Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus Obstetri dan Ginekologi Sosial

PENANGANAN HOLISTIK PADA KEHAMILAN


DENGAN PERKAWINAN SEDARAH (INCEST)

Oleh :
dr. Atikha Aprilia Harahap

Pembimbing :
Dr. dr. Khairani Sukatendel, S.H, M.H(Kes), M.Ked(OG),
Sp.OG, Subsp. Obginsos

DIVISI OBSTETRI DAN GINEKOLOGI SOSIAL


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................. i
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
2.1. Fisiologi Kehamilan....................................................................... 3
2.1.1. Perubahan Sistem Organ pada Kehamilan......................... 3
2.1.2. Perubahan Biopsikososial pada Kehamilan....................... 6
2.2. Kehamilan Incest........................................................................... 7
2.2.1. Definisi............................................................................... 7
2.2.2. Epidemiologi...................................................................... 7
2.2.3. Klasifikasi.......................................................................... 8
2.2.4. Faktor Penyebab................................................................. 8
2.2.5. Psikodinamika Keluarga Incest.......................................... 10
2.2.6. Dampak Incest.................................................................... 11
2.2.7. Komplikasi......................................................................... 12
2.2.8. Prinsip Pemeriksaan Korban Incest................................... 12
2.2.9. Aspek Biopsikokultural...................................................... 13
2.2.10. Upaya Penanggulangan Incest........................................... 16
2.2.11. Aspek Hukum Kehamilan Incest....................................... 18
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................... 20
BAB 4 ANALISA KASUS................................................................................. 25
BAB 5 KESIMPULAN...................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 29

i
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Kehamilan adalah kondisi dimana produk konsepsi yang telah ditanamkan


dan berkembang di dalam rahim atau di tempat lain dalam tubuh. Kehamilan
dapat terjadi melalui hubungan seksual atau teknologi reproduksi terbantu.
Kehamilan biasanya berlangsung sekitar 40 minggu sejak periode menstruasi
terakhir (last menstrual period, LMP) dan berakhir dengan persalinan. Kehamilan
dapat menyebabkan perubahan psikologis dan sistem organ pada tubuh ibu secara
fisiologis.1,2
Kehamilan yang terjadi akibat kekerasan seksual atau perkosaan
merupakan situasi yang sangat mengkhawatirkan dan kompleks. Kehamilan incest
yaitu kehamilan yang terjadi antara saudara kandung atau anggota keluarga
lainnya juga merupakan masalah yang serius dan sulit dihadapi. Kedua kondisi ini
dapat menimbulkan konsekuensi fisik dan psikologis yang serius bagi perempuan
yang mengalaminya. Kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan
permasalahan global yang semakin sering terjadi di banyak negara. Korban incest
berada dalam tekanan besar karena pelaku kekerasan seksual adalah keluarga
korban, termasuk ayah kandung atau saudara kandung korban, yang seharusnya
menjadi tempat yang aman bagi korban. Akibatnya, korban incest dapat
mengalami trauma bahkan hingga gangguan jiwa.3,4
Belum ada data mengenai jumlah kasus incest di dunia. Meskipun
beberapa studi telah memperkirakan terdapat 4% kasus incest dalam populasi
umum.(1) Berdasarkan data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan tahun 2020 dilaporkan terdapat 215 kasus incest di Indonesia.
Walaupun sedikit menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar
822 kasus. Hal ini terjadi karena pandemi Covid-19, dimana korban dalam
lingkungan keluarga sulit melaporkan dikarenakan kebijakan pembatasan sosial
berskala besar menyebabkan korban dan pelaku sama-sama berada di rumah, dan
kesulitan melakukan pengaduan dan mengakses layanan.4
Kasus hubungan seksual sedarah (incest) adalah kekerasan seksual yang
berat, di mana korban akan merasa sangat terjepit karena harus berhadapan
2

dengan ayah atau keluarga sendiri. Tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang
rendah, keluarga yang terfragmentasi, serta struktur masyarakat yang tertutup
dianggap sebagai faktor risiko terjadinya incest. Lingkungan sosial yang religius
dan represif menyebabkan korban incest takut untuk berbagi informasi mengenai
kekerasan seksual yang dialaminya. Kekhawatiran akan perpecahan keluarga
menyebabkan kekerasan seksual sedarah dapat berlangsung lama dan
menyebabkan kehamilan yang tidak dikehendaki. Kerentanan perempuan menjadi
korban hubungan seksual sedarah, akan semakin berlapis ketika mereka berusia
anak atau penyandang disabilitas yang memiliki hambatan untuk
mengkomunikasikan apa yang telah terjadi terhadapnya.3,4
Kehamilan incest memiliki konsekuensi biopsikososial yang kompleks dan
memerlukan perhatian yang serius dari masyarakat dan pihak-pihak yang
berwenang. Penanganan kasus ini harus dilakukan secara holistik dan
mempertimbangkan aspek biologis, psikologis, dan sosial. Perempuan yang
mengalami kehamilan incest harus mendapatkan dukungan dan akses kepada
layanan kesehatan yang tepat, serta perlindungan dari diskriminasi dan stigma
sosial.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Kehamilan


Kehamilan adalah kondisi dimana produk konsepsi yang telah ditanamkan
dan berkembang di dalam rahim atau di tempat lain dalam tubuh. Kehamilan
dapat terjadi melalui hubungan seksual atau teknologi reproduksi terbantu.
Kehamilan biasanya berlangsung sekitar 40 minggu sejak periode menstruasi
terakhir (last menstrual period, LMP) dan berakhir dengan persalinan.1,2
Kehamilan umumnya dibagi menjadi tiga trimester. Trimester pertama
dimulai dari minggu pertama hingga minggu ke-12. Trimester pertama memiliki
risiko keguguran (kematian alami embrio atau janin) tertinggi. Trimester kedua
dimulai dari minggu ke-13 hingga minggu ke-28. Sekitar pertengahan trimester
kedua, gerakan janin dapat dirasakan. Pada usia kehamilan 28 minggu, lebih dari
90% bayi dapat bertahan hidup di luar rahim jika diberikan perawatan medis
berkualitas tinggi. Trimester ketiga dimulai dari minggu ke-29 hingga sekitar
minggu ke-40 dan berakhir dengan persalinan (kelahiran).2

2.1.1. Perubahan Sistem Organ pada Kehamilan


Dalam periode kehamilan, ibu hamil mengalami perubahan anatomis dan
fisiologis yang signifikan untuk merawat janin yang sedang berkembang di dalam
rahimnya. Perubahan ini dimulai setelah pembuahan dan memengaruhi setiap
sistem organ dalam tubuh. Pada sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
tanpa komplikasi, perubahan ini akan hilang setelah kehamilan dengan efek residu
minimal. Penting untuk memahami perubahan fisiologis normal yang terjadi
selama kehamilan karena hal ini akan membantu membedakan dari adaptasi yang
tidak normal.5
Dalam kehamilan normal terjadi respons inflamasi sistemik yang
melibatkan endotelium. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa wanita yang
pernah melahirkan memiliki risiko lebih besar terkena penyakit kardiovaskular di
masa dewasa dibandingkan dengan wanita yang belum pernah melahirkan.
Marker stres oksidatif meningkat secara bertahap selama trimester pertama dan
4

