Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

“RIWAYAT ALAMIAH PERJALANAN PENYAKIT”

DI SUSUN OLEH :

K1A1 21 120 SRI REZKY REGITA S.


K1A1 21 121 SUCI WAODE

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Riwayat Alamiah Perjalanan Penyakit". Penyusunan makalah ini untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat. Kami berharap dapat
menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang medis.Tak lupa pula
kami sampaikan rasa terimakasih kami kepada teman-teman sekalian yang telah
mendukung, memotivasi, serta membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami juga menyadari bahwa
Makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran, masukan maupun kritikkan dari semua kalangan demi
kesempurnaan laporan yang kami susun ini.

Kendari, 30 September 2022

Kelompok x

ii
DAFTAR ISI

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi
tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai
sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit,
seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi
preventif maupun terapetik (CDC, 2010c).
Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit sama pentingnya dengan
kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit. Dengan
mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit maka bisa
dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi
problem penyakit tersebut (Gordis, 2000; Wikipedia, 2010).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu Riwayat alamiah perjalanan penyakit?
2. Bagaimana tahapan Riwayat alamiah perjalanan penyakit ?
3. Bagaimana Riwayat alamiah perubahan dalam tubuh?
4. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan?
5. Bagaimana perilaku pencegahan penyakit secara umum?

1.3. Tujuan Pembahasan


1. Mengetahui apa itu Riwayat alamiah perjalanan penyakit.
2. Mengetahui tahapan Riwayat alamiah perjalanan penyakit.
3. Mengetaui Riwayat alamiah perubahan dalam tubuh.
4. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan
5. Mengetahui perilaku pencegahan penyakit secara umum.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Riwayat Alamiah Perjalanan Penyakit

Setiap penyakit memiliki perjalanan yang menggambarkan perkembangannya di


dalam tubuh manusia sepanjang waktu. Perkembangan penyakit ini bila tidak
dilakukan pengobatan akan menyebabkan munculnya keparahan pada tubuh
manusia dan berpotensi menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Seluruh episode
perkembangan penyakit ini disebut dengan Riwayat Alamiah Penyakit atau
Natural History of Diseases (CDC, 2012; Gerstman, 2013). Perjalanan penyakit
tersebut dipelajari sejak timbul (onset atau inception) hingga selesai (resolution)
(Last, 2001). Istilah/term lain yang sering dipakai antara lain: Natural History of
Disease, Natural Course of Disease, atau Natural History of Illness.

Dalam studi epidemiologi penyakit menular maupun tidak menular, memahami


riwayat alamiah penyakit merupakan hal sangat penting. Contohnya edpidemiologi
penyakit COVID-19 atau HIV/Aids akan dapat dipahami jika telah mempelajari
tahap- tahap penyakitnya dengan benar dan berdasarkan studi yang dapat dipercaya
(evidence-based).

Studi riwayat alamiah penyakit itu sendiri bertujuan mengukur kondisi


kesehatan (health outcome) yang akan diperoleh pada orang sakit jika tidak
mendapatkan pengobatan yang signifikan bagi kesehatannya dan merupakan bagian
dari studi epidemiologi deskriptif (Rothmann et al., 2008; VandenBroeck et al.,
2013). Tujuan studi epidemiologi deskriptif dideksripsikan pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Riset Epidemiologi dan Beberapa Tujuannya

(Sumber: Van den Broeck, 2013)

5
Klasifikasi studi Tujuan studi
Studi deskriptif  Mengestimasi burden/beban penyakit
(orientasi fenomenologi)  Memaparkan riwayat alamiah penyakit
 Memprediksi risiko kejadian penyakit
 Menentukan klasifikasi penyakit

Studi analitik  Mengidentifikasi penyebab penyakit (atau


(orientasi kausa/penyebab) faktor protektif)
 Mengevaluasi intervensi kesehatan

2.2. Tahapan/Periodisasi Riwayat Alamiah Penyakit

Secara umum sesuai dengan definisi di atas tahapan riwayat alamiah penyakit
terjadi sejak ada pajanan/paparan/eksposur hingga penyakit sembuh, sakit, cacat,
atau kambuh. Beberapa ahli epidemiologi menggunakan istilah yang berbeda-beda
serta terdapat kekhasan tersendiri pada beberapa penyakit. (Last, 2001) membagi
riwayat alamiah penyakit ke dalam 3 tahap yaitu pathologic onset, presymptomatic
stage, dan clinical stage. Sementara (Roth, 1982) membagi periode riwayat alamiah
penyakit menjadi tiga interval waktu berbeda:

