Anda di halaman 1dari 46

CASE REPORT

Pneumonia Pada Anak

DOKTER PEMBIMBING :
dr. Nurbani, SpA

DISUSUN OLEH :
Rahajeng Dealita Alwantio
1965050051

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 22 JULI 2019 – 28 SEPTEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus ini dengan judul “PNEUMONIA PADA ANAK” yang
ditulis dalam rangka menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di RSUD Pasar Minggu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini tak lepas dari
bimbingan, dukungan, dan bantuan baik moril maupun materi dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Nurbani, Sp.A selaku pembimbing penulisan laporan ini.
2. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari sempurna,
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk ini penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak.

Jakarta, Agustus 2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pneumonia adalah suatu penyakit saluran nafas bawah yang


disebabkan oleh peradangan akut parenkim paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi.1 Bronkopneumonia sebagai penyakit yang
menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu
bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru. Berdasarkan data
WHO/UNICEF pada tahun 2006 dalam “Pneumonia: The forgotten
killer of children”, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk
kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta
jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian pada anak
yang menderita pneumonia didunia disebabkan oleh bakteri
pneumokokus.

Anak dengan daya tahan tubuh terganggu akan menderita


bronkopneumonia berulang. Selain faktor daya tahan tubuh, faktor
iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan
antibiotik tidak sempurna juga dapat memicu timbulnya penyakit ini.2

Bertambahnya jumlah pejamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan


adanya penyakit seperti AIDS semakin memperluas spektrum dan
derajat kemungkinan penyebab pneumonia. Bayi & anak kecil lebih
rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka belum
berkembang dengan baik.3

3
BAB II
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama lengkap : An. MUH
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 16 Maret 2018
Umur : 1 tahun 5 bulan
Agama : Islam
Suku : Jawa

2. Riwayat Kehamilan
Perawatan Antenatal : Trimester I : 1x di puskesmas
Trimester II : 1x di puskesmas
Trimester III : 2x di puskesmas
Penyakit kehamilan : tidak ada

3. Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : Puskesmas
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Penyulit :-
Masa gestasi : Cukup bulan
Keadaan Bayi

4
Bayi jenis kelamin perempuan
saat lahir bayi langsung menangis
Tidak ada kelainan bawaan

4. Riwayat Tumbuh Kembang


Gigi pertama : 6 bulan
Psikomotor
 Tengkurap : 5 bulan
 Duduk : 10 bulan
 Berdiri : 11 bulan
 Berjalan : 14 bulan
 Berbicara : 12 bulan
 Menulis : -
 Membaca : -

Kesan : Tahapan perkembangan sesuai usia sesuai menurut Milestone

5. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (Umur) Ulangan (Umur)

BCG 0 Bulan - - - - -
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
POLIO 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 - -
Campak 9 bulan - - - -
Hepatitis B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 - -
MMR - - - - - -
TIPA - - - - - -
Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

2
6. Riwayat Makanan
Usia Jenis Makanan
0-6 bulan •ASI ekslusif, diberikan setiap kurang lebih 2-3jam
sekali, anak menyusu kuat, bergantian pada payudara
kanan dan kiri selama masing-masing 15 menit tiap kali
minum

6-12 bulan •ASI, diberikan setiap kurang lebih 4-5jam sekali,


bergantian pada payudara kanan dan kiri selama masing-
masing 15 menit tiap kali minum
•bubur saring dengan lauk daging ayam, telur, serta
wortel dan sawi yang dihaluskan diberikan 3x sehari
sebanyak 1 porsi
•pisang 1x sehari
12 bulan – 17 •ASI, diberikan setiap kurang lebih 4-5jam sekali,
bulan bergantian pada payudara kanan dan kiri selama masing-
masing 15 menit tiap kali minum
•nasi tim dengan ayam dan sayuran diberikan 3x sehari
sebanyak 1 porsi
•pisang 2x sehari
Kesan : kualitas dan kuantitas makan sesuai tahapan usia menurut Depkes

7. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi Difteri Peny. Jantung
Cacingan Diare Peny. Ginjal
Demam Kejang Peny. Darah
berdarah demam

3
Demam tifoid Kecelakaan Radang Paru 16 bulan
Otitis Morbili Tuberkulosis
Parotitis Operasi Asma

8. Riwayat Keluarga
No Tanggal Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan
Lahir Kelamin Mati (sebab) Kesehatan
1 16/03/2018 Perempuan V Sakit
(pasien)

9. Data Keluarga
Keterangan Ayah/Wali Ibu/Wali
Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 27 tahun 25 tahun
Keadaan kesehatan Sehat Sehat

10. Data Perumahan


Kepemilikan rumah : Pribadi
Keadaan rumah : tipe 36
Dinding terbuat dari tembok
Atap terbuat dari Genteng
Ventilasi cukup, cahaya matahari masuk
Jarak septic tank ke sumber air bersih ±10 meter
Keadaan Lingkungan : Berupa perumahan padat penduduk
Ada tempat pembuangan sampah

4
11. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di Bangsal Melati Lantai 7 RSUD. Pasar Minggu pada
hari Senin, 20 Agustus 2019 secara alloanamnesis kepada ibu kandung & nenek
pasien.
Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 9 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Batuk, pilek, lemas, demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSPM bersama kedua orang tua pasien dengan keluhan sesak
nafas sejak 9 hari yang lalu disertai demam tinggi, batuk grok-grok dan pilek. Sesak
dirasakan terus menerus sepanjang hari. Batuk pilek serta demam muncul sekitar 3
hari sebelum sesak. Batuk berbunyi grok-grok, terdapat dahak yang tidak bisa
dikeluarkan oleh pasien, batuk lebih sering kambuh saat malam hari. Pada tanggal 5
Agustus 2019 pasien mengeluhkan sesak nafas disertai batuk pilek yang sangat berat,
kemudian pasien dibawa ke RS GPI. Di RS GPI dilakukan pemasangan oksigen,
infus, serta 2 kali tes mantoux yakni pada tanggal 5 & 10 Agustus 2019. Pasien juga
diberikan obat pulang (Pasien lupa nama obatnya). Pasien kembali ke RS GPI untuk
membaca hasil tes mantoux pada tanggal 10 Agustus 2019. Hasil tes mantoux
dinyatakan negatif, dilakukan uji mantoux ulang dikarenakan pasien kembali lebih
dari 3 hari sejak pengujian tes mantoux. Pasien masih mengeluhkan batuk pilek yang
sangat berat. Pada tanggal 13 Agustus 2019 pasien kembali ke RS GPI untuk
membaca hasil tes mantoux & foto rontgent paru, hasil tes mantoux negatif. Dokter
menjelaskan kepada ibu pasien bahwa hasil rontgent paru mengarah ke TB paru.
Pasien mendapatkan obat pulang, yakni obat berwarna merah & obat minum sirup
(Ibu pasien lupa nama obatnya). Obat mulai diminum oleh pasien pada malam hari
tanggal 13 Agustus 2019. Ibu pasien mengatakan setelah meminum obat, pasien
menjadi lemas & tidak aktif serta tidak mau makan dan minum. Mual dan muntah
disangkal oleh ibu pasien. Pada tanggal 14 Agustus 2019 pasien datang ke RS GPI,

5
pasien dirujuk ke RSUD Pasar Minggu dengan alasan tidak terdapat dokter spesialis
paru & ruangan rawat inap penuh.
Sebelumnya pasien dirawat inap di RS GPI sekitar 1 bulan yang lalu dengan keluhan
yang sama.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien dirawat inap di RS GPI sekitar 1 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita TB di keluarga maupun lingkungan
sekitar disangkal. Riwayat alergi, asma, penyakit jantung disangkal
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi

12. Pemeriksaan Fisik


Tanggal : 20 Agustus 2019 Jam : 12.15
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum :Tampak Sakit Sedang, tidak tampak kurus, sesak (+), sianosis (-)
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4V5M6)

Tanda Vital
 Frekuensi nadi : 111 kali/menit (Regular, isi cukup, kuat angkat)
 Tekanan darah : 90/50 mmHg
 Frekuensi nafas : 31 kali / menit (Regular, kedalaman cukup, eupne)
 Suhu : 36,9°C (axilla)
Data Antropometri
o Berat Badan : 7,6 kg
o Tinggi Badan : 74 cm

