Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
REFERAT

Tics Facialis
Kasma
11120202087

Dokter Pendidik Klinik:


dr. Moch. Erwin Rachman, Sp. S, M.Kes
BAB I
Pendahuluan
Gangguan tics adalah salah satu gangguan neuropsikiatri yang paling umum pada masa kanak-kanak. Peran
utama dalam etiologi penyakit ini dimainkan oleh kegagalan sistem dopaminergik, yang menyebabkan terjadinya
gangguan perhatian, pengaturan diri dan penghambatan perilaku, penurunan kontrol aktivitas motorik dan
munculnya gerakan yang berlebihan dan tidak terkendali
Tic fasialis adalah gerakan motorik tiba-tiba, berulang dan tidak ritmik yang terjadi pada bagian wajah,
leher dan menjalar ke kepala. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini umumnya ialah gerakan kedipan mata
yang terjadi secara involunter.
Insidensi terjadinya tics biasanya terjadi antara usia 3 sampai 8 tahun (rata-rata onset, usia 6 dan 7 tahun),
dan 93% pasien bergejala pada usia 10 tahun yang juga merupakan usia rata-rata yang dilaporkan dengan tingkat
keparahan tic terbesar
BAB II
Tinjauan Pustaka
ANATOMI

Nervus fasialis merupakan saraf campuran yang terdiri dari serabut saraf eferen (motorik dan
otonom) dan aferen (sensorik). Serabut eferen motorik murni diurus nervus fasialis sedangkan serabut
aferen somatik dan viseral serta serabut eferen otonom diurus oleh nervus intermedius yang
merupakan bagian nervus fasialis.
Refleks yang berperan dalam nervus fasialis meliputi refleks kornea, blink (kedip) dan stapedius.
Pada refleks kornea, impuls sensorik dari membran mukosa kornea berjalan menuju nervus oftalmika
ke inti sensorik nervus trigeminal. Setelah bersinaps ditempat tersebut, impuls berjalan menuju inti
nervus fasialis dan kemudian melalui nervus fasialis menuju muskulus orbikularis okuli kedua sisi dan
menyebabkan tertutupnya kedua mata.
Definisi
Tics didefinisikan sebagai "gerakan motorik
yang tiba-tiba, cepat, berulang, nonritmik (tik
motorik) atau vokalisasi (tik vokal atau fonik). Tics
facialis atau kejang saraf termasuk dalam
golongan movement disorders yang di tandai
dengan adanya kontraksi involunter otot wajah
yang dipersarafi oleh saraf VII (N. Fasialis), yang
gerakanya bersifat setempat pada otot tertentu,
yang berulang
Epidemiologi

Sulit untuk memperkirakan prevalensi sebenarnya dari gangguan tic


karena sebagian besar orang tidak mengenali tics mereka atau tidak mencari
perawatan medis. Oleh karena itu, prevalensi tics yang dilaporkan pada anak-
anak sangat bervariasi. Tics lebih cenderung mempengaruhi anak laki-laki
daripada anak perempuan dengan rasio 4:1. Insiden tics motorik didapatkan
lebih tinggi dibandingkan tics vokal. Gangguan tic pada orang dewasa jarang
terjadi, dan biasanya merupakan pengulangan atau kelanjutan dari tics masa
kanak-kanak yg berhubungan dengan gangguan neuropsikiatri yang
mendasari
Etiologi
Etiologi gangguan tik melibatkan gangguan fungsi kortikal
melalui sirkuit striato-thalamo-kortikal dengan fungsi
neurotransmiter terkait yang menyimpang, termasuk dopamin,
serotonin, dan asam gamma-aminobutyric (GABA), dan
konektivitas otak fungsional atipikal terkait perkembangan.
Etiologi gangguan tic multifaktorial, termasuk faktor genetik
dan faktor non-genetik seperti faktor lingkungan dan
imunologis
Patofisiologi

Gerakan involunter pada Tic timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus palidus, yang
disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflek-reflek dan rangsang yang masuk. Dalam keadaan
normal putamen dan globus palidus ini disebut release phenomenon yang berarti hilangnya aktivitas
inhibisi yang normal. Gerakan klonik yang berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot
yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nucleus fasialis menyebabkan hipereksitibilitas
dari nucleus nervus fasialis. Gerakan otot wajah yang involunter pada Tic bisa bangkit sebagai suatu
pencerminan kegelisahan atau depresi
Klasifikasi tics
Tic fasialis secara umum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Tic motorik
Tic motorik dapat melibatkan hanya beberapa otot yaitu (Tics sederhana ) atau kompleks
(melibatkan sekelompok otot )
a. Simple / sederhana: Biasanya tiba – tiba, singkat, gerakan yang biasanya hanya melibatkan
satu kelompok otot, pada umumnya berakhir kurang dari 1/100 detik. Contohnya seperti mata
berkedip, nose wrinkling, kedutan leher, bahu terangkat-angkat, wajah menyeringai, dan perut
tegang.
b. Kompleks / kronik : Durasinya lebih panjang dari tik sederhana, biasanya berakhir dalam
detik atau lebih lama lagi. Melibatkan lebih dari satu kelompok otot atau terdiri dari serangkaian
tic motorik sederhana
2. Tic vocal (phonic)
Tic phonic adalah suara disengaja dihasilkan oleh udara yang bergerak melalui hidung,
mulut, atau tenggorokan, yang muncul lebih lambat.
a. Simple / sederhana: suara singkat tanpa memiliki makna. Contoh: membersihkan
tenggorokan, mendengkur, mendengus, batuk dan kicauan.
b. Kompleks/ kronik : lebih jelas meliputi ucapan dan bahasa, contoh: termasuk
echolalia(mengulang-ulangi suara, kata-kata atau frasa yang terakhir didengarnya),
palilalia(seseorang mengulang-ulangi suara atau kata-katanya), lexilalia
Kriteria Diagnosis
Anamnesis