kedua. Radikal bebas superoksida dihasilkan melalui beberapa jalur salah satunya
adalah jalur plasenta. Beberapa penelitian menunjukkan bukti stres oksidatif yang
meningkat pada wanita yang diberikan suplementasi besi berlebihan yang
bersamaan dengan vitamin C.6
Ukuran uterus pada wanita yang tidak hamil mempunyai berat sekitar 70
g. Selama kehamilan, uterus berubah menjadi organ otot berdinding tipis dengan
kapasitas yang cukup besar untuk menampung janin, plasenta, dan cairan amnion.
Volume total dari isi uterus pada saat persalinan mencapai rata-rata 5 L tetapi bisa
mencapai 20 L. Pembesaran uterus pada saat kehamilan melibatkan peregangan
dan hipertrofi sel-sel otot yang ditandai, sementara produksi sel-sel otot baru
terbatas. Jaringan serat juga menumpuk, terutama pada lapisan otot eksternal,
bersamaan dengan peningkatan yang cukup besar dalam kandungan jaringan
elastis. Dinding korpus juga menebal dan menguat selama beberapa bulan pertama
kehamilan, tetapi kemudian secara bertahap menjadi tipis. Pembesaran uterus
yang dominan berada pada bagian fundus. Pada saat persalinan, miometrium
hanya memiliki ketebalan 1 hingga 2 cm, dan janin biasanya dapat diraba melalui
dinding uterus yang lembut dan mudah tertekan. Hipertrofi uterus di awal
kehamilan kemungkinan dipicu oleh aksi estrogen dan mungkin progesteron. Oleh
karena itu, perubahan uterus yang sama dapat diamati pada kehamilan ektopik.
Namun, setelah sekitar 12 minggu kehamilan, pertumbuhan uterus terkait
terutama dengan tekanan yang dihasilkan oleh produk konsepsi yang membesar.7
Serviks merupakan organ yang mengalami perubahan selama kehamilan.
Segera setelah 1 bulan setelah konsepsi, serviks mulai melunak dan mengalami
warna kebiruan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan vaskularitas dan edema
seluruh serviks, perubahan pada jaringan kolagen, serta hiperplasia dan hipertrofi
kelenjar serviks. Meskipun serviks mengandung sedikit otot polos, komponen
utamanya adalah jaringan ikat. Perubahan komposisi jaringan yang kaya akan
kolagen ini berfungsi untuk membantu serviks dalam mempertahankan kehamilan
hingga persalinan, membantu pembukaan serviks saat persalinan, serta dalam
pemulihan dan rekonstitusi postpartum untuk memungkinkan kehamilan
berikutnya yang berhasil. Kelenjar serviks mengalami proliferasi yang signifikan,
dan pada akhir kehamilan. Perubahan ini diinduksi oleh kehamilan mendorong
5

perluasan atau eversi kelenjar endoserviks yang sedang berkembang ke portio


ektoserviks. Jaringan ini terlihat merah dan berlapis seperti beludru dan mudah
berdarah bahkan dengan trauma kecil.7
Pada saat kehamilan terjadi peningkatan vaskularitas dan hiperemia pada
kulit, otot perineum, vulva, dan jaringan ikat. Vaskularitas yang meningkat
tersebut mempengaruhi vagina dan serviks dan menghasilkan warna ungu yang
khas dari tanda Chadwick. Volume sekresi serviks yang cukup tinggi selama
kehamilan membentuk sekresi putih yang agak kental dan mempunyai pH yang
bersifat asam. Kehamilan berhubungan dengan peningkatan risiko kandidiasis
vulvovaginal, terutama selama trimester kedua dan ketiga. Tingkat infeksi yang
lebih tinggi dapat berasal dari perubahan hormon dan imunologis serta cadangan
glikogen vagina yang lebih besar. Dinding vagina mengalami perubahan yang
signifikan dalam persiapan untuk distensi saat proses persalinan. Perubahan ini
meliputi penebalan epitel yang cukup, kelonggaran jaringan ikat, dan hipertrofi sel
otot polos.7
Terdapat peningkatan signifikan dalam permintaan oksigen selama
kehamilan yang normal. Hal ini disebabkan oleh peningkatan 15% dalam laju
metabolisme dan peningkatan 20% dalam konsumsi oksigen. Terdapat
peningkatan 40-50% dalam ventilasi per menit terutama disebabkan oleh
peningkatan volume tidal. Hiperventilasi maternal ini menyebabkan peningkatan
pO2 arteri dan penurunan pCO2 arteri, dengan penurunan kompensasi bikarbonat
serum menjadi 18-22 mmol/l. Pada kehamilan, kondisi alkalosis respiratorik dapat
sepenuhnya terkompensasi.5
Pada kehamilan denyut jantung meningkat sebesar 10-15 denyut per menit
yang menyebabkan curah jantung mulai meningkat. Stroke volume jantung
meningkat sedikit lebih lambat pada trimester pertama. Kedua faktor tersebut
mendorong peningkatan curah jantung sebesar 35-40% pada kehamilan pertama
dan sekitar 50% pada kehamilan selanjutnya. Peningkatan curah jantung dapat
meningkat sekitar sepertiga lagi saat persalinan.6
6

2.1.2 Perubahan Biopsikososial pada Kehamilan


Kehamilan dianggap sebagai fenomena biopsikososial yang kompleks
dimana perubahan somatik disertai dengan perubahan karakter psikologis dan
interaksi yang berubah dengan lingkungan sosial. Trimester pertama didominasi
oleh keinginan makanan, mual, dan muntah karena keterikatan janin di dalam
rahim. Pada trimester kedua gejala anal menjadi lebih menonjol pada wanita
hamil. Gejala ketakutan dominan terjadi pada trimester ketiga yang ditandai
dengan ketakutan wanita yang meningkat bahwa dia atau bayinya mungkin
meninggal. Fluktuasi emosional yang lebih tinggi pada wanita hamil dapat
memicu tren cemas dengan ketakutan fobia dan obsesif-kompulsif.8
Setiap kehamilan disertai dengan perubahan emosional, psikologis, dan
kognitif. Buckwalter et al. mengamati perubahan seiringan tertentu dalam kognisi
dan suasana hati pada wanita hamil. Selama kehamilan terjadi perubahan dalam
suasana hati dan defisit dalam fungsi pembelajaran verbal mungkin terjadi. Pada
sebagian besar wanita kehamilan mempengaruhi sikap mereka terhadap diri
mereka sendiri, seluruh lingkungan, dan kehidupan masa depan mereka.8
Dalam aspek psikologis kehamilan dapat dipahami sebagai keadaan di
mana tubuh dan jiwa "membawa beban", keadaan yang secara bergantian
meredakan dan mempertahankan ketegangan psikis. Ketegangan disebabkan baik
secara sadar maupun tidak sadar oleh ketakutan kehilangan identitas pribadi,
perasaan ketidakpastian dan kesepian, ketakutan kehilangan anak, atau persalinan.
Istilah tokophobia terkait dengan keadaan kecemasan tertentu dengan
penghindaran fobia terhadap kehamilan.8
Tokophobia primer terjadi karena adanya permasalahan pada saat remaja
sedangkan yang tokophobia sekunder diakibatkan oleh persalinan yang traumatik.
Wanita hamil dengan tokophobia lebih sering menderita hiperemesis gravidarum.
Karakteristik wanita dengan tokophobia meliputi penolakan kehamilan,
ketidakmampuan untuk menjalin ikatan emosional dengan janin, ketakutan intens
terhadap persalinan yang akan datang, dan depresi pasca persalinan. Beberapa
wanita dengan tokophobia sering memerlukan sterilisasi atau vasektomi pada
7

pasangan mereka karena ketakutan yang sangat besar terhadap kehamilan. Mereka
juga berisiko mengalami post traumatic stress disorder yang lebih tinggi.8

2.2. Perkawaninan Sedarah (Incest)


2.2.1. Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hubungan seksual
sedarah (incest) merujuk pada hubungan seksual atau perkawinan antara dua
individu yang memiliki hubungan keluarga dekat dan dianggap melanggar norma,
hukum, atau agama.3 Istilah "incest" sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu
"incestus" atau "incestum", yang berarti "tidak suci". Incest termasuk berbagai
perilaku seksual dengan berbagai pola, variasi, penyebab, jenis, hubungan, dan
efek. Incest saudara kandung terjadi ketika saudara kandung laki-laki dan
perempuan atau saudara kandung dengan jenis kelamin yang sama melakukan
tindakan yang tidak semestinya, seperti cumbuan, sentuhan atau kontak seksual
yang tidak pantas, masturbasi, tindakan pornografi, seks oral, seks anal, penetrasi
digital, dan hubungan seksual.9

