Anda di halaman 1dari 17

UTS DASAR EPIDEMIOLOGI

“RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT”

Mata Kuliah: Dasar Epidemiologi

Dosen Pengampu: dr. Arulita Ika Fibriana, M. Kes.

Disusun oleh :

Nama : Ghifari Kamil Al Musthafa Noor

NIM : 2309020067

Rombel : 2B

PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2024
1. PENGERTIAN RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah gambaran


tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai
sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit,
seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi
preventif maupun terapetik sehingga penyakit terjadi secara natural (CDC,
2010).
Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari. Pengetahuan tentang riwayat
alamiah penyakit sama pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya
pencegahan dan pengendalian penyakit. Dengan mengetahui perilaku dan
karakteristik masing-masing penyakit maka bisa dikembangkan intervensi yang
tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem penyakit tersebut
(Gordis, 2000; Wikipedia, 2010)

Meskipun setiap penyakit mempunyai riwayat alamiah penyakit yang


berbeda-beda, namun kerangka konsep yang bersifat umum perlu dibuat untuk
mendeskripsikan riwayat perjalanan penyakit pada umumnya. Berdasarkan
riwayat alamiah penyakit, kita dapat membagi lingkup riset epidemiologi ke
dalam tiga kategori yaitu (Murti, 1997):

a) Riset etiologik bertujuan untuk menemukan faktor-faktor penyebab penyakit,


hubungan satu dengan lainya, dan besarnya pengaruh terhadap penyakit.
b) Riset prognositik bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor yang berperan
dalam mengubah terminal penyakit.
c) Riset intervensi yang bertujuan untuk mengevaluasi efikasi atau efektifitas
intervensi, baik yang sifatnya pencegahan primer, pencegahan sekunder atau
pencegahan tersier.
2. MANFAAT DAN TUJUAN

Riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik akan mengarahkan


pemeriksa (tenaga kesehatan) untuk menetapkan diagnosis dan kemudian
memahami bagaimana perjalanan penyakit yang telah didiagnosis. Hal ini
penting untuk dapat menerangkan tindakan pencegahan, keganasan penyakit,
lama kelangsungan hidup penderita (five-year survival), atau adanya gejala sisa
(cacat atau carier). Informasi-informasi ini akan berguna dalam strategi
pencegahan, perencanaan lama perawatan, model pelayan yang akan dibutuhkan
kemudian dan lain sebagainya.

Manfaat yang diperoleh dari riwayat alamiah penyakit, yaitu:

1. Untuk diagnostik: masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis
penyakit, misalnya jika terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa).
2. Untuk pencegahan: dengan mengetahui kuman patologi penyebab dan rantai
perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam
upaya pencegahan penyakit. Dengan mengetahui riwayat penyakit dapat terlihat
apakah penyakit itu perlangsungannya akut atau kronik. Tentu berbeda upaya
pencegahan yang diperlukan untuk penyakit yang akut dibanding dengan kronik
3. Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya biasanya diarahkan ke fase paling
awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit itu terapi tepat sudah perlu diberikan.
Lebih awal tetapi akan lebih baik hasil yang diharapkan. Keterlambatan
diagnosis akan berkaitan dengan keterlambatan terapi.

Implikasi bagi kesehatan masyarakat

▪ Dengan mengetahui bagaimana agen keluar dan memasuki host, dan apa

mode transmisinya, kita dapat menentukan tindakan pengendalian yang


tepat.
▪ Untuk transmisi langsung, Kami dapat menerapkan langkah-langkah yang

melindungi portal masuk dari host potensial yang rentan atau mengurangi
kerentanan host potensial.

▪ Misalnya, masker dan sarung tangan dokter gigi dimaksudkan untuk

melindungi dokter gigi dari darah, sekret, dan droplet pasien, serta
melindungi pasien dari dokter gigi.

