Anda di halaman 1dari 8

Studi Kasus : Penatalkasanaan Fisioterapi Pada Bell’s Palsy Sumenep

Case Study : Management Phsiotherapy for Bell’s Palsy Sumenep

Nur Asfatur Rahmi1 , Dwi Rosella KS

Program Studi Fisioterapi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Email: nurasfiaturrahmi90@gmail.com

ABSTRAK

Bell's palsy merupakan kelemahan saraf tepi wajah yang terjadi pada satu sisi wajah dan timbul secara
mendadak, Bell’s palsy bisa dialami oleh semua kalangan usia dan jenis kelamin, dengan kejadian
tahunan mulai dari 11,5 hinggga 53,3 per 100.00 orang di berbagai populasi. biasanya pasien sembuh
dalam beberapa minggu atau bulan,namun sekitar 25% pasien bell’s palsy mengalami asimetris wajah
sedang hingga berat, sehingga sering mengganggu kualitas hidup pasien sehingga pasien merasakan
tidak nyaman atau cemas. Pengobatan bell’s palsy dapat dilakukan dengan program fisioterapi. Program
untuk meningkatkan kekuatan otot wajah, dan meningkatkan funtional wajah. Tujuan dari studi ini
untuk mengetahui efektifitas program fisioterapi dengn menggunakan Eletrikal Stimulation (ES) dan
Short Wafe Diatermy (SWD) terhadap peningkatan funtional wajah pada penderita bell’s palsy.

Kata kunci : Bell’s Palsy, Kekutan Otot Wajah, Funtional Wajah, Eletrikal Stimulation (ES) dan Short
Wafe Diatermy (SWD).

ABSTRAK
Bell's palsy is a weakness of the facial peripheral nerves that occurs on one side of the face and arises
suddenly, Bell's palsy can be experienced by all ages and genders, with an annual incidence ranging
from 11.5 to 53.3 per 100.00 people in various populations. Usually the patient recovers within a few
weeks or months, but about 25% of Bell's palsy patients experience moderate to severe facial
asymmetry, which often interferes with the patient's quality of life so that the patient feels
uncomfortable or anxious. Bell's palsy can be treated with a physiotherapy program. Program to
increase facial muscle strength, and improve facial function. The purpose of this study was to determine
the effectiveness of a physiotherapy program using Electrical Stimulation (ES) and Short Wafe
Diatermy (SWD) to improve facial function in patients with Bell's palsy.

Keywords: Bell's Palsy, Facial Muscle Strength, Facial Functional, Electrical Stimulation (ES) and
Short Wafe Diatermy (SWD).

PENDAHULUAN
bell’s palsy menurut ahli anatomi skonlandia sir charles bell, adalah diagnosis yang paling sering
dikaitkan dengan kelumuhan saraf wajah (nervus fasialis) serta mono-neuropati aku yang paling
sering dijumpai. Bell’s palsy bisa dialami oleh semua kalangan usia dan jenis kelamin, dengan
kejadian tahunan mulai dari 11,5 hinggga 53,3 per 100.00 orang di berbagai populasi. Biasanya
menyebabkan ketidak mampuan sebagian (unilatelar) otot wajah tetpi juga dapat mengenai
keduasii wajah (bilateral), meskipun biasanya sembuh dalam beberapa minggu atau bulan, paresi
atau kelumpuhan wajah dapat menyebabkan infusiensi oral semetara yang parah dan ketidak
mampuan untuk menutup mata mata dalam beberapa kasus yang berpotensi menyebabkan cedera
mata permanen, pada sekitar 25% pasien bell’s palsy asimetris wajah sedang hingga berat, sering
mengganggu kualitas hidup pasien sehingga pasien merasakan tidak nyaman atau cemas ( Zhang
W, 2019).

Sampai sekrang Bell’s palsy, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Faktor yang diduga
berperan menyebabkan Bell’s palsy antara lain: sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur
ditempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit
vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetik.

Lokasi kerusakan saraf facialis diduga dekat atau di ganglion geniculatum. Jika lesi proksimal dari
ganglion geniculatum, kelemahan motorik diikuti dengan abnormalitas pengecapan dan autonom.
Lesi antara ganglion geniculatum dan chorda tympani menyebabkan efek sama, namun tanpa
gangguan lakrimasi. Jika lesi berada pada foramen stylomastoideus, ini mungkin hanya
menyebabkan paralisis wajah (NINDS, 2014).

tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy adalah: adanya kelemahan otot
pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat pasien kesulitan melakukan gerakan-gerakan volunter
seperti, (saat gerakan aktif maupun pasif) tidak dapat mengangkat alis dan menutup mata, sudut
mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat (mulut mencong), sulit mecucu atau bersiul, sulit
mengembangkan cuping hidung, dan otot-otot yang terkena yaitu m. frontalis, m. orbicularis oculi,
m. orbicularis oris, m. zygomaticus dan m. nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi gangguan
pengecap rasa manis, asam dan asin pada ⅔ lidah bagian anterior, sebagian pasien mengalami mati
rasa atau merasakan tebal-tebal di wajahnya (Samuel, 2012).

Prognosis berarti ramalan klinis mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi yang
berhubungan dengan penyakit, untuk timbul lagi atau mungkin berakhir sembuh, prognosis Bell’s
Palsy kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2 - 8 minggu untuk pasien yang muda dan pasien
yang lebih tua sampai 1-2 tahun namun juga tergatung dengan tingkat keparahan pasien
(Samuel,2012).
Fisioterapi bermamfaat utuk meningkatkan ektensibilitas jaringan lunak dan otot wajah, pengutan
pada otot wajah dan peningkatan funtional wajah serta menguragi dampak disabiitas oleh bell’s
palsy, treatment yang diberikan biasanya memberikan modifiksi latihan atau aktivitas yang
melibatka otott wajah, electrical stimulation (ES)dan short wafe diatermy (SWD), massage wajah,
dan edukasi pasien.

METODE
Metode peneltian yang digunakan pada studi kali ni mengguakan case study : case study
merupakan study yang dilakukan diasebuah rumah sakit di kota sumenep pada seorang pasien Tn.
Kd berusia 16 tahun profesi pelajar sekolah menengah atas.
Presentasi Kasus :

Pemeriksaan subjektif

Pasien tiba-tiba mengeluhkan tidak bisa senyum, bibir merot, tidak bisa menutup mata rapat
kepada orang tuanya, orang tua pasien khawatir dengan kondisi anaknya lalu mebawanya ke dr.
Saraf dan di rujuk ke fisioterapi.

Riwayat personal pasien : pasien merupakan seorang pelajar yang aktivitasnya dominan di rumah
karena kondisi pandemi pasien belajar daring, namun kalau tidur pasien sering memakai kipas
angin.

Tujuan yang ingin dicapai yaitu : mengurangi paralisis pada wajah atau meningkatkan kekuatan
otot wajah dan meningkatkan fungtional wajah pasien, seperti menutup mata rapat, seyum simetris,
mengaktakan alis dan bisa berkumur.

Pemeriksaan fisik
Kajian pemeriksaan fsik dasr meliputi aspek tanda- tanda vital, inspeksi, palpasi. Berdasarkan
temuan inspeksi tampak asimetris pada wajah kanan, mata px tampak merah, bibir kanan px merot,
tidak bisa menutup mata secara rapat, saat senyum bibir pasien tinggi sebelah pasien juga tidak
mampu mecucu dan mengerutkan dahi. Palpasi tidak ada nyeri tekan pada wajah pasien.

Temuan dalam pemeriksaan vital sign menunjukkan kodisi yang normal pada semua aspek
(tekanan darah, pernafasan,nadi dan temperatur).

