Anda di halaman 1dari 13

ASKEP BELL'S PALSY

BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.1. DEFINISI
Bell’s palsy adalah kelumpuhan wajah sebelah yang timbul mendadak akibat lesi saraf
fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah yang khas. Dengan kata lain bell’s palsy merupakan
suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba
pada otot di satu sisi wajah. Adalah Sir Charles Bell seorang ilmuan dari Skotlandia yang
pertama kali menemukan penyakit ini pada abad ke-19.

Contoh gambar penderita Bell’s Palcy


1.2. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus herpes
simpleks. Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang
bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell's palsy tidak menular.
Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan nervus facialis sesisi, akibatnya pasokan darah
ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau
rangsangnya terganggu, akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak
dapat diteruskan.
Kongenital, infeksi (infeksi telinga tengah, infeksi intracranial), tumor (tumor intracranial
atau ekstracranial), trauma kepala, gangguan pembuluh darah (thrombosis arteri karotis, arteri
maksilaris, dan arteri serebri media), dan idiopatik (Bell’s palsy).

1.3. TANDA DAN GEJALA


Gejala-gejala bell palsy selalunya akan mula timbul kira-kira satu hingga dua minggu
selepas jangkitan virus. Gejala-gejalanya cenderung untuk muncul dengan pantas, selalunya bell
palsy akan mencapai peringkat teruk dalam masa 48 jam.
Beberapa jam atau hari sebelum bell palsy terbentuk dengan sepenuhnya, penghidapnya
akan erbasa sakit kepada atau rasa sakit pada bahagian belakang atau hadapan telinga. Mereka
juga akan menyedari satu bahagian muka seperti terjatuh atau rasa kaku. Sesetengah
penghidap hanya akan menyedari kelemahan yang ringan, sementara yang lain mungkin tidak
berupaya untuk menggerakkan bahagian muka tersebut.
Gejala-gejala lain bell palsy termasuklah :
1. kesukaran untuk menutup sebelah mata
2. kekeringan pada sebelah mata
3. kesukaran untuk merasa bahagian hadapan lidah pada bahagian diserang perubahan pada
jumlah air liur,
4. bunyi pendengaran yang lebih kuat daripada baisa pada satu bahagian telinga.
Bell palsy memberi kesan hanya pada muka, jadi jika penghidapnya memiliki kelemahan
atau gejala-gejala pada bahagian lain tubuh, ini bermakna masalah tersebut mempunyai sebab
yang lain.