2.2.2 Epidemiologi
Belum ada data resmi mengenai jumlah kasus incest di dunia. Meskipun
beberapa studi telah memperkirakan terdapat 4% kasus incest dalam populasi
umum.1 Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan tahun 2020 dilaporkan terdapat 215 kasus incest di Indonesia.
Walaupun sedikit menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar
822 kasus.4
Data akurat tentang jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan
khususnya incest memang belum tersedia secara akurat, karena jumlah laporan
kasus incest terhadap perempuan tidak setinggi jumlah kasus yang sebenarnya.
Penyebabnya karena perempuan korban incest seringkali takut untuk melapor.
Stigma negatif dari masyarakat, seperti anggapan bahwa perempuan yang pernah
mengalami kekerasan seksual merupakan aib dan seringkali mereka menyalahkan
dan meyakini bahwa korban adalah penyebab dari incest tersebut, sehingga
korban incest tidak melapor.4
8

2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi hubungan seksual sedarah (incest) adalah sebagai berikut:10
a. Parental incest, yaitu hubungan seksual sedarah antara orang tua dan anak
kandung maupun tiri. Klasifikasi ini merupakan hubungan seksual sedarah
yang dilakukan oleh keluarga inti. Orang tua dan anak yang terjebak ke dalam
hubungan semacam ini akan mengalami “learned helplessness” dan menjadi
submisif (penurut). Sehingga, seiring berjalannya waktu, korban hubungan
seksual sedarah cenderung memilih untuk bertahan menghadapi hasrat
seksual dari orang tua dan tidak mampu menolak atau meninggalkan
perbuatan tersebut dengan alasan bahwa keluarga inti yang melakukannya.10
b. Sibling incest, yaitu hubungan seksual sedarah antara saudara kandung
maupun tiri (kakak atau adik laki-laki). Fase hubungan seksual sedarah
seperti ini masih dapat dicegah ataupun dihindari dengan dukungan dari
orang tua, sehingga dampak yang ditimbulkan berbeda dengan hubungan
parental incest.10
c. Family incest, yaitu hubungan seksual yang dilakukan oleh kerabat dekat, di
mana orang-orang tersebut mempunyai hubungan kekerabatan terhadap anak
dan masih mempunyai hubungan sedarah, baik garis keturunan lurus ke
bawah, ke atas, maupun menyamping, misalnya paman, bibi, kakek, nenek,
keponakan, sepupu, saudara kakek-nenek. Penyalahgunaan kekuasaan
tersebut mengakibatkan pelaku hubungan seksual sedarah lebih merasa
berkuasa untuk melakukan pelecehan seksual kepada korban, bahkan bisa
mengakibatkan kepada kekerasan seksual.10

2.2.4 Faktor Penyebab


a. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor penyebab yang terdapat pada individu
pelaku hubungan seksual sedarah (incest), yaitu:11
1. Jenis kelamin
9

Pada faktor ini, terdapat ketidaksetaraan antara kedudukan laki-laki


dan perempuan, di mana laki-laki dianggap lebih berkuasa daripada
perempuan. Ketidaksetaraan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya
hubungan seksual sedarah (incest), karena masyarakat masih
menjunjung budaya patriarki yang menganggap laki-laki sebagai
makhluk yang lebih kuat daripada perempuan. Hal ini menyebabkan
perempuan menjadi objek dari berbagai perlakuan yang tidak selalu
didasari oleh norma atau hukum yang ada, baik dari segi agama maupun
sosial.11
2. Pendidikan
Pendidikan yang rendah dapat memicu pelaku untuk melakukan
hubungan seksual sedarah (incest), dikarenakan mereka tidak berpikir
panjang akan dampak negatif kedepannya. Hal ini disebabkan karena
tidak berkembangnya pola berpikir logis dan hanya memikirkan
kepuasan semata. Oleh karena itu, pendidikan dianggap penting dalam
kehidupan bermasyarakat.3
3. Ekonomi
Faktor lain yang berkontribusi memicu terjadinya hubungan
seksual sedarah (incest) adalah tingkat ekonomi rendah. Ekonomi yang
rendah erat kaitannya dengan akses terhadap pendidikan.3
4. Psikologi
Gangguan psikologi merupakan salah satu penyebab terjadinya
incest. Beberapa jenis gangguan mental seperti dorongan seksual yang
berlebihan dan kepribadian yang tidak normal seperti anti sosial atau
kesulitan bergaul, dapat membuat individu bergantung pada anggota
keluarga sebagai teman sehari-harinya. Kondisi ini dapat menghambat
kemampuan individu untuk menyalurkan hasrat seksualnya dan
akhirnya berdampak pada anggota keluarganya sendiri sebagai
pelampiasannya.11
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu
pelaku hubungan seksual sedarah (incest), yaitu:11
10

1. Lingkungan sosial
Pengaruh lingkungan sosial memengaruhi tumbuh kembang
individu. Jika individu tumbuh dalam lingkungan sosial yang keras,
pergaulan bebas, dan kriminal, maka ia berisiko melakukan tindakan
hubungan seksual sedarah (incest). Hal ini dikarenakan perilaku
seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya.
2. Media sosial
Perkembangan media sosial yang pesat dapat membuat individu
dengan mudah mengakses apapun yang mereka inginkan termasuk
konten pornografi. Hal tersebut yang dapat mendorong seseorang untuk
melakukan hubungan seksual.
3. Alkohol
Minum minuman beralkohol dapat menyebabkan penurunan
kesadaran. Bagi seseorang yang mempunyai gangguan orientasi
seksual, meminum alkohol yang melampaui batas dapat menyebabkan
ketidakmampuan dalam menahan dorongan seksual bahkan dapat
melakukan hubungan seksual sedarah (incest).

2.2.5 Psikodinamika keluarga incest


Sibling incest biasanya terjadi pada keluarga yang tidak memperhatikan
dan melindungi anggota keluarganya. Peneliti menggambarkan beberapa
karakteristik pada 3 area kehidupan keluarga dimana sibling incest sering terjadi:10
1. Sistem Organisasi Keluarga
Incest terjadi pada keluarga dengan karakteristik: ayah yang dominan,
seorang ibu yang pasif, atau orang tua yang tidak memberikan
kenyamanan secara emosional dan adanya lingkungan disekitar rumah
yang kacau
2. Ketidakhadiran baik secara fisik dan tidak ada ikatan emosional orang tua.
Dalam hal ini orang tua tidak melakukan pengawasan kegiatan anak-
anak saat bekerja, adanya penyalahgunaan zat dan orang tua yang lalai
dalam mengawasi anak-anaknya. Ayah pada keluarga dengan ada
11

hubungan seksual antar keluarga dianggap tidak “hadir”, berlaku kasar


atau secara umum tidak dekat dengan keluarganya.
3. Suasana dalam keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat menimbulkan rangsangan “seksual”. Suasana seperti ini dibagi
menjadi 3 kategori:10
a. Perilaku seksual yang terbuka diantara anggota keluarga. Yang
termasuk perilaku ini adalah pernah terpapar terhadap hal-hal yang
berbau pornografi, nudity atau aktifitas seksual antara orangtua atau
kepada anak-anak. Worling 1995 mengatakan bahwa pelaku sibling
incest biasanya pernah terpapar oleh unsur pornografi sebelumnya,
keluarga yang gemar berpakaian terbuka, dan pernah melihat
orangtuanya berhubungan intim.
b. Perilaku seksual yang kaku dan kurangnya informasi atau diskusi
tentang hal-hal yang berhubungan dengan topik seksual didalam
keluarga. Perilaku seksual yang kaku tersebut menyebabkan seksual
itu sesuatu hal yang dianggap “kotor” dan tabu sehingga tidak layak
untuk didiskusikan dalam keluarga.
c. Perilaku dengan pesan seksual yang tidak konsisten. Perilaku ini tanpa
sadar seringkali dilakukan oleh ibu, seperti seorang ibu yang berjalan-
jalan tanpa busana atau berpakaian minim di depan anak-anaknya,
namun berdasarkan hasil diskusi keluarga perilaku seksual yang
terbuka adalah sesuatu yang tabu.

