Kesemutan/paresthesia:
- berasa senyar (geranyam) pada anggota badan, seperti digigit semut, terutama
kaki dan tangan (karena lama duduk tanpa bergerak-gerak atau tertekan terlalu
lama dan sebagainya) (KBBI)
STEP 3
Pertanyaan :
Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukab pada skenario tersebut?
(Indra)
Radiologi
CT-scan dada untuk mendeteksi pembesaran timus atau adanya timoma. MRI juga dapat
dilakukan untuk mengetahui lesi inflamasi atau kompresif pada nervus kranialis dan otot okuler
STEP 4
4. Mengapa wajah Adi menjadi perot dan matanya tidak bisa menutup
dengan baik? (Caga)
Gambaran klinis Bell palsy , yaitu meliputi ketidaksimetrisnya wajah, kaku dan dan ditarik ke
satu sisi; Pasien mungkin mengalami kesulitan makan dan minum, susah untuk menutup mata
dengn baik, serta gangguan berbicara dan ekspresi wajah, gangguan pengecapan, yang
disebabkan oleh keterlibatan serat chorda timpani. Insiden Bell palsy meningkat selama
kehamilan.. Namun, risiko Bell’s palsy diduga meningkat karena terjadinya perubahan pada
tubuh selama masa kehamilan. Saat hamil, wanita cenderung akan mengalami perubahan pada
bentuk tubuh, serta perubahan hormon cairan yang ada di dalam tubuh dan imunitas. Perubahan-
perubahan itu yang diduga berkaitan dengan risiko bell’s palsy.
8. Tidak ada yang spesifik untuk Bell’s palsy, tetapi tes berikut dapat berguna untuk
mengidentifikasi atau menyingkirkan penyakit lain:
1. CBC (Complete Blood Count)
2. Glukosa darah, HbA1c
Untuk mengetahui adanya diabetes yang tidak terdiagnosa (penderita diabetes 29% lebih berisiko
terkena Bell’s palsy).
3. Salivary flow test
Pemeriksa menempatkan kateter kecil di kelenjar submandibular yang paralisis. dan normal,
kemudian penderita diminta menghisap lemon dan aliran saliva dibandingkan antara kedua
kelenjar. Sisi yang normal menjadi kontrol.
4. CT-Scan, MRI
CT-Scan digunakan apabila paresis menjadi progesif dan tidak berkurang. MRI digunakan untuk
menyingkirkan kelainan lainnya yang menyebabkan paralisis. MRI pada penderita Bell’s palsy
menunjukkan pembengkakan dan peningkatan yang merata dari saraf fasialis dan ganglion
genikulatum. MRI juga dapat menunjukkan adanya pembengkakan saraf facialis akibat
schwannoma, hemangioma, atau meningioma.
Sumber : Bell’s palsy Olivia Mahardani Adam Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Hang Tuah, Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret 2019.
LO :
1. Patofisiologi, pemeriksaan, dan diagnosis banding paralisis pada kasus 1.
Bell’s palsy
Djamil dan Basjiruddin mengemukakan bahwa Bell’s Palsy dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
A. Idiopatik
Sampai sekarang yang disebut Bell’s palsy, belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s palsy antara lain: sesudah bepergian
jauh dengan kendaraan, tidur ditempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres,
hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor
genetik.
B. Kongenital
1. Anomali kongenital (sindroma moebius)
2. Pasca Lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial)
C. Didapat
1. Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
2. Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan)
3. Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus
4. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster)
5. Sindroma paralisis n. fasialis familial
Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah, HbA1c
Untuk mengetahui adanya diabetes yang tidak terdiagnosa (penderita diabetes 29% lebih
berisiko terkena Bell’s palsy).
2. CT-Scan, MRI
CT-Scan digunakan apabila paresis menjadi progesif dan tidak berkurang. MRI digunakan
untuk menyingkirkan kelainan lainnya yang menyebabkan paralisis. MRI pada penderita
Bell’s palsy menunjukkan pembengkakan dan peningkatan yang merata dari saraf fasialis
dan ganglion genikulatum.
3. Tes elektrodiagnostik
dapat dilakukan 2 minggu setelah timbulnya gejala untuk menilai integritas unit motorik dan
tingkat kerusakan saraf. Respon motorik wajah tetap normal selama 3 hari pertama setelah
cedera dan kemudian menurun dengan cepat tergantung pada tingkat keparahan lesi. Sebuah
studi motorik wajah dapat dilakukan pada 10 hari dan dibandingkan dengan sisi kontralateral.
Sumber :
- Ferri’s Clinical Advisor, 2021
- Bell’s palsy Olivia Mahardani Adam Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah, Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1) : 137-149, Maret
2019.
4. Patofisiologi, pemeriksaan, dan diagnosis banding kebas pad kasus 2.
Guillain-Barre Syndrom
Derajat berat ringannya penyakit ditentukan menurut skala ordinal dari Hughes dkk, yaitu
Derajat Keterangan
0 Sehat, tidak ditemukan keabnormalan
1 Mulai terdapat keluhan dan gejala neuropati yang ringan, penderita masih bisa
melakukan pekerjaan tangan
2 Bisa berjalan tanpa alat bantu (tungkat), tetapi sudah tidak bisa melakukan
pekerjaan tangan
3 Bisa berjalan tetapi harus menggunakan alat bantu atau dengan bantuan
seseorang
4 Hanya bisa duduk di kursi roda atau berbaring di tempat tidur
5 Mulai terjadi kegagalan pernapasan dan membutuhkan ventilator
6 Sudah parah dan bisa menuju kematian.
Sumber :
Wahyu, Fadlan Fadilah. 2018. Guillain-Barré Syndrome: Penyakit Langka Beronset Akut
yang Mengancam Nyawa, Medula|Volume 8|Nomor 1. Lampung: Universitas Lampung.
Sumber :
Nelson Textbook of Pediatrics, edisi 21, 2020