Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

Anemia Gravis ec Susp. Thalasemia Mayor









Pembimbing :
dr. Rivai Usman, Sp.A
Disusun Oleh :
Bayu Aulia Riensya
030.08.055



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 24 MARET 31 MEI 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BEKASI
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 24
Maret 31 Mei 2014 dengan judul Anemia Gravis ec Susp. Thalasemia Mayor yang
disusun oleh :
Nama : Bayu Aulia Riensya
NIM : 030.08.055

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing :
dr. Rivai Usman, Sp. A




Menyetujui,



(dr.Rivai Usman, Sp. A)


BAB I
PENDAHULUAN

Talasemia pertama kali dilaporkan oleh Cooley dan Lee pada tahun 1925. Cooley
menemukan bahwa sebagian besar pasien mereka, dan penderita talasemia lain yang
dilaporkan kemudian hari, merupakan keturunan Mediterania. Mereka sangat anemis dan
memiliki abnormalitas skeletal juga wajah yang nyata dan ditemukan juga splenomegali.
Sebagai penghargaan atas penemuannya, maka jenis anemia ini disebut juga dengan nama
Cooleys anemia sedang istilah Mediterranian anemia diberikan oleh Whipple dan Bradford,
karena mereka menemukan bahwa anak-anak yang menderita sebagian besar keturunan Italia
dan yunani. Talasemia sendiri berarti laut (Mediterania ) dalam darah yang berasal dari
bahasa Yunani talassa yang berarti laut.
(4, 5, 6)
Genetik Talasemia tersebar luas pada penduduk asli di daerah perbatasan laut
Mediterania, sebagian besar Afrika, daerah Timur Tengah, subkontinental India dan Asia
Tenggara, di lokasi mana infeksi malaria memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Penderita
pembawa sifat Talasemia memiliki kecenderungan untuk resisten terhadap infeksi malaria
yang mematikan dengan alasan yang kurang lebih sama seperti pembawa sifat anemia bulan
sabit. Mengenai distribusi thalassemia, terdapat istilah Thalassemea Belt, yaitu daerah
dimana Talasemia memiliki insiden tinggi, yaitu sepanjang pesisir Mediterania dan melanjut
melalui semenanjung Arab, Turki, Iran, India, dan sampai ke Asia Tenggara, terutama
Thailand, Kamboja dan Cina selatan. Salah satu lokasi dimana insiden Talasemia sangat
tinggi adalah di pulau Maewo di Vanuatu, terletak di tenggara samudra Pasifik. Di sana,
pembawa sifat -Thalassemia lebih dari 20% dan -Talasemia lebih dari 50%.
(2)
Frekuensi gen untuk Talasemia di Indonesia masih belum jelas, diduga sekitar 3 %
sama seperti Malaysia dan Singapura. Iskandar W (1979) melaporkan bahwa di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta didapat 20 kasus Thalassemia per tahun. Selama 15 tahun terakhir,
Untario mencatat seluruhnya terdapat 134 kasus Talasemia .






BAB II
TINJAUAN KASUS

Nama : Bayu Aulia Riensya Tanda tangan:
NIM : 030.08.055
Dokter Pembimbing : Dr. Rivai Usman Sp.A
I. IDENTITAS PASIEN
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. A Tn. P Ny. M
Umur 2 tahun 35 tahun 31 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Kp. Kelapa, Jaya Bekasi
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Wiraswasta Ibu Rmh Tangga
Keterangan Hubungan dg orang tua anak kandung

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 14 April 2014 di
UGD dan PICU RSUD Bekasi

a. Keluhan Utama
Pucat sejak 1 minggu SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan pucat sejak 1 minggu SMRS. Ibu pasien mengatakan
pasien lemas dan lebih banyak tidur sejak 1 minggu SMRS. Sesak disangkal olah ibu pasien.
Mual, muntah darah tidak ada. BAB lancar, tidak berwarna hitam dan tiada bercak darah.
Panas disangkal ibu pasien.
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien diransfusi darah oleh karena anemia di RS setempat.
Sejak saai itu perut pasien membesar dan terkadang timbul sesak serta mual.




c. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - -
Asma - -
Tuberkulosis - -
Diabetes - -
Kejang - -
Thalasemia - Kakak pasien

d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan
Perawatan Antenatal : Baik
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Persalinan
Tempat kelahiran : Bidan
Penolong Persalinan : Bidan
Cara persalinan : Persalinan normal
Masa gestasi : Cukup bulan ( 9 bulan )
Keadaan Bayi : - Berat badan lahir : 3000 gr
- Panjang badan lahir : 49 cm
- Lingkar kepala : ibu pasien lupa
- langsung menangis
- Nilai APGAR : ibu pasien tidak tahu
- Kelainan kongenital : tidak ada
Kesan : Riwayat kehamilan ibu baik.

e. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 18 bulan
Berjalan : 20 bulan
Rambut pubis : ( - )
Payudara : ( - )
Menarche : ( - )
Gangguan perkembangan mental / emosi : Tidak ada
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkumbangan terlambat

f. Riwayat ASI / PASI dan Gizi
Umur (Bulan) ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2
2-4
4-6
6-8
8-10
10-12

Kesan : Pasien mendapat ASI sampai umur 1 tahun, frekuensi dan jumlah makanan cukup
baik dengan variasi makanan cukup.

g. Riwayat Imunisasi :
Ibu pasien mengatakan imunisasi dasar pasien lengkap.

III. PEMERIKSAAN FISIK
dilakukan pada tanggal 14 April 2014 di UGD RSUD Kota Bekasi
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Apatis
Tanda Vital
Nadi : 142 x/menit
Suhu : 36,7
o
C
Pernafasan : 52 x / menit
Status Antropometri
Berat Badan : 9.6 kg
Tinggi Badan : 95 cm
Status gizi : Berdasarkan CDC, gizi kurang
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk : Simetris, bulat, normocephaly. Facies Cooley
Rambut : Warna hitam, tipis, pertumbuhan rambut merata.
Mata : Konjungtiva anemis +/+ , sklera tidak ikterik. Pupil bulat isokor
3mm/3mm. Reflek Cahaya langsung dan tidak langsung (+/+),
Nistagmus (-), Gerakan bola mata dalam batas normal.
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum (-)
Telinga : Normotia, Keluar cairan (-)
Bibir : Lembab, sianosis oral (-)
Mulut : Bentuk simetris, atrofi lidah (-), mukosa bibir sianosis (+)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1 tenang, kripta (-)
Leher : Trakea di tengah. thyroid tidak terlihat membesar, KGB tidak
teraba membesar.
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Gerak napas kedua hemithoraks simetris, areola & papilla
mammae (+) retraksi sela iga (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, tidak ada pulsasi abnormal
Palpasi : Tidak teraba pulsasi abnormal
Perkusi : batas jantung dan paru paru dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi : Sedikit buncit
Palpasi : Supel, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae, lien
teraba membesar Schuffner 3 , Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Anus dan rektum : Dalam batas normal
Genitalia : Tidak ada kelainan
Anggota gerak : Akral dingin, sianosis (+), capillary filling time < 2
Tulang belakang : Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
Kulit : Turgor cukup, agak kehitaman
Reflek : Fisiologis (+) Patologis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tanggal 14.4.2014)

Darah lengkap Hasil
Hemoglobin 2.1
Leukosit 6600
Trombosit 314.000
Hematokrit 38.1
Fungsi Hati Hasil
SGOT 84
SGPT 45
LED 30
CRP Non reaktif
Ur 14
Cr 0.33
GDS 109
Protein 7
Albumin 2.99
Globulin 4.01
Na 138
K 3.9
Cl 96