2.2.6 Dampak
Dari berbagai peristiwa hubungan sedarah yang sering terjadi,
menunjukkan betapa menderitanya perempuan korban hubungan sedarah. Rasa
takut akan ancaman pelaku membuat perempuan tidak bisa menolak diperkosa
oleh ayah, kakek, paman, atau saudara kandung. Sangat sulit bagi mereka untuk
keluar dari kekerasan berlapis-lapis itu karena mereka sangat tergantung hidupnya
pada pelaku dan masih berfikir tidak mau membuka aib laki-laki yang pada
dasarnya disayanginya dan seharusnya menjadi pelindungnya. Akibatnya mereka
mengalami trauma seumur hidup dan gangguan kejiwaan.10,12
12

Dampak hubungan seksual sedarah (incest) memiliki risiko yang patut


dipertimbangkan dari segi medis, seperti kerusakan pada organ reproduksi dan
risiko penularan penyakit menular seksual. Selain itu, baik korban maupun pelaku
akan mengalami stres yang dapat merusak kesehatan mental mereka. Dampak lain
dari hubungan seksual sedarah (incest) adalah kemungkinan menghasilkan
keturunan yang membawa gen homozigot resesif lebih banyak (individu yang
kromosomnya memiliki gen-gen identik pada sepasang atau serangkaian alel/gen
yang berada pada kromosom yang sama, tetapi memiliki sifat yang bervariasi
karena mutasi pada gen asli, kemudian gen tersebut tertutupi oleh gen dominan
sehingga tidak mampu mengekspresikan sifatnya). Hal ini dapat menyebabkan
kematian pada bayi, seperti fatal anemia, gangguan penglihatan pada anak usia 4-
7 tahun yang dapat menyebabkan kebutaan, albino, kecacatan jantung, dan bahkan
kematian. Kelemahan genetik lebih mungkin terjadi dan riwayat genetik yang
buruk akan semakin dominan dan sering muncul ketika lahir dari orang tua yang
memiliki kedekatan keturunan.13,14

2.2.7 Komplikasi
Salah satu komplikasi berat yang dapat terjadi akibat hubungan seksual
sedarah adalah kehamilan sedarah. Kehamilan sedarah dapat menimbulkan
beragam risiko komplikasi pada janin antara lain, kelainan genetik dan penyakit
onset lambat (penyakit mendelian, stroke, kanker, uni/bipolar depression,
hipertensi, asma, gout, ulkus peptik) dan bahkan kematian. Mekanisme yang
mendasari terjadinya penyakit onset lambat pada kehamilan sedarah adalah
peningkatan homozigositas pada lokus dan yang menyebabkan akumulasi efek
merugikan pada jalur homeostatis, yang secara kumulatif akan meningkatkan
risiko penyakit onset lambat. Hal ini sejalan dengan studi hewan coba Jiminez dkk
yang menemukan bahwa penurunan kelangsungan hidup dan responsif yang
ditemukan pada hewan coba lebih besar di habitat alami daripada di lingkungan
laboratorium yang terkontrol.15
Selain itu, studi lain menunjukkan bahwa kehamilan sedarah dapat
menyebabkan aborsi spontan. Peningkatan homozigositas memiliki efek
merugikan pada perkembangan janin dan kelangsungan hidup janin. Diperkirakan
13

hal ini disebabkan oleh peningkatan berbagi human leukocyte antigen (HLA) atau
disebabkan oleh HLA-recessive genes yang mengganggu perkembangan embrio
normal. Namun, mekanisme pasti hal tersebut belum jelas.16

2.2.8 Prinsip Pemeriksaan Korban Incest


Secara umum tujuan pemeriksaan korban kekerasan seksual adalah untuk:10
a. Melakukan identifikasi, termasuk memperkirakan usia korban
b. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan dan waktu terjadinya
c. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan, termasuk tanda intoksikasi
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA)
d. Menentukan pantas/tidaknya korban untuk dinikahkan, termasuk tingkat
perkembangan seksual
e. Membantu identifikasi pelaku.

Langkah-langkah pemeriksaan diantaranya:10


a. Wawancara yang meliputi: proses wawancara, isi wawancara.
b. Pemeriksaan fisik, menggunakan prinsip from “had-to-toe”.
c. Pemeriksaan laboratorium, curiga adanya STD atau korban diduga hamil
d. Pemeriksaan pada pelaku mengamati apakah mereka jujur, denial,
substance abuse, empati atau terdapat motivasi untuk berubah ini penting
untuk pelaku, korban maupun keluarga.

2.2.9 Aspek Biopsikokultural


Teori-teori dari bidang psikologi, sosial, dan psikiatri telah memperluas
pemahaman mengenai konsep incest, yang merupakan pelanggaran tabu dalam
masyarakat yang melarang hubungan seksual antara anggota keluarga inti (kecuali
suami istri) dan bisa melibatkan anggota keluarga lain dengan derajat kekerabatan
yang berbeda-beda, baik itu secara biologis maupun hanya berdasarkan
kekerabatan saja.17,18
Kekerasan seksual seringkali menimpa remaja perempuan. Kasus-kasus
incest seringkali terjadi dalam masyarakat yang didominasi oleh budaya patriarki.
Meskipun kekerasan seksual dapat terjadi pada wanita di semua tahap
kehidupannya, incest lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Ini dapat
14

mengakibatkan konsekuensi yang lebih buruk karena kekerasan ini mempengaruhi


individu pada masa perubahan psikososial yang signifikan. Meskipun incest dapat
menyebabkan banyak cedera medis, korban pada usia reproduksi seringkali
menghadapi masalah kehamilan. Pada kasus-kasus ini, remaja seringkali
mempertahankan hubungan yang erat dengan pelaku, yang berbeda dengan
kehamilan akibat kekerasan seksual oleh pelaku yang tidak dikenal.19
Hubungan incest dapat mengganggu kehamilan karena peran pelaku
kekerasan. Pencarian layanan kesehatan yang tertunda sering terjadi ketika
kehamilan disebabkan oleh kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku yang
dikenal atau dalam keluarga. Oleh karena itu, kita bisa berasumsi bahwa dalam
kasus kehamilan incest, kedekatan dengan pelaku kekerasan dapat menghambat
atau menunda pengungkapan kekerasan dan kehamilan, sehingga mempengaruhi
kesuksesan remaja dalam memperoleh bantuan. Dalam situasi incest, hubungan
dekat dengan pelaku kekerasan bisa menjadi faktor yang menghambat komunikasi
mengenai kekerasan seksual kepada pihak berwenang, terutama karena kebutuhan
untuk menjaga "rahasia keluarga" dan menghindari pertanggungjawaban pelaku.20
Menghadapi pelecehan seksual khususnya incest merupakan masalah yang
sangat sulit untuk dihadapi. Korban incest biasanya tidak dapat melaporkan
peristiwa tersebut karena merasa bersalah, malu, takut, dan banyak alasan lainnya.
Mereka sering menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah karena membiarkan
incest terjadi. Meskipun keluarga mengetahui tentang pelecehan tersebut, dalam
kebanyakan kasus keluarga lebih memilih menjaga situasi tersebut sebagai
rahasia.21
Pada kasus kekerasan seksual yang terjadi di luar hubungan keluarga
biasanya laporan korban dianggap lebih kredibel. Hal tersebut berbeda apabila
pelakunya kerabat dari korban. Keharmonisan dalam keluarga yang dijaga dengan
baik dapat terancam apabila kasus ini terungkap. Kondisi tersebut mengakibatkan
lingkungan masyarakat menjadi tempat yang tidak aman bagi remaja dan pelaku
incest akan mendapatkan manfaat dari tabu sosial mengenai incest. Kejahatan
seksual ini tidak terlihat oleh masyarakat maupun organisasi perlindungan sipil.22
Dalam aspek psikososial dari incest ditemukan bahwa prevalensi
intimidasi terhadap remaja lebih tinggi. Hal ini dapat berbeda tergantung kondisi
15

