Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF

PADA Ny. “H” UMUR 36 TAHUN PEMASANGAN CALON AKSEPTOR


KB IUD

Disusun Oleh:
ALIVIA EKA PUTRI
18030004

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
dr.SOEBANDI JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

Mahasiswa

Alivia Eka Putri


18030004

Pembimbing Lahan Tanggal

Lolok Rita Magdalena, STr.Keb. ...........................................

Pembimbing Akademik Tanggal

Ernawati Anggraeni, SST., M.M. ...........................................

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kesempatan yang telah diberikan, sehingga laporan kebidanan
komprehensif yang membahas tentang “Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana
IUD” dapat diselesaikan dengan baik. Laporan komprehensif ini disusun dalam
rangka pemenuhan target laporan komprehensif praktek klinik kebidanan
fisiologis yang ditetapkan kepada mahasiswa Prodi DIII Kebidanan Stikes
dr.Soebandi Jember.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, antara lain:
1. Dosen pembimbing asuhan kebidanan fisiologis yang telah bersedia
membimbing dari pendidikan
2. Bidan pembimbing yang telah bersedia membimbing di tempat praktek
3. Serta berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
laporan ini.
Penulis manyadari bahwa laporan asuhan kebidanan komprehensif ini
masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca maupun penulis.

Jember, 2 November 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan......................................................................................... 2
Kata Pengantar................................................................................................. 3
Daftar Isi.......................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 6
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 6
1.2 Tujuan........................................................................................................ 9
1.3 Ruang Lingkup.......................................................................................... 10
1.4 Manfaat...................................................................................................... 10
BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................ 11
2.1 Teori Keluarga Berencana IUD................................................................. 11
2.1..1 Pengertian Kontrasepsi IUD............................................................ 11
2.1..2 Efektivitas........................................................................................ 11
2.1..3 Cara Kerja........................................................................................ 11
2.1..4 Jenis Kontrasepsi Implan................................................................. 12
2.1..5 Keuntungan...................................................................................... 12
2.1..6 Kerugian........................................................................................... 13
2.1..7 Indikasi............................................................................................. 13
2.1..8 Kontraindikasi.................................................................................. 15
2.1..9 Waktu Dilakukan / Pelaksanaan....................................................... 15
2.1..10 Tanda Bahaya................................................................................... 16
2.1..11 Cara Pemasangan dan Pelepasan.....................................................16
2.2 Manajemen Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana Implan................... 22
BAB 3 TINJAUAN KASUS........................................................................... 28
3.1 Subjektif..................................................................................................... 28
3.2 Objektif...................................................................................................... 29
3.3 Analisa....................................................................................................... 30
3.4 Penatalaksanaan......................................................................................... 30
BAB 4 PEMBAHASAN................................................................................. 34
BAB 5 PENUTUP........................................................................................... 35

4
5.1 Kesimpulan................................................................................................ 35
5.2 Saran.......................................................................................................... 35
Daftar Pustaka.................................................................................................. 36

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu
individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval di antara
kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan suami istri dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009).
Program KB tidak hanya bertujuan untuk mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk, melainkan juga untuk memenuhi permintaan
masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (KR) yang
berkualitas, menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
(AKB) serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi untuk
membentuk keluarga kecil berkualitas (Yuhedi dan Kurniawati, 2013).
Intenational Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo
tahun 1994, menempatkan setiap individu mempunyai hak dalam mencapai
tujuan reproduksinya (Tukiran dkk, 2010).
Indonesia mempunyai kebijakan untuk mengendalikan pertumbuhan
penduduk diantaranya melalui program KB, akan tetapi beberapa tahun
terakhir program yang dilakukan melalui KB stagnan. Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterine Devices (IUD) merupakan pilihan
kontrasepsi yang efektif, aman, dan nyaman bagi sebagian wanita. IUD
merupakan metode kontrasepsi reversibel yang paling 2 sering digunakan di
seluruh dunia dengan pemakaian mencapai sekitar 100 juta wanita, sebagian
besar berada di Cina. Generasi terbaru AKDR memiliki efektivitas lebih dari
99% dalam mencegah kehamilan pada pemakaian satu tahun atau lebih
(Glasier dan Gebbie, 2012).
Pemakaian IUD terhadap penurunan fertilitas mempunyai efektifitas
dan tingkat kembalinya yang cukup tinggi. Risiko kegagalan IUD khususnya
Tcu380A sebanyak 0,8% tiap 100 wanita bahkan bisa 1:170 wanita pada
pemakaian tahun pertama (Siswosudarmo dkk, 2001). Metode kontrasepsi
IUD dapat menjamin sekurangnya tiga tahun jarak kehamilan. Pengaturan
jarak kehamilan lebih dari dua tahun dapat membantu wanita memiliki anak
yang sehat dan meningkatkan peluang mereka untuk terus hidup sebesar 50%.
Seperti sebagian besar metode kontrasepsi, AKDR juga memiliki kelebihan
dan kekurangan.
Kelebihan dari metode kontrasepsi AKDR yaitu: dapat dipakai oleh
semua perempuan dalam usia reproduksi, sangat efektif (0,8% kehamilan per