V. DIAGNOSA KERJA
Anemia Gravis
Susp. Thalasemia Mayor

VI. RESUME
Pasien, An. A datang ke UGD RSUD Bekasi dengan keluhan pucat sejak 1 minggu
SMRS. Ibu pasien mengatakan pasien lemas dan lebih banyak tidur sejak 1 minggu
SMRS. Sesak disangkal olah ibu pasien. Mual, muntah darah tidak ada. BAB lancar, tidak
berwarna hitam dan tiada bercak darah. Panas disangkal ibu pasien.
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien ditransfusi darah oleh karena anemia di RS setempat.
Sejak saai itu perut pasien membesar dan terkadang timbul sesak serta mual. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan Facies Cooley, konjungtiva kanan dan kiri anemis, akral
sianosis, pada pemeriksaan abdomen teraba hepar 3 jari di bawah arcus costae, lien pada
garis Schuffner 3. Pada hasil laboratorium, didapatkan anemia serta peningkatan fungsi
hati.
VII. MASALAH
Anemia Gravis
Susp. Thalasemia Mayor
VIII. ANALISA MASALAH
Pada kasus ini, ditegakkan diagnosa Susp. Thalasemia Mayor atas dasar:
a. Anamnesis
Pasien dirawat inap dengan keluhan pucat sejak 1 minggu SMRS. Selain itu
terdapat lemas dan kurang napsu makan. Pada thalasemia, keluhan utama yang
menyebabkan penderita berobat adalah pucat dan lemas. Dari anamnesa juga tidak
didapatkan tanda-tanda perdarahan akut seperti muntah darah, tinja hitam atau
bercak darah. Sesuai perjalanan penyakit, thalasemia adalah penyakit kronis yang
bisa menyebabkan pucat tanpa manifestasi perdarahan akut.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan didapatkan Facies Cooley, konjungtiva anemis, kulit
tampak agak kehitaman, sianosis dan hepatosplenomegali. Facies Cooley dan
hepatosplenomegali adalah ciri khas pada Thalasemia. Sumsum tulang bekerja
lebih keras untuk mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis
dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka
wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (facies
cooley).
Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di organ
(hemokromotosis). Ini ditandai dengan hepatosplenomegali. Warna kulit yang
agak kehitaman adalah akibat penumpukan Fe yang bisa menyebabkan perubahan
sirkulasi sehingga kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan intregritas kulit
c. Hasil laboratorium
Hasil laboratorium menunjukkan penurunan Hb, hematokrit, eritrosit dan
index eritrosit. Pemecahan Hb yang abnormal pada Thalasemia menyebabkan
penurunan Hb yang kronis. Thalasemia juga adalah anemia tipe mikrositik
hipokrom yang sesuai dengan kasus ini yaitu penurunan MCV dan MCHC.
Penurunan hematokrit sesuai dengan rendahnya kadar Hemoglobin pasien.

IX. PENATALAKSANAAN
- Pro PICU
- IVFD NaCl 8 tpm/ mikro
- Ceftazidine 2x1 gr
- Transfusi PRC 600cc serial
(12-2) x 4 x 15.5 = 620 ~ 600cc
- Asam Folat
- Cek elektroforesis Hb

X. EDUKASI
Memberitahu tentang penyakit pasien kepada keluarga dengan jelas
Memberitahukan bahwa keadaan pasien sedang kritis perlu transfusi PRC dan alat
bantu nafas segera

XI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Fungsionum : Dubia ad malam
Ad Sanationum : Ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara
autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida
hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia
hemolitik. Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana
terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek
(kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai
akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta.
Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta
berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan
presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel
menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia
hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan heme yang akan
mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
(1,2,4,5,7)


B. ETIOLOGI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan pada sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehinga umur eritrosit pendek (kurang dari 120 hari).
Kerusakan tersebut disebabkan oleh HB yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan
dalam pembentukan rantai globin atau struktur HB. Defek genetik yang mendasari
Thalasemia meliputi delesi total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi atau
insersi nukleotida akibat dari perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya m-RNA bagi
satu atau lebih ranti globin atau pembentuka m-RNA yang cacat secara fungsional akibatnya
adalah penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida HB.
Ketidakseimbangan dalam rantai globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan HB disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua
orang tua. Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih
pendek. Umur eritrosit ada yang 6 minggu atau 8 minggu. Bahkan dalam kasus berat
umureritrosit ada yang hanya mampu bertahan selama 3 minggu saja. Jadi thalasemia letak
rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lain.
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot).
(1,2,3,6,7)

Pembentukan sel darah merah ( Hematopoiessis )
Dalam masa kehidupan embrio, terdapat 3 periode pembuatan sel darah merah, yaitu :
1. Periode mesoblastik ( 0 - 2 bulan )
Lokasi : Blood islands dari yolk sack
2. Periode hepatic ( 2 7 bulan )
Lokasi : Liver dan lien ( extramedullary process )
3. Periode myeloid ( 5 - 9 bulan )
Lokasi : Sumsum tulang ( intramedullary process )
Pada masa infant, proses homopoiesis berlangsung di hampir pada semua sumsum
tulang, sedangkan pada masa dewasa, pembentukan berlangsung terutama pada sumsum
tulang dari os vertebrae, costae, sternum, calvaria, sacrum dan pelvis juga pada ujung
proximal os femur.
(1)


a. Sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Sel ini
berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum tulang. Eritrosit berada di dalam
sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitung rata-rata normal sel darah merah adalah 5,4
juta /ml pada pria dan 4,8 juta/ml pada wanita. Pembentukan sel darah merah (eritro poresis)
mengalami kendali umpan balik.
Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam sirkulasi
yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia. Pembentukan sel darah
merah juga dirangsang oleh hipoksia.

b. Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah,
Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam
stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke
dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama
beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang
dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol.
Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian
bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme
bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang disintetis oleh
ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.Terdapat
beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada
susunan asam amino di bagian polipeptida.
Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta.
Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam, yaitu hemoglobin A,
merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.
Struktur Hemoglobin
Secara molekuler, hemoglobin dibentuk dari Heme dan Globin, Heme sendiri terdiri
dari 4 struktur pirol dengan atom Fe di tengahnya, sedangkan globin terdiri dari 2 pasang
rantai polipeptida.
(1)

Pada manusia terdapat 3 jenis rantai hemoglobin normal yang dapat ditemukan dalam
darah, yaitu :
Hb A : 2 rantai dan 2 rantai -- 95% dari total seluruh hemoglobin
Hb A2 : 2 rantai dan 2 rantai -- 3% dari total seluruh hemoglobin
Hb F : 2 rantai dan 2 rantai -- 2% dari total seluruh hemoglobin
(4,5)

Pada bayi baru lahir, kadar Hb F masih sangat tinggi yaitu kira-kira 90% dari total
seluruh hemoglobin, dan pada usia 6 bulan kadar hemoglobin akan sama kadarnya sama
seperti orang dewasa.
(4)
Hemoglobin dewasa ( Hb Adult / Hb A ) memiliki 2 gen globin
yang bertempat masing-masing pada 2 kromosom nomor 11, sementara 2 pasang gen
globin yang funsional berada pada setiap kromosom nomor 16.
(8)

c. Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera
difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer),
limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag
akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah
dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah merah baru,
atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian porfirin dari
molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin yang disekresikan hati
ke dalam empedu.
C. PATOFISIOLOGI
Pernikahan penderita thalasemia carier menyebabkan penurunan penyakit thalasemia secara
resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin dan (kromosom 11 dan 16) yang dapat
mengakibatkan :
Pembentukan rantai dan di eritrosit tidak seimbang.
Rantai kurang dibanding rantai .
Rantai tidak terbentuk sama sekali
Rantai yang terbentuk tidak cukup.
Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya thalasemia . Gangguan pada sintesis
rantai globin dan juga dapat mengakibatkan rantai yang terbentuk sedikit dibanding
rantai sehingga terjadilah thalasemia . Thalasemia dan dapat mengakibatkan :
Pembentukan rantai dan
Pembentukan rantai dan kurang
Penimbunan dan pengendapan rantai dan yang berlebihan
Ketiga akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HBA (2 dan 2) sehingga
terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (inclussion bodies) yang dapat
mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit sehingga dindung eritrosit
mudah rusak. Dinding eritrosit yang rusak tersebut mengakibatkan terjadinya hemolisis,
sehingga eritrosit tidak efektif dan penghancuran prekursom eritrosit di intra medular
(sumsum tulang). Selain itu juga terjadi kurangnya sintesis HB sehingga eritrosit hipokrom
dan mikro siher, maka terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah talasemia.

Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan sehingga suplai O2
dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya metabolisme dalam sel. Dan
terjadilah perubahan pembentukan ATP, sehingga energi yang dihasilkan menurun dan
terjadilah kelemahan fisik, sehingga pasien mengalami defisit perawatan diri dan intoleransi
aktivitas.
Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai darah ke jaringan
juga membuat tubuh merespin dengan pembentukan eritroporetin yang dapat merangsang
eritroporesis, sehingga eritrosit imatur dan mudah lisis, maka terjadilah penurunan HB, maka
memerlukan transfusi.
Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di organ
(hemokromotosis), penumpukan Fe terjadi di limpa dan hati. Di limpa penumpukan Fe ini
dapat mengakibatkan spleno megali maka harus dilakukan splenoktomi sehingga beresiko
terjadi infeksi. Di hati penumpukan Fe mengakibatkan hepatomegali / sirohepatis yang
menyebabkan anoreksia sehingga pasien mengalami gangguan pemenuan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Selain akibat tersebut penumpukan Fe juga dapat mengakibatkan perubahan sirkulasi
sehingga kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan intregritas kulit. Thalasemia juga dapat
mengakibatkan menurunnya pengikatan O2 oleh eritrosit sehingga aliran darah ke organ vital
dan seluruh jaringan menurun, sehingga O2 dan nutrisi tidak ditransport secara adekuat yang
mengakibatkan perfusi jaringan terganggu maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.