kerentanan masing-masing individu. Dalam kasus incest usia remaja di bawah 14


tahun terlihat lebih rentan dan lebih sering terjadi. Fenomena tersebut
menunjukkan adanya dinamika keluarga dan ketidakmampuan fisik dan psikis
korban untuk memberikan perlawanan. Persetujuan atau kesepakatan remaja
dalam situasi ini mencerminkan kerentanan emosional dan psikologis mereka.
Persetujuan tersebut bahkan dapat dipertanyakan pada wanita dewasa karena
pelaksanaan keinginan incest mencerminkan kurangnya struktur mental.23
Korban incest dilaporkan mengalami beberapa masalah emosional,
perilaku, medis, dan psikiatri. Penelitian menunjukkan bahwa masalah psikiatri
terjadi pada 72,1% korban incest. Gangguan psikiatri yang dapat terjadi pada
korban incest antara lain post traumatic stress disorder (PTSD), kecemasan, dan
gangguan depresi. Kasus PTSD terdeteksi pada 66,7% korban incest ayah-anak
perempuan. Selain itu, korban sebagian besar berusia di bawah 18 tahun dan tidak
melek huruf atau lulusan sekolah dasar. Temuan ini mungkin juga telah
berkontribusi terhadap terjadinya pelecehan seksual dan memiliki lebih banyak
masalah psikologis.21
Penelitian membuktikan bahwa anak perempuan yang disalahgunakan
secara seksual oleh ayah mereka melaporkan tingkat harga diri yang lebih rendah
tentang status intelektual dan sekolah mereka. Dalam penelitian tersebut, ibu dari
korban kasus incest melaporkan bahwa anak perempuan mereka memiliki lebih
banyak masalah perilaku, dan keluarga yang mengalami incest memiliki lebih
banyak konflik sehari-harinya.21
Studi yang dilakukan oleh Middleton menemukan bahwa kasus incest
jangka panjang seringkali mengakibatkan kehamilan. Kami menemukan
kehamilan yang tidak diinginkan pada 7% kasus. Kasus incest biasanya muncul
melalui kehamilan yang tidak diinginkan setelah lama terjadinya pelecehan.
Temuan ini juga mengarah pada penurunan kesehatan fisik dan mental korban
incest.24
Keputusan untuk menggugurkan kehamilan hasil dari incest merupakan
masalah yang rumit bagi remaja dan keluarganya. Setiap keputusan yang diambil
dipengaruhi oleh faktor budaya, agama, dan hukum yang sangat berbeda di setiap
komunitas atau masyarakat. Ramakuela et al. menunjukkan bahwa di Afrika
16

Selatan incest sangat memengaruhi keputusan remaja untuk melakukan aborsi


karena diyakini bahwa menjaga kehamilan yang dihasilkan dari incest akan
mengutuk keluarga dan menyebabkan perpecahan.25
Kehamilan incest dapat menyebabkan risiko kesehatan yang lebih tinggi
dibandingkan kehamilan konvensional. Risiko terjadinya cacat lahir dan penyakit
genetik meningkat karena adanya kesamaan genetik antara kedua orang tua yang
melakukan hubungan seksual. Banyak penelitian menunjukkan peran signifikan
dari stres maternal prenatal dalam terjadinya kelahiran prematur dan berat bayi
yang rendah. Stres maternal juga berperan penting dalam munculnya hipertensi
yang terinduksi kehamilan. Kehamilan yang mempunyai tingkat stres yang tinggi
mempunyai risiko psikologis yang biasanya dikomplikasikan dengan beberapa
gejala somatik seperti mual dan muntah yang intens, hipertensi yang diinduksi,
keguguran, dan kelahiran prematur.8
Studi tentang psikologi prenatal menunjukkan bahwa stres dan status
emosional wanita selama kehamilan dapat memiliki konsekuensi yang signifikan
bagi status janin. Dikatakan bahwa ketegangan, kecemasan, dan episode depresi
dapat memiliki efek yang tidak menguntungkan pada perkembangan psikis anak
selanjutnya. Oleh karena itu, perempuan yang mengalami kehamilan incest perlu
mendapatkan perawatan prenatal yang tepat dan teratur dari tenaga medis yang
berpengalaman dan ahli.25

2.2.10 Upaya Penanggulangan


Upaya preventif atau pencegahan sebelum terjadinya kasus incest sangat
diperlukan, karena pada dasarnya lebih baik mencegah sebelum hal yang buruk
terjadi daripada harus menata dan memperbaiki sesuatu yang telah mengalami
kerusakan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan
terhadap terjadinya kasus incest, yaitu:26
a. Meningkatkan pemahaman tentang agama
Semua hal diatas beruplang pada kemampuan memahami dan melaksanakan
ajaran agama. Penanaman nilai-nilai agama sejak dini akan sangat
membantu proses pencegahan incest. Ajaran agama selalu menanamkan
kasih saying, welas asih, kesabaran, dan ketaatan maka bila tiap individu
17

dibekali ajaran agama seutuhnya, tidak aka nada lagi penyelewengan-


penyelewengan tingkah laku.
b. Memperbaiki masalah ekonomi
Masalah ekonomi seperti yang telah disebutkan dalam faktor penyebab
incest memang merupakan faktor utama dalam terjadinta kasus incest.
Sebab dalam islam, tindakan incest dapat menimbulkan dampak besar
berupa pencemaran kelamin dan pencemaran nasab keturunan.
c. Menyediakan tempat tinggal yang layak
Masalah tempat tinggal atau rumah yang layak ini juga perlu dikedepankan.
Dengan tersedianya tempat tinggal yang layak huni bagi anggota kelaurga,
akan dapat menjadi pencegah sebelum terjadinya incest. Rumah hunian
yang layak disini, dimaksudkan adalah adanya perbedaan kamar tidur bagi
anggota keluarga. Idealnya sebuah hunian memiliki tiga kamar tidur, satu
kamar tidur untuk orangtua, satu kamar tidur untuk anak laki-laki, satu
kamar tidur untuk anak perempuan.
d. Jangan terlalu dekat dengan lawan jenis
Bagi anak haruslah diupayakan untuk tidak terlalu dekat dengan lawan jenis,
terlebih dengan keluarga dekat sebab pelaku incest adalah orang dekat
korban bisa ayah kandung, ayah tiri, paman, kakek, abang. Jadi, sebaiknya
demi keamanan anak atau kaum perempuan sudah sepantasnya adalah
pengawasan yang ketat bagi orang lain (laki-laki) yang masuk ke kamar.
Jangan sampai orang lain itu demikian bebasnya keluar masuk kamar tidur
anak perempuan
Upaya represif yang dapat dilakukan bila kasus incest telah terjadi
terhadap anak perempuan adalah terapi atau konseling. Terapi atau konseling
sangat dibutuhkan, akrena menurut tinjauan psikologi, tindakan incest sangat
berdampak terhadap mental seorang anak, bentuk terapi ini adalah:26
a. Terapi individu
Terapi individu dilakukan baik terhadap anak sebagai korban incest, ibu,
dan ayah sebagi pelaku. Di dalam terapi individu, anak sebagai korban
perilaku incest dapat mengungkapkan kemarahannya akibat perilaku incest
18