6
Pemeriksaan Sistem
Kepala
● Bentuk : Normocephali.
● Rambut : Warna hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut
● Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), Mata cekung (-/-)
● Telinga : Liang telinga lapang kanan dan kiri, Sekret (-/-), serumen (-/-)
● Hidung : Cavum nasi lapang, septum deviasi (-), sekret (+/+)

Mulut
● Bibir : Sianosis sirkum oral (-), mukosa bibir kering (-),
● Gigi : Karies Dentis (-), gigi berlubang (-)
● Lidah : Terletak di tengah, geographic tounge (-)
● Tonsil : T1– T1, hiperemis (-/-)
● Faring : Arcus faring simetris, Hiperemis (-)

Leher :Kelenjar Getah Bening retroauricula, infraauricula, submandibular,


submentalis, coli anterior et posterior tidak teraba membesar. Nyeri
tekan (-)

Thoraks
● Dinding thoraks : Diameter laterolateral > anteroposterior
● Paru
▪ Inspeksi : Pergerakan dinding thorax simetris, retraksi sela iga (-
)
▪ Palpasi : Stem fremitus simetris kanan dan kiri
▪ Perkusi : Sonor / sonor

7
▪ Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-
/-)

● Jantung
o Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada ICS IV lineamidclavicularis
sinistra
o Perkusi : batas jantung kanan di linea parasternalis dextra ICS IV, batas
jantung kiri di linea midclavicula sinistra ICS V
o Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
● Inspeksi : Perut tampak datar,
● Auskultasi : Bising Usus (+), 4 kali/menit
● Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
● Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
membesar(-), turgor kembali cepat

Anus dan rektum : Tidak diperiksa


Genitalia : Tidak diperiksa
Anggota gerak
● Atas : Akral hangat, CRT < 2”, edema -/-, normotonus
● Bawah : Akral hangat, CRT < 2”, edema -/-,normotonus
Tulang belakang : Lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
Kulit : Turgor kembali cepat, warna sawo matang, ikterik (-)

Nervus Kranialis
 I : Tidak ada gangguan menghidu  VII : Wajah simetris

8
 II : Sulit dinilai  VIII : Sulit dinilai
 III : Refleks cahaya langsung +/+,  IX : Arcus Faring simetris, Uvula
Refleks cahaya tidak langsung +/+ ditengah
 IV : Pergerakan bola mata ke tengah  X : Disfagia (-), Distrofik (-)
dan bawah baik  XI : Menoleh dan angkat bahu normal
 V : Tidak terdapat penurunan  XII : Lidah ditengah, tremor (-), fasikulasi
sensibilitas, nyeri trigerminal (-) (-)
 VI: pergerakan bola mata ke lateral
baik

Pemeriksaan Refleks
 Refleks Fisiologis : Refleks biceps ++/++, refleks triceps ++/++, refleks KPR
++/++, refleks APR ++/++

 Refleks patologis :Babinski -/-, chaddock -/-, gordon-/-, schaffer -/-, oppeinheim
-/-, klonus lutut -/-, klonus kaki -/-, Rossalimo (-/-), Mandel Bachtrew (-/-)

13. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah perifer lengkap pada tanggal 14 Agustus 2019 pukul 14.00
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 13,4 g/dL
Leukosit 8.400 /µL
Hematokrit 38 %
Trombosit 190 x 103/µL
MCV 75/ fl
MCH 26 / pg
MCHC 35 g/dl

9
Natrium 144 mEq/L
Kalium 3,90 mEq/L
Chlorida 102 mEq/L
B/E/NB/NS/L/M 0/0/5/34/58/3
GDS 74

14. Diagnosis Kerja


Bronkopneumonia
15. Diagnosis Banding
Bronkiolitis
16. Pemeriksaan Anjuran
Rontgent Thorax: Terdapat bercak-bercak infiltrat pada suprahilar kedua paru
terutama kanan disertai penebalan hilus kanan, kesan bronkopneumonia bilateral
terutama dextra suspek spesifik.
17. Penatalaksanaan
• Diet : Makanan Lunak
• IVFD :
•kaen 1b 500cc/hari
• Mm :
• Inhalasi Ventolin 1resp + NS 3cc tiap 8 jam
• O2 nasal 1 lpm k/p sesak atau SpO2 < 95%
• Inj. Ceftriaxone 1x500mg
• Inj. Gentamisin 1x60mg (Hari 1) kemudian 1x45mg (Hari ke 2 dst)
• Paracetamol syr 3x1cth
• Ambroxol syr 3x1/2 cth