Pathway
Pernikahan penderita talasemia carier

Penurunan penyakit secara resesif

Gangguan sintesis rantai globin dan (kromosom 11 dan 16)

Pembentukan rantai dan diretikulosit tidak seimbang
Rantai kurang terbentuk dibanding rantai
Rantai kurang dibanding
Rantai yang terbentuk tidak cukup
Rantai tidak terbentuk sama sekali

Thalasemia thalasemia

Pembentukan rantai dan
Pembentukan rantai dan kurang
Penimbunan dan pengendapan rantai dan yang berlebihan

Tidak terbentuknya HBA (2 dan 2 )

Akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (terbentuknya inclussion bodies)

Endapan menempel pada dinding eritrosit

Dinding eritrosit rusak

Hemolisis

Eritrosit darah tidak efektif dan penghancuran pre kurson eritrosit di intra medular
(sumsum tulang)

Sintesis HB kurang sehingga eritrosit hipokron dan mikrositer

Hemolisis eritrosit yang imatur

THALASEMIA

Penurunan suplai darah ke jaringan
Pengikatan O2 oleh eritrosit menurun
Tubuh merespon dengan pembentukan eritroprotein

Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun
Aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun
Merangsang eritropoesis

Metabolisme sel terjadi
Suplai O2 dan nutrisi tidak adekuat
Eritrosit yang terbentuk immatur dan mudah lisis

Perubahan pembentukan ATP
Perfusi jaringan terganggu
Penurunan HB

Energi yang dihasilkan menurun
Perubahan perfusi jaringan

Transfusi

Kelemahan fisik
Terjadi penumpukan Fe di organ (hemokromotosis)

Intoleransi aktifitas
Defisit sirkulasi
Liver
Limfa

Perubahan sirkulasi
Hepatomegali / sirosis
splenomegali
Kerusakan kulit

Splenoktomi
Resiko kerusakan integritas kulit
Anoreksia

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko infeksi

D. MACAM MACAM THALASEMIA
1. Berdasarkan Jenis Rantai Globin yang Terganggu
a. Talasemia Alfa
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin dan
kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis
rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan
dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan
tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki
beberapa jenis antara lain :
1) Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts.
Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa dan janin yang
sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan meninggal
beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin meninggal dalam
kandungan pada minggu ke 36 40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan
elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80 90% Hb Barts, tidak ada HbA
maupun HbF.

2) Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik
mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami
presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.
Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

3) Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi
penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.

4) Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal.

b. Talasemia Beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan
tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia dan karier. Pada kasus
talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal
kelahirannya, anak anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3 18 bulan.
Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi
hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Setelah
ditransfusi, penderita talasemia menjadi segar kembali. Kemudian darah yang sudah
ditransfusikan tadi setelah beberapa waktu akan hancur lagi. Kembali terulang
penderita kekurangan oksigen, timbul gejala lagi, perlu transfusi lagi, demikian
berulang ulang seumur hidup. Bisa tiap minggu penderita memerlukan transfusi
darah, bahkan bisa lebih sering. Lebih membahayakan lagi, darah yang ditransfusi
terus menerus tadi ketika hancur akan menyisakan masalah besar yaitu zat besi dari
darah yang hancur tadi tidak bisa dikeluarkan tubuh. Akan menumpuk, kulit menjadi
hitam, menumpuk di organ dalam penderita misalnya di limpa, hati, jantung.
Penumpukan di jantung sangat berbahaya, jantung menjadi tidak bisa memompa lagi
dan kemudian penderita talasemia meninggal.

2. Pembagian Talasemia Secara Klinis
a. Talasemia Mayor
Merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin
dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya
pun sangat pendek, sehingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya.
Penderita talasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3
18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala
lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Penderita talasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, mereka
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidupnya.
Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat
bertahan sekitar 1 8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi
lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya, maka
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

b. Talasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit talasemia, namun individu hidup
normal, tanda tanda penyakit talasemia tidak muncul. Walaupun talasemia minor
tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan talasemia minor juga akan terjadi
masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita talasemia mayor.
Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit talasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan. Talasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di
sepanjang hidup penderitanya, tetapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya.