Selanjutkan fisioterapis akan melakukan pemeriksaan gerak dasar yang meliputi gerak aktif ,
pasien belum mampu mengangkat alis secara simetris, belu mampu menutup mata secara penuh,
belum mampu bersiul, belum mampu mengerutkan dahi, belum mampu mengembang
kempiskancuing hidung dan belum mampu bersiul. Pemriksan gerak daasar dan isomtrik tidak
dilakukan .

Untuk mengetahui kekuatan otot wajah dan funtional wajah pasien.menggunaan facial disability
index dan manual musle testing for facial muscle. Berdasarkan pemeriksaan kedua tes tersebut
ada penurunan kekuatan otot wajah pada pasien. Guna memastikan keabsaan pemeriksaan perlu
diketahui nilai validatas dan realibitas dari kedua pemeriksaan tersebut. Studi menemukan bahwa
nilai ICC pemeriksaan fasial disability index 79% dan nilai ICC manual musle testing for facial
muscle 90%.

Facial disability index merupak suatu quisioner untuk Menganilisis fungsi fisik dan fungsi sosial
pasien. Terdiri dari 10 pertanyan yang terbgi menjadi 2 penilaian yaitu fungsi fisik dan juga fungsi
sosial. Fungsi fisik juga memliki lima pertanyaan dengan memiliki 6 katagori penilaian: 5 tidak
sulit, 4 agak sulit, 3 beberapa sulit, 2 sangat sulit, 1 biasanya tidak makan karena kesehatan, 0
biasanya tidak makan karena alasan lain. Fungsi sosial yang tediri dari 5 pertanyaan dan memiiki
6 katagori penilian yaitu 6 sepanjang waktu, 5 sebagian besar waktu, 4 sedikit waktu yang baik, 3
kadang-kadang , 2 sedikit waktu, 1, tidak pernah.
Table 1 facial disability index fugsi fisik
No Fungsi fisik 0 1 2 3 4 5
1 Seberapa sulit Anda menyimpan makanan di 
mulut, memindahkan makanan ke dalam mulut
atau membuat makanan tersangkut di pipi saat
makan?
2 Seberapa sulit Anda minum dari cangkir? 

3 Seberapa sulit Anda mengucapkan bunyi 


tertentu saat berbicara
4 Berapa banyak kesulitan yang Anda alami 
dengan mata Anda berair berlebihan atau
menjadi kering?
5 Seberapa sulit Anda menyikat gigi atau 
berkumur?

Tabel 2 facial disability index fugsi sosial


N Fungsi sosial 6 5 4 3 2 1
o
6 Seberapa sering Anda merasa tenang dan damai? 
7 Berapa lama Anda mengisolasi diri dari orang- 
orang di sekitar Anda?
s
8 S berapa banyak waktu Anda menjadi mudah 
tersinggung terhadap orang-orang di
sekitar Anda?

9 S beberapa sering Anda bangun pagi atau bangun 


beberapa kali saat tidur malam?

10 Seberapa sering fungsi wajah Anda membuat 


Anda tidak pergi keluar untuk makan di toko atau
berpartisipasi dalam kegiatan keluarga atau
sosial?

Rencana Program Fisioterapi


Proses fisioterapi diksanakan kepad pasien selama pasien mengikuti seluruh sesi pengobta di
rumah sakit. Pasien datag ke poli fisioterapi. Tujuan pada intervensi yag diberikan adalah untuk
meningkatkan kekuatan otot wajah/ menhurangi paralisis pada wajah dn meningktkan funtional
wajah pasien. Tabel di bawah menjelaskan intervensi yang dilakukan.
Tabel 3. Program fisioterapi
Intervensi Frekuensi Intensits Type Time
Swd 27,2 Mhz 50 watt Continous 10 menit (2x
seminggu)
Es 35 Hz 6-3-11.4 Ma Faradik 10 menit (2x
seminggu)

