Anda di halaman 1dari 19

KELOMPOK 3

Bell’s palsy
AMALIA MAGFIRAH HUSNUL KHATIMAH
USMAN A. FADILLAH
KHAIRUNNISA H A. RISKA AMIRULLAH
MUH. FITRANSYA ASTRIANI
NANNI DIAN ALVIONITA
NURHIDAYAH EGA INDAH SARI
NURUL INAYAH HASNAWATI
SRIWAHYUNINGSIH HUSNUL KHATIMA
SEGAR ZATADINA
SUCI INRIANI AIYSAH
Definisi
Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer
(N.VII), terjadi secara akut dan penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain
yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis atau
kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif,
non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat
mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis
di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari
foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan.
Anatomi Nervus Facialis
1) Lesi di luar foramen
stilomastoideum  Mulut tertarik ke
sisi yg sehat, makanan terkumpul
antara pipi & gusi, sensasi wajah &
Lipatan kulit dahi (-)

2) Lesi di kanalis fasialis


(melibatkan korda timpani) ggn
(1) + (-) pengecapan lidah 2/3 bag.
depan, salivasi sisi yg terkena

3) Lesi di kanalis fasialis > 


melibatkan muskulus stapedius 
ggn (1)&(2)+ hiperakusis.
4) Lesi yg lebih tinggi  ggl
genikulatum ggn (1),(2), (3)+nyeri di
belakang & liang telinga

5) Lesi di meatus akustikus internusggn


spt di atas + tuli

6) Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis


di pons  Ggn spt di atas+ tanda
terlibatnya saraf lain
Epidemologi
Insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan karena
penderita tidak hanya berobat ke dokter saraf saja, tetapi
kemungkinan ada yang berobat kepada dokter umum, dokter THT
maupun dokter mata. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah
sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 %
dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–30 tahun.
Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati
perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada
beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara
dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai
atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy.
Etiologi
Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu:
 Teori iskemik vaskuler
Terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N.VII.
 Teori infeksi virus
setelah penderita mengalami penyakit virus, sehingga menurut teori
ini penyebab bell’s palsy adalah virus.
 Teori herediter
Penderita bell’s palsy kausanya herediter, autosomal dominan.
 Teori imunologi
terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul
sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Patofisiologi
Patofisiologi timbulnya Bell‘s Palsy mulai dari N.VII berjalan melalui bagian dari tulang
temporal yang disebut dengan kanalis fasialis. Adanya edema dan ischemia menyebabkan
kompresi dari N.VII dalam kanalis tulang ini, karena itu ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideum dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kompresi N.VII ini dapat dilihat
dengan MRI. Bagian pertama dari kanalis fasialis yang disebut dengan segmen labyrinthine
adalah bagian yang paling sempit, meatus foramien ini memiliki diameter 0,66 mm. Lokasi
inilah yang diduga merupakan tempat paling sering terjadinya kompresi pada N.VII pada Bell‘s
Palsy, karena bagian ini merupakan tempat yang paling sempit maka terjadinya inflamasi,
demielinisasi, ischemia, ataupun proses kompresi paling mungkin terjadi. Lokasi terserangnya
Nervus Fasialis di Bell‘s Palsy bersifat perifer dari nukleus saraf tersebut, dimana timbulnya
lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika lesinya timbul di bagian
proksimal ganglion genikulatum maka akan timbul kelumpuhan motorik disertai dengan
ketidak abnormalan fungsi gustatorium dan otonom. Apabila lesi terletak di foramen
stilomastoideus dapat menyebabkan kelumpuhan fasial saja.
Gambaran Klinis dan Keluhan

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan


pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat
gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu
sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat
berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah
yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan
menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari
sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar
serta kerut dahi menghilang.
Pada kasus yang lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata berupa
pengurangan atau hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya
ganglion genikulatum dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schirmer.
Komplikasi bells palsy

• Kontraktur
• Clonic fasial spasm (Hemifacial spasm)
• Synkinesis
• Crocodile tear phenomenon
Penatalaksanaan

Anamnesis
Hasil Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 41 tahun merasakan
kelemahan pada sisi wajah sebelah kiri yang disertai
dengan adanya rasa nyeri pada bagian belakang telinga.
Saat ini pasien mengalami kesulitan dalam menutup
mata kiri dan merasa wajahnya mencong ke arah
kanan.Hal tersebut dirasakan sudah 2 hari yang lalu.
Pemeriksaan Fisik

 Vital Sign
o Blood Preasue : Normal
o Heart Rate : Normal
o Respiratory Rate : Normal
 Inspeksi
o Tampak kelemahan pada wajah
o Wajah tidak simetris
o Ekspresi wajah tidak sama
 Palpasi
o Nyeri tekan pada bagian belakang telinga
o Suhu normal
 Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
o Aktif dan Pasif : adanya kelemahan
o Tes isometric melawan tahanan : adanya kelemahan
Penegakan Diagnosis
 Activity Limitation :
- Sulit mengelurkan air mata sisi kiri
- Sulit memejamkan mata sisi kiri
 Body Structure &Function :
- Kelemahan otot satu sisi wajah
- Penurunan fungsi n. fascialis
 Participation Restriction :
- Mengganggu aktivitas berkomunikasi
Diagnosis Fisioterapi :

Belum bisa memejamkan mata dan mengeluarkan air


mata sisi kiri karena adanya kelemahan otot dan
penurunan fungsi n. fascialis pada satu sisi wajah kiri
sehingga mengganggu aktivitas berkomunikasi.
Rencana Penatalaksanaan

Tujuan : Memperbaiki fungsi nervus fascialis


 Prinsip Terapi :
- Penguatan otot fascial
- Peningkatan fungsi n. fascialis
 Edukasi : Mengajarkan cara menutup mata dan
mengontrol air liur yang keluar dari mulut.
 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis
INTERVENSI

Pemanasan
– Pemanasan superfisial dengan infra red.
– Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy
atau Microwave Diathermy.
Stimulasi listrik
Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
Home Program
Prognosis

Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam


waktu 3 bulan. Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala
awal terjadi merupakan tanda prognosis baik. Denervasi otot-
otot wajah sesudah 2-3 minggu menunjukkan bahwa terjadi
degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan
pemulihan yang lebih lama dan tidak sempurna.
Pemulihan daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari
pasca awitan biasanya berkaitan dengan pemulihan paralisis
secara sempurna. Apabila lebih 14 hari, maka hal tersebut
menunjukkan prognosis yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai