OLEH:
NURUL KAIDA
PO.714.241.18.1.036
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyusun laporan
kasus ini yang berjudul “Radicular Pain Pada Pinggang Bawah Hingga Kaki Akibat
Hnp”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu dari tugas praktek klinik di RSAD
TK. II Pelamonia Makassar. Selain itu juga laporan kasus ini bertujuan memberikan
informasi mengenani penatalaksaan fisioterapi untuk kasus tersebut
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL....................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 3
A. Tinjauan Tentang Anatomi Biomekanik ................................................... 3
B. Tinjauan Tentang Herniated Nucleus Pulposus ..................................... 21
C. Etiologi ........................................................................................................ 23
D. Patofisiologi ................................................................................................ 23
E. Manifestasi Klinis....................................................................................... 25
F. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi ............................................. 26
G. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi ............................................. 30
BAB III ................................................................................................................... 37
PROSES ASSESMENT FISIOTERAPI ............................................................. 37
A. Identitas Umum Pasien.............................................................................. 37
B. Anamnesis Khusus ..................................................................................... 37
C. Inspeksi/Observasi ..................................................................................... 38
D. Regional Screening Test ............................................................................ 38
E. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar ............................................................ 38
F. Tes Isometric Melawan Tahanan ............................................................. 40
G. Pemeriksaan Spesifik ............................................................................. 41
H. Pengukuran ............................................................................................. 44
I. Diagnosa Dan Problematika Fisioterapi .................................................. 49
BAB IV ................................................................................................................... 51
iii
INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI ............................................. 51
A. Rencana Intervensi Fisioterapi ................................................................. 51
B. Strategi Intervensi Fisioterapi .................................................................. 51
C. Prosedur intervensi fisioterapi.................................................................. 52
D. Edukasi Dan Home Program .................................................................... 54
E. Evaluasi Fisioterapi ................................................................................... 55
BAB V .................................................................................................................... 56
PEMBAHASAN .................................................................................................... 56
A. Pembahasan Assement Fisioterapi ........................................................... 56
B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi .......................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut The Healthy Back Institute (2010), daerah lumbal
merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya cedera atau
kerusakan karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh
bergerak dan saat menumpu berat badan. Disamping itu, gerakan membawa
atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan
terjadinya cedera pada lumbal spine (Bellenir, 2008). Salah satu diantaranya
adalah Herniated Nucleus Pulposus (HNP).
HNP adalah penonjolan matriks nukleus pulposus ke kanalis
vetebralis yang berakibat terjadinya kompresi pada saraf spinalis (Sarno,
2010). HNP merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat
menyebabkan nyeri serta gangguan gerak dan fungsional seseorang. Menurut
sebuah clinical evidence oleh Jo Jordan (2010), prevalensi dari HNP adalah
sebanyak 1% sampai 3% di Finlandia dan Italia dimana kondisi ini
dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia
30 sampai 50 tahun dengan rasio laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Pada
usia 25 sampai 55 tahun, sekitar 95% HNP terjadi di lower lumbal spine (L4-
L5 dan L5-S1). HNP yang terjadi di atas level tersebut lebih umum dialami
oleh orang yang berusia diatas 55 tahun
HNP lumbar paling sering terjadi pada pria dewasa, dimana insiden
puncak terjadi pada usia 40-an dan 50-an namun rata-rata terkena pada usia
35 tahun. Hampir 2/3 dari seluruh penyakit diskus intervertebralis selalu
melibatkan lumbal spine. HNP lumbar sering terjadi pada segmen L4 – L5
dan L5 – S1 yaitu sekitar 90% - 95% dari kasus diskus intervertebralis
(Heliovaara et al, 2007).
HNP lumbar bisa menyebabkan keterbatasan ROM dalam bidang
sagital. Hal ini disebabkan karena gerakan fleksi dapat menyebabkan diskus
semakin menonjol kearah posterior sehingga akan semakin menekan akar
saraf. Untuk menghindari hal tersebut maka pasien HNP lumbar enggan
melakukan gerakan membungkuk dan gerakan ke belakang, sehingga lama
kelamaan terjadi spasme otot disekitar area lumbal dan keterbatasan ROM.
Selain itu, umumnya ditemukan adanya keterbatasan fleksi hip yang dapat
menganggu aktivitas sehari-hari, karena gerakan tersebut menyebabkan
tension pada saraf ischiadicus dan akar sarafnya sehingga dapat
memperbesar tekanan pada akar sarafnya (Ciaccio et al, 2012)
Pada umumnya penderita HNP lumbar mengalami kesulitan dalam
melakukan aktivitas fungsional yang melibatkan beban dan gerak pada
lumbal seperti aktivitas duduk saat bekerja, berjalan, membungkuk,
memindahkan dan mengangkat objek. Hambatan fungsional tersebut
menyebabkan penderita HNP lumbar tidak mampu melakukan aktivitas
pekerjaan dalam waktu yang lama.
Kondisi ini ditangani dengan menggunakan modalitas fisioterapi yang
tepat untuk mengurangi radicular pain pada pinggang bawah hingga kaki akibat
hnp Diantaranya adalah pemberian Microwave Diathermy, TENS,core
stability,Friction,Neurodynamic Mobilization.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1
Struktur Lumbal Spine
a. Segmen Gerak
1) Diskus Intervertebralis
Setiap diskus intervertebralis terdiri dari dua komponen dasar :
nucleus pulposus yang dikelilingi oleh annulus fibrosus. Meskipun
nucleus pulposus berada ditengah diskus dan annulus fibrosus yang
berada di perifernya, tetapi tidak ada batas yang jelas antara nucleus
dan annulus didalam diskus. Sebaliknya, bagian perifer dari nucleus
pulposus bergabung dengan bagian dalam dari annulus fibrosus
(Kisner et al,2017).
a) Nucleus pulposus
Nukleus pulposus; merupakan substansia gelatinosa
yang berbentuk jelly transparan, mengandung 90% air, dan
sisanya adalah collagen dan proteoglycans yang merupakan
unsur- unsur khusus yang bersifat mengikat atau menarik air.
Nukleus pulposus mempunyai kandungan cairan yang sangat
tinggi maka dia dapat menahan beban kompresi. Nucleus
pulposus terletak di tengah diskus kecuali pada regio lumbal,
yang letaknya lebih ke batas posterior daripada ke batas
anterior angulus. (Kisner et al, 2017).
b) Annulus Fibrosus
Bagian terluar diskus terbentuk dari lapisan tebal serabut
kolagen dan fibrokartilago. Serabut kolagen pada setiap lapisan
tersusun parallel dan oblique membentuk sudut 600 hingga 650
pada axis vertebra, dengan kemiringan bervariasi pada setiap
lapisan. Karena orientasi tersebut, annulus dapat memberikan
ketahanan tarikan pada diskus saat vertebra mengalami distraksi,
rotasi atau fleksi. Annulus menempel dengan kuat pada kedua
vertebra, dan lapisannya saling menempel dengan kuat satu sama
lain. Serabut lapisan yang paling dalam menyatu dengan matriks
nucleus pulposus. Annulus fibrosus ditopang oleh ligament
longitudinal anterior dan posterior ( Kisner et al, 2017).
