Andika Ramadhani
Pembimbing I : DR. dr. Akhmad Imron, SpBS(K), M.Kes
Pembimbing II : DR. Dr. Achmad Adam, SpBS(K), M.Sc
Sumber : Neurosurgical Infection Disease, Chapter 16 (hal 208)
Hari/tanggal : Kamis, 24 Maret 2022
Penggunaan alat implant yang tertanam didalam tubuh (seperti Shunt) merupakan hal yang
umum dalam bidang Bedah Saraf. Namun dikarenakan alat implant memiliki kemungkinan untuk
menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme dan angka kejadian infeksi setelah tindakan operasi
secara umum meningkat dimana dalam terapinya membutuhkan pelepasan alat implant dan
pembersihan daerah yang menjadi tempat digunakannya alat tersebut. Dalam kesempatan kali ini,
akan dibahas secara garis besar bagaimana mendiagnosis, jenis microorganisme dan terapi dalam
kasus infeksi yang berhubungan dengan pemasangan alat implant dan mendiskusikan kasus ini lebih
lanjut.
SHUNT INFECTION
Hidrosefalus, yang diperkirakan mengenai 1dari 500 anak, merupakan salah satu kelainan
patologis di bidang pediatrik yang paling umum dan membutuhkan intervensi bedah. Kelainan ini
dapat timbul sebagai suatu kelainan kongenital (aquaduct stenosis, dandy walker) atau suatu kelainan
yang didapat dari kelainan otak yang lain (tumor, abses/infeksi, perdarahan otak). Meskipun sudah
dikembangkan berbagai intervensi bedah seperti choroid plexectomy, choroid plexus cauterization dan
carotid ligation, tingginya morbiditas dan kegagalan tindakan membuat metode-metode ini kemudian
ditinggalkan. Saat ini, dengan perkembangan di bidang endoskopik, diciptakanlah suatu metode
bernama Endoscopy Thrid Ventriculostomy (ETV) untuk diversi Liquor Cerebrospinal (LCS), akan tetapi
metode shunt masih merupakan tindakan utama dalam terapi hidrosefalus.
LCS shunt terdiri dari 3 komponen utama yaitu, proximal ventricular catheter, unidirectional
valve dan distal ventricular catether yang berfungsi mendiversi LCS ke rongga tubuh lain seperti
peritoneum (paling sering) hingga atrium atau pleura (paling jarang). Tindakan ini pertama kali
dilakukan pada tahun 1950 dan berperan sebagai terapi paling umum pada hidrosefalus. Akan tetapi,
dalam praktiknya, malfungsi shunt dikarenakan adanya obstuksi mekanik atau adanya bagian shunt
yang terlepas menjadi komplikasi yang paling umum, dan bentuk paling beratnya hingga
menyebabkan infeksi akan berakibat pada morbiditas dan mortalitas, lama perawatan, dan biaya pada
pasien.
1
saat masa kehamilan, dan usia saat shunt pertama menjadi faktor risiko terjadinya infeksi pada kasus
pemasangan shunt.
DIAGNOSIS
Clinical Presentation
Klinis dari infeksi shunt bisa jadi berbahaya dan tidak spesifik, dimana variable ini tergantung
pada letak infeksi. Gejala paling umum yang terjadi adalah demam dengan tanda dan gejala yang
mengarah kepada malfungsi shunt (slow filling atau pompa menjadi keras) disertai dengan nyeri
kepala, gelisah, mual-muntah serta kecendrungan lethargik. Luka terlokalisir dengan tanda dan gejala
seperti eritema, nyeri, membengkak dan adanya leakage dari LCS sepanjang jalur track dengan atau
tanpa pus (terutama pada anak dengan kulit yang tipis) juga bisa menjadi tanda klinis ke arah infeksi
shunt.
Diagnostic Course
Dalam mendiagnosis pasien dengan shunt infeksi, kita tetap menggali kembali anamnesis dan
pemeriksaan klinis kita dari awal. Hal ini akan bermanfaat dalam mencari sumber infeksi pada pasien
dan mengarahkan kita ke terapi yang lebih baik lagi.