1. Interval waktu antara terjadinya pajanan oleh agen penyakit sampai timbulnya
penyakit (incubation period);

2. Interval waktu antara timbulnya penyakit hingga diagnosis; dan


3. Interval waktu selama diagnosis hingga dilakukan terapi.

Kebanyakan literatur penyakit menular mengikuti pembagian riwayat alamiah


penyakit menurut CDC. Menurut (CDC, 2012) periode riwayat alamiah penyakit
terbagi dalam empat tahapan, yakni: stage of susceptibility, stage of subclinical
disease, stage of clinical disease, dan stage of recovery, disability or death.
Gambar 1 menjelaskan proses perjalanan penyakit menurut CDC.

6
Gambar 2. Riwayat Alamiah Penyakit (diolah dari berbagai sumber oleh
penulis).

Dengan mengkaji beberapa literatur dan dalam rangka memudahkan mahaiswa


dalam memahami perjalanan alamiah penyakit, penulis menyusun bagan sistematis

7
yang meliputi empat komponen utama yakni (a) perubahan pada jaringan tubuh; (b)
tingkatan penyakit (stage of disease); (c) tingkat pencegahan penyakit; dan (d) jenis
intervensi penyakit.

2.3. Riwayat perubahan dalam tubuh

Dilihat dari perubahan jaringan dalam tubuh, riwayat alamiah penyakit terbagi
menjadi dua yakni (1) masa prepatogenesis dan (2) masa patogenesis.

1. Masa prepathogenesis

Periode ini disebut juga dengan fase suspek atau stage of susceptibility
atau tahap awal proses etiologis penyakit. Masa prepatogenesis dimulai saat
terjadinya stimulus.

penyakit sampai terjadi respon pada tubuh. Pada tahap ini mulai
terjadinya interaksi antara Agen-Host-Environment (A-H-E) sebagai
komponen pemicu adanya penyakit menular atau disebut Triad
Epidemiology.

Pada penyakit menular/infeksi, masa prepatogenesis merupakan awal


terjadinya paparan atau exposure dengan agen penyakit, namun agent ini
belum masuk tubuh host. Pada individu yang tidak sehat atau dengan daya
tahan tubuh rendah, agen bisa masuk ke dalam tubuh. Pada penyakit
menular paparan tersebut dapat berupa mikroorganisme penyebab penyakit.

Pada masa prepatogenesis kejadian penyakit belum berkembang akan


tetapi kondisi yang melatarbelakangi terjadinya penyakit atau faktor risiko
penyakit telah ada. Kerentatan manusia untuk tertular atau mengidap
penyakit diperparah dengan terjadinya akumulasi faktor-faktor yang dapat
menimbulkan penyakit ke host yang rentan. Misalnya:

 Faktor risiko kelelahan dan alkoholik yang sudah ada jauh sebelumnya
memperparah penularan Hepatitis

8
 Faktor risiko kolesterol tinggi (hypercholesterol) sudah ada sebelumnya
memperarah Penyakit Jantung Koroner (PJK)
 Faktor risiko paparan kumulatif asbestosis fiber memperparah
Asbestosis
 Faktor risiko penumpukan zat-zat yang ada dalam asap rokok
memperparah kanker paru
 Konsentrasi hormon estrogen dalam tubuh memperparah kanker
endometrial

2. Masa Patogenesis

Masa patogenisi dimulai sejak terjadinya perubahan patologis akibat


paparan agen penyakit hingga penyakit menjadi sembuh, cacat, atau mati.
Jadi tahap ini dimulai sejak agen penyakit masuk tubuh hingga
sembuh/mati. (Last, 2001) membagi tahap ini menjadi tiga yaitu tahap
pathologic onset, presymptomatic stage, dan clinical stage. Sementara
(CDC, 2012) membagi masa prepatogenesis sebagai berikut: stage of
subclinical disease, stage of clinical disease, dan stage of recovery,
disability or death. Literatur lain membagi masa ini menjadi empat tahap
yaitu masa inkubasi, penyakit dini, penyakit lanjut, dan akhir penyakit.