6
100 perempuan dalam tahun pertama) segera setelah pemasangan, reversibel,
berjangka panjang (dapat sampai 10 tahun tidak perlu ganti), dan
meningkatkan hubungan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
(Mulyani dan Rinawati, 2013). Dengan AKDR CuT-380A, tidak ada efek
samping hormonal serta tidak mempengaruhi produksi dan kualitas ASI.
Selain itu AKDR dapat dipasang segera setelah abortus bila tidak ada infeksi
sehingga dapat membantu mencegah kehamilan ektopik. Keuntungan lainnya
yaitu AKDR dapat digunakan sampai menopause, 1 tahun atau lebih setelah
haid terakhir (Pinem, 2009).
Sedangkan kekurangan metode kontrasepsi AKDR yaitu perubahan
siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan setelah itu akan berkurang),
haid lebih lama dan lebih banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi, saat
haid lebih sakit, tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
HIV/AIDS serta tidak baik digunakan oleh perempuan yang sering
bergantiganti pasangan atau yang menderita IMS. Penyakit radang panggul
(PRP) terjadi sesudah perempuan dengan IMS menggunakan AKDR (Pinem,
2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Zannah dkk (2011), didapatkan
persentase akseptor IUD mengeluhkan perubahan siklus menstruasi sebanyak
4,62%, peningkatan jumlah darah menstruasi 48,03%, spotting 27,69%,
dismenore 20%, gangguan hubungan seksual 23,08 %, dan leukorea 44,62%.
Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) merupakan metode kontrasepsi
yang paling efektif. Bila dilihat dari data justru terdapat kecenderungan pola
pemakaian kontrasespi non MKJP, dimana dari 57% Contraceptive
Prevalence Rate (CPR) sebesar 43,7% menggunakan non MKJP dan 10,6%
yang menggunakan MJKP. Pola penggunaan MKJP cenderung menurun
18,7% pada tahun 1991 menjadi 10,6% tahun 2012. Tingginya penggunaan
non MKJP juga terjadi pada akseptor KB baru yaitu sebesar 82,48%,
sedangkan yang menggunakan MKJP hanya sebesar 17,52% (SDKI, 2012).
Berdasarkan survei penduduk tahun 2010 tingkat laju pertumbuhan
penduduk Indonesia sebesar 1,49% dan angka kelahiran total atau Total
Fertility Rate (TFR) sebesar 2,6 per wanita subur. Angka tersebut masih jauh
4 dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahun 2009-2014 yaitu tercapainya laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar
1,1% dan tingkat fertilitas 2,1% per kelahiran (BKKBN, 2012). Dalam
mengatasi pertumbuhan penduduk pemerintah menerapkan kebijakan
penggunaan kontrasepsi yang rasional, efektif dan efisien diantaranya yaitu
penggunaan MKJP. Hasil prevalensi KB di Indonesia berdasarkan Survei
Pemantauan Pasangan Usia Subur tahun 2013 mencapai angka 65,4% dengan
metode KB yang didominasi oleh peserta KB suntikan (36%), pil KB

7
(15,1%), Implant (5,2%), IUD (4,7%), dan MOW (2,2%). Hasil tersebut
sedikit menurun jika dibandingkan dengan hasil survei tahun 2009-2011
prevalensi KB cenderung tetap pada kisaran angka 67,5% (BKKBN, 2013).
Secara nasional sampai bulan Juli 2014 sebanyak 4.309.830 peserta KB baru
didominasi oleh peserta Non MKJP yaitu sebesar 69,99%, sedangkan untuk
peserta MKJP hanya sebesar 30,01% (BKKBN, 2014). Sejalan dengan hasil
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan bahwa pada tahun
2013 wanita usia 15-49 tahun dengan status kawin sebesar 59,3% PUS
menggunakan KB modern (Implan, MOW, MOP, IUD, Kondom, Suntik dan
pil), dan 0,4% menggunakan KB tradisional (MAL, Kalender dan Senggama
terputus). Selain itu sebanyak 24,7% PUS pernah melakukan KB dan 15,5
tidak melakukan KB. Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh
peserta KB baru ialah suntik sebanyak 48,56% (Kemeskes RI, 2014).
Pemakaian kontrasepsi diantara metode KB modern, metode KB yang
paling banyak digunakan oleh PUS berstatus kawin adalah metode suntikan
32% dan pil 14%. Peningkatan pemakaian suntik KB diiringi oleh turunnya
peserta IUD. Pemakaian IUD mengalami penurunan selama 20 tahun, dari
13% tahun 1991 menjadi 4% tahun 2012. Sebaliknya peserta KB suntik
mengalami peningkatan dari 12% tahun 1991 menjadi 32% tahun 2012
(SDKI, 2012). Mencermati perkembangan prevalensi MKJP selama beberapa
survei (2003-2013) tampak berfluktuasi. Mini survei 2003-2007
menunjukkan prevalensi pemakaian MKJP cenderung menurun (dari 24%
menjadi 17,2%). Pada tahun 2010-2011 pencapaian MKJP sedikit meningkat
(1,1%), namun pada tahun 2013 angka relatif tetap (BKKBN, 2013).
Persentase pemakaian kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur (PUS) di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 sebanyak 62%. Dari jumlah PUS yang
ada. Peserta KB baru tersebut menggunakan kontrasepsi Suntik 53,46%, IUD
9,67%, Implant 13,2%, Pil 16,8%, MOP/MOW 2,37%, dan Kondom 4,6%
(BKKBN, 2014). Pasangan usia subur (PUS) di Kabupaten Sukoharjo pada
tahun 2013 tercatat sebanyak 152.183 jiwa. Jumlah tersebut mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2012 dan berkaitan dengan prevalensi
akseptor KB. Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Sukoharjo pada tahun
2013 sebanyak 121.425 jiwa dengan peserta KB aktif sebanyak 65,1%
memilih metode jangka pendek dan 34,5% memilih metode jangka panjang.
Peserta KB baru MKJP sebanyak 13,9% memilih metode IUD sebanyak 6,6%
6 sedangkan metode jangka pendek didominasi oleh peserta KB suntik aktif
sebanyak 50,5% (Dinkes Sukoharjo, 2014). Sementara itu tahun 2014 peserta
KB baru MKJP sebanyak 14,3% memilih metode IUD sebanyak 5,3% dan
Non MKJP sebanyak 85,7% memilih metode suntik sebanyak 55,9% (Dinkes
Sukoharjo, 2015) Jumlah peserta KB aktif IUD di Puskesmas Polokarto tahun