4
Gambar 2. 2
Nukleus pulposus dan annulus fibrosus
Sumber : Kisner et al (2017)
2) Facet Joint
Facet joint dibentuk oleh processus articularis superior dari
vertebra bawah dengan processus articularis inferior dari vertebra
atas. Facet joint termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap
facet joint mempunyai cavitas articular dan terbungkus oleh sebuah
kapsul. Gerakan yang terjadi pada facet joint adalah gliding yang
cukup kecil, sehingga memungkinkan terjadi gerak tertentu yang
lebih dominan pada segmen tertentu. Fungsi mekanis facet joint
adalah mengarahkan gerakan. (Levangie and Norkin, 2005).
Pada regio lumbar kecuali lumbosacral joint, facet articularisnya
terletak lebih dekat kedalam bidang sagital. Facet bagian atas
menghadap kearah medial dan sedikit posterior, sedangkan facet
bagian bawah menghadap kearah lateral dan sedikit anterior.
Kemudian, facet bagian atas mempunyai permukaan sedikit konkaf
dan facet bagian bawah adalah konveks. Karena bentuk facet ini,
maka vertebra lumbar sebenarnya terkunci melawan gerakan rotasi
sehingga rotasi lumbar sangat terbatas. (Levangie and Norkin, 2005).
5
Gambar 2. 3
3) Ligament
Ligament yang terdapat pada regio lumbal antara lain :
a) Ligament Longitudinal Anterior
Ligament longitudinal anterior merupakan jaringan fibrosus
yang terdapat di sepanjang bagian depan columna vertebralis.
Ligamen ini terletak diantara os-occipital dan os sacrum. Fungsi
ligamen tersebut menyatukan ruas ruas vertebra dari arah depan,
tetapi tidak cukup kuat memfiksir annulus fibrosus discus
intervertebralis, (Kurniasi, 2011).
b) Ligament Longitudinal Posterior
Ligamen ini terletak di dalam canalis vertebralis yang
berawal dari corpus cervicalis kedua dan berakhir pada
permukaan anterior canalis sacrum. Fungsi dari ligament
longitudinal posterior membatasi gerakan fleksi dan ekstensi
serta berperan sebagai pelindung (Kurniasi, 2011).
c) Ligament Intertransversal
Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus
transverses dan berkembang baik pada region lumbal. Ligament
ini mengontrol gerakan lateral fleksi ke arah kontralateral,
(Sudaryanto, 2004).
d) Ligament Flavum
6
Ligament Flavum merupakan ligament yang sangat elastis dan
melekat pada arcus vertebra yaitu di setiap lamina vertebra.
Ligamen ini menutup capsular dan ligament anteromedial facet
joint ke arah anterior dan lateral. Gerakan yang dikontrol oleh
ligament Flavum adalah gerakan fleksi lumbal, (Sudaryanto,
2004).
e) Ligament Supraspinasus
Tempat melekat ligament ini berada pada setiap ujung
processus spinosus. Ligamen ini sebagai stabilisator pasif saat
gerakan fleksi lumbal, (Sudaryanto, 2004).
Gambar 2.4
Ligament Vertebra Lumbal
Sumber : (Ishak, 2015)
4) Muscular
a) Otot Rectus Abdominis
Rectus Abdominis berasal dari permukaan luar
kartilago costa V, VI, VII, processus xipoideus, dan
ligament xipoidea. Insersio pada sisi cranial os pubis
diantara tuberculum pubicum dan simphisis pubis, dan
berasal dari persarafan intercostalis. Otot ini berfungsi
untuk menarik torakal ke arah pelvis, dan mengangkat
pelvis ke depan, serta menekan perut, (Kisner et al, 2018).
b) Otot Obliqus Abdominus Eksternus
7
Otot ini berorigo di costa V, sampai XII, dan
berinsersio di crista illiaca. Persarafannya berasal dari
saraf intercostalis bagian caudal, iliohipogastrikus, dan
saraf ilioinguinal. Fungsi dari otot ini yaitu menekan
perut, menarik rangka tubuh condong ke depan, menarik
pelvis ke atas, dan membantu gerakan rotasi toracal
secara berlawanan, (Kisner et al, 2018).
c) Otot Oblikus Abdominus Internus
Origo otot ini yaitu dari crista illiaca, fascia
toracolumbal, dan dua pertiga ligament inguinal. Dan
insersio pada cartilago costalis ke III, IV dan linea alba.
Persarafannya dari saraf intercostalis bagian caudal,
iliohipogastricus, dan saraf ilio inguinal. Fungsi otot
tersebut adalah rotasi ke sisi yang sama, membantu otot
oblikus abdominus eksternus pada sisi yang berlawanan
untuk menekuk atau fleksi dan rotasi vertebra ke
samping, (Kisner et al, 2013).
d) Otot Erector Spine
Erector Spine merupakan group otot yang luas
dan terletak dalam pada facia lumbodorsal, serta muncul
dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan
procesus spinosus torakolumbal. Otot terdiri atas:
m.tranverso spinalis, m.longissimus, m.iliocostalis,
m.spinalis, m.paravertebral. Group otot ini merupakan
penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan
sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam
keadaan tegak, (Kisner et al, 2018).
e) Deep Muscle
Merupakan grup otot intrinstik pada bagian lateral
lumbal yang terdiri dari m. Quadratus Lumborum, m.
8
Multifidus, m. Transversus Abdominis. Grup otot ini
berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal,
(Kisner et al, 2018).
M. Quadratus Lumborum memiliki tiga jenis
serabut yaitu serabut yang berjalan dari costa XII ke
crista illiaca, serabut dari costa XII ke processus
transversus vertebra lumbal dan serabut dari processus
transversus vertebra lumbal I-IV ke crista illiaca, (Kisner
et al, 2018).
M. Multifidus, merupakan salah satu otot grup deep
muscle. Otot ini membantu stabilisasi dan gerakan rotasi
pada lumbal. Otot ini origonya berada pada sacrum dan
illium, transversus processus TI-L5. Insersio, di
processus spinosus vertebra, (Kisner et al, 2018).
M. Transversus Abdominis, merupakan salah satu
otot deep muscle yang berorigo di ligament inguinal,
crista iliaca, dan cartilage costa VII-XII. Insersio
aponeurosis abdominal dan linea alba. Salah satu fungsi
dari otot ini adalah memberikan penekanan pada
abdomen, (Lynn S. L, 2016).
Gambar 2.5
9
b. Sistem saraf lumbal
1) Plexus Lumbosacral
Plexus lumbal dibentuk oleh divisi utama anterior dari akar
saraf L1, L2, L3 dan bagian dari L4. Plexus sacral dibentuk dari L4,
L5, S1, dan bagian dari S2 dan S3. Sama seperti pleksus brachialis,
cabang dan divisi dari plexus lumbosacral mengatur setiap saraf
perifer yang berjalan ke extremitas inferior. Selain itu, rami utama
anterior dari plexus lumbosacral menerima serabut simpatik
postganglionik dari rantai simpatik yang mempersarafi pembuluh
darah, kelenjar keringat, dan otot-otot piloerector di extremitas
inferior. Berbagai cedera yang terisolir pada plexus lumbal atau
sacral sangat jarang, gejala-gejala lebih sering muncul akibat dari
lesi diskus atau deformitas spondilitik yang mempengaruhi satu
atau lebih akar saraf atau dari tension dan kompresi pada saraf
perifer spesifik.
10
Gambar 2.6
11
Gambar 2.7
12
fleksi lumbal akan melibatkan flattening lordosis lumbal, khususnya
pada level upper lumbal, dan melibatkan kombinasi rotasi sagital ke
anterior dan translasi superior anterior (yakni upglide) pada facet
joint secara bilateral, (Joseph H, et al, 2015).
