Anda di halaman 1dari 5

JENIS KEGIATAN

F7 – Mini Pro
DOKTER PENDAMPING
dr. Emma Ariani
JUDUL LAPORAN KEGIATAN
BELL’S PALSY
PESERTA HADIR
Dokter Pembimbing, Peserta PIDI

LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN
Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara
akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang
dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun
lebih sering terjadi pada umur 20-50 tahun. Peluang untuk terjadinya bell’s palsy pada laki-
laki sama dengan para wanita. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu pasca
persalinan kemungkinan timbulnya bell’s palsy lebih tinggi dari pada wanita tidak hamil,
bahkan bisa mencapai 10 kali lipat. Para ahli menyebutkan bahwa pada bell’s palsy terjadi
proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen
stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi unilateral. Namun demikian dalam jarak
waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis bilateral. Penyakit ini berulang atau
kambuh.
Insidensi Bell’s palsy di Amerika Serikat adalah sekitar 23 kasus per 100.000 orang.
Insiden Bell’s palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang keturunan Jepang, dan tidak ada
perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasienpasien dengan Bell’s palsy. Usia
mempengaruhi probabilitas kontraksi Bell’s palsy. Insiden paling tinggi pada orang dengan
usia antara 15-45 tahun. Bell’s palsy lebih jarang pada orang-orang yang berusia di bawah 15
tahun dan yang berusia di atas 60 tahun.
Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya dapat menyembuh, namun
pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa.
Gejala sisa ini berupa kontraktur, dan spasme spontan. Permasalahan yang ditimbulkan Bell’s
palsy cukup kompleks, diantaranya masalah fungsional, kosmetika dan psikologis sehingga
dapat merugikan tugas profesi penderita, permasalahan kapasitas fisik (impairment) antara
lain berupa asimetris wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi lesi, penurunan kekuatan otot
wajah pada sisi lesi, potensial terjadi kontraktur dan perlengketan jaringan, potensial terjadi
iritasi pada mata sisi lesi. Sedangkanpermasahan fungsional (fungsional limitation) berupa
gangguan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah, seperti makan dan minum, berkumur,
gangguan menutup mata, gangguan bicara dan gangguan ekspresi wajah. Semua hal ini dapat
menyebabkan individu tersebut menjadi tidak percaya diri.
PERMASALAHAN
Laporan Kasus
Data Pasien
- Nama : Tn. PH
- Jenis Kelamin: Laki-laki
- Umur : 34 Tahun
- Pekerjaan: Ojek Online
- Status: Menikah
- Alamat : Jl. Manunggal, Gg. Bima, Bukit Pinang, Samarinda Ulu
- Tanggal Pemeriksaan : 18 – 6- 2021
Subjektif:
Keluhan Utama: Wajah mencong sebelah kanan.
Pasien datang ke PUSBAN Bukit Pinang dengan keluahan wajah mencong ke kanan dialami
secara tiba-tiba sejak 2 hari yang lalu. Riwayat demam dan flu 4 hari yang lalu. Mual, muntah
dan nyeri kepala tidak ada, kelemahan anggota gerak tidak ada, air liur sering keluar. nafsu
makan berkurang. BAB BAK Normal. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat penyakit DM dan
HT Strokectidak ada.
Objektif:
Pemeriksaan Fisik:
TD: 130/70mmhg
N:78x
P:16x
S: 36,7
BB: 60kg
Status General:
Kepala/leher: Konjungtiva anemis-/-, skelera icterus -/-, Pupil Isokor +/+, Wajah asimetris +
lipatan nasolabial menghilang, lipatan dahi mengilang, lagoftalmus +.
Thorax: BP Vesikuler, Rh-/- Wh-/-
Abdomen: BU Normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2’ Motorik dan Sensorik dan Kekuatan otot dalam batas
Normal.
Assesment: Diagnosis: Bell’s Palsy derajat 3
Plan:
Aciclovir 400 mg 5 x1 tablet selama 10 hari.
Metylprednisolon 4mg 3x5 tablet selama 7 hari.
Antasisda Doen tab 3x1 ac
VIT C 1x1 tab
KIE: Istrirahat cukup dan makan makanan bergizi.
Minum obat teratur.
Kontrol Kembali jika tidak ada perbaikan.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI


Definisi
Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara akut dan
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat
mengakibatkan lesi nervus fasialis atau kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-
supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema
jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari
foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di
dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah
ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun
sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s
palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29%
lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan
terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester
ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi
daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.2,3
Etiologi
Penyebab pasti Bell’s palsy masih belum diketahui. Tetapi penyakit ini dianggap
memiliki hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun. Bell’s palsy meliputi inflamasi saraf
atau blokade sinyal muscular dari HSV 1 lewat karier yang belum diketahui,
ketidakseimbangan imunitas (stress, HIV/AIDS, trauma) atau apapun yang secara langsung
maupun tidak langsung menekan sistem imun (seperti infeksi bakteri pada Lyme disease dan
otitis media, atau trauma, tumor, dan kelainan kongenital), serta apapun yang dapat
menyebabkan inflamasi dan edema nervus fasialis (N.VII) dapat memicu terjadinya bell’s
palsy.

PELAKSANAAN : SENIN, 21-06-2020


Gejala Klinis
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan
inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan
menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi
yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.
Langkah-langkah Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
- Anamnesis: Pasien mengeluh keluhan-keluhan khas pada bell’s palsy, seperti kelemahan
atau paralisis komplit pada seluruh otot wajah sesisi wajah sehingga pasien merasa wajahnya
perot. Selain itu makanan dan air liurdapat terkumpul pada sisiyang mengalami gangguan
pada mulut dan dapat tumpah keluar melalui sudut mulut1.
- Pemeriksaan fisik
Lipatan wajah dan lipatan nasolabial menghilang, lipatan dahi juga menghilang sesisi, dan
sudut mulut jatuh / mulut mencong ke sisi yang sehat. Kelopak mata tidak dapat menutup
sempurna, jika psien diminta untuk mnutup mata maka mata akan berputar-putar ke atas
(fenomena bell’s).Produksi air mata berkurang, iritasi pada mata karena berkurangnya
lubrikasi dan paparan langsung.

Untuk menilai derajat paresis netvus fasialis digunakan House Brackmann Classification of
Facial Function1, yaitu :
•Derajat 1: Fungsional normal
•Derajat 2: Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit asimetris.
•Derajat 3: Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut bergerak sedikit
lemah dengan usaha maksimal.
•Derajat 4: Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut
bergerak asimetris dengan usaha maksimal.
•Derajat 5: Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomlit dengan usaha, mulut sedikit
bergerak
•Derajat 6: Tidak bergerak sama sekali

- Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti MRI Kepala atau CT-Scan dan
elektrodiagnosis dengan ENMG dan uji kecepatan hantar saraf serta pemeriksaan
laboratorium. Uji ini hanya dilakukan pada kasus-kasus dimana tidak terjadi kesembuhan
sempurna atau untuk mencari etiologi parese nervus fasialis. Pemeriksaan ENMG ini
dilakukan terutama untuk menentukan prognosis.Pada pemeriksaan laboratorium diukur Titer
Lyme (IgM dan IgG), gula darah atau hemoglobin A1C (HbA1C), pemeriksaan titer serum
HSV2.
Pada pemeriksaan MRI tampak peningkatan intensitas N.VII atau di dekat ganglion
genikulatum. Sedangkan pemeriksaan CT-Scan tulang temporal dilakukan jika memiliki
riwayat trauma.

MONITORING & EVALUASI


Terapi
Terapi medikamentosa :
- Kortikosteroid dapat digunakan salah satu contohnya adalah prednison atau
methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara bertahap (tappering off)
selama 7 hari.
- Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid. Penggunaan Aciclovir 400 mg
sebanyak 5 kali per hari P.O selama 10 hari. Atau penggunaan Valacyclovir 500 mg sebanyak
2 kali per hari P.O selama lima hari, penggunaan Valacyclovir memiliki efek yang lebih baik.
Terapi operatif
Indikasi terapi operatif yaitu: Produksi air mata berkurang menjadi < 25%, aliran saliva
berkurang menjadi < 25%, respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda 2,5
mA. Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain dekompresi nervus Fasialis,
Subocularis Oculi Fat Lift (SOOF), Implantasi alat ke dalam kelopak mata, tarsorrhapy,
transposisi otot muskulus temporalis, facial nerve graftingdan direct brow lift.

Anda mungkin juga menyukai