8
2013 sebanyak 11,7% dan jumlah peserta KB baru IUD sebanyak 2,7%.
Sedangkan pada tahun 2014 peserta KB baru IUD sebanyak 1,7%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa peserta KB baru IUD di Puskesmas Polokarto
mengalami penurunan sebanyak 1% (Dinkes Sukoharjo, 2015). Peserta KB
baru IUD di Puskesmas Polokarto merupakan jumlah yang paling rendah
diantara Puskesmas lainnya yang ada di Kabupaten Sukoharjo pada tahun
2014. Pencapaian penggunaan IUD pada empat tahun terakhir cenderung
menurun (2011-2014). Berdasarkan hasil penelitian tentang “pencapaian IUD
yang rendah” di Sumatera Barat, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur
pada tahun 2010, memberikan indikasi bahwa berbagai faktor yang
memberikan kontribusi terhadap rendahnya pencapaian IUD antara lain yaitu
masih dijumpai provider bias, pengetahuan klien tentang IUD yang terbatas
dan tersedianya metode kontrasepsi lain yang lebih praktis. Faktor lain yang
mempengaruhi berasal dari faktor eksternal yaitu terbatasnya tokoh panutan
pemakai IUD di masyarakat dan tidak adanya persetujuan atau dukungan dari
suami dalam pemakaian IUD (BKKBN, 2013).
Dalam keluarga suami mempunyai peranan sebagai kepala keluarga
yang mempunyai peranan penting dan mempunyai hak untuk mendukung
atau tidak mendukung apa yang dilakukan istri sehingga dukungan suami
dalam penggunaan metode kontrasepsi IUD sangat diperlukan. Dengan
adanya dukungan suami mengenai kontrasepsi yang dipakai oleh istri
menyebabkan pemakaian IUD dapat berlangsung terus-menerus yang
merupakan usaha untuk penurunan tingkat fertilitas. Seringkali tidak adanya
keterlibatan suami mengakibatkan kurangnya informasi yang dimiliki seorang
suami mengenai kesehatan reproduksi terutama alat kontrasepsi (BKKBN,
2013). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil tahu yang
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu
dan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Tingkat pengetahuan yang cukup tentang kontrasepsi IUD yang
meliputi pengertian, keuntungan, efek samping, waktu yang tepat untuk
pemasangan dan mitos KB merupakan dasar bagi pasangan suami istri
sehingga diharapkan semakin banyak yang memilih metode IUD.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan asuhan
kebidanan Keluarga Berencana pada Ny. “U” 39 tahun di PMB L.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

9
Memberikan Asuhan Kebidanan keluarga berencana pada Calon
Akseptor KB IUD dengan pendekatan menejemen kebidanan.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mampu melakukan pengkajian data yang meliputi data subjektif
secara lengkap pada Ny. “H” calon akseptor KB IUD di PMB L.
2. Mampu melakukan pengkajian data yang meliputi data objektif secara
lengkap pada Ny. “H” calon akseptor KB implan PMB L.
3. Mampu menginterpretasikan data yang meliputi diagnosa kebidanan
dan masalah pada Ny. “H” calon akseptor KB implan PMB L.
4. Mampu merencanakan tindakan asuhan kebidanan secara
komprehensif pada Ny. “H” calon akseptor KB implan di PMB L.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup Asuhan Kebidanan pada Ny. “H” 36 tahun
pemasangan KB IUD di PMB L.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan kajian mengenai asuhan kebidanan secara
langsung dan komprehensif pada akseptor KB IUD.
1.4.2 Manfaat Praktis
Menambah pengalaman serta dapat memberikan asuhan pada Ny.
“H” pemasangan KB IUD yang sesuai dengan standar Asuhan Kebidanan
dengan pendekatan asuhan kebidanan.

10
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Teori Keluarga Berencana IUD


2.1.1 Pengertian Kontrasepsi IUD
Pengertian IUD adalah salah satu alat kontrasepsi modern yang
telah dirancang sedemikian rupa baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa
aktif kontrasepsinya, diletakkan di dalam cavum uteri sebagai usaha
kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplantasi
dalam uterus.
IUD dalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim
yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polythyline), ada
yang dililit dengan tembaga (Cu) ada pula yang tidak, tetapi ada pula yang
dililit dengan tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula yang
batangnya berisi hormon progesteron.
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu
AKDR yang mengandung hormon sintetik (sintetik progesteron) dan yang
tidak mengandung hormon. AKDR yang mengandung hormon progesteron
atau leunogestrel yaitu progesteron (Alza-T dengan daya kerja 1 tahun,
LNG-20 mengandung leunogestrel).

2.1.2 Efektivitas
Keefektivitasan IUD adalah sangat efektif, yaitu 0,5-1 kehamilan
per 100 perempuan selama 1 tahun pertama penggunaan,

2.1.3 Cara Kerja


1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.
2) Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,
walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat

11
reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk
fertilisasi.
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

2.1.4 Jenis-Jenis IUD


Jenis-jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain:
1. Copper-T
IUD terbentuk T, terbuat dari bahan polythelen dimana pada
bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga
halus ini mempunyai efek anti fertilisasi (anti pembuahan) yang cukup
baik.
Menurut ILUNI FKUI (2010), spiral jenis Copper T
(melepaskan tembaga) mencegah kehamilan dengan cara mengganggu
pergerakan sperma untuk mencapai rongga rahim dan dapat dipakai
selama 10 tahun.