Terdapat gerakan bibir atau lidah, mata berkedip-kedip, gerakan dagu dan
muncul saat anak megalami tekanan/stres. Usia anak 5-10 tahun, lebih sering
terjadi pada anak laki-laki. Gerakan tersebut dapat ditahan, dan meningkat saat
cemas, marah, atau kelelahan. Gerakan akan berkurang saat aktivitas atau tidur
dan berfluktuasi. Anak merasakan rasa tidak nyaman, gatal, atau sensasi yang
lain sebelum melakukan gerakan-gerakan tersebut, dan merasa lebih relaks
dengan melakukan gerakan-gerakan tersebut. Serta adakah riwayat ADHD
maupun gangguan perilaku yang lain.
Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pemeriksaan fisik secara umum dan pengukuran berat badan.


Observasi gerakan-gerakan yang dikeluhkan : bibir atau lidah, mata
berkedip-kedip, gerakan dagu, leher, bahu. Apakah ada tics vocal yang
menyertai (suara-suara yang tidak bertujuan). Pemeriksaan neurologis
biasanya dalam batas normal
DIFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Hemifasial spasme
Spasme hemifasial didefinisikan sebagai gerakan tonik atau klonik pada satu sisi
wajah yang tidak beraturan dan tidak terkendali. Spasme hemifasial merupakan gangguan
aktivitas otot wajah yang diinervasi oleh nervus (n) fasialis. Pada spasme hemifasial
typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oculi dan menjalar secara bertahap ke
otot daerah pipi dan menyebar ke daerah mulut, meliputi musculus orbicularis
oris,buccinator dan platysma.
2. Fasial myokimia Tic
Secara klinis karakteristik fasial myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran
otot muka yang menetap dan berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan
(discharge) spontan yang asinkron dari motor unit yang berdekatan. Fasial myokimia
muncul sebagai vernikular twitching dibawah kulit, sering dengan penyebaran seperti
gelombang. Fasial myokimia dapat terjadi dengan beberapa proses di batang otak.
Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan sembuh tanpa pengobatan dalam beberapa minggu
Penatalaksanaan

Farmakologi:
--Obat golongan antipsikotik tipikal seperti Non farmakologi:
Haloperidol dan pimozide, merupakan obat --Terapi perilaku : yang paling banyak diterima untuk gangguan
generasi pertama
tic adalah CBIT, yang terdiri dari terapi pembalikan kebiasaan,
--Obat antipsikotik atipikal yang lebih baru seperti psikoedukasi, intervensi fungsional, dan pelatihan relaksasi
risperidon dan aripiprazole --terapi akupuntur

--agonis alfa-2-adrenergik:. Guanfacine dan


clonidine
Kesimpulan

Tic fasialis adalah gerakan motorik tiba-tiba, berulang dan tidak ritmik yang terjadi pada
bagian wajah, leher dan menjalar ke kepala. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini
umumnya ialah gerakan wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip –
kedip yang terjadi pada wajah.
Gangguan tic paling umum pada populasi anak-anak, gangguan tic primer onset dewasa
jarang terjadi, dan biasanya tics pada orang dewasa merupakan pengulangan atau
kelanjutan dari tics masa kanak-kanak.
Pengobatan pada gangguan tic yaitu pemberian farmakologis dan terapi perilaku harus
dipertimbangkan ketika tics menyebabkan gangguan fisik, emosional, atau sosial
misalnya, cedera muskuloskeletal, kesulitan hubungan teman sebaya seperti bullying,
perilaku tic mengganggu, harga diri rendah, atau kesulitan dalam melakukan aktifitas
fisik.
Daftar Pustaka
● Borodina, J. V., Jur’eva, N. V., & Maslova, N. N. (2016). Tics In Children. Clinical Result Of The Treatment Tic Disorders By
Levetiracetam. Epilepsy And Paroxysmal Conditions, 7(1), 41-45.
● Aini, Z. (2019). Penanganan Tic Fasialis Dengan Kombinasi Titik Akupunktur Yingxiang (Li 20), Jiache (St 6), Sanyinjiao (Sp 6) Dan
Infusa Mentha Piperita (Doctoral Dissertation, Universitas Airlangga).
● Knight, T., Steeves, T., Day, L., Lowerison, M., Jette, N., & Pringsheim, T. (2012). Prevalence Of Tic Disorders: A Systematic Review
And Meta-Analysis. Pediatric Neurology, 47(2), 77-90.
● Mittal, S. O. (2020). Tics And Tourette’s Syndrome. Drugs In Context, 9.
● Smf Neurologi. Rsu Kaban Jahe. (2017) Refarat Tics Facialis. Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung
● Ueda, K., & Black, K. J. (2021). A Comprehensive Review Of Tic Disorders In Children. Journal Of Clinical Medicine, 10(11), 2479.
● Yudawijaya, A. (2016). Bell’ S Palsy: Anatomi Hingga Tatalaksana. Majalah Kedokteran, 32(1), 49-57.
● Https://Med.Unhas.Ac.Id/Kedokteran
● Indonesia, P. D. S. S. (2016). Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
● Susanto, D., Arham, A., Tumewah, R., & Jasi, M. T. (2020). Laporan Kasus: Dekompresi Mikrovaskular Pada Spasme Hemifasial. Jurnal
Sinaps, 3(2), 18-31.

Anda mungkin juga menyukai