2) Gerakan rotasi lumbal
Kapanji 2009 mengatakan, gerakan ini terjadi pada bidang
gerak horizontal pada aksis yang melalui processus spinosus dengan
sudut gerakan normal sekitar 45°. Otot penggerak utama dalam
gerakan ini adalah, M. iliocostalis lumborumi untuk gerakan rotasi
ipsi lateral dan kontra lateral. Jika otott berkontraksi dan terjadi
gerakan rotasi yang berlawanan arah, otot penggeraknya adalah M.
obliques eksternal abdominis, (Esya Adetia et al, 2017).
Pada gerakan rotasi, vertebra bagian atas berotasi pada
vertebra bagian bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi
disekitar pusat rotasi pada hubungan antara processus spinosus
dengan processus articularis. Diskus intervertebralis tidak berperan
dalam gerakan axial rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi
oleh orientasi sendi facet vertebra lumbal. Menurut Gregersen dan
D.B. Lucas, axial rotasi pada vertebra lumbal mempunyai total ROM
secara bilateral sekitar 10o dan ROM segmental sekitar 2o dan
segmental unilateral sekitar 1o, (Joseph H, et al, 2015).
Dalam rotasi axial lumbal, permukaan artikular facet joint
saling menekan di satu sisi dan cenderung terbuka di sisi lain.
Misalnya, dengan rotasi axial kanan, proses artikular inferior kiri
berdampak pada proses artikular superior kiri dari vertebra bawah
dan lebar ruang sendi pada facet joint kanan meningkat. Permukaan
facet joint membatasi gerakan axial dan melindungi dari torsi yang
berlebihan pada diskus intervertebralis, (Joseph H, et al, 2015).
3) Gerakan lateral fleksi lumbal
13
Cailliet 2003 mengatakan, gerakann ini terdapat pada bidang
frontal dengan sudut normal sekitar 30°. Otot penggerak M. obliques
internus abdominuis, M. rectus abdominis, (Esya Adetia dkk, 2017).
Ketika upglide terjadi pada satu sisi dengan downglide pada
sisi kontralateral, maka menghasilkan gerakan lateral fleksi. Distraksi
terjadi dengan axial rotasi dari lumbal ketika satu facet terkompresi
dan menjadi fulcrum dan ketika facet sisi rotasi mengalami distraksi,
(Joseph H, et al, 2015).
b. Lumbopelvic Rhytm
Sebagian besar gerakan tulang belakang lumbal disertai dengan
gerakan pelvic, yang disebut lumbopelvic rhythm. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.4, lumbal menjadi datar saat fleksi dan
semakin melengkung kebelakang saat fleksi lumbal bertambah, gerakan-
gerakan yang menyertai pada vertebra lumbal terjadi. Gerakan penyertai
fleksi lumbal adalah nutasi sakrum, anterior pelvic tilt dan kontranutasi
sakrum. Pelvic bergerak ke belakang saat beban berpindah ke atas hip
(Joseph Hamill, 2013).
Gambar 2.8
Kurva hubungan trunk dan pelvic
Sumber: (Joseph Hamill, 2013)
Aktivitas lumbal maksimal terjadi saat 50° hingga 60° awal
fleksi, setelah itu terjadi rotasi anterior pelvic yang menjadi faktor utama
14
dalam meningkatkan fleksi trunk. Pada gerakan kembali kearah ekstensi,
terjadi posterior pelvic tilt pada tahap awal ekstensi, dan aktivitas lumbal
selanjutnya menyebabkan anterior pelvic tilt, yang mendominasi tahap
akhir ekstensi trunk. Pelvic juga bergerak ke depan saat beban bergeser
(Joseph Hamill, 2013).
Hubungan gerakan antara pelvic dan trunk selama rotasi trunk
atau lateral fleksi tidak begitu jelas seperti fleksi dan ekstensi karena
adanya pembatasan gerakan oleh ekstremitas bawah. Pelvic bergerak
dengan trunk pada rotasi kanan dengan rotasi kanan trunk kecuali
ekstremitas bawah memaksa rotasi pelvic ke arah yang berlawanan.
Dalam hal ini, pelvic mungkin tetap dalam posisi netral atau rotasi ke
samping dengan tenaga yang lebih besar (Joseph Hamill, 2013).
Demikian pula, pada fleksi lateral trunk, pelvic turun ke sisi
lateral fleksi kecuali jika ada tahanan yang diberikan oleh ekstremitas
bawah, dalam hal ini pelvic rotasi ke sisi yang berlawanan. Gerakan
penyerta pelvic ditentukan oleh gerakan trunk dan posisi unilateral atau
bilateral dari ekstremitas bawah (Joseph Hamill, 2013).
Hubungan gerakan antara pelvic dan trunk menjadi kompleks
ketika gerakan ekstremitas bawah, seperti berlari, dilakukan di mana
individu memiliki urutan yang berbeda dari satu tungkai yang
menyentuh tanah dan satu tungkai menjauhi dari tanah. Lumbal sedikit
fleksi dan pelvic tilt ke posterior selama loading phase dengan cepat
kembali ke ekstensi lumbal dan anterior pelvic tilt diantaranya (Joseph
Hamill, 2013).
Ektensi lumbal dan anterior pelvic tilt terjadi tepat setelah toe-off. Pada
bidang frontal, tulang belakang fleksi ke sisi kanan, dan pelvic tilt ke kiri
selama kontak dan pembebanan kaki kanan. Ini diikuti oleh fleksi lateral
lumbal ke sisi kiri saat pelvic mulai terangkat dan tilt ke kanan sampai
toe-off. Akhirnya, lumbar dan pelvic keduanya rotasi ke kanan dengan
15
kontak tungkai kanan. Lumbal dan pelvic rotasi ke kiri selama support
phase, tetapi tidak pada saat bersamaan (Joseph Hamill, 2013).
c. Beban Diskus Dalam Aktivitas
Posisi tubuh mempengaruhi beban pada tulang belakang. Hasil
studi pengukuran tekanan intradiscal yang dilakukan oleh Nachemson
pada tahun 1975 menunjukkan bahwa tekanan intradiscal akan
berkurang pada posisi bersandar dengan tegak, atau pada posisi berdiri
dengan relax. Nachemson menunjukan peningkatan beban tulang
belakang dari 800 N saat berdiri tegak menjadi 996 N saat duduk tegak.
Hal ini menyatakan bahwa tekanan intradiscal meningkat pada posisi
duduk. Pada posisi berdiri dengan tegak, beban pada diskus L3-L4
hampir dua kali berat tubuh (Nordin and Frankel, 2012).
Saat transisi dari posisi telentang ke posisi berdiri, gaya tekan,
tarik, dan geser bervariasi di setiap diskus dan di setiap tingkat lumbal.
Fleksi trunk meningkatkan beban dan momen gaya kedepan pada tulang
belakang. Gerakan fleksi pada trunk menyebabkan annulus menonjol ke
arah ventral dan nucleus bergerak ke arah posterior serta menekan
posterolateral pada annulus fibrosus. Gerakan fleksi yang disertai
gerakan rotasi dapat meningkatkan tekanan pada diskus (Nordin and
Frankel, 2012).