1)Stage of Subclinical Disease (Fase subklinis/Asimtom)

Disebut juga asymptomatic stage; atau presymptomatic stage;


atau fase preklinis; atau masa inkubasi/latensi; atau proses induksi dan
promosi (empirical induction period).

Tahap ini dimulai sejak timbulnya gejala-gejala/tanda-tanda


pertama penyakit. Setelah proses penyakit dipicu oleh pajanan, akan
terjadi perubahan paologis (pathological changes) pada individu yang
tidak peduli terhadap kesehatannya.

Pada penyakit menular, fase ini disebut juga masa inkubasi


(incubation period), sedangkan pada penyakit kronis/tidak menular
disebut masa latensi (latency period). Selama periode ini, gejala penyakit

9
tidak tampak (inapparent). Periode ini dapat berlangsung cepat dalam
hitungan detik (pada keracunan dan kondisi alergi/hipersensitivitas),
sampai berlangsung lama (pada pernyakit kronis). Bahkan terdapat
variasi lama masa inkubasi pada hanya satu penyakit. Misalnya pada
Hepatitis A sekitar 7 minggu. Pada leukemia pada korban bom atom
Hiroshima , masa latensi bervariasi antara 2-12 tahun, dengan masa
puncak 6-7 tahun (lihat Lampiran 1).

Meskipun penyakit tidak terlihat selama masa inkubasi, beberapa


perubahan patologik dapat dideteksi dengan uji laboratorium, radiografi,
atau metode skrining lainnya. Program skrining memang sebaiknya
dijalankan pada periode inkubasi, karena akan lebih efektif bila penyakit
berlanjut dan menunjukkan gejala. Periode dimana individu mampu
menularkan penyakit yang dimulai sejak infeksi hingga terdeteksinya
infeksi dengan pemeriksaan laboratorium disebut windows period.
Sedangkan Waktu sejak penyakit terdeteksi oleh uji skrining (mis:
laboratorium) hingga timbul manifestasi klinik disebut sojourn time atau
detectable preclinic period. Periode waktu seorang penderita penyakit
dapat menularkan penyakitnya disebut dengan infection period.
(Boslaugh, 2008) menyebut tahap ini sebagai fase preklinis, yaitu fase
dimana penyakit belum menunjukkan gejala, tetapi secara biologis sudah
ada. Fase ini dimulai dengan timbulnya ciri biologis penyakit dan
berakhir ketika individu mengalami gejala pertama. Sehingga pada fase
ini sebenarnya sudah ada penyakit pada individu, tetapi tidak nampak
gejala. (Gerstman, 2013) membagi fase subklinis ke dalam masa induksi
dan masa latensi. Masa induksi terjadi pada interval waktu antara saat
agen penyakit beraksi, sampai dengan host tak terelakkan terkena
penyakit. Sedangkan masa latensi terjadi setelah host terkena penyakit
namun belum menunjukkan tanda-tanda klinis. Selama masa latensi ini
berbagai penyebab dapat meningkat atau menurun selama proses
terjadinya penyakit. Kombinasi antara masa induksi dan masa latensi ini
disebut empirical induction period atau pada penyakit tidak menular
disebut masa inkubasi multi kausal.

10
Pada fase ini terdapat pula proses yang disebut proses promosi.
Proses promosi adalah proses peningkatan keadaan patologis yang
irreversibel dan asimtom, menjadi keadaan yang menimbulkan
manifestasi klinis. Pada proses ini, agen penyakit akan meningkatkan
aktivitasnya, masuk ke dalam tubuh, sehingga menyebabkan
transformasi sel atau disfungsi sel, akhirnya menunjukkan gejala atau
klinis.