18. Prognosis

10
 Ad Vitam : Bonam
 Ad Fungsionam : Bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

2.22. Follow Up Pasien (tanggal: 15 Agustus 2019) PH:1 PP:10

Hari/
Tanggal/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Jam
Kamis, 15 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Bronkopneumonia • Diet Makanan
Agustus mengeluhkan Kesadaran: Compos mentis Lunak
2019 anaknya N:112x/menit kuat angkat, isi • Inhalasi
batuk cukup, reguler Ventolin 1resp +
RR:22 x/menit NS 3cc tiap 8
S:36,5˚C (axilla) jam
• O2 nasal 1 lpm
Jam 08.38 - Kepala: normocephali k/p sesak atau
- Mata: konjungtiva anemis -/- SpO2 < 95%
sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL • Inj.
+/+, kelopak mata cekung -/-, air Ceftriaxone
mata +/+ 1x500mg
- Hidung: pernapasan cuping • Inj. Gentamisin
hidung -/-, tanda perdarahan 1x60mg (Hari 1)
(mimisan) (-), cavum nasi lapang kemudian
+/+ 1x45mg (Hari ke
- Telinga: normotia, serumen -/- 2 dst)
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis • Paracetamol

11
(-) syr 3x1cth
-Mulut: mukosa bibir kering (-), • Ambroxol syr
coated tongue (-) 3x1/2 cth
-Leher: KGB tidak teraba
membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada
simetris, retraksi iga (+) minimal
P: vokal fremitus simetris
P: sonor/sonor simetris
A: bunyi nafas dasar vesikuler,
rhonki +/+, slem +/+, wheezing -/-
, bunyi jantung I dan II reguler,
murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor
< 2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT<
2”, edema (–), petekie spontan (-)
Hasil tes mantoux (-)

Follow Up Pasien (tanggal: 16 Agustus 2019) PH:2 PP:11

12
Hari/
Tanggal/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Jam
Jumat, 16 Orang tua KU: Tampak sakit rigan sedang Bronkopneumonia • Diet Makanan
Agustus mengeluhkan Kesadaran: Compos mentis Lunak
2019 anaknya batuk N:110x/menit kuat angkat, isi • Inhalasi
cukup, reguler Ventolin 1resp +
RR:22 x/menit NS 3cc selang
S:36,5˚C (axilla) seling pulmicort
SpO2: 97-98% 1resp + NS 2cc
Jam 09.04 tiap 8 jam
- Kepala: normocephali • Inj. Ceftazidim
- Mata: konjungtiva anemis -/- 3x200mg
sklera ikterik -/-, RCL +/+, • 1x45mg (Hari
RCTL +/+, kelopak mata ke 2 dst)
cekung -/-, air mata +/+ • Paracetamol syr
- Hidung: pernapasan cuping 3x1cth k/p
hidung -/-, tanda perdarahan demam
(mimisan) (-), cavum nasi • Ambroxol syr
lapang +/+ 3x1/2 cth
- Telinga: normotia, serumen -
/-
-Tenggorokkan:T1-T1,
hiperemis (-)
-Mulut: mukosa bibir kering (-
), coated tongue (-)
-Leher: KGB tidak teraba
membesar

13
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada
simetris, retraksi iga (-)
minimal
P: vokal fremitus simetris
P: sonor/sonor simetris
A: bunyi nafas dasar vesikuler,
rhonki +/+, slem +/+, wheezing
+/+ minimal, bunyi jantung I
dan II reguler, murmur (-)
gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar,
turgor < 2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat,
CRT< 2”, edema (–), petekie
spontan (-)