Beban pada vertebra lebih rendah selama duduk menggunakan
penyangga dibandingkan saat duduk tanpa penyangga. Selama duduk
dengan posisi yang ergonomis akan menghasilkan pengurangan
aktivitas otot yang dapat menghilangkan tekanan pada intradiscal
(Anderson et al 1974, wilke et al 1999). Kemiringan pada sandaran
punggung dan penggunaan penyangga lumbal juga dapat mengurangi
beban. Penggunaan penyangga pada daerah toraks akan mendorong
tulang belakang ke arah dada sehingga lumbar bergerak ke arah khyposis
dan tetap menyentuh sandaran sehingga meningkatkan beban pada
tulang belakang. Beban pada tulang belakang dapat diminimalkan
16
dengan cara mengambil posisi terlentang sebab beban yang dihasilkan
oleh berat tubuh dihilangkan. Dengan tubuh terlentang dan lutut yang
ekstensi, dapat membuat tarikan pada bagian vertebra otot psoas
sehingga menghasilkan beberapa beban pada lumbal. Namun dengan
gerakan pinggul, lutut yang ditekuk dan ditopang, lordosis pada lumbal
menjadi lurus dikarenakan otot psoas yang berelaksasi sehingga beban
dapat berkurang (Nordin and Frankel, 2012).
Gambar 2.9
Pengaruh kemiringan sandaran punggung
Sumber : (Nordin and Frankel, 2012)
17
atas akan meningkatkan beban pada tulang belakang dan diskus (Nordin
and Frankel, 2012).
Mengangkat dan membawa suatu benda pada jarak horizontal
adalah situasi umum dimana beban yang diterapkan pada verterbra
mungkin sangat tinggi sehingga dapat merusak tulang belakang.
Beberapa faktor yang mempengaruhi beban pada tulang belakang
selama aktivitas ini, yaitu :
1) Posisi objek relatif terhadap pusat gerak tulang belakang.
2) Ukuran, bentuk, berat, dan massa jenis benda.
3) Derajat fleksi atau rotasi tulang belakang.
4) Tingkat pemuatan
Ketika seseorang yang memegang sebuah benda dengan badan
membungkuk kedepan, gaya yang dihasilkan oleh berat bnda ditambah
oleh berat tubuh bagian atas menciptakan momen lentur pada diskus,
meningkatkan beban pada tulang belakang dan dapat bertambah lebih
besar daripada yang dihasilkan ketika orang tersebut berdiri tegak
sembari membawa suatu benda (Nordin and Frankel, 2012).
Dalam sebuah kompresi diskus mengalami tekanan 1,5 kali
beban yang diterapkan secara eksternal persatuan luas. Pada lumbal,
tegangan tarik di bagian posterior anulus fibrosus diperkirakan empat
sampai lima kali tekanan aksial yang diterapkan (Nordin and Frankel,
2012).
18
Gambar 2.10
Distribusi tegangan pada diskus dalam sebuah kompresi
Sumber: (Nordin and Frankel, 2012)
Persentase
Posisi
Berbaring terlentang 20
Berbaring miring 24
Berbaring tengkurap 22
19
Berdiri dengan santai 100
20
Mengangkat beban 20 kg dengan tas ke 340
sekolah
Mengangkat beban 20 kg dekat dengan 220
tubuh
Mengangkat beban 20 kg dengan jarak 360
60 cm dari dada
Tekanan meningkat pada saat 20 – 48
beristirahat malam hari (selama 7 jam)
Tabel 2.11
Presentase beban pada discus di posisi yang berbeda
Sumber : (Nordin and Frankel, 2012)
21
dengan proses degenerasi, kesalahan dalam beraktivitas, trauma dan
sebagainya (Budi Susanto, 2015).
Hernia Nukleus Pulposus adalah suatu keadaan dimana terjadi
penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis
(prostusi diskus) pada diskus vertebra yang diakibatkan oleh menonjolnya
nucleus pulposus yang menekan anulus fibrosus yang menyebabkan
kompresi saraf, terutama banyak terjadi di daerah lumbar sehingga sering
menimbulkan adanya gangguan neurologi yang didahului oleh perubahan
degeneratif (Djohan Aras, 2013).
Hernia Nukleus Polposus (HNP) lumbar umumnya menimbulkan
gejala ischialgia. Keluhan ischialgia sering muncul setelah melakukan
aktivitas yang berlebihan, terutama banyak membungkukkan badan atau
banyak berdiri dan berjalan. Jika dibiarkan maka semakin lama
mengakibatkan kelemahan anggota badan bawah atau tungkai bawah
yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah tersebut
(Kuntono, 2000)
Gambar 2.12
Herniated Nucleus Pulposus (HNP)
Sumber : James (2010)
22
C. Etiologi
Herniated Nucleus Pulposus (HNP) dapat disebabkan oleh
beberapa hal berikut ini :
a. Degenerasi diskus intervertebralis. Penyebab dari HNP biasanya
sejalan dengan meningkatnya usia dimana terjadi perubahan
degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus
pulposus (Moore dan Agur, 2013).
b. Trauma minor pada pasien lanjut usia dengan degenerasi
c. Trauma berat atau jatuh dengan posisi duduk
d. Mengangkat atau menarik benda berat
Selain itu, sebagian besar HNP juga disebabkan karena adanya
trauma derajat sedang yang berulang-ulang pada diskus intervertebralis
sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Kebanyakan pasien
dengan gejala trauma yang tiba-tiba, cedera pada diskus tidak terlihat
gejalanya selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun
(Helmi, 2012).
Bukti radiografi dari HNP tidak selalu dapat memperkirakan
kondisi nyeri punggung bawah ke depannya yang berhubungan dengan
gejalanya. Sekitar 19% sampai 27% orang terdiagnosis oleh radiografi
memiliki HNP tanpa menunjukkan gejala. Faktor resiko dari HNP
termasuk merokok, olah raga dengan weight bearing (weight lifting,
hammer throw), serta aktivitas berulang seperti mengangkat beban yang
berat. (Jordan, 2006).
D. Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Adanya trauma
sebelumnya atau mekanikal stress minor yang berulang-ulang seperti
mengangkat atau memindahkan barang yang tidak benar dapat
melemahkan serabut annulus fibrosus sehingga mudah mengalami
kerobekan. (Hertling and Kessler, 2006).
23
Herniasi nukleus pada segmen L2 kebawah akan menekan akar saraf
terutama herniasi kearah posterolateral. Pada daerah lumbar, herniasi
nukleus sering terjadi pada segmen L4 – L5 dan L5 – S1. Herniasi pada
segmen L4 – L5 dapat menekan akar saraf L5 sedangkan herniasi pada
segmen L5 – S1 dapat menekan akar saraf S1 dan sedikit L5 namun
semuanya menimbulkan keluhan ischialgia. (Hertling and Kessler, 2006).
Disfungsi diskus akibat proses degenerasi masih kurang jelas tetapi
kemungkinan melibatkan beberapa kerobekan circumferential pada
annulus fibrosus. Jika kerobekannya pada lapisan paling luar maka
penyembuhannya mungkin terjadi karena adanya beberapa suplai darah.
