Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN KASUS

BELL’S PALSY

1
Yudistira Putri Pertiwi, 2 Endang Kistanti

1
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Khairun
2
Departemen Neuorologi RS. dr.H.Chasan Boeroirie Ternate
Abstrak

Pendahuluan
Bells palsy adalah salah satu kelainan neurologi nervus kranialis tersering dan merupaka
penyebab paralisis wajah tersering didunia. Bells palsy diperkirakan menjadi penyebab 60-
70% dari total kasus paralisis fasialis unilateral akut. 1,2 Bells palsy lebih sering terjadi pada
orang dewasa, dan pasien immunkompomais. Bells palsy mengenai perempuan dan laki-laki
dengan perbadingan yang sama. Penyebab Bells palsy masih menjadi kontroversial. Kelainan
ini tampak seperti neuritis dengan kemungkinan etiologik viral, inflamasi, autoimun, dan
iskemik. Penyembuhan pada Bells palsy bervariasi antara beberapa minggu sampai 12 bulan.
umumnya 70% akan sembuh sempurna dalam 6 minggu, 30% akan mengalami degenerasi
aksonal yang akan mendasari kelemahan menetap, sinkinesia atau kontraktur. Namun
prognosis dapat menjadi buruk pada pasien dengan hiperakusi, penurunan sekresi air mata,
dan terjadi spasme hemifasial.1

Kasus
Seorang Perempuan usia 39 tahun, berobat ke Poliklinik Saraf RS. dr.Hi, Chasan
Boesoirie pada tanggal 30 september 2020, datang dengan keluhan utama merasa bibirnya
mencong ke kiri sudah 3 hari ini. Pasien sadar bibirnya mencong ke kiri ketika bangun tidur
hendak meludah, air liur pasien keluar dari sudut bibir kanan, begitu pula saat berkumur
setelah mengosok gigi pasien mengatakan air kumuran selalu keluar dari sudut bibir kanan.
Keluhan disertai dengan mata kanan yang sulit tertutup dan nyeri di bawah telinga kanan.
Pasien tidak memiliki riwayat sakit serupa sebelumnya. Riwayat trauma kepala, hipertensi,
penyakit jantung, DM dan stroke disangkal. Riwayat penyakit pada keluarga disangkal, dan
pasien memiliki riwayat minum obat flu yang dibeli di warung ± 1 bulan yang lalu. Hasil
pemerikaan fisik didapatkan pasien tampak gemuk, GCS E4M6V5, tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 73x/menit, regular dan kuat angkat, pernapasan 20x/menit, suhu 36,6ᵒC.
Pada pemeriksaan N. VII didapatkan kedipan mata hanya pada mata kiri sedangkan
mata kanan tampak exoftalmus, lipatan nasobial sisi wajah kanan mendatar, sudut mulut
wajah sisi kanan hilang, pasien hanya dapat mengangkat alis kiri, mata kanan pasien tidak
bisa tertutup, jika pasien meringis bibir tampak mencong ke kiri. Sedangkan pada
pemeriksaan nervus cranialis lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan motoric
ekstremitas atas da bawah tidak terdapat kelainan, reflex fisiologis positif, tidak didapat
reflex patologis, pemeriksaan sensorik masih dapat dirasakan, tidak ada masalah dalam buang
air. Pasien melakukan tes disimetris dengan baik, dan tes Romberg negative.

DISKUSI
Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe Lower Motor
Neuron(LMN) akibat paralisis nervus fasialis (N.VII) yang bersifat akut, unilateral, dan
penyebabnya tidak diketahui. Dikenal juga dengan nama paralisis fasialis idiopatik (idiopatik
facial paralysis).1,2
Diagnosis Bells palsy ditegakan secara klinis. Hal terpenting adalah menentukan
apakah paralisis nervus fasialis bersifat sentral atau perifer. Sebuah lesi yang melibatkan
neuron motoric sentral di atas tingkat nucleus nervus fasialis pada pons akan menyebabkan
kelemahan hanya pada wajah bagian bawah. Kriteria diagnosis minimum Bells palsy adalah
paralisis semua kelompok otot disalah satu sisi wajah, onset akut, dan ketiadaan penyakit
sistem saraf pusat.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien dengan Bells palsy yaitu , lipatan
wajah dan lipatan nasolabial menghilang, ataupun lipatan dahi juga menghilang sesisi dan
sudut mulut jatuuh atau muut mencong ke sisi yang sehat. Kelopak mata tidak dapat
menutup sempurna, jika pasien diminta untuk menutup mata maka mata akan berputar je atas
(fenomena Bells). Produksi air mata berkurang, iritasi pada mata karena berkurangnya
lubrkasi dan terjadi paparan langsung. Pemeriksaan penunjang paa Bells palsy berupa
pencitraan (CT- Scan kepala maupun MRI kepala) dan Elektomiografi yang hanya dilakukan
pada kasus-kasus dimana tidak terjadi kesembuhan sempurna atau untuk mencari etiologik
paresis nervus fasialis. Pemeriksaan EMG diutamakan untuk menentukan prognosis.1
Terapi untuk pasien dengan Bells palsy yaitu dengan pemberian fisioterapi berupa
pemijatan wajah disertai kompres air hangat dan pemberian terapi steroid yang terbukti
meningkatkan kesembuhan dalam waktu3 – 6 bulan. dosis steroid yang direkomendasikan
adalah prednisolone 1mg/kgBB atau 60 mg/hari selama 6 hari. Perlu dipertimbangkan
tindakan dekompresi nervus fasialis pada pasien yang tidak responsive terhadap terapi
farmakologi. 1,2
Pasien dengan Bells palsy perlu diberikan penjelasan mengenai peyakitnya agar
pasien tidak cemas, dan dijelasakn bagaimana melatih otot wajah serta penjelasan tentang
bagaimana melidungi mata.2 Pada dasarnya Bells palsy memiliki prognosis yang baik.
Umumnya 70% akan sembuh sempurna dalam 6 minggu, 30% akan mengalami degenerasi
aksonal yang akan mendasari kelemahan menetap, sinkinesia atau kontraktur.1

Kesimpulan
Bells palsy adalah kelumpuhan fasialis tipe Lower Motor Neuron (LMN) akibat paralisis
nervus fasialis (N.VII) yang bersifat akut, unilateral, dan penyebabnya tidak diketahui.
Penyembuhan pada Bells palsy bervariasi antara beberapa minggu sampai 12 bulan.
umumnya 70% akan sembuh sempurna dalam 6 minggu, 30% akan mengalami degenerasi
aksonal

Referensi
1. Rianawati, Sri B dan Munir Badrul. Buku Ajar Neuorologi. 2017. Bandung: Sagung Seto
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Panduan Praktik Klinis Neurologi.2016.
Jakarta : PERDOSSI

Anda mungkin juga menyukai