Pembahasan
Hasil pengukuran kekuatan otot
Pengukuran kekuatan otot wajah menggunakan manual musle testing for facial muscle, hasil yang
didapatan sebagai berikut:
Tabel 4. Pengukuran kekuatan otot wajah dari awal terapi sampai terapi ke enam
No. Nama otot Fungsi T1 T2 T3 T4 T5 T6

1 1 M. mengangkatalis 1 1 2 2 2 3
Occipitof
rontalis
2 3 M. corrugator Menggerakan kedua 1 1 2 2 2 3
supercilli alis
3 4 M.frontalis mengerutkan dahi 1 1 1 2 2 3

4 M.orbicularis menutup mata 1 1 1 2 2 3


occuli
5 2 M.zygomaticus tersenyum 1 1 1 2 2 3
mayor
6 1 M.orbicularis mecucu 1 1 1 2 2 3
oris
7 6 M. procerus mengangkat tepi 1 1 1 2 2 3
lateral cuping
hidung
8 M. depresor Menarik dagu 2 2 2 3 3 4
anguli oris kebawah
9 M. Mentalis mengangkat dan 2 2 2 3 3 4
menekan dagu
10 8 M.bucinator Merapatkan bibir 1 1 1 2 3 4
11 5 M. depresor menarik bibir 1 1 2 3 3 4
anguli kebawah
oris
12 1 M. nasalis Mengembangkan 1 1 1 2 3 3
kempiskan cuping
hidung
13 3 M.frontalis mengerutkan dahi 1 1 1 2 3 3

Berdasarkan tabel di atas, terdapat peningkatan kekuatan otot wajah pada pasien selama dari terapi
ke 1 sama terapi ke 6.

Hasi pengukuran kemmpuan funtional wajah denga facial disability index.


Pengukuran kemampun fungsional dilakukan pasca melakukan terapi yaitu pada T - T6 dengan
hasil sebagai berikut.
Tabel 5. Kemampuan fungtional wajah menggunakan facial disability index TI-T6
Fungtional T1 T2 T3 T4 T5 T6
disability index
Fungsi fisik 35 40 50 55 65 70
Fungsi sosial 40 50 55 60 65 75

Pada pengukuran funtional wajah menggunakan facial disability index selama T1-T6 dijumpai
adanya adanya peningkatan kemampuan fisik dan kemampuan funtional. Pada fungsi fisik dari T1
mendapatkan nilai 35 menjadi 70 pada T6 peningkatan 35 poin sedangkan pada fungsi sosial pada
T1 mendapatkan nilai 40 menjadi 75 pada T6 peningkatan 35 poin pada fungsi sosial.

Pembahasan

1. Electrical Stimulation (ES)

Electrical stimulation dengan arus faradic adalah arus listrik bolak-balik yang
tidak simetris yang mempunyai durasi 0.01-1 ms dengan frekuensi 50-100 cy/detik,
arus faradik pada umumnya dimodifikasi dalam bentuk surged atau interupted (terputus-
putus). surged faradik dapat diperoleh dari mesin-mesin modern. Pengontrol
durasi surged sebaiknya terpisah dengan pengontrol interval sehingga diperoleh kontraksi
yang efektif dari masing-masing penderita. Efek fisiologis terhadap sensoris akan
menimbulkan rasa tertusuk halus dan efek vasodilatasi dangkal, sedangkan efek
terhadap motorik adalah kontraksi tetanik yang akan lebih mudah menimbulkan kontraksi.
Arus faradik lebih enak bagi pasien karena durasinya pendek. metode motor point metode
yang efektif digunakan pada pasien bell’s palsy karena masing-masing otot berkontraksi
sendiri-sendiri dan kontraksinya optimal (abdelatief,E.,2020).
2. Short Wafe Diathermy (SWD)