2. Progestasert IUD
Progestasert IUD (melepaskan progesteron) hanya efektif
untuk 1 tahun dan dapat digunakan untuk kontrasepsi darurat Copper-
7. IUD ini berbentuk angkat 7 dengan maksud untuk memudahakn
pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32
mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200
mm2, fungsinya sama dengan lilitasn tembaga halu pada IUD Copper-
T.

3. Multi Load
IUD ini terbuat dari plastik (polythelen) dengan dua tangan
kiri dana kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung
atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga
dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah

12
efektivitas. Ada tiga jenis ukuran multiload, yaitu standar, small, dan
mini.

4. Lippes Loop
IUD ini dari polythelen, berbentuk huruf spiral atau S bersambung.
Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes
loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian
atasnya, yaitu tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm
(benang hitam), tipe C 30 mm (benang kuning), dan tipe D 30 mm dan
tebal (benang putih).

2.1.5 Keuntungan
1) Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. 0,6-0,8 kehamilan / 100
perempuan dalam 1 tahun pertama penggunaan (1 kegagalan dalam
125-170 kehamilan).
2) AKDR dapat efektir segera setelah pemasangan.
3) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi daru CuT-380A dan tidak
perlu diganti).
4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
5) Tidak memengaruhi hubungan seksual.
6) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil.
7) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A).
8) Tidak memengaruhi volume dan kualitas ASI.
9) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi).
10) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
11) Tidak ada interaksi dengan obat-obatan.
12) Membantu mencegah kehamilan ektopik.

2.1.6 Kerugian

13
1) Efek samping yang umum terjadi:
a) Perubahan silkus haid (umumnya 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan).
b) Haid lebih banyak dan lama.
c) Perdarahan (spotting) antar menstruasi.
d) Saat haid lebih sakit.
2) Komplikasi lain:
a) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan.
b) Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang
memungkinkan penyebab anemia.
c) Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya
benar).
3) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
4) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan
yang sering berganti pasangan.
5) Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS
memakai AKDR, dan PRP/PID dapat memicu infertilitas.

2.1.7 Indikasi
1) Usia reproduktif.
2) Keadaan nulipara.
3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
4) Ibu yang sedang menyusui.
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.
6) Setelas mengalami abortus dan tudak terlihat adanya infeksi.
7) Risiko rendah IMS.
8) Tidak menghendaki metode hormonal.
9) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.
10) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama (lihat
kontrasepsi darurat).

14
11) Dapat digunakan pada ibu dalam kemungkinan keadaan, misalnya
perokok, sedang memakai antibiotika atau anti kejang, gemuk ataupun
kurus.
12) Dan dapat oula digunakan pada ibu dengan keadaan, seperti tekanan
darah tinggi, nonpelvik TBC, penderita penyakit hati, jantung, tumor
jinak dan kanker payudara, varises, diabetes, epilepsi.

2.1.8 Kontraindikasi
1) Hamil atau diduga hamil.
2) Perdarahan vagina yang tidak diketahui penyebabnya.
3) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis).
4) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau
abortus septik.
5) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang
dapat mempengaruhi kavum uteri.
6) Penyakit trofoblas yang ganas.
7) Diketahui menderita TBC pelvik.
8) Kanker alat genital.
9) Ukuran rongga rahim <5 cm.

2.1.9 Waktu Dilakukan / Pelaksanaan


1) Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan bahwa klien
tidak hamil (dari hari pertama sampai ke-7 siklus haid).
2) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4
minggu pasca persalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan
metode amenorea laktasi (MAL). Angka ekspulsi tinggi pada
pemasangan segera atau selama 48 jam pasca persalinan.
3) Setelah abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada
gejala infeksi.
4) Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.

15
2.1.10 Tanda Bahaya
Harus segera ke dokter bila haid terlambat datang, atau perutnya
sangat nyeri, menggigil, demam, keputihan, perdarahan, banyak atau
spoting.

2.1.11 Cara Pemasangan dan Pelepasan AKDR


1. Cara Pemasangan AKDR
a. Pemeriksaan Panggul
1) Kenakan kain penutup pada pasien untuk pemeriksaan
panggul.
2) Atur lampu yang terarah untuk melihat serviks.
3) Pakai sarung tangan yang sudah di DTT.
4) Atur peralatan dan bahan yang akan dipakai dalam wadah
steril / DTT.
5) Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna.
6) Palpasi kelenjar Scene dan Bartolini, amati adanya nyeri atau
“discharge”
b. Sebelum pemasangan AKDR
7) Masukkan spekulum vagina.
8) Lakukan pemeriksaan spekulum:
a) Periksa adanya keputihan pada vagina.
b) Inspeksi serviks.
9) Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali
pada tempat semula dengan tidak menyentuh peralatan lain
yang belum digunakan.
10) Lakukan pemeriksaan bimanual:
a) Pastikan gerakan serviks bebas.
b) Tentukan besar dan posisi uterus.