Pemeriksaan definitif awal kita mulai dari pemeriksaan laboratorium darah (tampak adanya
peningkatan leukosit perifer dan peningkatan CRP serta kultur darah yang positif. Pus atau cairan yang
keluar dari luka sepanjang track juga harus kita periksakan. CSF yang keluar hendaknya kita periksakan
kulturnya (shunt tap dianjurkan pada pasien-pasien pada kasus shunt malfungsi dengan tidak
didapatkan leakage sepanjang track).
Kita juga dapat memikirkan pemeriksaan imaging untuk melihat penyebab dari infeksi shunt.
Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI umum dilakukan untuk mencari penyebab lain seperti abcess
otak atau letak tip proksimal dari shunt dan mengevaluasi ukuran ventrikel pasca tindakan.
2
MANAGEMENT
Terdapat tiga metode dalam usaha terapi pada kasus infeksi shunt.
1. Manajemen medis dengan antibiotik
2. Eksternalisasi distal shunt kateter ( atau pengambilan shunt yang terinfeksi dan penggantian
langsung dengan shunt yang baru ) dengan pengobatan antibiotik
3. Mengeluarkan semua alat shunt, penempatan drainase ventrikel eksternal temporer dengan
pengobatan antibiotik, dan penempatan shunt baru setelah lepas infeksi.
Outcomes
Hasil jangka panjang pasca infeksi shunt memiliki dampak serius pada kesehatan dan keadaan
umum pasien. Pasien yang memiliki riwayat infeksi pertama menjadi lebih rentan untuk terjadinya
reinfeksi (16 – 25 %) dalam 12 bulan pertama. Oleh karena itu, follow up rutin di poliklinik penting
untuk kita sebagai seorang klinisi.
3
4
Epidemiology and Risk Factors
Microbiology
Tanda dan gejala pada kasus ini dapat beragam. Nyeri dengan intensitas yang meningkat
seringkali diderita pada beberapa pasien dan disebutkan sebagai keluhan subjektif pada pasien. Untuk
menghindari keterlambatan diagnosis, seorang klinisi harus menggali kembali tentang beberapa
kejadian pasca operasi dan bagaimana operasi berjalan. Tanda-tanda gejala sistemik seperti demam
dan pus serta kemerahan umumnya timbul 2 – 4 minggu pasca operasi.
Pemeriksaan lab seperti hitung jenis leukosit, sedimen eritrosit, can CRP dilakukan untuk
membantu kita mendiagnosis kejadian ini. Pada fase akut, ketiga hal itu umumnya menjadi meningkat.
Imaging seperti MRI dapat juga membantu kita untuk mendiagnosis adanya kemungkinan
epidural abcess seperti pada gambar dibawah ini :
5
INTRATECHAL PUMP INFECTIONS
Implantable pumps saat ini
menjadi terapi umum untuk mengobati
spastisitas, distonia dan nyeri yang
bersifat intractable. Akan tetapi,
penggunaan alat ini juga dapat
menimbulkan suatu infeksi yang akan
mempengaruhi quality of life pada pasien.
Angka kejadian infeksi pada kasus pump
implantation diperkirakan memiliki
rentan 4 – 10 %. Faktor risiko terjadinya
infeksi pada kasus ini umumnya sama
dengan apa yang telah disebutkan di atas
seperti umur, imunodefisiensi, diabetes
dan penyebab lain. Perlu kita ingat
pemasangan alat ini umumnya dilakukan
pada pasien dengan komorbit-komorbit lain seperi pasien dengan nyeri akibat kanker dan sebagainya.
Berbagai teknik untuk mencegah infeksi pada kasus ini sudah banyak dibicarakan. Sebelum
dilakukan operasi, pasien harus dalam keadaan optimal dan disiapkan dengan baik. Pemberian
antibiotik profilaksis penting untuk diperhatikan sebelum tindakan. Proses pencucian daerah
pemasangan implant dan proses penutupan luka juga merupakan langkah-langkah yang perlu kita
perhatikan saat operasi untuk mencegah terjadinya kasus ini.
Apabila terjadi infeksi pada alat ini, pelepasan implant mutlak untuk dilakukan. Pemberian
antibiotik sistemik dapat digunakan untuk mencegah infeksi untuk berkembang.
6
Diagnostic Work-Up à