Pada lapisan paling dalam, mungkin kurang terjadi penyembuhan karena
sudah tidak ada lagi suplai darah. Secara perlahan akan terjadi pelebaran
yang progresif pada area circumferential yang robek dimana bergabung
kedalam kerobekan radial. Nukleus mulai mengalami perubahan dengan
hilangnya kandungan proteoglycan. Pada saat nukleus pulposus
mengalami kehilangan bentuknya dan annulus fibrosus mengalami
penurunan elastisitas akibat proses degenerasi, maka desakan nukleus
menyebabkan diskus menonjol kearah belakang melewati batas corpus
vertebra. Herniasi nukleus pulposus melewati serabut annular yang robek
akan menyebabkan protrusi yang jelas dari material diskus melewati batas
endplate corpus vertebra sehingga menghasilkan herniasi diskus (Hertling
and Kessler, 2006).
Kerobekan nukleus pulposus melewati annulus fibrosus umumnya
disebabkan oleh trauma berulang-ulang yang berhubungan dengan
aktivitas pekerjaan dan aktivitas olahraga. Selain itu, kerobekan pada
annulus fibrosus juga umumnya terjadi akibat faktor mekanikal tersebut.
Konsekuensi dari HNP adalah terjadinya radiculopathy atau myelopathy.
Radiculopathy terjadi akibat kompresi pada akar saraf atau akibat proses
inflamasi yang mempengaruhi akar saraf, sedangkan myelopathy telah
melibatkan kompresi pada spinal cord.(Hertling and Kessler, 2006).
24
Menurut gradasinya, herniasi dan nukleus pulposus, Herniated
Nucleus Pulposus (HNP) terbagi atas:
a. Herniasi: istilah umum yang digunakan pada terjadinya perubahan
bentuk annulus fibrosus, yaitu menonjol keluar dari btas pinggir
normalnya.
b. Protrusi: material nucleus pulposus ditahan oleh lapisan terluar
annulus dan struktur ligamen penopang.
c. Prolaps: material nucleus pulposus rupture total ke kanalis vertebralis.
d. Ekstrusi: ekstensi material nucleus pulposus keluar dari batas ligamen
longitudinal posterior atau di atas dan di bawah ruang diskus, seperti
yang tampak pada pencitraan MRI, tetapi masih kontak dengan diskus.
e. Sekuestrasi bebas: material nucleus pulposus yang telah terekstrusi
terpisah dari diskus dan menjauhi area prolaps.
Gambar 2.13
Jenis-jenis Herniated Nucleus Pulposus (HNP).
(A) Protrusion. (B) Prolapse. (C) Extrusion. (D) Sequestation
Sumber :Magee (2008).
E. Manifestasi Klinis
a. Nyeri punggung bawah yang intermitten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf sciatic.
b. Sifat nyeri berubah dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari
pinggang dan menjalar ke bagian posterolateral kemudian sampai di
tungkai bawah.
25
c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti batuk, bersin, mengedan,
berdiri, duduk dalam jangka waktu yang lama dan berkurang saat
beristirahat atau berbaring.
d. Penderita sering mengeluh kesemutan (parasthesia) atau baal bahkan
kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila daerah L5 – S1 ditekan.
f. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan
anggota bawah/tungkai.
g. Bila mengenai conus medullaris atau cauda equina dapat terjadi
gangguan defekasi, miksi, dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan
kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan pembedahan untuk
mencegah kerusakan fungsi permanen. (Setyanegara 2014).
Nyeri adalah rasa yang tidak menyenangkan, yang dapat terjadi oleh
karena rangsangan berbahaya (noxius) akibat kerusakan jaringan atau oleh
karena gangguan emosi yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
perasaan yang tidak menyenangkan, walaupun tak ada rangsangan
berbahaya. Jenis nyeri terbagi atas 4 bagian yaitu :
1. Nyeri Primer
2. Nyeri Sekunder
26
3. Nyeri Akut
4.Nyeri Kronis
Nyeri Kronis adalah Nyeri menahun dapat sentral dan perifer, nyeri
ini tak memberi tahu adanya kerusakan jaringan, akan tetapi terdapat
lain- lain persoalan, biasanya diikuti depresi (reactive depression).
Antara kerusakan jaringan sebagai sumber stimulasi nyeri sampai
dirasakan sebagai persepsi terdapat suatu rangkaian proses elektro
fisiologi yang secara kolektif disebut.
Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien
rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari ”tidak nyeri,
ringan, sedang atau berat” . Secara operasional VAS umumnya berupa garis
horizontal atau vertical, panjang 10 cm seperti yang di ilustrasikan pada
gambar.Pasien menandai garis dengan menandai sebuah titik yang mewakili
keadaan nyeri yang di rasakan pasien saat ini.
27
o Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera
penglihatan
o Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas
o Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan
terjadi perubahan perilaku
o Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara
apapun untuk menyembuhkan nyeri
o Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan
Anda tak sadarkan diri
28
3 Fair Otot atau group otot dapat memenuhi ROM
penuh dan dapat melawan tahanan dari
gravit dari gravitasi saja.
4 Good Dapat memenuhi ROM full dan melawan
gravitasi serta dapat melawan tahanan tanpa
berhenti di tengah tengah ROM.
5 Normal Dapat mmemenuhi ROM dan melawan
tahanan maksimal
29
4). Schober Test
Schobert test adalah metode yang digunakan untuk mengukur fleksibilitas
lumbal. Alat yang digunakan adalah meteran. Adapun pelaksanaan teknik schobert
test sebagai berikut :
a. Posisi pasien yang dianjurkan adalah posisi berdiri dengan cervical, thoracal,
lumbal dalam posisi 0º (mid line) tanpa adanya lateral fleksi dan rotasi.
Stabilisasi regio pelvis untuk mencegah adanya anterior tilting.
a. Cara pengukuran
1. Pada saat berdiri, beri tanda pada titik L5 (Vertebra Lumbal ke 5)
2. Dua titik ditandai : 5 cm dibawah dan 10 cm diatas titik ini
3. Pasien diminta untuk menyentuh jari kaki sambil menjaga lutut tetap lurus.
4. Ukur jarak L1 ke L5 dengan menggunakan meteran
5. Jika jarak kedua titik tidak bertambah setidaknya 5 cm, maka ini adalah tanda
keterbatasan pada fleksi lumbal.
a) Indikasi
• Post akut musculoskeletal injuri
30
• Kerobekan otot dan tendon
• Penyakit degenerasi sendi
• Peningkatan extensibilitas collagen
• Mengurangi kekakuan sendi, bursitis
• Lesi kapsul
• Myofascial trigger point
• Mengurangi nyeri subakut dan nyeri kronik.
b) Kontraindikasi
• Akut traumatik musculoskeletal injuri
• Kondisi-kondisi akut inflamasi
• Area ischemia dan efusi sendi
• Mata, Contact Lens
• Malignancy, Infeksi
• Area pelvic selama menstruasi, testis dan kehamilan
• Pemasangan metal/besi pada tulang, cardiac pacemakers, alat-alat
intrauterine.
2. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
TENS adalah sebuah modalitas yang bertenaga listrik rendah yang
dialirikan ke kulit melewati elektrodra yang di letakkan di atas area yang
mengalami nyeri. Arus listrik yang dapat diberikan TENS dapat
merangsang sel neuron sensory yang berdiameter besar untuk masuk lebih
dahulu ke gate di substansia gelatinosa dan menghambat sel nosiceptor yang
berdiameter kecil untuk memberikan informasi ke otak, sehingga rangsang
nyeri tidak sampai ke otak dan membuat nyeri berkurang.