16
c) Pastikan tidak ada kehamilan.
d) Pastikan tidak ada infeksi atau tumor adneksa.
11) Lakukan pemeriksaan rektrovaginal bila ada indikasi:
a) Kesulitan menentukan besar uterus retroversi.
b) Adanya tumor Cavum Douglasi.
12) Celupkan sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%
kemudian buka dan rendam dalam keadaan terbalik.
c. Tindakan pra pemasangan
13) Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan pasien
rasakan pada saat proses pemasangan dan setelah pemasangan
dan persilahkan pasien untuk mengajukan.
14) Masukkan lengan AKDR CuT-380A di dalam kemasan
sterilnya:
a) Langkah 1
Pastikan batang AKDR seluruhnya berada di dalam
tabung inserter (sebagian batang AKDR sering keluar dan
tabung inserter meskipun kemasannya belum dibuka) dan
ujung tabung inserter yang berlawanan dengan ujung yang
berisi AKDR berada di dekat tempat membuka kemasan.
b) Langkah 2
Letakkan kemasan di atas permukaan datar, keras dan
bersih, dengan kertas penutup yang transparan berada di
atas. Buka kertas penutup di bagian ujung yang
berlawanan dan tempat AKDR sampai kira-kira sepanjang
setengah jarak dengan leher biru.
c) Langkah 3
Angkat kemasan dengan memegang bagian yang sudah
dibuka (hati-hati jangan sampai AKDR keluar dari tabung
inserter) kedua bagian kertas penutup yang sudah terbuka
dilipat ke setiap sisinya dan dipegang saat mengangkat,
sehingga pendorong tetap steril waktu dimasukkan ke

17
dalam tabung inserter dan dorong hati-hati sampai
menyentuh ujung batang AKDR.
d) Langkah 4
Letakkan kemasan pada tempat yang datar, keras dan
bersih dengan kertas penutup transparan berada di atas.
e) Langkah 5
Pegang dan tahan ke-2 ujung lengan AKDR dan atas
penutup transparan dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
kiri. Tangan kanan mendorong kertas pengukur dan ujung
kemasan yang sudah dibuka sampai ujung kemasan yang
amsih tertutup, sehingga lengan AKDR berada di atas
kertas pengukur. Sambil tetap memegang ujung ke-2
lengan, dorong inserter dengan tangan kanan sampai ke
pangkal sehingga ke-2 lengan akan terlipat mendekati
tabung inserter.
f) Langkah 6
Tahan ke-2 lengan yang sudah terlipat tersebut dengan
memgang ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri. Tarik
tabung inserter melewati ke-2 ujung lengan, kemudian
dorong kembali dan putar sampai ke-2 ujung lengan
masuk ke dalam tabung inserter dan terasa ada tahanan
yaitu pada batas lempengan tembaga. Bagian lengan yang
mempunyai lempengan tembaga tidak bisa dimasukkan ke
dalam tabung inserter, sheingga tabung inserter jangan
didorong terus kalau sudah terasa ada tahanan.
d. Tindakan pemasangan AKDR
15) Pakai sarung tangan yang baru.
16) Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks.
17) Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 smapai 3
kali.

18
18) Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati pada posisi jam
11 atau jam 1 untuk operator kidal.
19) Masukkan sonde uterus dengan teknik “Tidak Menyentuh” (no
touch technique) yaitu secara hati-hati memasukkan sonde ke
dalam kavum uteri dengan sekali masuk tanpa menyentuh
dinding vagina ataupun bibir spekulu.
20) Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan
sonde.
21) Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang amsih
berada di dalam kemasan sterilnya dengan menggeser leher
biru pada tabung inserter, kemudian buka seluruh plastik
penutup kemasan. Angkat tabung AKDR dari kemasannya
tanpa menyentuh permukaan yang tidka steril, hati-hati jangan
sampai pendorongnya terdorong. Pegang tabung inserter yang
sudah berisi AKDR dalam horizontal agar AKDR dan
pendorong tidak jatuh. Jangan melepas AKDR sebelum tabung
inserter mencapai fundus. Sebelum dipasang, tabung inserter
jangan sampai tersentuh permukaan yang tidak steril agar tidak
terkontaminasi.
22) Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi
horizontal (sejajar lengan AKDR). Sementara melakukan
tarikan hati-hati pada tenakulum, masukkan tabung inserter ke
dalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai
terasa adanya tahanan.
23) Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu
tangan.
24) Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik
withdrawl yaitu meranirk keluar tabung inserter sampai
pangkal pendorong dengan tetap menahan pendorong.

19
25) Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong
kembali ke serviks sampai leher biru menyentuh serviks atau
terasa adanya tahanan.
26) Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang
AKDR ± 3-4 cm dari lubang serviks.
27) Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah
terkontaminasi.
28) Lepaskan tenakulum denga hati-hati, rendam dalam larutan
klorin 0,5%.
29) Periksa serviks dan bila perdarahan dari tempat bekas jepitan
tenakulum, tekan dengan kasa selama 30-60 detik.
30) Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan
klorin.
e. Tindakan Pasca Pemasangan
31) Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.
32) Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa,
sarung tangan sekali pakai) ke tempat yang sudah disediakan.
33) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5% buka dalam keadaan terbalik dan
rendam didalamnya.
34) Cucui tangan dengan air sabun.
35) Pastikan pasien tidak mengalami kram heat dan amati selama
15 menit seelum memperbolehkan pasien pulang.
f. Konseling Pasca Pemasangan
36) Ajarkan pasien bagaimana cara memeriksa sendiri benang
AKDR dan kapan harus dilakukan (mengangkat salah satu kaki
pada posisi yang lebih tinggi).
a) Cuci tangan.
b) Duduk dalam posisi jongkok.

20
c) Masukkan jari ke dalam vagina dan rasakan benang di
mulut rahim.
d) Cuci tangan setelah selesai.