SWD merupakan arus bolak balik dengan frekuensi tinggi. SWD tidak mampu

menghasilkan kontraksi otot skeletal dikarenakan panjang gelombangnya terlalu pendek

dalam satu durasi. Oleh karena itu, efek fisiologis yang diharapkan dari penggunaan SWD

yaitu efek thermal (panas) yang dihasilkan oleh getaran molekul berfrekuensi tinggi. Efek

primer dari penggunaan SWD di antaranya adalah pemanfaatan panas secara umum

meliputi: peningkatan suhu jaringan, meningkatkan aliran darah, dilatasi pembuluh darah,

peningkatan filtrasi dan difusi antar membran, meningkatkan laju metabolik jaringan,

mengurangi kekakuan sendi, relaksasi otot, dan meningkatkan perbaikan jaringan setelah

cedera. menyebutkan bahwa peningkatan suhu pada jaringan sebesar 1°C dapat mengurangi

inflamasi dan meningkatkan metabolism, peningkatan suhu 2 – 3°C akan mengurangi nyeri

dan spasme otot, sedangkan peningkatan suhu lebih dari 3 – 4°C akan meningkatkan

ekstensibilitas jaringan sehingga memungkinkan praktisi untuk mengobati permasalahan

kronis pada jaringan.(Marrota,N., 2020).

KESIMPULAN
Program fisioterapi selama 4 minggu degan electrical stimulation (ES) dan Short Wafe

Diathermy (SWD) dapat meningkatkan kekuata otot wajah dan meningkatkan fungtional

wajah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak penyusunan penelitian

ini tidak dapat berjalan baik.

Daftar pustaka

Abdelatief, E. E. M. (2020). Effect of Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation and Faradic Current
Stimulation on the Recovery of Bell's Palsy.

Çalişgan, E., Şenol, D., & Cay, M. (2017). Physiotherapy outweighed multiple therapy methods of bell’s palsy:
a review study.

Gharib, N. M., Adel, S. M., & Kishk, N. A. (2011). Reliability of three-dimensional motion analysis in
assessment of Bell’s palsy. Journal of American Science, 7(9), 126-134.

Gatidou, A. M., Kottaras, A., Lytras, D., Gatidou, C., Iakovidis, P., & Kottaras, I. (2021). Physiotherapy
management of Bell’s palsy-A review of evidenced based physiotherapy practice. Int J Adv Res
Med, 3(1), 402-6.

Marotta, N., Demeco, A., Inzitari, M. T., Caruso, M. G., & Ammendolia, A. (2020). Neuromuscular electrical
stimulation and shortwave diathermy in unrecovered bell palsy: a randomized controlled
study. Medicine, 99(8).

Mishra, S. S., & Sayed, M. (2021). Effects of Mime Therapy With Sensory Exercises on Facial Symmetry,
Strength, Functional Abilities, and the Recovery Rate in Bell's Palsy Patients. Function and
Disability Journal, 4(1), 35-35.

Ozden, F., Karaman, O. N., Tugay, N., Savas, O., Sozen, T., & Ucuncu, H. (2020). The reliability and validity
of the Turkish version of the Facial Disability Index.

Rahman, M. H., Islam, M. S., Rahman, E., Kakuli, S. A., & Sharmin, F. Physiotherapy for a 38 years old man
with Bell’s palsy: A case report.

Sahu, R. K. (2021). The Effect of Physiotherapy Management with Electrical Muscle Stimulation and Taping
on a Patient of Bell’s Palsy after Covid-19 Recovery: A Case Study. J Nov Physiother, 11(449), 2.

Siska, (2018 ). Case Study Aplikasi Neuromuscular Taping Kasus Bell’s Palsy Pada Pengalaman Praktek
Fisioterapi Di Klinik Kineta Sidoarjo

Zhang, W., Xu, L., Luo, T., Wu, F., Zhao, B., & Li, X. (2019). The etiology of Bell’s palsy: a review. Journal
of neurology, 1-10.

Anda mungkin juga menyukai