E. MANIFESTASI KLINIS
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar
mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (talasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa
anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak
terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan.
Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, peningkatan BB dan pembesaran limpa.
Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit
mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel
resultan yang mengakibatkan :
Splenomegali
Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,
tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, dan CHF
Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
Perubahan kulit, seperti ikterus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini
karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha
bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-
kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi
lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi
di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha
mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga
mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (facies cooley) ini merupakan
salah satu tanda khas penderita thalasemia.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,
haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan
kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling)
dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma. Gejala deformitas tulang,
hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban
besi nampak pada masa dewasa.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas
tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan
berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur,
berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit
menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk
heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Thalasemia intermedia
Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi
rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga
mempunyai HbE maupun HbS.
Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan
nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.



F.KOMPLIKASI
(1,2,4,6,8)

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang
berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga
tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal
ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar
mudah ruptur akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan
gagal jantung.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang
dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif sering dijumpai,
komplikasi lain :
Infark tulang
Nekrosis
Aseptic kapur femoralis
Hematuria sering berulang-ulang

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM
1. HPl akan menyatakan mikrositosis, hipokromia, amsositosis, polikhositosis, sel target,
dan bercak basofil, nilai HB dan hematokrit menurun.
2. Hitung retikulosif akan menurun
3. Elektroforesis Hb akan menyatakan peningkatan nilai HB F dan HBA.
4. CVS atau analisa darah atau sel janin akan menyaring thalasemia saat pranatal

a. Thalasemia Mayor
Darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrosifik, anisositosis, polikilo sitosis dan
adanya sel target, jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit, muda
(normoblast) HB rendah, resistensi osmotik patologis, nilai MC, MCV, MCFI, dan MCHC
menurun, jumlah leukosit normal/menignkat, kadar Fe dalam serum meningkat, bilirubin,
SGOT dan SGPT meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemolisis.

b.Thalasemia Minor
Kadar HB bifarrasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor / hanya
sekedar nilai MC dan MCH biasanya menurun, sedangkan MCHC biasanya normal,
resistensi osmotik meningkat.
c. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA,
DNA drobing, geneblotting, dan pemeriksaan PCR (Poly merase Chain Reaction).

d.Gambaran radiologis,
Tulang akan memperlihatkan medulanya. Tipsi dan trabekula kasar. Tulang tengkorak
memperlihatkan diploe dan pada anak usia bermain kadang-kadang terlihat bruch apperance
(menyerupai rambut berdiri potongan pendek). Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi.
Tulang iga melebar, terutama pada bagian artikulasi dengan prosesis transversus.

Pemeriksaan Diagnostik yang lain:
Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal
Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target,
normoblas.pregmentosit
Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
Kadar besi serum meningkat
Bilirubin indirect meningkat
Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor.
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis
dan trabekula kasar.
Tulang tengkorak memperlihatkan hair-on-end yang disebabkan perluasan sumsum
tulang ke dalam tulang korteks.

H. PENATALAKSANAAN
(1,2,7,8)

A. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 gr/dl.
Rugimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata, memugkinkan
aktivitas normal yang nyaman, mencegah auto imunisasi dan mencegah ekspansi
sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan
tulang-tulan muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan esteoporosis. Transfusi
dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah mrah terpampat (PRC) biasanya diperlukan setiap
4-5 minggu.
b. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah auto imonusasi dan mencegah reaksi
transfusi.
c. Meminimalkan reaksi demam akibat transfusi dengan menggunakan eritrosit yang
direkonstruksi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dengan pembeian
antipiretik sebelum transfusi.
d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iron chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam
jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selama tidur), 5-6
malam/minggu.
e. Cangkok sumsum tulang (cst) adalah kuratif pada penderita inr dan telah terbukti
keberhasilan yang meningkat.

B. Penatalaksanaan Perawatan
1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2. Perawatan khusus :
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak
terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu
ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas
16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal
dan sarananya belum memadai.
Hipersplenisme, yang mempunyai peranan kompleks pada penyebab anemia, dapat
menyebabkan penurunan jumlah leukosit dan trombosit (pansitopenia) walaupun
jarang sampai menimbulkan perdarahan.
Kriteria adanya hipersplenisme :
1. Menghitung jumlah tranfusi yang melebihi 250 ml/kgbb dalam 1 tahun terakhir
2. Penurunan hb yang drastis
3. Pansitopenia