1.4. PATOFISIOLOGI
1.5 PEMERIKSAAN
PENUNJANG Terapi Non-
farmakologis
1. Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing. Proteksinya dapat dilakukan
dengan peng-gunaan air mata buatan (artificial tears), pelumas (saat tidur), kaca mata, plester
mata, penjahitan kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan bagian lateral kelopak
mata atas dan bawah).
2. Masase dari otot yang lemah dapat dikerjakan secara halus dengan mengangkat wajah ke atas
dan membuat gerakan melingkar. Tidak terdapat bukti adanya efektivitas dekompresi melalui
pembedahan saraf fasialis, namun tindakan ini kadang dilakukan pada kasus yang berat dalam
14 hari onset.
3. Rehabilitasi fasial secara komprehensif yang dilakukan dalam empat bulan setelah onset terbukti
memperbaiki fungsi pasien dengan paralisis fasialis. Rehabilitasi fasial meliputi edukasi,
pelatihan neuromuskular, masase, meditasi-relaksasi, dan program pelatihan di rumah.
Terdapat empat kategori terapi yang dirancang sesuai dengan keparahan penyakit, yaitu
kategori inisiasi, fasilitasi, kontrol gerakan, dan relaksasi.
a. Kategori inisiasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah sedang-berat saat istirahat dan
tidak dapat memulai gerakan pada sisi yang lumpuh. Strategi yang digunakan berupa masase
superfisial disertai latihan gerak yang dibantu secara aktif sebanyak 10 kali yang dilakukan 1-2
set per hari dan menghindari gerakan wajah berlebih.
b. kategori fasilitasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah ringan-sedang saat istirahat,
mampu menginisiasi sedikit gerakan dan tidak terdapat sinkinesis. Strategi yang digunakan
berupa mobilisasi jaringan lunak otot wajah yang lebih agresif dan reedukasi neuromuskular di
depan kaca (feedbackvisual) dengan melakukan gerakan ekspresi wajah yang lambat,
terkontrol, dan bertahap untuk membentuk gerakan wajah yang simetris. Latihan ini dilakukan
sebanyak minimal 20-40 kali dengan 2-4 set per hari.
c. kategori kontrol gerakan yang ditujukan pada pasien dengan simetri wajah ringan-sedang saat
istirahat, masih mampu menginisiasi sedikit gerakan, dan terdapat sinkinesis. Strategi yang
digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam otot wajah dengan agresif, reedukasi
neuromuskular di depan kaca seperti kategori fasilitasi, namun secara simultan mengontrol
gerakan sinkinesis pada bagian wajah lainnya, dan disertai inisiasi.
d. Strategi meditasi-relaksasi. Pada pasien dengan kekencangan seluruh wajah yang parah karena
sinkinesis dan hipertonisitas. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam
otot wajah dengan agresif, reedukasi neuromuskular di depan kaca, dan fokus pada strategi
meditasi-relaksasi yaitu meditasi dengan gambar vi-sual atau audio difokuskan untuk
melepaskan ketegangan pada otot yang sinkinesis. Latihan ini cukup dilakukan 1-2 kali per hari.
1. Pemeriksaan Fisik
Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus
diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus
fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya
bersifat UMN. Pada kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua
pertiga di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam batas
normal.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika
dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan
AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy akan menunjukkan adanya
penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.

1.6 PENATALAKSANAAN
Terapi Non-farmakologis
1. Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing. Proteksinya dapat dilakukan
dengan peng-gunaan air mata buatan (artificial tears), pelumas (saat tidur), kaca mata, plester
mata, penjahitan kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan bagian lateral kelopak
mata atas dan bawah).
2. Masase dari otot yang lemah dapat dikerjakan secara halus dengan mengangkat wajah ke atas
dan membuat gerakan melingkar. Tidak terdapat bukti adanya efektivitas dekompresi melalui
pembedahan saraf fasialis, namun tindakan ini kadang dilakukan pada kasus yang berat dalam
14 hari onset.
3. Rehabilitasi fasial secara komprehensif yang dilakukan dalam empat bulan setelah onset terbukti
memperbaiki fungsi pasien dengan paralisis fasialis. Rehabilitasi fasial meliputi edukasi,
pelatihan neuromuskular, masase, meditasi-relaksasi, dan program pelatihan di rumah.
Terdapat empat kategori terapi yang dirancang sesuai dengan keparahan penyakit, yaitu
kategori inisiasi, fasilitasi, kontrol gerakan, dan relaksasi.
a.Kategori inisiasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah sedang-berat saat istirahat dan
tidak dapat memulai gerakan pada sisi yang lumpuh. Strategi yang digunakan berupa masase
superfisial disertai latihan gerak yang dibantu secara aktif sebanyak 10 kali yang dilakukan 1-2
set per hari dan menghindari gerakan wajah berlebih.
b.kategori fasilitasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah ringan-sedang saat istirahat,
mampu menginisiasi sedikit gerakan dan tidak terdapat sinkinesis. Strategi yang digunakan
berupa mobilisasi jaringan lunak otot wajah yang lebih agresif dan reedukasi neuromuskular di
depan kaca (feedbackvisual) dengan melakukan gerakan ekspresi wajah yang lambat,
terkontrol, dan bertahap untuk membentuk gerakan wajah yang simetris. Latihan ini dilakukan
sebanyak minimal 20-40 kali dengan 2-4 set per hari.
c.kategori kontrol gerakan yang ditujukan pada pasien dengan simetri wajah ringan-sedang saat
istirahat, masih mampu menginisiasi sedikit gerakan, dan terdapat sinkinesis. Strategi yang
digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam otot wajah dengan agresif, reedukasi
neuromuskular di depan kaca seperti kategori fasilitasi, namun secara simultan mengontrol
gerakan sinkinesis pada bagian wajah lainnya, dan disertai inisiasi.
d.Strategi meditasi-relaksasi. Pada pasien dengan kekencangan seluruh wajah yang parah karena
sinkinesis dan hipertonisitas. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam
otot wajah dengan agresif, reedukasi neuromuskular di depan kaca, dan fokus pada strategi
meditasi-relaksasi yaitu meditasi dengan gambar vi-sual atau audio difokuskan untuk
melepaskan ketegangan pada otot yang sinkinesis. Latihan ini cukup dilakukan 1-2 kali per hari.
Terapi Farmakologis
Inflamasi dan edema saraf fasialis merupakan penyebab paling mungkin
dalam patogenesis Bell’ s palsy.
1. Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan
untuk optimalisasi hasil pengobatan. Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan
paralisis permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit. Dosis
pemberian prednison (maksimal 40-60 mg/hari) dan prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1
mg/kg/hari peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off. Efek toksik dan hal yang
perlu diperhatikan pada penggunaan steroid jangka panjang (lebih dari 2 minggu) berupa
retensi cairan, hipertensi, diabetes, ulkus peptikum, osteoporosis, supresi kekebalan tubuh
(rentan terhadap infeksi), dan Cushing syndrome.
Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg/kg/hari melalui oral dibagi dalam
empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara untuk dewasa diberikan dengan dosis oral 2
000-4 000 mg/hari yang dibagi dalam lima kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis
pemberian valasiklovir (kadar dalam darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah 1 000-3
000 mg/hari secara oral dibagi 2-3 kali selama lima hari. Efek samping jarang ditemukan pada
penggunaan preparat antivirus, namun kadang dapat ditemukan keluhan berupa adalah mual,
diare, dan sakit kepala.

BAB II
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1.PENGKAJIAN
IDENTITAS
Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki Laki
Status Marital : Menikah
Pendidikan :
Pekerjaan : Sopir Truck
Asuransi :
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat :
Diagnosa Medis : Bells Palsy
Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sudut mulutnya tertarik ke sebelah kanan dan tidak bisa kembali hal ini
terlihat saat dia tersenyum,tertawa hingga mengerutkan dahi dan menyeringai.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien berbicara pelo tetapi saat pasien tersebut minum, tidak merasakan sakit sedikitpun.
Dari hasil anamnesa yang dilakukan oleh perawat SWD pasien tidak pernah sakit seperti ini
sebelumnya ataupun menderita DM.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Pasien dalam keadaan sadar composmentis.
2. Tanda Vital
TD 120mmHg,. Nadi 20x/menit, respirasi 24x/menit, suhu 37 derajat Celsius.

2.2. ANAMNESIA
1.Apa yang menyebabkan sudut mulut Tn S tertarik dan
tidak bisa kembali ?
2.Apa yang menyebabkan suara tuan S menjadi pelo dan
saat minum tidak terasa sakit ?
3.Apa fungsi dari nervus ke VII?
4.Bagaimana cara mengatasi bells palsy ?
5.Mengapa pasien bisa mengalami bells palsy sedangkan pasien
tidak pernah sakit ini sebelumnya?