pelaku kepada terapis. Tugas utama terapis dalam terapi individu anak
adalah:
1. Meyakinkan korban bahwa keamanannya terjamin setelah ia
mengungkapkan perilaku incest dengan pelaku.
2. Meyakinkan kembali pasien bahwa perilaku incest bukan kesalahannya.
3. Membangun kembali kemampuan pasien untuk dapat percaya kepada
orang lain.
b. Terapi berkelompok
Terapi ini berguna untuk membantu korban dalam mengatasi rasa malu
karena keyakinan bahwa dirinya tercemar dan merasa berbeda dengan
lainnya. Ikatan dalam kelompok mengembangkan rasa kebersamaan dalam
menghadapi rahasia, ketakutan, dan rasa putus asa. Korban incest dapat
belajar dari kelompok bahwa mereka tidak sendirian dalam penderitaan
akibat incest, dan mulai menolak perasaanya ia harus bertanggung jawab
untuk perilaku incest ayahnya atau pelaku lainnya.
c. Terapi keluarga
Terapi keluarga berguna dalam usaha untuk mengembangkan keluarga
sebagai kesatuan fungsional dan mengembangkan atau menumbuhkan
peranan dalam keluarga yang lebuh sehat untuk setiap anggotanya. Kontrol
eksternal yang didapatkan dari terapis dapat membantu mencegah perilaku
incest. Semenatra individu yang terlibat belajar untuk mengembangkan
kemampuannya menahan diri dengan menggunakan cara yang lebih serasi
dan dapat diterima masyarakat dalam memuaskan kebutuhannya.
d. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dapat berupa penggunaan antidepressan pada korban
incest untuk mengatasi gangguan stress pasca traumatik, walaupun
penggunaan antidepresan masih kontroversial pada kasus ini. Obat yang
biasa diberikan antara lain, Lithium, Camcolit, dan β-blocker (propranolol,
klonidin, dan karbamazepin).

2.2.11 Aspek Hukum Kehamilan Incest


Aborsi adalah terminasi kehamilan sebelum keberhasilan janin sebelum 20
minggu kehamilan yang dapat terjadi baik secara spontan maupun diinduksi
19

dalam beberapa keadaan tertentu. Aborsi yang diinduksi adalah pengakhiran


kehamilan dengan melakukan langkah-langkah yang disengaja untuk
mengeluarkan atau menggugurkan embrio atau janin. Aborsi yang diinduksi
biasanya dilakukan ketika ada alasan yang kuat untuk mengakhiri kehamilan.27,28
Incest merupakan salah satu kasus pemerkosaan yang dipertimbangkan
untuk melakukan aborsi namun pada beberapa negara tindakan tersebut tidak
mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pihak terkait. Pengakuan wanita hamil
akibat incest seringkali diragukan kebenaran pendapatnya untuk melakukan aborsi
sehingga diperlukan ahli seperti polisi atau dokter untuk memvalidasi pernyataan
seorang korban yang seharusnya dilindungi baik segi fisik dan psikisnya. Hal
tersebut menyebabkan 80% wanita dan anak perempuan memilih untuk tidak
melaporkan kehamilannya dan menyalahkan diri sendiri.29
Dari 72 negara yang memiliki kasus pemerkosaan, sebanyak 45 negara
(63%) mengizinkan aborsi jika kehamilan tersebut adalah hasil dari incest.
Terdapat dua negara (Bulgaria dan Selandia Baru) yang tidak menyebutkan secara
eksplisit dalam hukum mereka mengenai aturan dalam kasus pemerkosaan namun
mengizinkan atau memperbolehkan aborsi jika kehamilan tersebut adalah hasil
dari incest. Rentang usia kehamilan ini bervariasi antara 8 hingga 28 minggu
dengan rata-rata usia kehamilan 20 minggu.30
Pada abad ke-20, pemerintah mulai menyadari bahaya dari aborsi yang
tidak aman dan melonggarkan hukum aborsi dengan mengeluarkan hukum baru
terkait aborsi. Terdapat tiga kategori umum aborsi diizinkan pada beberapa
negara, yaitu:
1. Aborsi atas permintaan tanpa persyaratan justifikasi;
2. Berdasarkan dasar hukum umum dan indikasi terkait (selanjutnya disebut
sebagai dasar hukum); atau
3. Berdasarkan indikasi tambahan yang tidak setara dengan satu dasar hukum
tunggal namun bisa ditafsirkan di bawah beberapa dasar hukum.
Dasar hukum umum meliputi aborsi yaitu untuk menyelamatkan nyawa
wanita, untuk mempertahankan kesehatan wanita, dalam kasus pemerkosaan,
incest, kecacatan janin, dan alasan ekonomi atau sosial. Regulasi aborsi dapat
20

terjadi dalam konteks hukum di luar ranah pidana meliputi undang-undang


kesehatan reproduksi, undang-undang kesehatan umum, dan kode etik medis.30,31
21

BAB III
LAPORAN KASUS

1. Anamnesis
Nn. F, 13 tahun, G1P0000, Tionghoa, Kristen, SMP, Siswi, Belum Menikah.
Pasien merupakan pasien rawat jalan Poliklinik Ibu Hamil RSUP H. Adam Malik
Medan, datang pada tanggal 24 May 2023 dengan :
Keluhan Utama : Antenatal Care
Telaah : Riwayat nyeri perut bawah (-). Riwayat mules-mules
mau melahirkan (-). Riwayat keluar air-air dari kemaluan
(-), Riwayat keluar lendir darah (-). riwayat keputihan
(-), mual dan muntah (-). Riwayat demam, sesak, batuk
(-). BAK dan BAB dalam batas normal. Pasien ini
merupakan pasien rujukan dari RS Luar dengan diagnosa
PG + KDR (16-18) mgg + kehamilan inses. Pasien
mengaku dihamili oleh adik kandung laki-laki yang
duduk di sekolah dasar kelas 6 sebanyak lebih dari 5 kali.
Riwayat dipaksa untuk melakukan hubungan seksual (-).
Riwayat penyakit psikiatri (-). Riwayat perkawinan
sedarah lain di keluarga (-). Pasien mengaku melakukan
hubungan seksual dengan adik kandung laki-laki akibat
rasa penasaran setelah menonton konten pornografi yang
terdapat pada handphone ayah kandung. Pasien dan
pelaku kesehariannya diasuh oleh nenek kandung akibat
kedua orang tua yang bekerja sampai malam.
RPT :-
RPO :-
Riwayat operasi :-
HPHT : ??/??/2022
TTP : ??/??/2023
ANC : SpOG 3x
22

Riwayat Persalinan :
1. Hamil Ini

2. Pemeriksaan Umum
Status Presents
Sens. : Compos Mentis Anemis (-)
TD : 110/75 mmHg Ikterus (-)
HR : 84 x/i Dyspnoe (-)
RR : 18 x/i Cyanosis (-)
Temp. : 36,50C Oedem (-)
Keadaan Umum : Normal BB : 47 kg
Keadaan Penyakit : Sedang TB : 143 cm
Status Nutrisi : Normal LLA : 23.5 cm

Pemeriksaan Fisik:
Kepala : Palpebra konjungtiva inferior anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar Tiroid (-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Thorax : Suara Pernafasan : Vesikular (+/+)
Suara Tambahan : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Pada Status Obstetrikus
Extremitas : Dalam batas normal, edema (-/-)

Pemeriksaan Obstetrikus:
Abdomen : Membesar asimetris
Tinggi Fundus Uteri : 2 jari diatas umbilicus
Teregang : Kanan
Terbawah : Kepala
HIS : (-)
DJJ : 150 x/i
Pergerakan janin : (+)
23

Inspekulo dan VT:


VT : Tidak dilakukan pemeriksaan

2. USG Transabdominal (24 May 2023)


24

USG Transabdominal (24 May 2023):