Modalitas fisioterapi berupa Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS) dimana menggunakan energi listrik untuk merangsang
sistem saraf melalui permukaan kulit dalam hubungannya dengan modulasi
nyeri. Pemberian TENS pada kasus post ruptur anterior carciatum ligament
ini bertujuan untuk mengurangi nyeri melalui mekanisme segmental. TENS
31
akan menghasilkan efek analgesia dengan jalan mengaktivasi serabut A beta
yang akan menginhibisi neuron nosiseptif di cornu dorsalis medula spinalis.
Teori ini mengacu pada teori gerbang control (Gate Control Theory) bahwa
gerbang terdiri dari sel internunsia yang bersifat inhibisi yang dikenal
sebagai substansia gelatinosa dan yang terletak di cornu posterior dan sel T
yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Impuls dari serabut
aferen berdiameter besar akan menutup gerbang dan membloking transmisi
impuls dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri berkurang (Parjoto,
2006).
a) Indikasi
• Nyeri akibat trauma
• Muskuloskeletal
• Sindrome kompresi neurovaskuler
• Neuralgia
• Causalgia
b) Kontraindikasi
• Pasien dengan alat pacu jantung
3. Transverse Friction
Penghubung
32
(granulasi), dan remodelling. Proses ini terjadi secara terpisah tetapi
dan formasi adhesi. Pada tahap awal proliferasi ketika cross link masih
tersebut. Ketika cross link sudah kuat atau adhesi telah dibentuk, teknik
friction yang digunakan lebih lembut pada jaringan yang rusak dan
memobilisasi cross link antara serat kolagen dan adhesi, antara jaringan
33
d. Friction menimbulkan hiperemia traumatis Friction
mengantuk.
4. Core Stability
Core stability secara definisi adalah kemampuan untuk mengontrol posisi
dan gerakan batang badan melalui panggul dan kaki untuk memungkinkan
produksi optimal, transfer dan kontrol kekuatan dan gerakan ke segmen terminal
pergerakan bagian tengah tubuh. Core stability ditargetkan pada otot – otot perut
dalam pemeliharaan potur yang baik dan memberikan dasar untuk semua
dari trunk sampai pelvic yang digunakan untuk melakukan gerakan secara
34
optimal, perpindahan, kontrol tekanan dan gerakan saat aktifitas. Core
stabilitymerupakan faktor penting dalam postural. Otot utama dari Core Muscle
a. Indikasi
• Gangguan Stabilitas
b. Kontraindikasi
• Spinal fraktur
• Masalah kardiovaskular
5. Mobilisasi saraf
Mobilisasi saraf adalah modalitas pengobatan yang
35
saraf dan jaringan di sekitarnya, sehingga mengurangi tekanan
• Kontraindikasi
(1991) adalah :
gerakan fleksi hip, adduksi hip, dan dorso ankle selama 3 detik
secara berulang-ulang.
36
BAB III
B. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Nyeri Pinggang Bawah
Sifat keluhan : Nyeri Menjalar (Radicular Pain)
Faktor Penyebab : Kesalahan posisi pada saat mengangkat
barang
Faktor yang memperberat :Saat duduk lama dan jalan jauh
Faktor yang memperingan :Saat istirahat ( baring )
RPP : Awalnya pasien melakukan aktivitas
mengangkat barang berat kemudian pasien main bulu
tangkis dan tiba – tiba merasakan nyeri pada pinggang
bawahnya pada bulan februari 2022, 3 hari setelah
kejadian tersebut pasien merasakan adanya
peningkatan rasa sakit pada bagian pinggang bawah
dan merasakan sakit berlebihan terutama pada saat
membungkuk atau rukuk, kemudaan pasien ke dokter
spesialis saraf akhirnya pasien didiagnosa HNP dan
di rujuk ke fisioterapi
Riwayat Penyakit Penyerta : Tidak ada
37
C. Inspeksi/Observasi
1. Statis
• Dari arah anterior terlihat adanya asimetris pada pelvic
• Dari arah lateral pasien tampak flat back
• Dari arah posterior SIJ tampak asimetris
a. Dinamis
• Pasien kesulitan menggerakkan daerah pinggul
• Pada saat berjalan, berat badan lebih bertumpu pada kaki yang sehat
38
sebelumnya memberikan contoh terlebih dahulu kemudian pasien
mengikuti gerakan yang sudah dicontohkan.
Gerakan Hasil Keterbatasan
Fleksi Nyeri ROM terbatas
Ekstensi Tidak Nyeri ROM normal
Lateral fleksi kiri Tidak Nyeri ROM normal
Lateral fleksi kanan Tidak Nyeri ROM normal
Rotasi kiri Tidak Nyeri ROM normal
Rotasi kanan Tidak Nyeri ROM normal
39
Lateral fleksi Tidak Nyeri ROM Normal Normal,ROM
kanan normal,Elastic
end feel
Rotasi kiri Tidak Nyeri ROM Normal Normal,ROM
normal,Elastic
end feel
Rotasi kanan Tidak Nyeri ROM Normal Normal,ROM
normal,Elastic
end feel
40
G. Pemeriksaan Spesifik
➢ Patrick Test
Tujuan : Untuk mengidentifikasi adanya patologi pada hip
atau SIJ
Teknik : Pasien terlentang dalam posisi comfortable.
Praktikan selanjutnya secara pasif menggerakkan
tungkai pasien yang dites kearah fleksi knee dengan
menempatkan ankle diatas knee pada tungkai pasien
yang satunya. Praktikan kemudian memfiksasi SIAS
pasien pada tungkai yang tidak di tes dengan
menggunakan satu tangan dan tangan satunya pada sisi
medial knee pasien yang dites, lalu menekan tungkai
pasien kearah abduksi.
Hasil : Nyeri terprovokasi selama test
Interpretasi : Indikasi patologi pada lumbal
➢ Anti Patrick
Tujuan : untuk mendeteksi iritasi nervus sciatic.
Teknik : Posisi pasien tidur terlentang dalam posisi
comfortable. Terapis meletakkan kedua tangan di atas
knee pasien, masing-masing pada sisi medial dan
lateral knee untuk menyiapkan stabilisasi. Terapis
selanjutnya secara pasif menggerakkan tungkai pasian
ke arah fleksi hip 90, endorotasi, adduksi, dan knee
fleksi 90.
Hasil :nyeri pada area gluteal/sciatic.
Interpretasi : adanya penekanan saraf
➢ Slump Test
Tujuan : Tes ketegangan saraf digunakan untuk mendeteksi
herniated disc, neurodynamic atau sensitivitas
jaringan saraf
41
Teknik : Posisi pasien duduk tegak dan kedua tangan berada
dibelakang tubuh pasien. 1) Terapis mempertahankan
kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta
membungkuk (fleksi lumbal), 2) kemudian beri
tekanan ( kompresi) pada bahu kanan kiri pasien untuk
mempertahankan fleksi lumbal , 3) selanjutnya pasien
diminta mengerakkan fleksi leher dan kepala sejauh
mungkin, 4) kemudian terapis mepertahankan posisi
maksimal fleksi veterbra tersebut dengan memberi
tekanan pada kepala bagian belakang, 5) terapis
menahan kaki pasien pada maksimal dorso fleksi,
pasien diminta ekstensi knee, 6) jika pasien tidak
mampu ekstensi knee (karena nyeri) maka tekanan
pada kepala dipindahkan pada bahu kanan kiri
Hasil : Pasien positif mengalami discus hernia
Interpretasi : Pasien tidak mampu melakukan ekstensi knee pada
saat tes
➢ Joint Play Movement
Tujuan : Untuk mengetahui letak kelainan secara segmentasi
regio lumbal
Teknik : PACVP dan LPAVP. PACVP atau postero-anterior
central vertebra pressure diaplikasikan dalam posisi
tidur tengkurap dengan memberikan kompresi pada
proc. spinosus setiap segmen. Sedangkan LPAVP atau
lateral-posterior vertebral pressure juga dalam posisi
yang sama tetapi kompressi diberikan pada facet joint
tepat disamping proc.sponosus.