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Ball’s
palsy biasanya di dapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
A. B1(breathing)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan klien tidak
batuk, tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu napas, dan frekuensi pernapasan
dalam batas normal. Palpasi biasanya traktil premitus seimbang kanan dan kiri. perkusi
didapatkan resonan pada seluruh lapangan paru. Askultasi tidak terdengar bunyi napas
tambahan.
B. B2(blood)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan frekuensi dan irama
yang normal. TD dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan.
C. B3(brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkaian pada sistem lainnya.
1) Tingkat Kesadaran
Pada Bell’s palsy biasanya kesadaran klien compos mentis.
Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara klien,
observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik yang pada
klien Bell’s palsy biasanya status
Mental klien mengenai perubahan.
2) Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Biasanya pada klien Bell’s palsy tidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak
ada kelainan.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Saraf III, IV, dan VI. Penurunan gerakan kelopak mata
pada sisi yang sakit (lagoftalmos ).
Saraf V. Kelumpuhan seluruh otot wajah seisi, lipatan
nasolabial pada sisi kelumpuhan mendatar, adanya
gerakan sinkinetik.S
Saraf VII. Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin
sekali adema nervus fasialis di tingkat faranem
stilomastedeus meluas sampai bagian nervus fasialis,
di mana khorda timpani menggabungkan diri padanya.S
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
Saraf IX Dan X. Paralisis Otot orofaing, kesukaran
berbicara, mengunya, dan menelan.Kemampuan menelan
kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via
oral.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Kemampuan mobilisasi leher baik.
Saraf XII. Lidah simestris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan mengalami
kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi
kelumpuhan kurang tajam.
3) Sistem Motorik
Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan
otot normal, control keseimbangan dan koordinasi pada
Bell’s palsy tidak ada kelainan.
4) Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat reflex
pada respons normal.
5) Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kejang, dan distonia.
Pada beberapa keadaan sering di temukan Tic Fasialis.
6) Sistem Sensorik
Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu \
tidak ada kalainan.
d. B4 (bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal.
e. B5 (bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien Bell’s palsy menurun karena anoreksia dan kelemahan otot –otot
mengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi
berkurang.
f. B6 (bone )
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien
secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang
lain.

2.4 PERENCANAAN
Gangguan Body Image berhubungan dengan : Biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi (nyeri
kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional, trauma/injury, pengobatan (pembedahan,
kemoterapi, radiasi)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan body NOC: NIC :
image berhubungan  Body image Body image enhancement
dengan:  Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal respon
Biofisika (penyakit kronis)S,etelah dilakukan klien terhadap tubuhnya
kognitif/persepsi tindakan - Monitor frekuensi mengkritik dirinya
(nyeri kronis), keperawatan - Jelaskan tentang pengobatan,
kultural/spiritual, selama …. gangguan perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit, krisis body image penyakit
situasional, pasien teratasi dengan - Dorong klien mengungkapkan
trauma/injury, kriteria hasil: perasaannya
pengobatan  Body image positif - Identifikasi arti pengurangan melalui
(pembedahan, Mampu pemakaian alat bantu
kemoterapi, radiasi) mengidentifikasi - Fasilitasi kontak dengan individu lain
DS: kekuatan personal dalam kelompok kecil
- Depersonalisasi bagianMendiskripsikan
tubuh secara faktual
- Perasaan negatif perubahan fungsi
tentang tubuh tubuh
- Secara verbal Mempertahankan
menyatakan interaksi sosial
perubahan gaya hidup
DO :
- Perubahan aktual
struktur dan fungsi
tubuh
- Kehilangan bagian
tubuh
- Bagian tubuh tidak
berfungsi

3. Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status
kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi.
Di agnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kecemasan berhubungan NO C : NIC :
dengan Kontrol Anxiety Reduction (penurunan
Faktor keturunan, Krisis kecemasan kecemasan)
situasional, Stress, Koping Gunakan pendekatan yang
perubahan status Setelah dilakukan menenangkan
kesehatan, ancaman asuhan selama Nyatakan dengan jelas harapan
kematian, perubahan ……………klien terhadap pelaku pasien
konsep diri, kurang kecemasan teratasi Jelaskan semua prosedur dan apa
pengetahuan dan dgn kriteria hasil: yang dirasakan selama prosedur
hospitalisasi  Klien mampu Temani pasien untuk memberikan
mengidentifikasi keamanan dan mengurangi takut
DO/DS: dan Berikan informasi faktual mengenai
Insomnia mengungkapkan diagnosis, tindakan prognosis
Kontak mata kurang gejala cemas Libatkan keluarga untuk
Kurang istirahat  Mengidentifikasi, mendampingi klien
Berfokus pada diri sendiri mengungkapkan Instruksikan pada pasien untuk
Iritabilitas dan menunjukkan menggunakan tehnik relaksasi
Takut tehnik untuk Dengarkan dengan penuh
Nyeri perut mengontol cemas perhatian
Penurunan TD dan  Vital sign dalam Identifikasi tingkat kecemasan
denyut nadi batas normal Bantu pasien mengenal situasi yang
Diare, mual, kelelahan  Postur tubuh, menimbulkan kecemasan
Gangguan tidur ekspresi wajah, Dorong pasien untuk
Gemetar bahasa tubuh dan mengungkapkan perasaan, ketakutan,
Anoreksia, mulut kering tingkat aktivitas persepsi
Peningkatan TD, menunjukkan Kelola pemberian obat anti
denyut nadi, RR berkurangnya cemas:........
Kesulitan bernafas kecemasan
Bingung
Bloking dalam
pembicaraan
Sulit berkonsentrasi