Follow Up Pasien (tanggal: 19 Agustus 2019) PH:4 PP:14

Hari/
Tanggal/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Jam
Senin, 19 Batuk sudah KU: Tampak sakit rigan sedang Bronkopneumonia BLPL

14
Agustus berkurang. Kesadaran: Compos mentis Terapi Pulang:
2019 Tidak ada N:104x/menit kuat angkat, isi • Cefixim syr
demam. cukup, reguler 2x2cc
RR:23 x/menit • PCT syr 3x1 cth
S:36,0˚C (axilla) k/p demam
SpO2: 97-98% • Ambroxol syr
Jam 09.18 3x1/2 cth
- Kepala: normocephali •Asam folat 1x1
- Mata: konjungtiva anemis -/- mg pulv
sklera ikterik -/-, RCL +/+,
RCTL +/+, kelopak mata
cekung -/-, air mata +/+
- Hidung: pernapasan cuping
hidung -/-, tanda perdarahan
(mimisan) (-), cavum nasi
lapang +/+
- Telinga: normotia, serumen -
/-
-Tenggorokkan:T1-T1,
hiperemis (-)
-Mulut: mukosa bibir kering (-
), coated tongue (-)
-Leher: KGB tidak teraba
membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada
simetris, retraksi iga (-)
minimal

15
P: vokal fremitus simetris
P: sonor/sonor simetris
A: bunyi nafas dasar vesikuler,
rhonki -/-, slem -/-, wheezing -
/- minimal, bunyi jantung I dan
II reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar,
turgor < 2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat,
CRT< 2”, edema (–), petekie
spontan (-)

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III. 1 Definisi

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru


yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing dengan penyebaran
daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3-4 cm juga melibatkan bronkus.3
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada
alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada
pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang
bervariasi.

Gambar 1, Jenis-jenis Pneumonia


17
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit
ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia.

III. 2 Epidemiologi & Faktor Resiko

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta
anak balita meningal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional 2001, 27% kematian bayi,
22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama
pneumonia.2

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas


pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah:
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin
A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya
pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).2

18
Diagram 1, penyebab kematian anak dibawah 5 tahun menurut WHO 2

III. 3 Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan
strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyabab pada neonatus dan bayi
kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan
bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli,
Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar
dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae. Dinegara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,
disamping bakteri, atau campuran bakteri virus. (tabel 1)

19
Tabel 1. Etiologi pneumonia menurut umur
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri an aerob
Streptococcus grup B Haemophillus influenza
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyctims
Virus
3 minggu -3 bulan Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe
B
Virus Moraxella cathralis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaplasma urealyctims
Respiratory syncytial virus Virus
Virus parainfluenza 1,2,3 Virus sitomegalo
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe
B
Streptococcus pneumonia Moraxella cathralis
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitidis
Virus adeno Virus
Virus influenza Virus varisela-Zoster
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus

20
parainfluenza
5 tahun- remaja Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe
B
Streptococcus pneumonia legionella
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus
parainfluenza
Virus Epstein-Barr
Virus Varisela Zoster

Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia
akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya
meningkat cepat.

Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian

21
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila
infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian.
Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski
memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat
ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling
sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan
juga pada yang tidak diobati.

III.4 Patofisiologi

Agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki 3 bentuk transmisi primer,


yakni:3

1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi


pada orofaring.

2. Inhalasi aerosol yang infeksius

3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu: 3
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

22
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)

23
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

24
25
Proses infeksi diklasifikasikan berdasarkan anatomi

 Pneumonia Lobaris

Konsolidasi pada seluruh lobus.

 Pneumonia Lobularis atau bronkopneumonia

Penyebaran daerah infeksi yang berbentuk bercak dengan diameter 3-4 cm


yang mengelilingi juga melibatkan bronkus.

 Pneumonia virus atau Pneumonia Mycoplasma Pneumoniae

Peradangan interstitial disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus


(Rongga bebas dari eksudat & konsolidasi).

 Agen infeksi fungus

Penyebaran granuloma berbercak yang dapat mengalami nekrosis kaseosa


disertai pembentukan kavitas.