2. Cara Pelepasan AKDR


a. Konseling Pra Pencabutan
1) Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri anda.
2) Tanyakan tujuan kedatangannya.
3) Tanyakan apa alasannya ingin mencabut AKDR tersebut dan
jawab smeua pertanyaan.
4) Tanyakan tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien
ingin mengatur jarak kehamilan atau membatasi jumlah
anaknya).
5) Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang klien rasakan
pada saat proses pencabutan dan setelah pencabutan.
b. Tindakan Pra Pencabutan
6) Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan
mencuci area genetalia dengan menggunakan sabun dan air.
7) Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan.
8) Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan
dengan kain bersih.
9) Pakai sarung tangan DTT.
10) Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan
digunakan dalam wadah steril atau DTT.
c. Prosedur Pencabutan
11) Lakukan pemeriksaan bimanual:
a) Pastikan gerakan serviks bebas.
b) Tentukan besar dan posisi uterus.
c) Pastikan tidak ada kehamilan.
12) Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa.
13) Pasang speculum vagina untuk melihat serviks.

21
14) Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3
kali.
15) Apabila kelihatan, jepit benang yang dekat dengan klem.
16) Tarik keluar benang secara mantap tetapi hati-hati untuk
mengeluarkan AKDR.
17) Tunjukkan AKDR pada klien, kemudian rendam dalam klorin
0,5%.
18) Keluarkan speculum dengan hati-hati.
d. Tindakan Pasca Pencabutan
19) Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dlaam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.
20) Buang bahan-bahan yang sudah dipakai (kasa, sarung tangan
sekali pakai) ke tempat yang sudah disediakan.
21) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan secara terbalik
dan rendam dlama klorin 0,5%.
22) Cuci tangan dengan sir dan sabun.
23) Amati selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang.
e. Konseling Pasca Pencabutan
24) Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami
masalah (misalnya perdarahan yang lama atua rasa nyeri pada
perut / panggul).
25) Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah
diberikan.
26) Jawab semua pertanyaan klien.

2.2 Manajemen Asuhna Kebidanan Keluarga Berencana


Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana
Ny. “H” Usia 36 Tahun Pemasangan Calon Akseptor KB
IUD

22
a. Data Subjektif
1) Alasan Kunjungan/Keluhan Utama
Ibu mengatakan ingin menggunakan kontrasepsi setelah persalinan untuk
menunda dan menjarangkan kehamilan.
2) Riwayat Kesehatan
Pasien tidak sedang sakit DM , gangguan pembuluh darah, hipertensi,
jantung, kanker, kista, migren (Handayani, 2010)
3) Riwayat Menstruasi
Adanya perubahan gangguan pola haid atau mengalami perdarahhan
diluar siklus menstruasi
4) Riwayat Obsteteri
Pasca keguguran, setelah persalinan, sedang menyusui < 6 bulan
b. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum

Kesadara : Composmentis (Sulistyawati, 2009)


n
TTV : TD : Normal 90/60 – 120/80
Suh : 36,5 – 37,5
u
Nadi : Keadaan normal 60 –
90 kali/menit
RR : Normal 16 – 24
kali/menit
BB : Bisa terjadi kenaikan sekitar antara 1 –
5 kg dalam tahun pertama

2. Pemeriksaan Fisik

Wajah : Tidak oedema, tidak pucat.


Mata : Simetris, konjungtiva merah muda,
sklera berwarna putih, kelopak
mata tidak bengkak
Dada : Simetris, tidak terdapat wheezing
ataupun ronci

23
Payudara : Simetris, teraba penuh ASI, tidaak
terdapat pembesaran kelenjar
limfe pada aksila kanan dan kiri
Abdome : Tidak ada pembesaran (untuk
n memastikan tidak ada kehamilan),
tidak ada nyeri tekan, dan tidak
ada massa
c. Analisa
Dx : Ny. “H” Umur 36 tahun pemasangan calon akseptor KB IUD
Masalah : tidak ada
d. Penatalaksanaan
Tanggal/jam Penatalaksanaan paraf
1. Memindahkan klem pada tali pusat hingga
berjarak 5 – 10 cm didepan vulva
2. Meletakkan satu tangan ditepi atas simpisis
untuk mendeteksi kontraksi, dan tangan lain
menegangkan tali pusat
a. Saat ada kontraksi uterus,
menegangkan tali pusat kearah bawah,
sedangkan tangan lain mendorong
uterus kearah belakang atas (dorso
krania;) secara hati-hati. Hentikan
penegangan bila tidak ada kontraksi,
dan ulangi PTT saat ada kontraksi
b. Melakukan PTT sampai ada tanda
lepas-lepasnya (uterus globuler, adanya
semburan darah, dan tali pusat
memanjang)
3. Terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta,
tangan kiri berada difundus melakukan
dorso kranial, sedangkan tangan kanan
menegangkan tali pusat sambil menarik

24
perlahan kearah sejajar lantai, kemudian
kearah atas mengikuti proses jalan lahir
4. Saat plasenta terlihat di introitus vagina
(lahir ½ bagian) lahirkan dengan kedua
tangan, pegang dan putar hingga selaput
plasenta lahir semuanya.
5. Melakukan masase uterus dengan
meletakkan telapak tangan difundus, dan
lakukan pijatan ringan dengan gerakan
melingkar hingga uterus berkontraksi
dengan baik selama dalam waktu 15x dalam
15 detik
6. Memeriksa kedua sisi plasenta, baik pada
bagian ibu maupun bayi, dan pastikan
kelengkapnnya
E = Plasenta lahir lengkap spontan, selaput
utuh, kotiledon lengkap.
7. Melakukan pemasangan IUD post placenta.
8. Mengevaluasi laserasi pada vagina dan
perineum. Laserasi derajat II. Lakukan
penjahitan pada laserasi, cek ulang
kontraksi uterus dan pastikan tidak ada
perdarahan pervaginam
9. Melihat dan biarkan bayi kontak kulit dan
IMD didada ibu selama minimal 60 menit
10. Setelah 60 menit, berikan vit.K1 pada paha
sebelah kiri anterolateral secara IM, berikan
salep mata profilaksis, dan dilanjutkan
penimbangan dan pengukuran bayi.
11. Mengecek ulang kontraksi uterus dan
pastikan tidak ada perdarahan pervaginam