 Janin tunggal, Intrauterine, Presentasi Kepala, Anak Hidup
 Gerakan janin (+), DJJ (+) 150 x/menit
 BPD : 73.2 mm
 HC : 276.8 mm
 AC : 255.9 mm
 TCD : 39.6 mm
 FL : 57.7 mm
 Rasio S/D : 2.22
 EFW : 1486 gr
 MVP : 45.7 mm
 Placenta Fundal Posterior gr II

Kesimpulan : KDR (30) mgg + Presentasi Kepala + Anak Hidup


25

3. Diagnosis
PG + KDR (30) mgg + Presentasi Kepala + Anak Hidup + Incest

4. Tatalaksana
• SF tab 2 x 325 mg
• Asam Folat 2 x 400 mcg

5. Rencana
• ANC 1 bulan lagi
26

BAB IV
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
Kehamilan adalah kondisi dimana produk Pada kasus ini pasien tidak
konsepsi yang telah ditanamkan dan mengetahui hari pertama haid
berkembang di dalam rahim atau di tempat terakhir dengan riwayat
lain dalam tubuh. Kehamilan dapat terjadi menstruasi didapati menarche
melalui hubungan seksual atau teknologi usia 12 tahun, dengan durasi 3-5
reproduksi terbantu. Kehamilan biasanya hari, siklus 28 hari, volume 2-3x
berlangsung sekitar 40 minggu sejak periode ganti pembalut/ hari. Pada saat
menstruasi terakhir (last menstrual period, ini setelah dilakukan
LMP) dan berakhir dengan persalinan. pemeriksaan USG diketahui
Kehamilan umumnya dibagi menjadi tiga pasien telah hamil usia 30
trimester. Trimester pertama dimulai dari minggu.
minggu pertama hingga minggu ke-12.
Trimester kedua dimulai dari minggu ke-13
hingga minggu ke-28. Sekitar pertengahan
trimester kedua, gerakan janin dapat
dirasakan. Trimester ketiga dimulai dari
minggu ke-29 hingga sekitar minggu ke-40
dan berakhir dengan persalinan (kelahiran)
Kehamilan dianggap sebagai fenomena Pada kasus ini pasien masih usia
biopsikososial yang kompleks dimana muda yaitu 13 tahun yang masih
perubahan somatik disertai dengan perubahan belum paham tentang konsep
karakter psikologis dan interaksi yang berubah kehamilan. Pasien ada
dengan lingkungan sosial. Setiap kehamilan kecenderungan rasa penolakan
disertai dengan perubahan emosional, terhadap kehamilannya. Pasien
psikologis, dan kognitif. Dalam aspek dan keluarga pasien sempat
psikologis kehamilan dapat dipahami sebagai berencana untuk mengakhiri
keadaan di mana tubuh dan jiwa "membawa kehamilan namun tidak dapat
beban", keadaan yang secara bergantian dilakukan karena pada saat
meredakan dan mempertahankan ketegangan pasien pertama kali terdiagnosa
psikis. Karakteristik wanita dengan hamil sudah pada usia
tokophobia (kecemasan tertentu dalam kehamilan 18 minggu.
kehamilan) meliputi penolakan kehamilan,
ketidakmampuan untuk menjalin ikatan
emosional dengan janin, ketakutan intens
terhadap persalinan yang akan datang, dan
depresi pasca persalinan. Mereka juga berisiko
mengalami post traumatic stress disorder
yang lebih tinggi.
27

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pada kasus ini dijumpai


(KBBI), hubungan seksual sedarah (incest) hubungan sedarah berupa
merujuk pada hubungan seksual atau sibling incest yaitu hubungan
perkawinan antara dua individu yang memiliki antara pasien yaitu wanita usia
hubungan keluarga dekat dan dianggap 13 tahun yang duduk di kelas 1
melanggar norma, hukum, atau agama. SMP dengan adik kandung laki-
Klasifikasi hubungan seksual sedarah (incest) laki yang berusia 11 tahun yang
adalah Parental incest, Sibling incest, Family duduk di kelas 6 SD.
incest.
Faktor penyebab hubungan seksual sedarah Pada kasus ini ditemukan faktor
(incest) dapat beruka faktor internal (jenis terjadi hubungan seksual
kelamin, pendidikan, ekonomi, psikologi) dan sedarah (incest) akibat faktor
faktor eksternal (lingkungan sosial, media internal yaitu kurangnya
sosial, alkohol). Karakteristik psikodinamika pengetahuan tentang hubungan
keluarga incest yaitu umumnya pada ayah seksual dimana pasien saat ini
yang dominan, seorang ibu yang pasif, atau masih duduk di kelas 1 SMP
orang tua yang tidak memberikan kenyamanan dan pelaku yang merupakan
secara emosional, ketidakhadiran baik secara adik kandugnya duduk di kelas
fisik dan tidak ada ikatan emosional orang tua, 6 SD. Faktor eksternal juga
suasana dalam keluarga yang secara langsung berpengaruh pada kasus ini
maupun tidak langsung dapat menimbulkan dimana pasien dan pelaku
rangsangan “seksual”. mempunyai riwayat menonton
konten pornografi dari
handphone ayah kandung
mereka.
27

BAB V
KESIMPULAN

Hubungan seksual sedarah (incest) merujuk pada hubungan seksual atau


perkawinan antara dua individu yang memiliki hubungan keluarga dekat dan
dianggap melanggar norma, hukum, atau agama. Incest saudara kandung terjadi
ketika saudara kandung laki-laki dan perempuan atau saudara kandung dengan
jenis kelamin yang sama melakukan tindakan yang tidak semestinya, seperti
cumbuan, sentuhan atau kontak seksual yang tidak pantas, masturbasi, tindakan
pornografi, seks oral, seks anal, penetrasi digital, dan hubungan seksual.
Pendidikan yang rendah dapat memicu pelaku untuk melakukan hubungan
seksual sedarah (incest), dikarenakan mereka tidak berpikir panjang akan dampak
negatif kedepannya. Perkembangan media sosial yang pesat dapat membuat
individu dengan mudah mengakses apapun yang mereka inginkan termasuk
konten pornografi. Hal tersebut yang dapat mendorong seseorang untuk
melakukan hubungan seksual. Pada kasus ini tindakan hubungan seksual sedarah
(incest) akibat pendidikan yang rendah pada usia muda yang belum paham
mengenai hubungan seksual dan adanya rasa ingin tahu setelah menonton konten
pornografi.
Psikodinamika keluarga hubungan sibling incest juga dipengaruhi oleh
Ketidakhadiran baik secara fisik dan tidak ada ikatan emosional orang tua. pelaku
sibling incest biasanya pernah terpapar oleh unsur pornografi sebelumnya,
keluarga yang gemar berpakaian terbuka, dan pernah melihat orangtuanya
berhubungan intim. Pada kasus ini kita jumpai kurangnya kehadiran orangtua
secara fisik dan emosional dalam mendidik anak terutama tentang pengetahuan
hubungan seksual.
Dampak hubungan seksual sedarah (incest) memiliki risiko yang patut
dipertimbangkan dari segi medis, seperti kerusakan pada organ reproduksi dan
risiko penularan penyakit menular seksual. Selain itu, baik korban maupun pelaku
akan mengalami stres yang dapat merusak kesehatan mental mereka. Dampak lain
dari hubungan seksual sedarah (incest) adalah kemungkinan menghasilkan
28

keturunan yang membawa gen homozigot resesif lebih banyak (individu yang
kromosomnya memiliki gen-gen identik pada sepasang atau serangkaian alel/gen
yang berada pada kromosom yang sama, tetapi memiliki sifat yang bervariasi
karena mutasi pada gen asli, kemudian gen tersebut tertutupi oleh gen dominan
sehingga tidak mampu mengekspresikan sifatnya). Hal ini dapat menyebabkan
kematian pada bayi, seperti fatal anemia, gangguan penglihatan pada anak usia 4-
7 tahun yang dapat menyebabkan kebutaan, albino, kecacatan jantung, dan bahkan
kematian. Kelemahan genetik lebih mungkin terjadi dan riwayat genetik yang
buruk akan semakin dominan dan sering muncul ketika lahir dari orang tua yang
memiliki kedekatan keturunan.
Keputusan untuk menggugurkan kehamilan hasil dari incest merupakan
masalah yang rumit bagi remaja dan keluarganya. Setiap keputusan yang diambil
dipengaruhi oleh faktor budaya, agama, dan hukum yang sangat berbeda di setiap
komunitas atau masyarakat. Pada kasus ini dijumpai keinginan mengakhiri
kehamilan oleh pasien dan keluarga pasien namun tidak dapat dilakukan karena
pada saat pasien dan keluarga pasien pertama kali mengetahui kehamilan pada
saat usia kehamilan 18 minggu.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Pascual ZN, Langaker MD. Physiology, Pregnancy. [Updated 2022 May