4. Kurang Pengetahuan Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap


informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-
sumber informasi.

Di agnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria ervensi
HasiIlnt
Ku rang Pengetahuan NOC: NIC :
Be rhubungan dengan :  Kowlwdge : disease Kaji tingkat pengetahuan pasien
keterbatasan kognitif, process dan keluarga
interpretasi terhadap  Kowledge : health Jelaskan patofisiologi dari penyakit
informasi yang salah, Behavior dan bagaimana hal ini berhubungan
kurangnya keinginan Se telah dilakukan dengan anatomi dan fisiologi,
untuk mencari tindakan dengan cara yang tepat.
informasi, tidak keperawatan selama Gambarkan tanda dan gejala yang
mengetahui sumber- …. pasien biasa muncul pada penyakit,
sumber informasi. menunjukkan dengan cara yang tepat
pengetahuan tentang Gambarkan proses penyakit,
proses penyakit dengan cara yang tepat
DS : Menyatakan secara dengan kriteria hasil: Identifikasi kemungkinan
verbal adanya masalah  Pasien dan keluarga penyebab, dengan cara yang
DO:ketidakakuratan menyatakan tepat Sediakan informasi pada
mengikuti instruksi, pemahaman tentang pasien tentang kondisi, dengan
perilaku tidak sesuai penyakit, kondisi, cara yang tepat
prognosis dan Sediakan bagi keluarga informasi
program pengobatan tentang kemajuan pasien dengan
 Pasien dan keluarga cara yang tepat
mampu Diskusikan pilihan terapi atau
melaksanakan penanganan
prosedur yang Dukung pasien untuk
dijelaskan secara mengeksplorasi atau mendapatkan
benar second opinion dengan cara yang
 Pasien dan keluarga tepat atau diindikasikan
mampu menjelaskan Eksplorasi kemungkinan sumber
kembali apa yang atau dukungan, dengan cara yang
dijelaskan tepat
perawat/tim
kesehatan lainnya

1.5 EVALUASI
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi:
a.Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukkan perbaikan sesuai dengan criteria yang telah
ditetapkan. Seperti: mulut px sudah kembali seperti semula, tidak pelo, tekanan darah sitole
naik sampai 130 mmHg.
b.Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu dicari
penyebab dan cara mengatasinya. Seperti: tekanan systole naik sampai 130 mmHg, mulut
sudah kembali seperti semula, tapi bicaranya masih pelo.
c.Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan kemajuan sama sekali bahkan timbul
masalah baru, dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah
terdapat data, analisis, diagnose, tindakan, dan factor lain yang tidak sesuai yang menjadi
penyebab tidak tercapainya tujuan. Seperti: gejala yang timbul tidak berubah, bahkan px
mengalami gangguan lain (pusing, mual muntah, dll).

Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :


KUMPULAN ASKEP

• LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKIAL

Source » http://dikasuccess.blogspot.com#ixzz1wJQIN0pH

Read more at http://dikasuccess.blogspot.com/2013/09/askep-bells-


palsy.html#rDJzcWoAVtekPP2w.99

Anda mungkin juga menyukai