▪ Antibiotik profilaksis dan vaksinasi adalah strategi untuk meningkatkan

pertahanan inang potensial.dapat memberikan perawatan ke host sumber


atau mengedukasi host sumber untuk menghindari jenis kontak tertentu yang
terkait dengan transmisi.

▪ Di rumah sakit, karena sebagian besar infeksi ditularkan melalui kontak

langsung, mencuci tangan adalah satu-satunya cara terpenting untuk


mencegah penyebaran penyakit.

3. TAHAPAN RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT


Riwayat alamiah penyakit terdiri dari empat fase: (1) fase rentan, (2) fase subklinis,
(3) fase klinis, (4) fase penyembuhan (konvalesens), cacat dan kematian (terminal).
Namun dapat juga dibuat dalam dua kelompok yaitu periode prepatogenesis dan
patogenesis.

1) Periode prepatogenesis

Periode prepathogenesis adalah adanya interaksi awal antara faktor-faktor host,


agent dan environment. Pada fase ini penyakit belum berkembang tapi kondisi yang
melatar belakangi untuk terjadinya penyakit telah ada. Fase rentan termasuk dalam
tahapan prepathogenesis.

⮚ Fase Rentan (Suseptibel)

Fase rentan adalah tahap berlangsungnya proses etiologic dimana faktor


penyebab pertama untuk pertama kalinya bertemu dengan penjamu. Disini faktor
penyebab pertama belum menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan
dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit nantinya. Dalam masa ini penyakit
belum ditemukan dan daya tahan tubuh host masih kuat tetapi sudah terancam
dengan adanya interaksi tersebut (pada tahap ini kondisi host masih sehat).
Contohnya adalah kolesterol LDL (Low density lipoprotein) yang tinggi dapat
meningkatkan kemungkinan kejadian penyakit jantung coroner (PJK); kebiasaan
merokok meningkatkan probabilitas kejadian kanker Paru, gizi yang buruk
meningkatkan probabilitas kejadian tubercolosis klinik, paparan radiasi sinar-X
meningkatkan kemungkinan kejadian leukemia. Contoh dari pada fase rentan
adalah seseorang (host) yang sangat lelah disertai dengan konsumsi alkohol yang
berlebihan (agent), maka akan memudahkan menderita (risk factor) penyakit
infeksi saluran nafas (pneumonia); Seseorang yang berbadan gemuk dengan
kadar kolesterol dan tekanan darah yang tinggi disertai perokok berat, maka
orang tersebut akan mempunyai risiko mendapat serangan penyakit jantung
coroner.

Penyakit dimulai ketika pathogen berinvasi atau berinokulasi dalam


tubuh pejamu. Pathogen akan memperbanyak diri di dalam tubuh pejamu selama
masa inkubasi. Selama masa itu, penyakit pernapasan dapat atau bisa juga tidak
ditularkan. Ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan pada 2 atau 3 hari
terakhir masa inkubasi, misalnya campak danchickenpox (Timmreck, 2005).

Masa inkubasi ini juga berbeda pada setiap orang yang memiliki
kekebalan lebih aktif sehingga dapat menahan pertumbuhkembangan pathogen
di dalam tubuh, yang akhirnya memperpanjang masa inkubasi.Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa penyakit yang masa inkubasinya pendek biasanya
menyebabkan kesakitan yang lebih akut dan parah, sedangkan penyakit yang
masa inkubasinya panjang menyebabkan kesakitan yang tidak terlalu parah.Pada
kebanyakan penyakit pernapasan, hal itu biasanya berlangsung dalam satu
hari.Penularan penyakit paling banyak terjadi pada masa prodromal karena
tingginya daya tular penyakit di tahap ini dan gejala tidak tampak dengan
jelas(Timmreck, 2005).

2) Periode Pathogenesis
Periode dimana telah dimulai terjadinya kelainan/gangguan pada tubuh
manusia akibat interaksi antara stimulus penyakit dengan manusia sampai
terjadinya kesembuhan, kematian, kelainan yang menetap dan cacat. Periode
pathogenesis dapat dibagi menjadi fase subklinis, fase klinis dan fase
penyembuhan.