2) Stage of Clinical Disease (Fase Klinis)

Tahap ini disebut juga masa durasi; atau proses ekspresi


penyakit; atau tahap penyakit dini. Perubahan-perubahan yang terjadi
pada jaringan tubuh telah cukup untuk memunculkan gejala-gejala dan
tanda-tanda penyakit. Host sudah merasa sakit ringan, namun masih
dapat melakukan aktivitas ringan. Fase ini dapat berlangsung secara akut
(umumnya pada keracunan dan penyakit menular) atau kronis (umumnya
pada penyakit tidak menular).

Periode ini disebut juga masa durasi atau ekspresi, yaitu waktu
yang dibutuhkan oeh suatu pajanan/paparan untuk mencapai dosis yang
cukup untuk menimbulkan reaksi penyakit. Istilah ini umumnya dipakai
pada penyakit menular. Hubungan antara durasi dan latensi penyakit
menentukan tingkat akut/kronis suatu penyakit, sebagaimana tabel 2.
Dari tabel 2 terlihat bahwa penyakit sifilis (misalnya) membutuhkan
masa latensi/inkubasi yang akut, dengan masa durasi yang kronik.

Timbulnya gejala penyakit menandakan periode transisi dari fase


subklinis ke penyakit klinis, sehingga pada fase ini biasanya mulai
dilakukan diagnosis penyakit. Pada beberapa individu yang tidak rentan
atau imun, fase klinis tidak terjadi. Sebaliknya, pada individu yang
rentan dan tidak peduli, penyakit berkembang dari mulai ringan, sedang,
berat, hingga fatal (disebut spectrum of disease). Pada akhirnya
perkembangan penyakit menjadi sembuh, cacat, atau mati.

11
Periode klinis (clinical stage atau severity of illness) adalah
bagian dari riwayat alamiah penyakit, dimulai dari diagnosis hingga
sembuh, sakit, atau cacat (Sackett et al, 1991 dalam Brownson & Petiti,
1998).

Tabel 2. Hubungan Durasi dengan Latensi Penyakit

3) Stage of Recovery, Disability, or Death (Fase Sembuh, Sakit, atau


Mati)

Disebut juga fase konvalesens atau convalescent stage. Pada


fase ini penderita penyakit dapat berkembang menjadi sembuh total,
sembuh dengan cacat atau ada gejala sisa (sequele), menjadi carrier,
menjadi penyakit kronis, atau mati.

2.4. Factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan

Menurut Lawrence W. Green terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi


kesehatan yaitu faktor presdiposisi (predisposing factors), faktor pemungkin
(enabling factors), faktor penguat (reinforcing factors).

Faktor predisposing adalah faktor perilaku yang dapat memberikan alasan atau
motivasi bagi perilaku. Sertakan adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai-
nilai. faktor pemungkinan adalah faktor perilaku yang memungkinkan untuk
memotovasi atau aspirasi agar dapat direalisasikan. Termasuk keterampilan pribadi
dan sumber daya serta sumber daya masyarakat. Faktor penguat yaitu faktor
berikutnya untuk perilaku yang memberikan reward terus, insentif, atau hukuman
atas perilaku dan berkontribusi secara lama atau hanya sementara. Termasuk
manfaat sosial serta fisik dan nyata serta perwakilan imbalan.

12
Perilaku kesehatan yang diberikan dapat dilihat sebagai fungsi dari pengaruh
kolektif dari tiga faktor ini. Gagasan dari sebab dan akibat kolektif khususnya
penting karena perilaku merupakan fenomena multifase. Rencana untuk mengubah
harus dapat memperhitungkan bukan hanya satu tapi beberapa faktor yang
mempengaruhi. Kata lain, program dimana informasi kesehatan disaminatef tanpa
pengakuan bersamaan pengaruh memungkinkan dan memperkuat faktor
kemungkinan besar akan gagal untuk mempengaruhi perubahan perilaku.
Teori Caountless telah dikembangkan mencoba untuk menjelaskan menjelaskan
perilaku manusia, belum ada model teoritis singel telah accepeted universal. Model
yang terus-menerus dimodifikasi respose untuk situatoins baru. Croog dan peters
dicatat tepat bahwa keadaan dalam penelitian ada faktor yang berhubungan dengan
merokok.

a. Faktor Predisposisi (predisposing factors)