Hasil : Dari hasil PACVP pada segmen L5 – S1 terdapat
nyeri.
Interpretasi : Adanya indikasi intervertebral disfungsi
42
➢ Myotome tes
Tujuan : Untuk mengetahui kelemahan pada otot yang
dilewati oleh akar saraf yang bermasalah
Tekhnik : Pemeriksa menempatkan sendi pada posisi netral
atau posisi rileks dan kemudian menerapkan
gerakan isometric melawan tahanan, kontraksi
ditahan kurang lebih selama 5 detik untuk melihat
adanya kelemahan. Jika memungkinkan pemeriksa
akan memeriksa dua sisi sekaligus untuk
mendapatkan perbandingan. Perbandingan
keduanya bersamaan tidak mungkin untuk gerakan
pada hip dan knee karena berat dari tungkai dan
tekanan dari punggung bawah.
Interpretasi : pasien tidak mampu melawan tahanan pada saat
Gerakan ekstensi/dorso fleksi jari jari kaki dan plantar
fleksi
Hasil : adanya ketidakmampuan melawan tahan pada
Gerakan ekstensi jari”kaki /dorso fleksi dan plantar fleksi.
➢ Dermatom tes
Tujuan : Untuk melakkan pemeriksaan are dermatome L5-
S1
Teknik : Cara pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan
memegang jari kaki 1,2,3,4,5.pasien dalam posisi tidur
terlentang dan menutup mata.Posisi fisioterapis,
berdiri disamping pasien yang akan di
palpasi.fisioterapis melakukan palpasi di daerah jari-
jari kaki 1, 2,3,4 dan 5 kemudian menanyakan ke
pasien apakah ada rasa kebas atau mati rasa
(numbness).
Hasil : Pasien merasakan kebas didaerah tersebut
43
Interpretasi : Terdapat penekanan akar saraf L5-S1
➢ Palpasi otot
Tujuan : Untuk mengetahui adanya spasme Otot Erector
Spine dan Quadratus Lumborum
Teknik : Posisi pasien prone lying, Fokus pada spine dan
lokalisir Processus spinossus lumbal dengan ujung thumb.geser thumb
kelateral tepat pada lamina groove dan pada otot erctor spine palpasi
lebih dalam antara costa 12 dan illium untuk menemukan tepi serabut
quadratus lumborum.
Hasil : Nyeri tekan pada otot erector spine dan Quadratus
lumborum
Interpretasi : adanya spasme pada otot erector spine dan
quadratus Lumborum
H. Pengukuran
➢ Visual Analog Scale (VAS)
Tujuan : Untuk mengetahui derajat nyeri pasien
44
Hasil :
- Nyeri diam : skala 3
- Nyeri gerak : skala 5
45
M.longissimus 5
➢ Pengukuran ROM
Pengukuran LGS menggunakan metode schober
• Tes ditujukan untuk mengetahui kemampuan pasien untuk melenturkan
punggung bawahnya.
• Prosedur :
➢ Pasien diminta untuk menyentuh jari kaki sambil menjaga lutut tetap
lurus.
➢ Jika jarak kedua titik tidak bertambah setidaknya 5 cm, maka ini adalah
46
Side fleksi Ujung Jari 3 – 56 cm 38 cm 18 cm
kiri lantai
cm
47
Berdiri 3
Tidur 2
Bepergian 1
Pekerjaan/Rumah Tangga 4
Kehidupan Sosial 3
: 37,03 %
• Interpretasi :
(1) Disabilitas minimal, merupakan ketidakmapuan pada tingkat minimalyaitu
dengan angka 0%-20%. Pasien dapat melakukan sebagian besar aktifitas
hidupnya. Biasanya tidak ada indikasi untuk pengobatan terlepasdari nasihat
untuk mengangkat dan duduk dengan cara yang benar agartidak bertambah
parahnya tingkat disabilitas pasien.
(2) Disabilitas sedang, merupakan ketidakmampuan pada tingkat sedang yaitu
dengan angka 21%-40%. Pasien merasa lebih sakit dan mengalamikesulitan
dalam melakukan aktifitas duduk, mengangkat, dan berdiri.Untuk berpergian
dan kehidupan sosial akan lebih dihindari. Sedangkanuntuk perawatan
pribadi dan tidur tidak terlalu terpengaruh.
(3) Disabilitas parah, merupakan ketidakmampuan pada tingkat yang
parah,yaitu dengan angka 41%-60%. Rasa sakit dan nyeri tetap menjadi
masalahutamanya sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari.
(4) Disabilitas sangat parah, merupakan ketidakmampuan yang sangat –
parahdengan angka 61% 80%, sehingga sangat menggangu seluruh
aspekkehidupan pasien.
(5) Angka tertinggi untuk tingkat keparahan disabilitas adalah
81% 100%,dimana pasien tidak dapat melakukan aktifitas sama sekali dan
hanyatergolek ditempat tidur.
48
Dalam hal ini, tingkat disabilitas yang akan digunakan sebagai acuan
penelitian adalah pasien dengan disabilitas sedang sampai dengan disabilitas
yang parah. Sebagai tambahan, banyak peneliti menyarankan bahwa perubahan
4-10 poin merupakan hal yang penting untuk menentukan signifikansi perubahan
(52).Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah jumlah total masing-masing
item untuk pengujian aspek psikometri berupa validitas butir kuesioner dan
reliabilitas kuesioner secara umum.(Wahyudin, 2016).
I. Diagnosa Dan Problematika Fisioterapi
a) Adapun diagnosa fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses
pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu “Radikular Pain Pada Pinggang
Bawah hingga kaki et causa HNP Lumbal”
b) Problematik Fisioterapi
Pemeriksaan /
No. Komponen ICF Pengukuran Yang
Membuktikan
Impairment
Pengukuran
Body Structure = Discus
VAS,pemeriksaan
Body Function = Nyeri menjalar pada
spesifik (Slump tes)
pinggang bawah
Body Structure = Otot erector spine dan
quadratus lumborum
Palpasi
Body Function = Spasme otot erector spine
1
dan quadratus lumborum
Tes Gerak Aktif Dan
Body Structure = Otot Fleksor trunk Pasif dan MMT
Body Function = Adanya kelemahan otot
fleksor trunk sehingga menyebabkan
Keterbatasan gerak fleksi lumbal.
49
Gangguan ADL seperti berjalan, duduk,
dan membungkuk
Kesulitan mengangkat beban yang berat Pengukuran ODI
Participant Restriction
3 Kesulitan melakukan ibadah dan Pengukuran ODI
melakukan pekerjaan perusahaan
50
BAB IV
yang lama serta kembali melakukan shalat secara mandiri tanpa ada rasa
nyeri
51
derajat gerak bebas
pada fleksi lumbal
Activity Limitation
Gangguan ADL seperti Mengembalikan Core Stability
berjalan, duduk, dan kemampuan untuk
membungkuk berjalan,duduk dan
bungkuk dalam waktu
2 yang lama tanpa
keluhan
Kesulitan mengangkat beban Mengembalikan Core Stability
yang berat kemampuan untuk
mengangkat beban
yang berat
Participant Restriction
Kesulitan melakukan ibadah Mampu untuk Edukasi dan
dan melakukan kegiatan beribadah tanpa
3 home program
perusahaan keluhan dan
melakukan kegiatan
kantor
52
Time : 8 Menit
c. Friction
Tujuan : Untuk Mengurangi nyeri pada M. Erector spine & M.