⮚ Fase Subklinis (Asimtomatis).

Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana perubahan faali


atau system dalam tubuh manusia (proses terjadinya sakit) telah terjadi, namun
perubahan tersebut di atas tidak cukup kuat untuk menimbulkan keluhan sakit.
Akan tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat
kesehatan seperti pap smear (alat untuk mendeteksi adanya kelainan jaringan
pada serviks uterus), atau mammografi (alat untuk mendeteksi adanya kelainan
jaringan pada payudara) maka akan ditemukan kelainan pada tubuh mereka.
Pada keadaan ini umumnya pencarian pengobatan belum dilakukan. Penemuan
kasus (kelainan) pada tahap pre symptomatic ini pada penyakit tertentu
umumnya akan memberikan keuntungan yang lebih baik (angka kesembuhan
lebih tinggi atau angka keganasan penyakit lebih rendah). Keadaan ini sering
juga disebut sebagai masa clinically inapparent.
Pada tahap ini penyakit belum tampak. Adanya faktor-faktor kepekaan
dan interaksi antara host, agen dan lingkungan akan timbul dan mulai tampak
adanya perubahan-perubahan secara patologis. Walaupun demikian perubahan-
perubahan tersebut masih tetap berada dibawah garis yang disebut clinical
horizon, yaitu garis perbatasan antara keadaan penyakit yang sudah jelas tanda-
tandanya (secara klinis) dan terjadinya perubahan secara patologis (Mukeno,
2000).

Tahap pragejala ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

● Perubahan akibat infeksi atau pemaparan oleh agen penyebab penyakit masih

belum tampak

● Pada penyakit infeksi terjadi perkembangbiakan mikroorganisme patogen.

● Pada penyakit non-infeksi merupakan periode terjadinya perubahan anatomi dan

histologi, misalnya, terjadinya aterosklerotik pada pembuluh darah koroner yang


mengakibatkan penyempitan pembuluh darah.

Pada tahap ini sulit untuk diagnosa secara klinis. Tahap ini sudah mulai menjadi
masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis (pathologic changes),
walaupun penyakit masih dalam masa subklinik (stage of subclinical disease).
Seandainya memungkinkan, pada tahap ini sudah diharapkan diagnosis dapat
ditegakkan secara dini.
⮚ Fase Klinis

Tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin tambah berat


dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage of clinical disease). Pada
tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala dan perubahan fungsi organ yang
terkena yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya
pula setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk
menghindari akibat lanjut yang kurang baik. Kesulitan utama untuk
mendiagnosis penyakit pada tahap ini adalah karena tidak semua penyakit
menimbulkan gejala yang jelas, bahkan setiap penyakit tidak selalu
menimbulkan gejala. Fase ini dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis.

⮚ Fase penyembuhan (konvalesens), cacat dan kematian (terminal)

Merupakan tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa fase
konvalesens (penyembuhan) dan meninggal. Fase konvalesens dapat
berkembang menjadi sembuh total, sembuh dengan cacat atau gejala sisa
(disabilitas atau sekuele) dan penyakit menjadi kronis. Disabilitas
(kecacatan/ketidakmampuan) dapat terjadi bila ada penurunan fungsi sebagian
atau keseluruhan dari struktur/organ tubuh tertentu sehingga menurunkan fungsi
aktivitas seseorang secara keseluruhan. Disabilitas dapat bersifat sementara
(akut), kronis dan menetap. Sekuele lebih cenderung kepada adanya defect/cacat
pada structural jaringan sehingga menurunkan fungsi jaringan, akan tetapi tidak
sampai mengganggu aktifitas seseorang.

Fase terminal adalah tahap dimana mulai terlihat akibat dari penyakit.
akibat penyakit mungkin sembuh spontan, sembuh dengan terapi, remisi
(kambuh), perubahan berat penyakit kecacatan atau kematian. Contoh :
poliomylitis tipe paralitik membawa akibat paralisis, tipe bulber membawa
akibat kematian dan sebagainya ( Murti, 2000). Untuk lebih jelasnya berikut
pembagian dari fase terminal:
▪ Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh secara

sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan


sebelum menderita penyakit.