Splenektomi dilakukan bila keputusan transfusi meningkat melebihi perkiraan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan. Pasien ini sebaiknya mendapat imunisasi terhadap
Pneumococcus dan Haemophyllus influenza tipe B, juga dilakukan profilaksis dengan
Penicillin.
Indikasi splenektomi :
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
tekanan intra abdominal yang menggannggu pernafasan serta tidak nyaman di
perut disamping bahaya terjadinya ruptur.
Hipersplenisme dini ditandai oleh peningkatan kebutuhan tranfusi yang bukan
disebabkan oleh adanya antibody.
Splenektomi ini sebaiknya dilakukan pada usia diatas 5 tahun, mengingat komplikasi
infeksi berat yang dapat timbul, karena pada usia tersebut fungsi limpa sebagai organ yang
berperan dalam pembentukan zat anti terhadap infeksi sudah dapat diambil alih oleh organ
limfoid lain.

C. Penatalaksanaan Pencegahan.
Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan
diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan
antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 %
carrier (heterozigot) dan 25 normal.

Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari
donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 %
dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan
digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan
tindakan abortus provokotus



I. PROGNOSIS

Talasemia homozygot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang dekade
ketiga.Walaupun digunakan Antibiotik untuk mencegah infeksidan pemberian agen kelasi
untuk mengurangihemosiderosis, selain itu harganya pun mahal dan pada umumnya tidak
terjangkau oleh penduduk negara berkembang. Apabila dikemudian hari transfusi sumsum
tulang dapat ditetapkan , maka prognosis akan menjadi baik.
Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa sifat
thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/ sehat, 50% anak
pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor.
Talasemia heterozigot umumnya mempunyai prognosis baik kecuali bila diobati dengan
transfusi darah berlebihan.
Talasemia homozigot umumnya buruk, penyakit Hb H prognosisnya baik begitu pula
halnya demikian talasemia heterozigot dan silent carrier.
(4)



















BAB IV
KESIMPULAN

Thalasemia merupakan penyakit yang dapat diturunkan dari induk kepada generasi
seterusnya melalui informan genetik yaitu DNA yang berada didalam gen. Apabila kedua
orang tua menderita Thalassemia trait/bawaan, maka anak-anak mereka mungkin akan
menderita thalassemia trait/bawaan atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau
mereka mungkin menderita Thalassemia mayor. Meskipun patofisiologi terjadinya kelainan
telah dapat sampai pada tingkat molekuler namun pengobatan yang tepat masih belum
ditemukan.
Mungingat kelainan ini diturunkan dan belum ditemukan pengobatannya maka tindakan
pencegahan terhadap timbulnya penyakit ini menjadi lebih penting





















DAFTAR PUSTAKA

1. Abdoerrachman M H, Affandi M B, Agusman S, Alatas H, Ali Dahlan.et al.
Hematologi. Dalam: Buku Kuliah Kesehatan Anak. jilid I. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI; 1985. p. 414-51
2. Benz Edward J Jr, Giardina Patricia J V. Thalassemia symdromes. In: Blood Diseases
of Infancy and Childhood. 7
th
ed. St Louis: Mosby;1995. p. 460-91
3. Benz Edward J Jr. Hemoglobinopathies. In: Braunwal E, Fauci As, Kasper DL,
Hauser SL, Longo DL, Jameson VL, Editors. Harrisons Principles of Internal
Medicine. 15
th
ed. New York, Mc Graw=Hill; 2001.
4. Kosasih E N. Sindrom Talasemia. Dalam: Suparma, Waspadji Sarwono, ed. Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: FK UI; 1998. p. 417-25.
5. F A Rice, ART, CLS. Thalassemia. 1996 Mar. Available from: www.
Cariboo,bc.ca/schs/medtech/rice/thalassemia.html.
6. Forget Bernard G. Thalassemia syndromes. In: Hoffman: Hematology: Basic
Principles and Practise. 3
rd
ed. St Louis: Mosby; 1995. p. 460-91.
7. Frenkel Eugene P. Anemias. In: Ballenger James C, Bennet William M, Berkow
Joseph W, Calligaro Ina Lee Stile, Cutler Ralph E, et al, Editors.The Merck Manual
of Diagnosis and Therapy. 17
th
ed. New Jersey: The Merck Publishing group, 1999. p.
881-3.
8. Robbins, Kumar. Sistem Hematopoiesis dan Limfoid. Dalam: Robbins dan Kumar,
ed. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. p. 75-8.

Anda mungkin juga menyukai