25
12. Mengajarkan pada ibu / keluarga cara
melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi
13. Estimasi jumlah kehilangan darah
14. Memeriksa nadi ibu dan kandung kemih
15. Bila kandung kemih ibu penuh, bantu ibu
untuk mengosongkan
16. Melakukan pemeriksaan suhu dan frekuensi
pernafsan bayi, pastikan dalam batas
normal
17. Sebelumnya cuci tangan pada larutan klorin
0,5%, kemudian bilas dengan air DTT dan
keringkan
18. Memberikan imunisasi hepatitis B (HB0)
dipaha sebelah kanan anterolateral
0,5ml/IM
19. Menempatkan semua peralatan bekas pakai
dalam larutan klorin 0,5% dan rendam
selama 10 menit, lanjutkan dengan cuci dan
bilas
20. Membuang bahan-bahan yang
terkontaminasi pada tempat yang sesuai
21. Membersihkan ibu dengan menggunakan
air DTT, dan bantu menggantikan baju
bersih
22. Mendekontaminasi tempat persalinan
dengan larutan klorin 0,5%
23. Memastikan ibu merasa nyaman
24. Menganjurkan keluarga memberi ibu
makan/minum
25. Membantu ibu untuk memberi ASI pada

26
bayi
26. Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam
larutan klorin 0,5%, lepas dengan cara
terbalik dan rendam selama 10 menit
27. Mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, kemudia keringkan
28. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
tekanan darah, nadi, suhu
29. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan
air mengalir, lalu keringkan dengan kain
bersih dan kering
30. Melengkapi partograf

27
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana


Pada Ny. “H” usia 36 tahun Pemasangan Calon Akseptor KB
IUD

No.Register : KB/B/272/XI/20
Hari/Tanggal Pengkajian : Minggu, 1 November 2020
Jam : 00.20 WIB
Tempat Pengkajian : PMB Bidan L
Pengkaji : Alivia Eka Putri

3.1 SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama : Ny. H Nama : Tn. W
Umur : 36 tahun Umur : 40 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMA
Pekerjaa : IRT Pekerjaan : Penjahit
Alamat : Wingin agung, Pondok jeruk - Jombang
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan baru saja melahirkan bayi dan plasenta, ibu masih merasa
masih lemas, dan ingin dipasang IUD.
3. Riwayat Menstruasi
a) Menarche : 12 tahun
b) Siklus : 28 hari
c) Banyak : 2-3 x ganti pembalut
d) Lama : 8 hari
e) Disminorhae : Tidak

28
f) Fluor albus : Tidak
4. Riwayat KB
a) Jenis : KB suntik
b) Lama : 3 tahun
5. Riwayat kesehatan.
Ibu mengatakan bahwa dirinya dan keluarganya tidak memiliki penyakit
menurun (hipertensi, DM, Asma), penyakit menular (TBC, Hepatitis),
penyakit menahun (jantung, ginjal).
6. Riwayat psikologi
Ibu mengatakan bahwa sudah punya 2 anak dan cukup, ibu ingin
menggunakan KB jangka panjang, dan tidak ingin hamil lagi dikarenakan
faktor usia yang bisa berisiko.

3.2 OBJEKTIF
a) Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda-Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36,8°C
4. BB saat ini : 73 kg
5. TB : 163 cm
b) Pemeriksaan Fisik
1. Wajah : tidak odema, tidak pucat
2. Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih
3. Dada : tidak ada retraksi dada, tidak ada wheezing, tidak
ada ronchi
4. Abdomen : tidak ada pembesaran, tidak ada benjolan, tidak
ada nyeri tekan

29
5. Ekstrimitas : atas: tidak odema; bawah: tidak odema, tidak ada
varises

3.3 Analisa Data


Diagnosa: Ny. “H” usia 36 tahun Pemasangan Calon Akseptor KB IUD

3.4 Penatalaksanaan
Tanggal/jam Penatalaksanaan paraf
1. Memindahkan klem pada tali pusat hingga
berjarak 5 – 10 cm didepan vulva
2. Meletakkan satu tangan ditepi atas simpisis
untuk mendeteksi kontraksi, dan tangan lain
menegangkan tali pusat
a. Saat ada kontraksi uterus, menegangkan
tali pusat kearah bawah, sedangkan
tangan lain mendorong uterus kearah
belakang atas (dorso krania;) secara hati-
hati. Hentikan penegangan bila tidak ada
kontraksi, dan ulangi PTT saat ada
kontraksi
b. Melakukan PTT sampai ada tanda
lepas-lepasnya (uterus globuler, adanya
semburan darah, dan tali pusat
memanjang)
3. Terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta,
tangan kiri berada difundus melakukan dorso
kranial, sedangkan tangan kanan
menegangkan tali pusat sambil menarik
perlahan kearah sejajar lantai, kemudian
kearah atas mengikuti proses jalan lahir
4. Saat plasenta terlihat di introitus vagina (lahir