III. 5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis tidak akurat tanpa foto thoraks & tidak dapat memprediksi
organisme penyebab. Gejala dapat bersifat umum (Misalnya malaise, demam, kaku
otot, myalgia) atau spesifik pada toraks (Misalnya dispnea, pleuritis, batuk,
hemoptisis). Tanda-tanda meliputi sianosis, takikardia, takipnea; dengan pekak fokal,
krepitasi, pernafasan bronkial, dan rub pleuritik pada pemeriksaan toraks.

III. 6 Diagnosis Banding

Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan

26
Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai kurang atau tidak ada respon
dengan bronkodilator

Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa


- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang.

Asma - riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan
pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator

III. 7 Diagnosis

Anamnesis

- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulent
bahkan bisa berdarah

- Sesak napas

- Demam

- Kesulitan makan/minum

- Tampak lemah

27
- Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma

Pemeriksaan Fisis

- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan pada
saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak
gelisah atau rewel.

- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan


makan/minum.

- Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk, krepitasi, dan
penurunan suara paru

- Demam dan sianosis

- Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang


klasik.

- Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan
ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan
hipopnea.

- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan


pernapasan cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
- Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi
paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. Pada
perkusi tidak terdapat kelainan dan pada auskultasi ditemukan crackles sedang
nyaring.

28
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras
atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung
jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme
terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

III. 8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

 Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi

 Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang


dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan

 Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya


kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang
menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotic

 Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab

Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotik

 Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik

direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat.

29
 Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan
pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bacterial

 Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi


antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia

 Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas
tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan mulainya pemberian
antibiotik

 Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut lain
tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin

 Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat


kontak dengan penderita TBC dewasa

Pemeriksaan Lain

Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetry.

III. 9 Klasifikasi pneumonia

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi


subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun
demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi
dan sering overlapping dengan gejala malaria.

Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):

30
 Bayi kurang dari 2 bulan

- Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat

- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam atau

hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler

 Anak umur 2 bulan-5 tahun

- Pneumonia ringan: napas cepat

- Pneumonia berat: retraksi

- Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi

III. 10 Tata laksana

Pneumonia rawat jalan


Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan,
dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%.
Dosis yang digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau Amoksisilin (25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari.
Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol ulang
anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak memburuk, tidak
bisa minum atau menyusu.
Ketika anak kembali :
- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan
membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
- Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti
ke antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.

31
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman di bawah ini.

Pneumonia rawat inap


Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), harus
dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan respons yang baik
maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di
rumah sakit dengan amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari)
untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai
alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7,5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6
jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan klosasiklin (atau diklosasiklin) secara oral 4 kali sehari sampai
secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2
minggu.

Kriteria Rawat Inap5

Bayi:

- Saturasi oksigen <92%, sianosis

- Frekuensi napas >60 x/menit

32
- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

- Tidak mau minum/menetek

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak:

- Saturasi oksigen <92%, sianosis

- Frekuensi napas >50 x/menit

- Distres pernapasan

- Grunting

- Terdapat tanda dehidrasi

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tata laksana umum5

Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat +bernapas dengan udara kamar

harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk

mempertahankan saturasi oksigen >92%

 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat

 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak


dengan pneumonia

 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien


dan mengontrol batuk

33
 Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance

 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap


4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen

Pemberian Antibiotik5

 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5
tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya
adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin

 M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada
anak >5 tahun

 Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai sebagai


penyebab

 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat


mungkin sebagai penyebab.

 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi


flucloxacillin dengan amoksisilin

 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat


menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat

 Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-


amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime

34
 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotik intravena

Tatalaksana pneumonia berdasarkan etiologi

Rekomendasi terapi Terapi alternative


Pathogen
Streptococcus Sefuroksimaxetil,
Seftriakson, sefoktaksim,
pneumonia eritromisin, klindamisin, atau
penisilin G atau penisilin
vaksomisin.
V
Streptococcus grup A Sefuroksimaxetil,
Penisilin G
eritromisin, sefuroksim
Streptococcus grup B
Penisilin G
Haemophilus influenza Sefuroksimaxetil,,sefuroksim
Seftriekson, sefotaksim,