▪ Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan penderita

sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena


ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan cacat,
tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga
cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat sosial.

▪ Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena

gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam diri pejamu
masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat, misalnya jika daya
tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini
tidak hanya membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga masyarakat
sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan

▪ Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit

tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak
bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak
menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam
keadaan sakit.

▪ Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan karena

sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia. Keadaan seperti ini


bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan keperawatan.

Namun, ada beberapa penyakit yang tidak sesuai dengan bagan diatas,
sehingga dikenal dengan istilah atau kejadian seperti dibawah ini (Rajab,
2009):

▪ Self limiting desease: proses penyakit berhenti sendiri dan semua fungsi

tubuh normal kembali.


▪ Penyakit inapparent: penyakit yang berlangsung tanpa gejala klinis,

penderita penyakit tertentu sudah mulai menularkan penyakitnya


sebelum masa inkubasi selesai (misal campak, polio, rubella, cacar air),
atau penderita penyakit tertentu menularkan penyakitnya setelah gejala
klinis muncul (misal filariasis, batuk rejan, malaria).

▪ Masa latent: masa antara masuknya agent sampai penderita dapat

menularkan penyakitnya.

▪ Periode menular: penderita mampu menularkan penyakit ketika keadaan

penderita pulih (konvalesens) dan pulih sesudah penyakit tidak


menunjukkan gejala klinis (penderita menjadi karrier).

▪ Periode akut: penyakit berlangsung dalam waktu singkat (beberapa hari

atau minggu saja). Misalnya, influenza, rabies, cacar, atau campak.

▪ Periode kronis: penyakit ini berlangsung beberapa tahun (misal TBC,

leprae, AIDS).

4. POLA PENYEBARAN PENYAKIT

Suatu penyakit (menular) tidak hanya selesai setelah membuat seseorang


sakit, tetapi cenderung untuk menyebar. Setelah menyelesaikan riwayatnya pada
suatu rangkaian kejadian sehingga seseorang jatuh sakit, pada saat yang sama
penyakit bersama dengan kumannya dapat berpindah dan menyebar kepada
orang lain/ masyarakat.

Dalam proses perjalanan penyakit, kuman memulai aksinya dengan


memasuki pintu masuk tertentu (portal of entry) calon penderita baru dan
kemudian jika ingin berpindah ke penderita baru lagi akan ke luar melalui pintu
tertentu (portal of exit).
Kuman penyakit tidak masuk dan ke luar begitu saja tetapi harus rnelalui
"pintu" tubuh tertentu sesuai dengan jenis masing-masing penyakit misalnya
melalui: kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih.
Dalam memilih pintu masuk-keluar ini setiap jenis kuman mempunyai jalan
masuk dan ke luar tersendiri dari tubuh manusia. Ada yang masuk melalui mulut
(oral) dan keluar melalui dubur (sistem pencernaan), seperti yang dilakukan oleh
kebanyakan cacing. Namun ada pula yang masuk melalui kulit tetapi keluar
melalui dubur, misalnya cacing Ankylostoma.

Agen meninggalkan reservoir melalui pintu ke luar (portal of exit), yaitu


jalan agen meninggalkan pejamu sumber, biasanya berhubungan dengan agen
yang terlokalisasi, contohnya:

1) Sistem respirasi: TB paru, influenza


2) Urin: Leptospira
3) Feses: Vibrio cholera
4) Lesi kulit: Sarcoptes scabiei
5) Jalur kulit (perkutaneus): isapan darah artropoda (malaria, DBD)

Lalu agen ditransmisikan dengan model tertentu agar dapat masuk ke


pejamu melalui pintu masuk (portal of entry), sehingga menginfeksi pejamu
yang rentan. Mode transmisi dapat berupa:

1. Transmisi langsung yaitu transfer agen segera dari reservoir ke pejamu yang
rentan dengan cara:
a. Kontak langsung, contoh: gonore
b. Penyebaran droplet, contoh: bersin, batuk, bicara

2. Transmisi tidak langsung


a. Airborne (udara): debu, droplet nuclei (droplet yang dikeringkan), cont:
TB paru
b. Vechicleborne: melaui agen yang masuk ke dalam makanan, air, darah
c. Vectorborne: agen yang mengalami atau tidak mengalami perubahan
fisiologik dalam tubuh vektor
Pintu masuk kuman sama dengan pintu keluar, seperti kulit, sistem respirasi,
membran mukosa, darah, dsb. Lalu melalui pintu masuk itu kuman menyerang
pejamu yang suseptibel. Suseptibilitas bergantung pada faktor genetik, imunitas
yang didapat, kemampuan bertahan terhadap infeksi, membran mukosa, dll.

Pengetahuan tentang jalan masuk ini penting untuk epidemiologi karena


dengan pengetahuan itu dapat dilakukan 'penghadangan' perjalanan kuman
masuk ke dalam tubuh manusia. Cacing yang ingin masuk melalui mulut
dicegah dengan upaya cuci tangan sebelum makan. Sedangkan pengetahuan
tentang jalan keluar bermanfaat untuk menemukan kuman itu untuk tujuan
identifikasi atau diagnosis. Misalnya kuman TBC keluar melalui batuk, maka
penemuan kuman TBC dilakukan dengan penangkapan kumannya di
batuk/dahak.

5. UPAYA PENCEGAHAN

Disesuaikan dengan riwayat alamiah penyakit maka tindakan preventif terhadap


penyakit secara garis besar dapat dikategorikan menjadi:

❖ Usaha preventive primer/ pencegahan tingkat pertama

Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) merupakan upaya


pencegahan yang dilakukan pada saat proses penyakit belum dimulai (pada
periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit.

Tahapan Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)adalah:

a. Tahap promosi Kesehatan (health promotion)


Usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) untuk
meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat secara
optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko serta
meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal.
Contohnya Pendidikan Kesehatan, gizi yang cukup sesuai dengan
perkembangan, konseling perkawinan, genetika, dan pemeriksaan
Kesehatan secara berkala.
b. Tahap pencegahan khusus (Specific Protection)
Usaha pencegahan khusus (specific protection) merupakan usaha
yang terutama ditujukan kepada pejamu dan atau pada penyebab untuk
meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap
penyakit tertentu.
Contohnya imunisasi, kebersihan perorangan, sanitasi
lingkungan, perlindungan kecelakaan akibat kerja, perlindungan terhadap
kecelakaan secara umum, penggunaan nutrisi khusus, perlindungan
terhadap bahan-bahan karsinogen, menghindari zat-zat allergen,
penggunaan gizi tertentu, perlindungan terhadap zat yang dapat
menimbulkan kanker, Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misal
yang terkena flu burung, Pemberian vitamin A, tablet penambah zat besi,
dan menghindari zat-zat alergenik

Pencegahan tingkat pertama merupakan suatu usaha pencegahan penyakit


melalui usaha mengatasi atau mengontrol faktor risiko dengan sasaran utamanya
orang sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi
kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu.

Tujuan pencegahan tingkat pertama adalah mencegah agar penyakit tidak terjadi
dengan mengendalikan agent dan faktor determinan.

Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer, yakni:

a. strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan Strategi ini memiliki


sasaran lebih luas sehingga lebih bersifat radikal, memiliki potensi yang
besar pada populasi dan sangat sesuai untuk sasaran perilaku.

b. strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi.