19]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559304/.
2. Obrowski M. Normal Pregnancy: A Clinical Review. Academic Journal of
Pediatrics & Neonatology. 2016. https://doi.org
/10.19080/AJPN.2016.01.555554.
3. Karbeyaz K, Toygar M, Çelikel A. Case of sibling incest resulting in
pregnancy. Egypt J Forensic Sci. 2016;6(4):550–2. doi:
10.1016/j.ejfs.2016.09.002.
4. Komnas Perempuan. Perempuan Dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan
Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan
Penanganan Ditengah Covid-19. Catahu 2021. 2021;138(9):1689–99.
5. Soma-Pillay P, Nelson-Piercy C, Tolppanen H, Mebazaa A. Physiological
changes in pregnancy. Cardiovasc J Afr. 2016;27(2):89-94.
doi:10.5830/CVJA-2016-021.
6. Pipkin FB. Maternal Physiology. In Dewhurst's Textbook of Obstetrics &
Gynaecology (eds D.K. Edmonds, C. Lees and T. Bourne). 2018.
https://doi.org/10.1002/9781119211457.ch1.
7. Maternal Physiology. In: Cunningham F, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe
JS, Hoffman BL, Casey BM, Spong CY. eds. Williams Obstetrics, 25e.
McGraw Hill; 2018. Accessed May 08, 2023.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=1918&sectionid=144754618.
8. Bjelica A, Cetkovic N, Trninic-Pjevic A, Mladenovic-Segedi L. The
phenomenon of pregnancy - a psychological view. Ginekol Pol.
2018;89(2):102-106. doi:10.5603/GP.a2018.0017.
30

9. Kemdikbud RI. Incest [Internet]. [cited 2023 May 9]. Available from:
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/incest.
10. Muhdi N. The Sibling Incest Management Focus on Family Therapy.
2016.
11. Zalzabella DC. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perkosaan Incest.
Indones J Crim Law Criminol. 2020;1(1):01–9.
12. Dogan M, Oruc M, Celbis O, Ozdemir B, Petekkaya S. Incest Relationship
between a Sister and Mentally Retarded Brother which Resulted in
Pregnancy and Birth: A Case Report. Med Sci | Int Med J. 2016;5(2):709.
13. Stechna SB. Childhood Pregnancy as a Result of Incest: A Case Report
and Literature Review with Suggested Management Strategies. J Pediatr
Adolesc Gynecol [Internet]. 2011;24(3):e83–6. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jpag.2010.11.010
14. Davis S. Incest and Genetic Disorder [Internet]. CPTSD Foundation. 2022.
Available from: https://cptsdfoundation.org/2022/04/18/incest-and-
genetic-disorders/#:~:text=Children of incest are in,in both parents can
cause.
15. Rudan I, Rudan D, Campbell H, Carothers A, Wright A, Smolej-Narancic
N, et al. Inbreeding and risk of late onset complex disease. J Med Genet.
2003;40(12):925–32.
16. Skryabin NA, Vasilyev SA, Nikitina T V, Zhigalina DI, Savchenko RR,
Babushkina NP, et al. Runs of homozygosity in spontaneous abortions
from families with recurrent pregnancy loss. Vavilovskii Zhurnal Genet
Selektsii. 2019;23(2):244–9.
17. Bessa MMM, Drezett J, Adami F, Araújo SDT, Bezerra IMP, Abreu LC.
Characterization of Adolescent Pregnancy and Legal Abortion in
Situations Involving Incest or Sexual Violence by an Unknown Aggressor.
Medicina (Kaunas). 2019;55(8):474. Published 2019 Aug 13.
doi:10.3390/medicina55080474.
18. Thornhill NW. An evolutionary analysis of rules regulating human
inbreeding and marriage. Behav. Brain Sci. 2011; 14: 247–261.
31

19. Eoin M, Mark S, Ask E, Philip H, Siobhan M, Jamie M. Prevalence and


predictors of Axis I disordersin a large sample of treatment-seeking
victims of sexual abuse and incest. Eur. J. Psychotraumatol. 2016;7:30686.
20. Hu MH, Huang GS, Huang JL, Wu CT, Chao AS, Lo FS, Wu HP. Clinical
characteristic and risk factors of recurrent sexual abuse and delayed
reported sexual abuse in childhood. Medicine 2018; 97: e0236.
21. Yildirim A, Ozer E, Bozkurt H, et al. Evaluation of social and
demographic characteristics of incest cases in a university hospital in
Turkey. Med Sci Monit. 2014;20:693-697. Published 2014 Apr 26.
doi:10.12659/MSM.890361.
22. Felser RZ. Vidoviˇc L. Maternal Perceptions of And Responses to Child
Sexual Abuse. Zdr Varst. 2016, 55, 124–130.
23. Chehab MAD, Paiva LS, Figueiredo FWS, Daboin BEG. Sexual abuse
characteristics in Santo André, São Paulo, Brazil: From victims to
aggressors, from diagnosis to treatment. J. Hum. Growth Dev. 2017, 27,
228–234.
24. Middleton W: Parent-child incest that extends into adulthood: a survey of
international press reports, 2007-2011. J Trauma Dissociation, 2013; 14:
184–97.
25. Ramakuela NJ, Lebese TR, Maputle SM, Mulaudzi L. Views of teenagers
on termination of pregnancy at Muyexe high school in Mopani District,
Limpopo Province, South Africa. Afr. J. Prim Health Care Fam. Med.
2016, 31.
26. 12. Taubah W. Penatalaksanaan Incest Ditinjau dari Kedokteran dan
Islam. 2014.
27. Castleman L, Kapp N. Clinical updates in reproductive health. Chapel
Hill, NC: Ipas. 2020.
28. Gutema RM, Dina GD. Knowledge, attitude and factors associated with
induced abortion among female students of Private Colleges in Ambo
town, Oromia regional state, Ethiopia: a cross-sectional study. BMC
32

Womens Health. 2022;22(1):351. Published 2022 Aug 18.


doi:10.1186/s12905-022-01935-3.
29. Evans DP, Schnabel L, Wyckoff K, Narasimhan S. "A daily reminder of
an ugly incident… ": analysis of debate on rape and incest exceptions in
early abortion ban legislation in six states in the southern US. Sex Reprod
Health Matters. 2023;31(1):2198283.
doi:10.1080/26410397.2023.2198283.
30. Lavelanet AF, Schlitt S, Johnson BR Jr, Ganatra B. Global Abortion
Policies Database: a descriptive analysis of the legal categories of lawful
abortion. BMC Int Health Hum Rights. 2018;18(1):44. Published 2018
Dec 20. doi:10.1186/s12914-018-0183-1.
31. Cohen IG. Are all abortions equal? Should there be exceptions to the
criminalization of abortion for rape and incest?. J Law Med Ethics.
2015;43(1):87-104. doi:10.1111/jlme.12198.

Anda mungkin juga menyukai