35
tipe B ampisilin-sulbaktam, atau
ampisilin
Sefotaksim dengan Piperacilin-tazobactam
Bakteri aerob gram
ataupun tanpa ditambah sediaan
negative
aminoglikosida aminoglikosid
Seftazidim dengan Piperacillin-tazobactam
P. aeroginosa
ataupun tanpa ditambah sediaan
aminoglikosida aminoglikosida
Nafsilin, sefazolin, Vankomisin (untuk MRSA)
Staphylococcus aureus
klindamisin (untuk
MRSA)
Eritromisin, azitromisin Doksisiklin (<9 tahun),
Chelydophilis pneumonia
atau klaritomisin florokuinolon (>18 tahun)
Eritromisin, azitromisin,
Chalmydia trachomatis
atau klaritomisin
Asiklovir
Herpes simplex virus

Rekomendasi UKK Respirologi

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

 Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin

 > 2 bulan:

- Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol

- Lini kedua Seftriakson

36
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotik

golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

Nutrisi

- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau
intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan
pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil.
Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.

- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik.

Kriteria pulang

- Gejala dan tanda pneumonia menghilang

- Asupan per oral adekuat

- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)

- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

III. 11 Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah :
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

37
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
III. 12 Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Infeksi berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.

III. 13 Pencegahan

Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau


mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan
makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dan lainnya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi antara lain.
 Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan 2
kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun

38
keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan
setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.

39
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang ke IGD RSPM bersama kedua orang tua pasien dengan keluhan
sesak nafas sejak 9 hari yang lalu disertai demam tinggi, batuk, suara nafas grok-grok
dan pilek. Sesak dirasakan terus menerus sepanjang hari. Batuk pilek serta demam
muncul sekitar 3 hari sebelum sesak. Batuk berbunyi grok-grok, terdapat dahak yang
tidak bisa dikeluarkan oleh pasien, batuk lebih sering kambuh saat malam hari.
Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan pneumonia karena pada pasien
didapatkan gambaran klinis pneumonia pada anak yang bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum gejala infeksi umum, yaitu didapatkan pada
pasien anak ini demam, gelisah, penurunan nafsu makan.
Gejala gangguan respiratori juga terjadi pada pasien anak ini, seperti batuk,
pilek, sesak napas, takipnea dan napas cuping hidung. Dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan suara ronkhi basah halus.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi
virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm2 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm2 dengan neutrofil
yang predominan.
Diagnosis pada kasus ini ditegakan karena adanya gejala sesak nafas disertai
pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, panas badan, ronki basah halus.
Dari kasus ini tidak didapatkan peningkatan leukosit dan neutrofil yang perdominan
sehingga mengarahkan kecurigaan penyebabnya adalah virus.
Prognosis pada pneumonia ini adalah sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %,
mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi
energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Infeksi berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan

40
memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya
bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak
negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Penyakit pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya pneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan
makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi.

41
BAB V

KESIMPULAN

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru


(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit
ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia.
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing dengan penyebaran
daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3-4 cm juga melibatkan bronkus.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).

Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup
B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Dinegara maju, pneumonia
pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri, atau campuran bakteri
virus.

Gejala dapat bersifat umum (Misalnya malaise, demam, kaku otot, myalgia)
atau spesifik pada toraks (Misalnya dispnea, pleuritis, batuk, hemoptisis). Tanda-
tanda meliputi sianosis, takikardia, takipnea; dengan pekak fokal, krepitasi,
pernafasan bronkial, dan rub pleuritik pada pemeriksaan toraks.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Ward Jeremy, Ward Jane, dkk. At a glance Sistem Respirasi edisi kedua.
Jakarta. Penerbit Erlangga; 2007. Hal 76-79

2. Rahajoe Nastiti N, Supriyanto Bambang, dkk. Pneumonia. Buku Ajar


Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. Th; 2010.hal;
351-363

3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Edisi 6, Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2005 hal; 804-810
4. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. Panduan pelayanan medis dept. IKA. Jakarta
RSCM; 2009.
5. Pudiaji Antonius, Hegar Badriul, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2009. Hal; 250-255

43

Anda mungkin juga menyukai