ke dalam sel bersamaan dengan masuknya kalium sehingga menyebabkan turunnya kadar
kalium plasma. Pencetus lainnya adalah aktivitas fisik, tidur, dan cuaca dingin atau panas.
19
PERTANYAAN KASUS
Mecobalamin 2 x 1 (IV)
Indikasi : neuropati perifer
Efek samping : mual, penurunan nafsu makan, diare dan gejala lain karena pengaruh
gangguan gastrointestinal, kemerahan pada kulit, dan sakit kepala
Ketorolac 2 x 1 (IV)
Indikasi : penatalaksaan nyeri akut sedang s.d berat dalam jangka pendek (< 5 hari)
Efek samping : mual, muntah, diare, dispepsia, konstipasi, pusing, sakit kepala, ulkus
peptik, pendarahan, perforasi, ruam kulit, gangguan fungsi ginjal dan hati, nyeri
abdomen, konvusi ringan, vertigo, udem, insomnia, trombositopenia, bronkospasme,
anafilaksis.
20
PEMBAHASAN KASUS
Penatalaksanaan
Terapi PPHF biasanya simtomatik, bertujuan menghilangkan gejala kelemahan otot yang
disebabkan hipokalemia. Terapi PPHF mencakup pemberian kalium oral, modifikasi diet dan
gaya hidup untuk menghindari pencetus, serta farmakoterapi.
Di beberapa literatur, disarankan pemberian kalium oral dengan dosis 0,25 mEq/kg
seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan improves. Kalium klorida (KCl)
adalah preparat pilihan untuk sediaan oral. Suplementasi kalium harus diberikan hati-hati
karena hiperkalemia akan timbul saat proses redistribusi trans-selular kalium berhenti.
Kalium Klorida IV 0,05-0,1 mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus lebih baik sebagai lanjutan
infus
Pada kasus paralisis hipokalemik berat atau dengan manifestasi perubahan EKG, harus
diberikan kalium intravena (IV) 0,5 mEq/kg selama 1 jam, infus kontinu, dengan pemantauan
ketat. Pasien yang memiliki penyakit jantung atau dalam terapi digoksin juga harus diberi
terapi kalium IV dengan dosis lebih besar (1 mEq/kg berat badan) karena memiliki risiko
aritmia lebih tinggi. IV 0,05-0,1 mEq/kgBB
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian kalium ialah kadar kalium plasma,
gejala klinis, fungsi ginjal, dan toleransi pasien. Suplementasi kalium dibatasi jika fungsi
ginjal terganggu. Pemberian oral lebih aman karena risiko hiperkalemia lebih kecil.
Pemberian asetazolamid, inhibitor anhidrase karbonat, dengan dosis 125-250 mg 2-3 kali
terbukti cukup efektif mengatasi serangan, mengurangi frekuensi serangan, dan mengurangi
derajat keparahan. Mekanisme kerja asetazolamid sampai saat ini masih belum jelas, tetapi
penelitian terakhir mengungkap bahwa obat ini bekerja dengan menstimulasi langsung
calcium activated K channels sehingga kelemahan otot berkurang.
Spironolakton, dengan dosis 100-200 mg/hari terbukti efektif. Sebuah penelitian acak
terkontrol pada tahun 2000 menunjukkan bahwa diklorfenamid dosis 50-200 mg/hari
terbukti efektif menurunkan serangan dibandingkan plasebo. Triamteren bermanfaat karena
dapat meningkatkan ekskresi natrium dan menahan kalium di tubulus ginjal. Di beberapa
negara, ef ervescent kalium sitrat adalah sediaan yang paling efektif dan ditoleransi dengan
baik oleh saluran cerna.
Terapi gen sebagai terapi definitif untuk PPHF saat ini belum ada.
Alat yang dapat dipakai untuk pemantauan mandiri adalah Cardy Potassium Ion
Meter,sebuah alat pengukur kadar kalium saliva. Kadar kalium saliva mencerminkan kadar
kalium plasma. Pemantauan mandiri ini bermanfaat untuk deteksi perpindahan (shift) kalium,
identii kasi faktor pencetus, penyesuaian gaya hidup atau diet, penyesuaian dosis kalium,
dan dapat mengurangi risiko timbulnya kelemahan otot.
21
PERTANYAAN KASUS
PEMBAHASAN KASUS
Paralisis periodik hipokalemik familial biasanya berespons baik terhadap terapi. Terapi dapat
mencegah kelemahan otot lebih lanjut. Serangan terus-menerus dapat menyebabkan
kelemahan otot permanen, tetapi jarang dijumpai. Komplikasi akut meliputi aritmia jantung,
kesulitan bernapas, bicara, dan menelan, serta kelemahan otot progresif. Komplikasi
hipokalemia kronis berupa kerusakan ginjal, batu ginjal, nefritis interstisial, dan kista ginjal.
22
DAFTAR PUSTAKA
23