Quadratus Lomborum
Frekuensi : 2 kali seminggu
Time : 60 Detik
d. Terapi Latihan (Core Stability)
• Tujuan : Memperkuat core muscles akan memperbaiki postur tubuh.
• Prosedur :
Latihan 1 :
2) Teknik pelaksanaan :
punggung rata
Latihan 2 :
53
2) Prosedur pelaksanaan : Minta pasien untuk mengangkat pinggulnya
yang sesuai. Pasien menarik perutnya ke atas dan ke atas di pusar tanpa
e. Neurodynamic Mobilization
• Prosedur Pelaksanaan:
- Dosis terapi adalah 10 kali repetisi setiap set latihan, waktu interval
setiap set adalah 1 menit, 3 set, jumlah intervensi sebanyak 2 kali per
54
- Tidak mengangkat beban yang berat agar tidak menimbulkan rasa nyeri.
- Selalu menjaga`postur tubuh yang benar pada saat berdiri atau duduk.
• Home Program :
rumah
E. Evaluasi Fisioterapi
Problematik Intervensi Fisioterapi Awal Terapi Akhir Terapi
55
BAB V
PEMBAHASAN
56
untuk melacak kelainan struktur region tersebut. Dalam buku “Orthopedic
Physical Assesment : David J.Mage” menjelaskan terkait pemeriksaan
fungsi gerak dasar terkait gerak aktif,gerak pasif,TIMT pada region hip
yaitu fleksi,ekstensi,lateral fleksi dan rotasi serta informasi-informasi apa
saja yang didapatkan dalam pemeriksaan fungsi gerak dasar tersebut.
A. Gerak aktif
B. Gerak pasif
Gerak pasif dalah suatu gerakan pemeriksaan terhadap pasien yang
dilakukan oleh pemeriksa tanpa melibatkan pasien secara pasif. Dengan
demikian pemeriksaan ini banyak ditujukan untuk struktur athrogen dan
myotendinogen secara pasif. Sebelum melakukan pemeriksaan
usahakan agar region yang akan digerakkan dalam keadaan rileks dan
pada saat digerakkan usahakan mencapai ROM seoptimal mungkin
dengan memeperhatikan keluhan penderita, sehingga pada satu sisi
akan terjadi penguluran dan pada sisi yang lain mengalami kompresi.
Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan gerak pasif adalah :
57
1) ROM Pasif
2) Stabilitas sendi
3) Rasa nyeri
4) End feel
5) Capsular pattern
Ketika dilakukan pemeriksaan gerak pasif, pasien dengan kondisi
osteoarthritis tetap mengalami keterbatasan dan endfeel dari
gerakannya akan menunjukkan adanya empty endfeel.
B. TIMT
Gerak Isometrik Melawan Tahanan (TIMT) Gerak isometric
melawan tahanan (TIMT) adalah pemeriksaan yang ditujukan pada
musculotendinogen dan neurogen. Caranya penderita melakukan
gerakan dengan melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa tanpa
terjadi gerakan yang merubah posisi ROM sendi pada regio yang
diperiksa. Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ini adalah :
1) Nyeri pada musculotendinogen
2) Kekuatan otot secara isometric
3) Kualitas saraf motoric
Timbulnya respon panas pada sisi kontra lateral dari segmen yang sama
setelah pengobatan lebih dari 20 menit. Dengan penerapan MWD, penetrasi dan
58
ambang rangsang jaringan saraf semakin membaik, maka konduktivitas jaringan
saraf akan membaik pula. Dengan efek-efek dari Microwave Diathermy (MWD)
maka akan terjadi peningkatan sirkulasi, normalisasi jaringan otot dan tendon,
serta pebaikan metabolisme sehingga persepsi nyeri pada jaringan ikat akan
menurun.
terkonsentrasi pada jaringan otot, sebab jaringan otot lebih banyak mengandung
stimulasi sekunder pada saraf afferent. Namun selain itu efek sekunder dari
serabut saraf afferent dapat mempengaruhi ujung serabut saraf pada spindle otot
dan tendon golgi, yang akan mempengaruhi inhibisi terharap motor neuron
Diathermy merupakan pengurangan rasa nyeri yang dapat diperoleh melalui efek
pada tingkat seluler yang dapat merangsang perbaikan fungsi sel dengan
repolarisasi sel-sel yang rusak dan juga dapat mempercepat proses penyembuhan
59
- Core Stability Exercise
Terjadinya kontraksi otot dan gerakan yang berulang pada area spine, pelvis
dan hip, itu di pengaruhi oleh gerakan yang dilakukan secara berulang pada core
abdominis, diafragma, erector spine, glutealis dan illopsoas. Saat core stability
exercise berlangsung maka pada fungsi otot core, pelvic, spine, hip dan kontrol
trunk. Jika otot core meningkat kekuatannya, maka akan terjadi peningkatan
kekuatan otot pula pada daerah hip, knee, dan ankle. Peningkatan kekuatan otot
tersebut juga akan meningkatkan fleksibilitas. Hal ini dapat terjadi karena
penguluran (stretch) pada otot-otot antagonis, pada saat otot berkontraksi. Secara
otomatis, jika ada peningkatan kekuatan otot maka fleksibilitas akan meningkat.
aktifnya proprioseptif sebagai sistem informasi dari sendi dan otot, untuk
terjadi keseimbangan dinamis. Setelah itu akan terjadi aktivasi otot-otot core
global dan memperkuat core muscle, sehingga akan memperbaiki stabilitas pada
tulang belakang dan terjadi peningkatan LGS pada lumbal yang menyebabkan
60
dan Aktivitas fungsional pada penderita low back pain. Hal ini disebabkan
karena pada latihan core stability exercise akan memfasilitasi co-contraksi antara
otot abdomen dan otot ekstensor lumbal untuk menjaga stabilitas trunk, sehingga
timbul gerakan yang lebih efektif, dan terjadi peningkatan fleksibilitas trunk.
Core stability exercise akan mengaktivasi otot stabilitas tulang belakang global
- Transfer Friction
- TENS
TENS adalah sebuah modalitas yang bertenaga listrik rendah yang dialirikan
ke kulit melewati elektrodra yang di letakkan di atas area yang mengalami nyeri.
Arus listrik yang dapat diberikan TENS dapat merangsang sel neuron sensory
yang berdiameter besar untuk masuk lebih dahulu ke gate di substansia
gelatinosa dan menghambat sel nosiceptor yang berdiameter kecil untuk
61
memberikan informasi ke otak, sehingga rangsang nyeri tidak sampai ke otak
dan membuat nyeri berkurang.
- Neurodynamic Mobilization
Neurodynamic Mobilization adalah modalitas pengobatan yang
digunakan dalam kaitannya dengan lesi dari sistem saraf. Teknik mobilisasi
(Kostopoulos, 2003).
62
DAFTAR PUSTAKA