30
½ bagian) lahirkan dengan kedua tangan,
pegang dan putar hingga selaput plasenta
lahir semuanya.
5. Melakukan masase uterus dengan meletakkan
telapak tangan difundus, dan lakukan pijatan
ringan dengan gerakan melingkar hingga
uterus berkontraksi dengan baik selama
dalam waktu 15x dalam 15 detik
6. Memeriksa kedua sisi plasenta, baik pada
bagian ibu maupun bayi, dan pastikan
kelengkapnnya
E = Plasenta lahir lengkap spontan, selaput
utuh, kotiledon lengkap.
7. Melakukan tindakan pemasangan IUD post
placenta.
Pemasang memegang IUD dengan jari
telunjuk dan jari tengah kemudian dipasang
secara perlahan-lahan melalui vagina dan
leher rahim (servik) sementara itu tangan
yang lain melakukan penekanan
pada perut bagian bawah dan mencengkeram 
rahim untuk memastikan IUD dipasang di
tengah-tengah yaitu di bagian puncak rahim
8. Mengevaluasi laserasi pada vagina dan
perineum. Laserasi derajat II. Lakukan
penjahitan pada laserasi, cek ulang kontraksi
uterus dan pastikan tidak ada perdarahan
pervaginam
9. Melihat dan biarkan bayi kontak kulit dan
IMD didada ibu selama minimal 60 menit
10. Setelah 60 menit, berikan vit.K1 pada paha

31
sebelah kiri anterolateral secara IM, berikan
salep mata profilaksis, dan dilanjutkan
penimbangan dan pengukuran bayi.
11. Mengecek ulang kontraksi uterus dan
pastikan tidak ada perdarahan pervaginam
12. Mengajarkan pada ibu / keluarga cara
melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi
13. Estimasi jumlah kehilangan darah
14. Memeriksa nadi ibu dan kandung kemih
15. Bila kandung kemih ibu penuh, bantu ibu
untuk mengosongkan
16. Melakukan pemeriksaan suhu dan frekuensi
pernafsan bayi, pastikan dalam batas normal
17. Sebelumnya cuci tangan pada larutan klorin
0,5%, kemudian bilas dengan air DTT dan
keringkan
18. Memberikan imunisasi hepatitis B (HB0)
dipaha sebelah kanan anterolateral 0,5ml/IM
19. Menempatkan semua peralatan bekas pakai
dalam larutan klorin 0,5% dan rendam
selama 10 menit, lanjutkan dengan cuci dan
bilas
20. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi
pada tempat yang sesuai
21. Membersihkan ibu dengan menggunakan air
DTT, dan bantu menggantikan baju bersih
22. Mendekontaminasi tempat persalinan dengan
larutan klorin 0,5%
23. Memastikan ibu merasa nyaman
24. Menganjurkan keluarga memberi ibu

32
makan/minum
25. Membantu ibu untuk memberi ASI pada bayi
26. Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam
larutan klorin 0,5%, lepas dengan cara
terbalik dan rendam selama 10 menit
27. Mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, kemudia keringkan
28. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
tekanan darah, nadi, suhu
29. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air
mengalir, lalu keringkan dengan kain bersih
dan kering
30. Melengkapi partograf

33
BAB 4
PEMBAHASAN

Saat penulis melakukan asuhan kebidanan pada calon akseptor IUD pada
Ny. “H” dengan menerapkan menejemen asuhan kebidanan, maka penulis akan
membahas serta membandingkan antara teori dan pelaksanaan teori dengan
kenyataan yang terjadi saat memberikan asuhan.
Pasien datang ke PMB L pada tanggal 1 November 2020 mengeluh perut
mules-mules dan kenceng-kenceng. Ibu mengatakan setelah melahirkan ingin
memakai KB IUD post placenta karena berguna jangka panjang, dan efektif.
Dilakukan pemasangan IUD post placenta, IUD dipasang setelah placenta lahir
dan melakukan masase, dilihat tidak ada perdarahan kemudian dilakukan
pemasangan IUD.
Pemasanagan IUD post placenta, yaitu setelah plasenta dilahirkan
dan sebelum tindakan penjahitan. IUD Post Placenta adalah IUD yang dipasang
dalam waktu 10 menit setelah lepasnya placenta pada proses persalinan.
Pemasang memegang IUD dengan jari telunjuk dan jari tengah kemudian
dipasang secara perlahan-lahan melalui vagina dan leher rahim (servik) sementara
itu tangan yang lain melakukan penekanan
pada perut bagian bawah dan mencengkeram rahim untuk memastikan IUD
dipasang di tengah-tengah yaitu di bagian puncak rahim. Tangan pemasang
dikeluarkan perlahan-lahan dari vagina. Jika IUD ikut tertarik keluar saat
tangan pemasang dikeluarkan dari vagina atau IUD belum terpasang ditempat
yang seharusnya, segera dilakukan perbaikan posisi IUD.
Menurut penulis, dari data diatas tidak ada kesenjangan antara teori dan
yang terjadi pada pasien. Karena jika menurut teori, IUD Post Placenta adalah
IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah lepasnya placenta pada proses
persalinan, serta sebelum dilakukannya penjahitan. Begitu pula pada pemasangan
IUD Ny. “H”, dilakukan setelah palsenta lahir dan dipastikan tidak ada
perdarahan, dan dilakukan sebelum penjahitan perineum.

34
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Asuhan kebidanan keluarg berencana pada Ny. “H” yaitu adalah
pemasangan KB IUD post placenta. Memberitahu ibu, bahwa telah dipasang
IUD, dan saat uterus sudah mulai mengecil nanti akan teraba benang di liang
vagina, diharapkan ibu tidak menariknya. Jika teraba artinya IUD masih
terpasang dengan benar ditempatnya.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Pasien
Setelah mendapatkan penjelasan dari petugas, diharapkan ibu
mengerti, sehingga ibu bisa mengatasi masalah yang terjadi.

35
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Biran, dkk. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Arini. 2015. http://eprints.ums.ac.id/37998/5/04.%20BAB%20I.pdf (Diakses 7
November 2020)
Marmi. 2016. Buku Ajar Pelayanan KB. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

36

Anda mungkin juga menyukai