Faktor predisposisi, yang meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai,
dan persepsi, berhubungan dengan motivasi seorang individu atau kelompok
untuk bertindak. Dalam pengertian umum, kita bisa memikirkan faktor
predisposisi "pribadi" preferensi itu dan individu atau kelompok dan
membawa pengalaman dengan pendidikan. preferensi ini mungkin baik
mendukung atau menghambat perilaku kesehatan dalam hal apapun, mereka
berpengaruh. Meskipun berbagai faktor demografi seperti status sosial
ekonomi, usia, jenis kelamin, dan sekarang keluarga juga penting sebagai
faktor predisposisi, mereka berada di luar pengaruh langsung dari program
pendidikan kesehatan.

b. Faktor pendukung (enabling factors)

Adalah keterampilan dan sumber daya necessery untuk melakukan perilaku


kesehatan. sumber tersebut meliputi sarana prasarana, fasilitas pelayanan
kesehatan, tenaga, sekolah, klinik outreach atau sumber daya yang sama. faktor
pendukung juga berkaitan dengan aksesibilitas berbagai sumber. Biaya, jarak,
transportasi yang tersedia, jam terbuka untuk digunakan, dan sebagainya, yang
memungkinkan faktor semacam ini. Akhirnya, kesehatan pribadi "skill" seperti

13
yang dibahas dalam literatur tentang perawatan diri dan pendidikan kesehatan
sekolah sebagai faktor memungkinkan.
Ketika kita menggunakan keterampilan jangka sini, kita mengacu
kemampuan seseorang untuk melakukan tugas yang merupakan perilaku yang
diinginkan. Keterampilan dapat berkisar dari penggunaan yang tepat dari teknik
relaksasi dan latihan fisik dengan penggunaan berbagai instruments medis dan
prosedur diagnostik sering diperlukan dalam program perawatan diri.
c. Faktor Penguat (reinforcing factors)

Faktor penguat adalah mereka yang menentukan apakah tindakan


kesehatan yang didukung. Sumber reinforment akan, tentu saja, berbeda-beda
tergantung pada tujuan dan jenis program. Dalam program pendidikan
kesehatan misalnya, penguatan dapat diberikan oleh rekan kerja, supervisor,
pimpinan serikat buruh, dan keluarga. Dalam pengaturan pendidikan pasien,
penguatan dapat berasal dari perawat, dokter, rekan pasien, dan lagi keluarga.
Apakah penguatan positif atau negatif akan tergantung pada sikap dan perilaku
orang-orang penting, beberapa di antaranya akan lebih berpengaruh daripada
yang lain dalam mempengaruhi perilaku. Misalnya, di sebuah sekolah tinggi
administrator sekolah kesehatan, dan orang tua, yang kelompok cenderung
pada memiliki perilaku yang paling inlescent mengindikasikan bahwa perilaku
remaja yang paling dipengaruhi oleh persetujuan dari teman-teman, terutama
teman terbaik. Lanjut, sikap orangtua, kepercayaan, dan praktek, terutama yang
dari ibu, sangat mempengaruhi status kesehatan mereka. Orang-orang yang
signifikan dapat bervariasi tidak hanya sesuai dengan pengaturan tapi mungkin
dengan pertumbuhan dan perkembangan tahap juga. perencana program harus
hati-hati menilai memperkuat faktor memastikan bahwa peserta program
memiliki kesempatan maksimum untuk umpan balik mendukung selama proses
perubahan perilaku.