Strategi ini sangat mudah diterapkan secara individual, motivasi subjek
dan pelaksana cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan tingkat risiko
cukup baik.
❖ Usaha preventive sekunder/ pencegahan sekunder

Upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung


namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal) dengan tujuan proses
penyakit tidak berlanjut pada periode patogenesis. Tujuan utama pencegahan
tingkat kedua (secondary prevention), antara lain:

a. Mencegah tersebarnya penyakit ke orang lain dalam masyarakat, terutama pada


penyakit menular.

b. Untuk bisa mengobati dan menghentikan berkembangnya penyakit menjadi


lebih berat, atau membatasi ‘disability’ dan agar tidak timbul komplikasi, cacat
berubah jadi menahun.

c. Membatasi atau mengehentikan perjalanan/proses penyakit dalam fase dini.

Usaha pencegahan penyakit sekunder dibagi dalam diagnosa dini dan


pengobatan segera (early diagnosis and promt treatment) serta pembatasan cacat.
Tujuan utama dari diagnosa dini ialah mencegah penyebaran penyakit bila
penyakit ini merupakan penyakit menular, dan tujuan utama dari pengobatan
segera adalah untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit,
menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.
Salah satu kegiatan pencegahan sekunder adalah menemukan penderita secara
aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi :

a. Pemeriksaan berkala pada kelompok populasi tertentu seperti pegawai negeri,


buruh/ pekerja perusahaan tertentu, murid sekolah dan mahasiswa serta
kelompok tentara, termasuk pemeriksaan kesehatan bagi calon mahasiswa, calon
pegawai, calon tentara serta bagi mereka yang membutuhkan surat keterangan
kesehatan untuk kepentingan tertentu.

b. Penyaringan (screening) yakni pencarian penderita secara dini untuk penyakit


yang secara klinis belum tampak gejala pada penduduk secara umum atau pada
kelompok risiko tinggi
c. Surveilans epidemiologi yakni melakukan pencatatan dan pelaporan sacara
teratur dan terus-menerus untuk mendapatkan keterangan tentang proses
penyakit yang ada dalam masyarakat, termasuk keterangan tentang kelompok
risiko tinggi.

❖ Usaha preventive tersier/ pencegahan tersier

Pencegahan tersier sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu,


dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya
cacat serta program rehabilitasi. Usaha pencegahan penyakit tersier dibagi dalam
tahap rehabilitasi.

Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti


pengobatan dan perawatan khusus penderita kencing manis, tekanan darah
tinggi, gangguan saraf dan lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun
kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi.

Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan


sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis (seperti
pemasangan protese), rehabilitasi mental (psychorehabilitation) dan rehabilitasi
sosial, sehingga setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat yang
produktif dan berdaya guna.

Rehabilitasi:

a. Diperlukan penyediaan sarana-sarana untuk pelatihan dan pendidikan di rumah


sakit dan di tempat-tempat umum.

b. Memanfaatkan dan memelihara sebaik-baiknya kapasitas yang masih tersisa


pada seseorang.
c. Melakukan pendidikan dan penyuluhan untuk masyarakat umum dan
masyarakat, industri agar memakai tenaga-tenaga yang telah direhabilitasi
sebagai pegawai tetap dan ditempatkan pada tempat-tempat yang sesuai dengan
kecacatannya.

d. Terapi kerja di rumah sakit

e. Menyediakan tempat perlindungan khusus.

DAFTAR PUSTAKA

Azrul, A.1999. Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Aksara.

Bustan,M.N.2006.Pengantar Epidemiologi Edisi Revisi.Jakarta:PT Rineka Cipta.

Budiarto, E.2003. Pengantar Epidemiologi, Jakarta, EGC.


B. Burt Gerstman. Epidemiology Kept Simple. California. 2003. Willwy Liss.

Entjang I. 1979. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, Penerbit Alumni.

Bisma Murti, 2003, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gajah Mada University
Press.

Voughan JP. 1993. Panduan Epidemiologi bagi Pengelola Kesehatan Kabupaten, ITB,

Bandung.

Henneken, 1987, Epidemiology in Medicine, Litle Brown and Company.

Nur Nasry Noor, MPH, 1997. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Rineka
Cipta.

Anda mungkin juga menyukai