Disusun oleh:
Claudia Susanto
406148133
Pembimbing :
dr. Natan Payangan, Sp.S
BAB I
PENDAHULUAN
Guillain-Barr Syndrome (GBS) adalah suatu penyakit saraf yang
berhubungan dengan proses autoimun, dimana targetnya adalah saraf perifer,
radiks, dan nervus kranialis. Penyakit ini terjadi setelah adanya infeksi
akut. Biasanya penyakit ini adalah berupa kelumpuhan akut didaerah tubuh bagian
bawah yang bergerak ke arah ekstremitas atas, otot pernafasan dan sampai
wajah. Secara
mengalami
tepat
waktu dan
perawatan
suportif
dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Guillain-Barr Syndrome (GBS) merupakan paralisis polineuropati perifer
yang bersifat ascending, progresif, dan berhubungan dengan proses autoimun.
Kejadian GBS, biasanya didahului oleh infeksi akut non spesifik sebelumnya,
seperti infeksi saluran nafas atau infeksi saluran cerna. Gejala pada GBS terutama
berupa kelemahan motorik dan areflexia, namun dapat juga meliputi kelainan
sensorik, otonom, dan nervus kranialis.1
2.2. Epidemiologi
GBS dapat menyerang semua kelompok umur baik anak-anak maupun
dewasa. Insidens pada dewasa berkisar antara 0,4 - 2,4 kasus per 100.000 per
tahun.2 Insidens pada anak berkisar antara 0,5 1,5 per 100.000 per tahun pada
populasi muda yang berusia < 18 tahun. GBS dapat terjadi di semua usia anak,
namun jarang terjadi pada anak < 2tahun.3
2.3. Etiologi
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya. GBS biasanya didahului oleh infeksi akut non spesifik, seperti
infeksi respiratorik atau infeksi saluran pencernaan. Infeksi dapat disebabkan baik
oleh virus maupun bakteri, seperti: Cytomegalovirus, Epstein-Barr virus,
Haemophilus infuenzae, Herpes Simplex Virus, Mycoplasma
pneumonia, Campylobacter jejuni. Insidens kasus GBS yang didahului
dengan infeksi terjadi sekitar 65-74% kasus, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum
gejala neurologi timbul.1,3
Selain infeksi, beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin
ada hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain vaksinasi, limfoma,
systemic lupus erythematosus.2
2.4. Patogenesis
Sampai saat ini, bagaimana patogenesis terjadinya GBS masih belum jelas.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada
sindrom ini adalah melalui mekanisme imun. Kerusakan saraf dapat berupa
demielinisasi maupun degenerasi aksonal. Kerusakan saraf tepi pada GBS
dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh
berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. 3,4
Respon imun muncul sebagai mekanisme pertahanan tubuh, namun pada
GBS, terjadi proses autoimun dimana sel imun tubuh meyerang komponen sel
saraf tepi akibat adanya kemiripan (molecular mimicry) antara antigen patogen
dengan komponen sel saraf. Pada AIDP, sistem imun tubuh bereaksi melawan sel
schwann, sehingga terjadi demielinisasi serabut saraf. Pada AMAN, sistem imun
tubuh menyerang gangliosida pada saraf perifer yang memiliki kemiripan dengan
antigen organisme patogen (molecular mimicry). Target molekul pada AMAN
adalah gangliosida GM1, GM1b, GD1a, GaINAc-GD1a yang terdapat pada
axollema, sehingga pada AMAN terjadi degenarasi axonal.5
Sehat
Gejala minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual
Dapat berjalan tanpa bantuan tongkat (sejauh 5m), namun tidak dapat
3
4
5
6
AMSAN
ditemukan
antibodi
terhadap
gangliosida
GalNaccGd1a
drops
Dapat juga terjadi gangguan otonom dan sensorik
Pemeriksan CSF
Pada pemeriksaan CSF, didapatkan adanya peningkatan protein tanpa
peningkatan sel (disosiasi albumin). Protein biasanya normal pada
beberapa hari pertama, meningkat di akhir minggu pertama, dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-4 sampai ke-6. Jumlah leukosit (limfosit) <10
perlambatan konduksi.
MRI tulang belakang
Pada MRI terlihat adanya enhancement of spinal nerve roots.2
Gejala klinis GBS biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria
diagnostik, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan
keadaan lain. Diagnosis banding GBS dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Diagnosis Banding GBS4
Lesi
GBS
Poliomielitis
Mielitis Transversa
Poliradikulopati
Kornu anterior
Corda spinalis
Gejala klinis
-Landry ascending
-kelumpuhan
-Gejala motorik,
paralysis
asimetris
sensorik, dan
-kelemahan simetris
-atrofi otot
-Hiporefleks atau
-refleks tendon
arrefleks
menurun
-disertai demam
-Gangguan
-meningismus
otonom
-kelemahan dapat
kranialis
pernafasan &
Gangguan saraf
simetris/ asimetris
-tidak terdapat
gangguan sensibilitas
-Gangguan otonom
dan sensorik
-Gangguan fungsi
kandung kemih
GBS
Lesi
Gejala klinis
Poliradikulopati
Botulism
Myastenia Gravis
Neuromuscular
Neuromuscular
junction
junction
-Biasanya terjadi
-fluctuating
<2tahun
weakness
-Landry ascending
-simetrical
-Kelemahan otot
paralysis
descending paralysis
-kelemahan simetris
-dimulai dengan
nervus kranialis
-Hiporefleks atau
arrefleks
-refleks menurun /
normal
disfagia,mulut kering.
pernafasan &
Gangguan saraf
-gangguan otonom
kranialis
-Gangguan otonom
dan sensorik
2.9. Penatalaksanaan
GBS merupakan self limited disease, sehingga tatalaksana pada GBS
hanya terapi simtomatik dan supportif. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini
dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan
angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus
diberikan.
Tujuan terapi adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi). Terapi harus segera
diberikan setelah diagnosis GBS ditegakkan. Untuk GBS berat, terapi yang saat
ini digunakan adalah IVIG dan plasmaferesis. Secara garis besar, berdasarkan
penelitian yang ada, plasmaferesis dan IVIG memiliki efektifitas yang sama
sebagai terapi pada GBS berat.1 Menurut American Academy of Neurology,
pemberian plasmaferesis baiknya dimulai dalam 4 minggu sejak munculnya gejala
dan IVIG baiknya dimulai dalam 2 minggu sejak munculnya gejala . 2 Terapi ini
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih
pendek. Untuk anak dengan GBS ringan atau sudah stabil, cukup dengan terapi
supportif dengan pemantauan ketat dan persiapan bila pasien secara klinis
mengalami perburukan.
1. Imunoglobulin IV (IVIG)1
IVIG merupakan pilihan utama pada pasien dengan GBS.3 IVIG lebih sering
digunakan dibandingkan plasmafaresis karena efek samping/komplikasi lebih
ringan. Dosis 0,4g/kg/kali selama 5 hari berturut-turut, dengan total dosis 2g/kg . 1
Pemberian IVIG diduga dapat menetralisir antibodi myelin yang beredar dengan
Gambar 3. IVIG
2. Plasmaferesis
Plasmaferesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi, kompleks imun, komponen sitotoksik yang beredar di dalam tubuh.
Plasma exchange dilakukan dengan mengeluarkan 200-250cc/kg plasma selama
4-6 kali. Bahan pengganti plasma yang digunakan adalah albumin atau Fresh
Frozen Plasma (FFP).1
Pada plasmaferesis, efek samping yang sering ditemukan adalah hipotensi,
pneumonia, thrombosis, sepsis, dan gangguan hemodinamik. Selama dilakukan
plasmaferesis, kondisi pasien perlu dimonitor dengan ketat termasuk pemeriksaan
Gambar 4. Plasmaferesis
3. Kortikosteroid
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan preparat steroid baik IV maupun PO
tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi GBS.3
Flaccid quadriparesis
Rapidly progressing weakness
Vital capacity < or = 20 mL/kg
Bulbar palsy
Autonomic cardiovascular dysfunction
2.10. Komplikasi2,3
Komplikasi yang dapat terjadi berupa prolong disabilitas, kehilangan
keseimbangan, kelemahan otot yang menetap, gangguan sensorik, sampai
gangguan fungsi kardiorespiratorik.
2.11. Prognosis
Prognosis GBS pada anak lebih baik dari pada dewasa.. Insidens kematian
karena GBS bervariasi dari 0,17% pada anak sampai 8,6% pada orang tua > 65
tahun. Proses penyembuhan berlangsung lama dengan median waktu 6-12 bulan.
Sekitar 80% pasien GBS dapat berjalan kembali tanpa alat bantu dalam waktu 6
bulan, dan sekitar 60% pasien sembuh total dengan kekuatan otot normal dalam
waktu 1 tahun..3
BAB III
KESIMPULAN
Guillain-Barr Syndrome (GBS) merupakan paralisis polineuropati perifer
yang bersifat ascending, progresif, dan berhubungan dengan proses autoimun.
GBS merupakan polineuropati akut yang,biasanya terjadi 1 4 minggu setelah
suatu infeksi akut. Gejala pada GBS terutama berupa kelemahan motorik dan
areflexia, namun dapat juga meliputi kelainan sensorik, otonom, dan nervus
kranialis
Pemeriksaan penunjang untuk Guillain-Barr Syndrome adalah pemeriksaan
LCS, EMG dan MRI. GBS merupakan self limited disease, sehingga tatalaksana
pada GBS hanya terapi simtomatik dan supportif. Meskipun dikatakan bahwa
penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup
lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap
harus diberikan.
Tujuan terapi adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi). Terapi harus segera
diberikan setelah diagnosis GBS ditegakkan. Untuk GBS berat, terapi yang saat
ini digunakan adalah IVIG dan plasmaferesis. Penyakit ini memiliki prognosis
yang baik, kecuali jika terjadi paralisis otot pernafasan. Komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian adalah gagal nafas dan aritmia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Disease of the Peripheral Nerves. In:
Adams and Victorias Principles of Neurology. ed 10th. San Fransisco: Mc
Graw Hill; 2014. p.1322-30.
2. American Academy of Pediatrics. Guillain Barre Syndrome. Chicago;
2012.
3. Andary MT. Guillain-Barre Syndrome. Last update: February 12,2016.
Available from: Emedicine.medscape.com
4. Stephan AS, Ouvrier R. Peripheral Neuropathies. In: Swaiman KF, Ashwal
S, Ferriero DM, Schor NF. Swaimans Pediatric Neurology Principles and
Practice. USA: El Sevier; 2012. p.1504-10.
5. Kuwabara S. Guillan Barre Syndrome: Epidemiology, Pathophysiology,
and Management. Last update: 2004. Available from: Ncbi.nlm.nih.gov.
6. Hauser SL, Asbury AK. Guillain Barre Syndrome and Other ImmuneMediated Neuropathies. In: Hauser SL. Harrisons Neurology in Clinical
Medicine. San Fransisco: Mc Graw Hill; 2010. p.550-5.