2.5. Perilaku pencegahan penyakit secara umum

1. Perilaku Pencegahan

a. Tingkat Pencegahan

14
Berdasarkan Levell dan Clark tingkatan pencegahan dalam keperawatan
komunitas dapat digunakan pada tahap sebelum terjadinya suatu penyakit
(Prepathogenesis Phase) dan pada tahap Pathogenesis Phase.
(1) Prepathogenesis Phase
Pada tahapan ini yang dapat digunakan melalui kegiatan primary
prevention atau pencehan primer. Pencegahan primer ini dapat
dilakukan selama fase pre pathogenesis terjadinya penyakit atau
masalah kesehatan. Pencegahan dalam arti sebenarnya yaitu,
terjadinya sebelum sakit atau ketidakfungsian dan di aplikasikan ke
dalam populasi sehat pada umumnya. Pencegahan primer merupakan
suatu usaha agar masyarakat yang berada dalam stage of optinum
health tidak jatuh kedalam stage yang lain dan yang lebih buruk.
Pencegahan primer ini melibatkan tindakan yang diambil sebelum
terjadinya masalah kesehatan dan mencakup aspek promosi kesehatan
dan perlindungan. Dalam aspek promosi kesehatan, pencegahan
primer berfokus pada peningkatan kesehatan secara keseluruhan dari
mulai individu, keluarga, dan kelompok masyarakat. perlindungan
kesehatan ini ditujukan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan
yang spesifik. Misalnya, imunisasi adalah ukuran pelindung untuk
penyakit menular tertentu. Aspek perlindungan kesehatan dari
pencegahan primer ini juga dapat melibatkan, mengurangi atau
menghilangkan faktor risiko sebagai cara untuk mencegah
penyakit.Primary prevention dilakukan dengan dua kelompok
kegiatan yaitu :
(a) Health Promotion atau peningkatan kesehatan
Peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui
beberapa kegiatan, sebagi berikut:
1. Pendidikan kesehatan atau health education
2. Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) seperti : penyuluhan
tentang masalah gizi
3. Pengamatan tumbuh kembang anak atau growth and
development monitoring

15
4. Pengadaan rumah yang sehat
5. Pengendalian lingkungan masyarakat
6. Program P2M (pemberantasan penyakit tidak menular)
7. Simulasi dini dalam kesehatan keluarga dan asuhan pada anak
atau balita penyuluhan tentang pencegahan penyakit
(b) General and spesific protection (perlindungan umum dan khusus)
Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan
secara khusus dan umum terhadap seseorang atau masyaraka,
antara lain :
1. Imunisasi untuk balita
2. Hygine perseorangan
3. Perlindungan diri dari terjadinya kecelakaan
4. Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan dalam kerja
5. Perlindungan diri dari carsinogen, toxic dan alergen
(2) Pathogenesis phase
Pada tahap pathogenesis ini dapat dilakukan dengan dua kegiatan
pencegahan yaitu :
(a) Sekodary prevention (pencegahan sekunder)
Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih atau sedang
sakit, dengan dua kelompok kegiatan:
1. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan
pengobatan segera atau adekuat), antara lain melalui:
pemeriksaan kasus dini (early case finding), pemeriksaan
umum lengkap (general check up), pemeriksaan missal (mass
screening), survey terhadap kontak, sekolah dan rumah
(contactsurvey, school survey, household survey), kasus (case
holding), pengobatn adekuat (adekuat tretment)
2. Disability limitation (pambatasan kecacatan)Penyempurnaan
dan intensifikasi terhadap terapi lanjutan, pencegahan
komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban
sosial penderita, dan lain- lain.
Pada pencegahan level ini menekankan pada upaya penemuan kasus

16
secara dini atau awal dan pengobatan tepat atau “early diagnosis and
prompt treatment”. Pencegahan sekunder ini dilakukan mulai saat fase
patogenesis (masa inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk
kedalam tubuh manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau
gangguan kesehatan. Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk
menghambat prosespatologik (proses perjalanan penyakit) sehingga
akan dapat memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau
keseriusan penyakit.

(b) Tertiary prevention (pencegahan tersier)


Yaitu usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah
sembuh dari sakit serta mengalami kecacatan antara lain :
(a) Pendidikan kesehatan lanjutan
(b) Terapi kerja (work therapy)
(c) Perkampungan rehabilitsi sosial
(d) Penyadaran terhadap masyarakat
(e) Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat
(f) Upaya pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau
ketidakmampuan terjadi penyembuhan sampai stabil/ menetap
atau tidak dapat diperbaiki (irreversaible). Dalam pencegahan
ini dapat dilaksanakan melalui program rehabilitas untuk
mengurangi ketidakmampuan dan meningkatkan efisiensi
hidup penderita. Kegiatan rehabilitasi ini meliputi aspek medis
dan sosial. Pencegahan tersier dilaksanakan pada fase lanjut
proses patogenese suatu penyakit atau gangguan pada
kesehatan. Penerapannya pada upaya pelayanan kesehatan
masyarakat melalui program PHN (Public Health Nursing)
yaitu merawat penderita penyakit kronis di luar pusat-pusat
pelayanan kesehatan yaitu di rumahnya sendiri.

Perawatan penderita pada stadium terminal (pasian


yang tidak mampu diatasi penyakitnya) jarang dikategorikan
sebagai pencegahan tersier tetapi bersifat paliatif, prinsip upaya

17
pencegahan adalah mencegah agar individu atau kelompok
masyarakat tidak jatuh sakit, diringankan gejala penyakitnya atau
akibat komplikasi sakitnya, dan ditingkatkan fungsi tubuh penderita
setelah perawatan dilakukan. Rehabilitas sebagai tujuan
pencegahan tersier lebih dari upaya untuk menghambat proses
penyakitnya sendiri yaitu mengembalikan individu kepada tingkat
yang optimal dari ketidakmampuannya. Jadi pencegahan pada
tahap pathogenesis ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan
masyarakat yang sudah jatuhpada tahap sakit ringan, sakit, dan
sakit berat agar dapat mungkin kembali ke tahap sehat optinum.

2. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau
seseorang terhadap perangsangan (stimulus) dari luarsubjek tersebut. Menurut
Notoatmodjo (2012) respon ini berbentuk dua macam yaitu:
a. Bentuk pasif, yaitu respon internal yang dapat terjadi di dalam diri manusia
sendiri dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Dalam
hal ini perilaku masih terselubung atau covert behavior.

b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu sendiri jelas dapat diobservasi
secaralangsung. Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan yang
nyata atauovert behavior.

18
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah


deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada
individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga
terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa
terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik. Secara umum
tahapan riwayat alamiah penyakit terjadi sejak ada pajanan/paparan/eksposur
hingga penyakit sembuh, sakit, cacat, atau kambuh. Dilihat dari perubahan
jaringan dalam tubuh, riwayat alamiah penyakit terbagi menjadi dua yakni (1)
masa prepatogenesis dan (2) masa patogenesis. Masa prepatogenesis
merupakan awal terjadinya paparan atau exposure dengan agen penyakit,
namun agent ini belum masuk tubuh host. Pada individu yang tidak sehat atau
dengan daya tahan tubuh rendah, agen bisa masuk ke dalam tubuh. Masa
patogenesis dimulai sejak terjadinya perubahan patologis akibat paparan agen
penyakit hingga penyakit menjadi sembuh, cacat, atau mati. Jadi tahap ini
dimulai sejak agen penyakit masuk tubuh hingga sembuh/mati.

3.2. Saran

Riwayat alamiah perjalanan penyakit secara umum menurut penjelasan diatas


jika seseorang tidak menjaga lingkungannya, baik itu makanan maupun hal-hal
lain yang berkaitan dengan kesehatannya, maka akan memperburuk
kesehatannya sendiri jika penyakit itu tidak menular dan akan mepengaruhi
kesehatan orang lain jika penyakit itu menular. Maka dari itu kita sebagai
manusia harus menjaga kesehatan dan menerapkan pola hidup sehat agar
berguna bagi diri kita dan orang lain.

19
DAFTAR PUSTAKA

Boslaugh, S. (2008). Natural History of Disease. In Encyclopedia of Epidemiology 1&2.


SAGE Publications.

CDC. (2012). Principles of Epidemiology in Public Health Practice (3rd ed.). Centers for
Disease Control and Prevention.

Gerstman, B. B. (2013). Epidemiology Kept Simple: An Introduction to Traditional and


Modern Epidemiology (3rd ed.). John Wiley and Sons Inc.

Last, J. M. (2001). A Dictionary of Epidemiology (4th ed.). Oxford University Press.

Roth, L. H. (1982). Principles of Epidemiology: A Self-Teaching Guide. Academic Press.

Rothmann, K. J., Greenland, S., & Lash, T. L. (2008). Modern Epidemiology (3rd ed.).
Lippincot William & Wilkins.

VandenBroeck, J., Brestoff, J. R., & Baum, M. (2013). Definition and Scope of
Epidemiology. In Epidemiology: Principles and Practical Guidelines. Springer
Science+Business

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai