Anda di halaman 1dari 25

Jason Leonard Wijaya

01071180063
LAPORAN IV CLINICAL EXPOSURE II
TUBERCULOSIS PARU

Disusun Oleh:
Jason Leonard Wijaya
01071180063
Dibimbing Oleh:
Dr. Pamela Tifanny

PUSKESMAS SEPATAN
PERIODE 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
Jason Leonard Wijaya
01071180063

BAB 1

Illustrasi Kasus

Identitas Pasien :

Nama : Bapak. Z

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Sepatan

Status: Sudah Kawin

Jumlah Anak: 3

Metode Anamnesis: Autoanamnesis

a. Keluhan Utama

Batuk darah sejak dua hari yang lalu, sebelumnya disertai batuk berdahak kehijauan selama
tiga minggu terakhir

b. Keluhan tambahan

Demam hilang timbul, keringat malam sejak kurang lebih tiga minggu dan nyeri dada saat
batuk, dan mudah lelah

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Puskesmas Sepatan dengan keluhan batuk darah sejak dua hari yang lalu,
sebelumnya juga disertai dengan batuk berdahak kehijauan sejak tiga minggu yang lalu.
Dahak pasien diperkirakan paling banyak mencapai 3 sendok teh. Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri dada pada saat pasien batuk yang biasanya terjadi paling sering di pagi hari,
tetapi tidak terjadi perjalaran ke daerah lain. Menurut pasien, dari skala 1- 10 rasa sakit yang
Jason Leonard Wijaya
01071180063
dirasakan pasien terdapat pada skala 4. Pasien juga mengeluhkan demam yang hilang timbul
(biasanya pada saat malam hari) dan keringat malam sejak kurang lebih dua minggu yang
lalu. Tidak ada faktor yang memperingan atau memperberat keluhan pasien. Pasien sudah
mengkonsumsi Dumin (paracetamol) untuk meredahkan demam, tetapi demam akan timbul
kembali dalam beberapa saat. Selain itu pasien juga mengeluhkan mengenai kondisi
tubuhnya yang cenderung lebih lemah/lebih mudah lelah dari biasanya.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

e. Riwayat Keluarga

Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa dan tidak ada keluarga pasien
yang memiliki penyakit hipertensi, diabetes, diabetes, asma, jantung, TB.

f. Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan merokok (kurang lebih sekitar 30 batang rokok dalam satu hari),
tidak memiliki kebiasaan menimum minuman yang beralkohol, maupun mengkomsusmsi
obat-obatan dalam jangka panjang.

g. Riwayat Social Ekonomi

Kegiatan sehari-hari pasien adalah berdagang di pasar dan tinggal di daerah perkampungan.

h. Riwayat alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi

i. Pemeriksaan Fisik

· Status Generalis :

- Kesan umum : Sakit Sedang

- Kesadaran : GCS 15 (Compos Mentis)

- Berat badan : 48 kg
Jason Leonard Wijaya
01071180063
- Tinggi badan : 176 cm

· Tanda-tanda Vital :

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Pulse rate : 108x/menit (tachycardia)

- Respiratory Rate : 23 x/menit (tachypnea)

- Suhu : 38.4℃

- Tidak ada ikteris/jaundice/kekuningan


Kulit
- Tidak ada kemerahan
keseluruhan
- Tidak ada edema

Bentuk Bentuk kepala normosefali


kepala
Kepala dan
wajah (Normal Rambut - Rambut berwarna hitam
cephal) - Rambut tersebar merata
- Pergerakan kepala normal
Fungsi
- Tidak ada keterbatasan gerak (range of motion)
- Mata cembung

- Skelera iterik (-/-)

Mata - Konjugtiva anemis (-/-)

- Pupil bulat (+/+)

- Bentuk sama besar dan isokor (+/+)

Hidung - Penampakan hidung normal

- Pernapasan cuping hidung (-/-)

- Septum deviasi (-)

- Darah kering (-/-)


Jason Leonard Wijaya
01071180063

- Masa (-/-)

- Discharge (-/-)

- Bentuk normal (+/+)

- Auricula hiperemis (-/-)


Telinga
- Nyeri tekan tragus (-/-)

- Serumen (-/-)

- Bibir cyanosis (-)

- Uvula ditengah (+)

- Tonsil (T1/T1)

- Tonsil hiperemis (-)


Mulut
- Detritus (-)

- Faring hiperemis (-)

- Edema (-)

- Pus (-)

- Lidah kotor (-)

- Papila (+)

Thorax

Jantung - Scars (-)

- Bekas operasi (-)


Inspeksi
- Ictus Cordis (-)

- Diskolorisasi (-)

Palpasi - Ictus Cordis teraba (-)


Jason Leonard Wijaya
01071180063

Perkusi Batas jantung normal

- S1-S2 reguler

- S3 (-)
Auskultasi
- S4 (-)

- Scars (-)

- Barrel chest (-)

- Pactus excavatum (-)

- Pactus carinatum (-)

Inspeksi
- Retraksi (-)

- Diskolorisasi (-)

- Pernapasan statis dinamis, tidak ada paru yang


tertinggal
Paru-paru

- Chest expansion : Pernapasan statis dinamis,


tidak ada pernapasan tertinggal
Palpasi
- Taktil vokal fermitus mengalami
penurunan di semua lapang paru

- Seluruh lapang paru terdengar sonor (+)


Perkusi

- Ronchi basah (+)


Auskultasi
Jason Leonard Wijaya
01071180063

- Stridor (+)

- Suara napas bronkial (+)

- Wheezing (-)

RESUME

Bapak Z datang ke Puskemas Sepatan dengan keluhan utama batuk darah sejak dua hari yang
lalu, yang juga disertai dengan batuk berdahak yang sudah dialami selama tiga minggu yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada pada saat batuk. Dari skala 1-10 pasien
mengeluh nyeri dada yang pasien rasakan berada pada skala 4. Pasien juga mengeluh demam
yang hilang timbul dan keringat malam pada kurang lebih dua minggu terakhir. Pasien
mengaku mengalami penurunan nafsu makan. Pasien sempat meminum Dumin
(paracetamol), terjadi penurunan suhu tetapi demam akan datang kembali dalam beberapa
saat. Suhu tubuh pasien berada di angka 38.4℃.

Diagnosis Utama

- Tuberkulosis Paru

Diagnosis Banding

- Empyema

- Pneumonia

Pemeriksaan Penunjang :

- Pemeriksaan BTA: BTA (3 +) dengan >10 BTA dalam 1 LP

- Uji Tuberkulin: diameter indurasi selebar 11 mm

Tata laksana :

· Farmakologis (diberikan oleh Puskesmas)

- 2RHZE (rifampicin 150 mg + isoniazid 75 mg + pyrazinamide 400 mg +


ethambutol 275 mg) 3x1 selama 2 bulan (tahap intensif)
Jason Leonard Wijaya
01071180063
- Paracetamol 500 mg 2x1 (4-6 jam sekali hingga tidak demam)

 Non- farmakologis

- Minum obat secara teratur

- Istirahat cukup

- Makan makanan yang bergizi (mengandung lemak dan vitamin A)

- Mencegah penularan (etika batuk dan membersihkan dahak)

- Menjaga sanitasi

Prognosis :

- Ad vitam
Dubia ad bonam
- Ad functionam
Dubia ad bonam

- Ad sanationam
Bonam

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium sangatlah bermacam-macam, beberapa contoh spesies
Mycobacterium adalah M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae, dll. Bakteri
Mycobacterium juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam. Kelompok bakteri
Jason Leonard Wijaya
01071180063
Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebabkan gangguan pada
system pernafasan dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) [1].

2.2 Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul pada pengidap penyakit TB adalah [7]:

- Batuk darah

- Keringat malam

- Demam

- Penurunan berat badan

- Batuk berdahak selama 3 minggu/lebih

- Nyeri dada saat napas/batuk

2.3 Faktor Risiko

Faktor risiko dari penyakit TB meliputi beberapa hal, yaitu:

- Lingkungan kumuh

- Sirkulasi udara yang tidak baik

- Immunodefisiensi

- Anak-anak di bawah 5 tahun

- Orang yang bekerja di tempat tertentu (rumah sakit atau tempat penampungan)

- Ras dari suku bangsa tertentu (India, Africa, dan Asia)

2.4 Etiologi

Penyebab utama TB paru adalah bakteri Mycrobacterium tuberkulosis. Bakteri ini masuk
dalam bentuk batang dan memiliki sifat tahan terhadap asam atau Batang Tahan Asam
(BTA). Pengidap TB BTA (+) merupakan sumber penularan utama penyakit ini, umumnya
ketika bersin ataupun batuk. Penyebaran melalui respiratory droplet yang didalamnya
terkandung bakteri aktif nantinya apabila terhisap oleh orang lain dapat menularkan TB.
Jason Leonard Wijaya
01071180063
Penularan dari seorang penderita ditentukan banyaknya kuman yang di keluarkan dari paru-
paru pengidap. Dalam BTA positif pada penderita TB semakin positif hasil pemeriksaan
sputum, maka semakin infeksius penderita tersebut, begitu pula dengan sebaliknya. Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan selama beberapa jam di udara dengan suhu kamar
[2].

2.5 Epidemiologi

Indonesia berada di peringkat kelima di kategori negara dengan beban TB tertinggi di dunia.
Estimasi prevalensi TB semua kasus diperkirakan sebanyak 660,000 (menururt WHO) dan
perkiraan insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Sedangkan, angka kematian
yang disebabkan oleh TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan
negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV tertinggi jika dibandingkan dengan
negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik terkonsentrasi (a concentrated
epidemic), dengan perkecualian di Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5%
(generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi
dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk
intervensi HIV dan perkiraan jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000-
400.000. Sedangkan, estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari
estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang.
Diestimasukan, terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki
beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia adalah negara pertama diantara High Burden
Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB
untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat
sejumlah kurang lebih 294.732 kasus TB telah terdeteksi dan berhasil diobati dan lebih dari
169.213 diantaranya terdeteksi Bakteri Tahan Asam+. Dengan demikian, Case Notification
Rate untuk TB Bakteri Tahan Asam+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%).
Pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan
pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama [3].

2.6 Klasifikasi
Jason Leonard Wijaya
01071180063
Penyakit TB dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:

2.6.1 TB Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru (tidak termasuk
pleura). Berdasar hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi menjadi dua, TB Paru BTA
(+) dan TB Paru BTA (-)

2.6.1.1 TB Paru BTA (+)

Seseorang dapat didiagnosa dengan TB Paru BTA (+) apabila:

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif. [4]

2.6.1.2 TB Paru BTA (-)

Seseorang dapat didiagnosa dengan TB Paru BTA (-) apabila pemeriksaan 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif. TB paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced” atau millier), dan/atau keadaan umum penderita baik [4].

2.6.2 TB Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing 13 dan
lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari
tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka
diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif [4].

2.7 Klasifikasi TB berdasarkan riwayat pengobatan

2.7.1 Kasus Baru


Jason Leonard Wijaya
01071180063
Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan [4].

2.7.2 Kasus kambuh (relaps)

Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif [4]

2.7.3 Kasus dropped out

Pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai [4].

2.7.4 Kasus gagal

Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir
bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan [4].

2.7.5 Kasus Kronik

Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang
dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik [4].

2.7.6 Kasus bekas TB

Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap [4].

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah pada pasien yang mengidap TB dapat ditandai dengan meningkatnya
laju endap darah (dalam keadaan tertentu bisa normal) dan meningkatnya kadar limfosit
[5]

2.8.2 X-ray Thoraks Posterior-Anterior dan lateral


Jason Leonard Wijaya
01071180063
Hasil pemeriksaan X-ray Thoraks pada pengidap TB dapat menunjukan [6]:

- Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah

- Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)

- Adanya kavitas tunggal/ganda

- Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru

- Adanya kalsifikasi

- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

- Bayangan milier

2.8.3 Kultur Dahak

Kultur Dahak merupakan salah satu metode pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis TB. Materi yang akan diuji adalah dahak pasien (sputum) dan media yang
digunakan biasanya adalah Lowenstein Jensen atau Coco Blood Malachite Green. Setelah
beberapa saat, jika media yang digunakan adalah Lowenstein Jensen, maka akan timbul
koloni yang bewarna kekuningan seperti bunga kol. Apabila media yang digunakan
adalah Coco Blood Malachite Green, maka yang timbul adalah koloni bewarna putih
yang tampak tipis dan menyebar [5]

2.8.4 Uji Tuberkulin (Mantoux test)

Uji tuberculin atau Mantoux test adalah salah satu dasar kenyataan bahwa infeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis akan menyebabkan reaksi DTH (delayed-type
hypersensitivity) terhadap antigen yang berasal dari ekstrak Mycobacterium tuberculosis
atau yang biasa disebut dengan tuberkulin. Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml
tuberkulin intradermal di permukaan belakang lengan bawah. Injeksi tuberkulin
menggunakan jarum gauge 27 dan spuit tuberculin dan injeksi harus membentuk sudut
30° antara kulit dan jarum. Masuknya tuberculin pada saat injeksi akan menyebabkan sel
T tersensitisasi dan menggerakkan limfosit ke tempat injeksi melalui molekul MHC-II.
Limfosit akan memicu indurasi dan vasodilatasi lokal, edema, deposit fibrin dan
penarikan sel inflamasi lainnya ke tempat injeksi, reaksi ini merupakan reaksi DTH
Jason Leonard Wijaya
01071180063
(delayed-type hypersensitivity). Test kulit positif maka akan tampak edema lokal atau
infiltrat maksimal 48-72 jam setelah suntikan. Hasil uji tuberkulin dicatat sebagai
diameter indurasi bukan kemerahan dengan cara palpasi. Standarisasi digunakan diameter
indurasi diukur secara transversal dari panjang axis lengan bawah dicatat dalam
milimeter. Hasil uji tuberculin dapat diinterpretasikan berdasarkan ukuran diameter dari
indurasi seperti berikut [8]:

 Indurasi > 5 mm

- Close contact dengan suspek TB dalam waktu kurang lebih 2 tahun

- Suspek TB aktif berdasarkan bukti klinis dan radiologi.

- Positif terinfeksi HIV

- Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotic (tanda TB)

- Individu yang telah menjalani transplantasi organ dan immuncompromised.

 Indurasi > 10 mm

- Berasal dari daerah dengan prevalensi TB yang tinggi

- HIV negative

- Pengguna NAPZA (Narkotik, Psikotropika, Zat Addiktif)

- Individu dengan kondisi klinis yang merupakan resiko tinggi TB seperti DM,
malabsorbsi, tumor di leher/kepala, leukemia, lymphoma, penurunan BB > 10%

 Indurasi > 15 mm

- Bukan resiko tinggi tertular TB

2.8.5 Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA merupaka prosedur untuk mendeteksi bakteri Mycobacterium


tuberculosis yang berada di dahak pasien. Bakteri Mycobcaterium tuberculosis dapat
hidup di lingkungan asam, sehingga pemeriksaan terhadap bakteri ini dikenal dengan
pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA). Prosedur dari pemeriksaan BTA dimulai dengan
Jason Leonard Wijaya
01071180063
pengambilan dahak pasien, di mana pasien harus mengumpulkan sample dahak sebanyak
3 kali. Pengambilan sample dahak pertama dilakukan sewaktu pasien berkunjung pertama
kali, pengambilan sample dahak kedua dilakukan di rumah di pagi hari, dan pengambilan
sample dahak ketiga dilakukan sewaktu hari kedua saat menyerahkan dahak pagi (sample
kedua). Pasien dihimbau untuk tidak makan atau minum terlebih dahulu pada pagi hari
setelah tidur. Sebelum mencoba untuk mengeluarkan dahak, pasien dihimbau untuk
menyikat gigi terlebih dahulu tanpa menggunakan obat kumur. Ketiga sample dahak yang
akan diteliti akan ditempatkan ke tiga wadah yang berbeda. Pengambilan sample dahak
harus dilakukan di tempat yang terbuka/memiliki sirkulasi udara yang baik. Setelah itu
sample dahak pasien akan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan BTA biasanya dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Biasanya
bakteri akan terlihat berwarna pink dengan latar sediaan yang berwarna biru. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan BTA di antaranya:

 Kualitas dahak : ditemukan tidaknya makrofag atau leukosit > 25 LP dengan


pembesaran 100x

 Ukuran sediaan : 2 x 3 cm

 Kerataan : Sediaan tampak rata atau tidak terkelupas

 Ketebalan sediaan : seluruh bagian sediaan dapat dilihat dengan jelas pada setiap
lapang pandang

 Kualitas pewarnaan : BTA dan latar belakang dapat dibedakan dengan jelas

 Kebersihan sediaan : adanya sisa zat warna, kotoran harus dihindarkan agar tidak
mengganggu pembacaan

Hasil pemeriksaan BTA dapat diinterpretasikan berdasarkan kriteria Kemenkes / Union


Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) di antaranya:
 Tidak ada BTA = 0 / 100 LP

 Meragukan = 1-9/100 LP

 1 + = 10-99/100 LP
Jason Leonard Wijaya
01071180063
 2 + = 1-10/LP

 3 + = > 10 BTA dalam 1 LP, periksa minimal 20 LP

2.9 Tatalaksana

Tatalaksana tuberculosis dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan pertama) dan
fase lanjutan (selama 4-7 bulan ke depan). Selain itu, tatalaksana tuberculosis dapat dibagi
berdasarkan terapi, yaitu tatalksana farmakologi dan non-farmakologi.

2.9.1 Tatalaksana farmakologi

Tatalaksana farmakologi untuk penyakit TB paru dibedakan menjadi dua, tablet terpisah
dan Fixed-dose Combination, dengan dosis-dosis tertentu seperti yang bisa dilihat di table
berikut:

Jenis Obat OAT Harian Intermittent


Rifampicin 10 mg/kg BB (8- 10 mg/kg BB (8-
12) 12)
Isoniazid 5 mg/kg BB (4- 10 mg/kg BB (8-
6) 12)
Pyrazinamide 25 mg/kg BB 35 mg/kg BB
(20-30) (30-40)
Ethambutol 15 mg/kg BB 30 mg/kg BB
(15-20) (20-35)
Streptomycin 15 mg/kg BB
(12-18)

Tabel 1 Jenis OAT


Tahap Lama Isoniazid Rifampisin Pyrazinamid Etambutol Jumlah
Pengobatan Pengobatan (300 mg) (450 mg) (500 mg) (250 mg) hari/kali
menelan
obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Tabel 2 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1
Jason Leonard Wijaya
01071180063
Berat Badan 2RHZE Harian 2RHZ Harian 2RHZ Intermittent
(rifampicin 150 mg + ( rifampicin 150 mg + ( rifampicin 150
isoniazid 75 mg + isoniazid 75 mg + mg + isoniazid
pyrazinamide 400 mg + pyrazinamide 400 mg) 150 mg +
ethambutol 275 mg) pyrazinamide 500
mg)

30-37 kg 2 2 2
38-54 kg 3 3 3
55-70 kg 4 4 4
>71 kg 5 5 5
Tabel 3 Fixed-Dose Combination – Tahap Intensif (2 bulan) Kategori 1

Berat Badan 4RH Harian (rifampicin 150 4RH Intermittent – 3x per


mg + isoniazid 75 mg) minggu
(rifampicin 150 mg +
isoniazid 150 mg)
30-37 kg 2 2
38-54 kg 3 3
55-70 kg 4 4
>71 kg 5 5
Tabel 4 Fixed-Dose Combination – Tahap Lanjutan (4 - 6 bulan) Kategori 1

Berat Badan Tahap Intensif Tahap Intensif Tahap Lanjutan 2RH


4RHZE Harian 4RHZE Harian Intermittent
(rifampicin 150 mg + (rifampicin 150 mg + (rifampicin 150 mg +
isoniazid 75 mg + isoniazid 75 mg + isoniazid 150 mg) +
pyrazinamide 400 mg pyrazinamide 400 mg etambutol 400 mg
+ ethambutol 275 + ethambutol 275
mg) + S mg) + S
56 Hari 28 Hari

30-37 kg 2 Tablet + 500 mg 2 Tablet 2 Tablet + 2 Tablet


Streptomycin Etambutol
Jason Leonard Wijaya
01071180063

38-54 kg 3 Tablet + 750 mg 3 Tablet 3 Tablet + 3 Tablet


Streptomycin Etambutol

55-70 kg 4 Tablet + 1000 mg 4 Tablet 4 Tablet + 4 Tablet


Streptomycin Etambutol

>71 kg 5 Tablet + 1000 mg 5 Tablet 5 Tablet + 5 Tablet


Streptomycin Etambutol

Tabel 5 Fixed-dose Combination Kategori 2

Tahap Lama Isonizia Rifampisin Pyrazinamid Etambutol Etambutol Streptomycin Jumlah


Pengobatan Pengobatan d 300 450 mg e 500 mg 250 mg 400 mg Injeksi hari/kali
mg menelan
obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 0,75 gr 56
1bulan 1 1 3 3 28
Lanjutan 4 bulan 2 1 1 2 60

Tabel 6 DosisBerat
paduan OAT Kombipak – Kategori
Badan Tahap2 Intensif RHZE Harian (rifampicin 150

mg + isoniazid 75 mg + pyrazinamide 400 mg


+ etambutol 275 mg)
30-37 kg 2 tablet
38-54 kg 3 tablet
55-70 kg 4 tablet
>71 kg 5 tablet
Tabel 7 Fixed-dose Combination Obat Sisipan

Tahap Lama Isoniazid Rifampisin Pyrazinamid Etambutol Jumlah


Pengobatan Pengobatan e hari/kali
menelan
obat
Tahap 1 Bulan 1 1 3 3 28
Intensif
(harian)
Jason Leonard Wijaya
01071180063
Tabel 8 Kombipat Obat Sisipan

2.9.2 Efek Samping OAT

Obat anti-tuberkulosis dapat menimbulkan beberapa efek samping yang dapat


menimbulkan gangguan organ hingga gangguan sistemik, di antaranya [5]:

- Isoniazid:

 Ringan: ringan: tanda-tanda kerusakan saraf tepi (kesemutan, rasa terbakar, nyeri
otot)

 Berat: hepatitis yang menimbulkan ikterik

- Rifampicin:

 Ringan: sindrom flu (demam, menggigil, nyeri tulang), sindrom perut (sakit
perut, mual, penurunan nafsu makan, muntah, diare), sindrom kulit (gatal-gatal
kemerahan/ruam), dapat menyebabkan air seni, keringat, air mata, dan air liur
berwarna merah, penurunan nafsu makan

 Berat: hepatitis yang menimbulkan ikterik, purpura, anemia, hemolitik akut,


shock, gagal ginjal, sesak napas

- Pyrazinamide:

 Hepatitis, nyeri sendi, arthritis gout, demam, mual, gatal kemerahan, gangguan
penglihatan (ketajaman mata berkurang, buta warna hijau dan merah-reversible)

- Etambutol:

 Gangguan penglihatan (ketajaman mata berkurang, buta warna hijau dan merah-
reversible)

- Streptomycin:

 Kerusakan syaraf 8 (keseimbangan dan pendengaran), telinga mendenging


(tinnitus), pusing, kehilangan keseimbangan, demam yang disertai nyeri kepala,
muntah, eritema pada kulit
Jason Leonard Wijaya
01071180063
2.9.3 Penanganan Efek Samping OAT

Beberapa hal dapat dilakukan guna meredahkan atau menghentikan efek samping dari
obat anti-tuberkulosis, seperti [5]:

- Pemberian anti-histamine untuk mengurangi gatal/eritema

- Penghentian pengobatan (Streptomycin) jika terjadi hilang pendengaran atau


gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)

- Penghentian OAT jika pasien ikterik (hepatitis), lalu berikan hepatoprotektor

- Hentikan OAT dan periksa fungsi hati (SGOT dan SGPT) jika pasien
mual/muntah

- Hentikan pengobatan (Etambutol) jika pasien mengalami gangguan penglihatan

- Berikan aspirin/allopurinol jika pasien mengalami nyeri sendi akibat


Pyrazinamide

- Berikan pirodoksin (vit B6) 1x100 mg jika pasien mengalami kesemutan/ rasa
terbakar di kaki

- Hentikan pengobatan (rifampicin) jika terjadi kelainan sistemik/purpura

2.9.4 Tatalaksana non-farmakologi

- Mencegah penularan dengan cara tidak membuang dahak sembarangan dan


menerapkan etika batuk

- Istirahat dengan cukup

- Mengkonsumsi obat secara teratur

- Menjaga kebersihan lingkungan

- Menjaga sirkulasi udara di rumah

2.10 Komplikasi

Jika tidak ditangani segera, maka bakteri Mycobacterium Tuberculosis bisa menjalar ke
daerah/organ lain dan dapat menyebabkan beberapa komplikasi di antaranya:
Jason Leonard Wijaya
01071180063
- Kerusakan Tulang dan Sendi

- Tuberculosis Uveitis

- Hepatic Tuberculosis

- Renal Tuberculosis

- Cardiac Tuberculosis

BAB 3

Case Reasoning

Bedasarkan anamnesis yang telah dilakukan dan pemaparan penyakit diatas Bapak Z
didiagnosa terkena tuberkulosis paru.

Diagnosis yang dilakukan dapat diperjelas dengan gejala yang pasien alami sesuai dengan
pemaparan gejala yang telah dijelaskan, yaitu batuk darah, yang sebelumnya disertai dengan
batuk berdahak yang bewarna kehijauan selama tiga minggu, demam (38.4℃), nyeri dada
pada saat batuk, dan penurunan berat badan.

Untuk tuberculosis, bakteri yang paling sering menyebabkan penyakit ini Mycobacterium
Tuberculosis. Biasanya bakteri ini dapat tersebar melalui kontak langsung dengan air ludah
orang (respiratory droplet) yang pengidap TB.

Menurut pemaparan yang tertera di Bab 2, Bapak Z menderita TB paru dan termasuk ke
dalam TB kasus baru karena belum pernah mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis. Selain
Jason Leonard Wijaya
01071180063
itu, hasil dari pemeriksaan BTA menunjukan ada lebih dari 10 BTA dalam 1 LP dan
berdasarkan hasil uji tuberculin dari Bapak Z, indurasi yang muncul di daerah injeksi
berdiameter kurang lebih 11 mm.

Sedangkan diagnosis banding pertama yang saya ambil adalah empiema karena gejala yang
terjadi pada empiema mempunyai beberapa kesamaan seperti nyeri dada pada saat
batuk/napas, demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Tetapi diagnosis ini dapat
disingkirkan karena pasien memiliki keluhan batuk darah, di mana pada pasien empyema
tidak ditemukan dahak ataupun darah. Selain itu, pada pemeriksaan fisik (perkusi), pasien
dengan empyema cenderung menghasilkan suara perkusi pekak yang menandakan adanya
cairan dimana pada Bapak Z, tidak ditemukan suara perkusi pekak di lapang paru. Selain itu,
di dahak pasien dengan pneumonia juga tidak ditemukkan biakan positif Mycobacterium
Tuberculosis jika dilakukan kultur dahak atau tidak terdeteksi BTA jika dilakukan
pemeriksaan mikroskopis. Maka dari itu diagnosis banding empyema dapat disingkirkan

Sedangkan, diagnosis banding kedua yang saya ambil adalah pneumonia karena gejala yang
terjadi pada pasien yang mengalami pneumonia memiliki beberapa kesamaan dengan gejala
pada TB paru yaitu demam, batuk berdahak, keringat malam, nyeri dada pada saat batuk,
hingga sama-sama dapat mengakibatkan batuk darah. Tetapi, jika dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan BTA, maka di dahak pasien dengan pneumonia tidak
ditemukan Bakteri Tahan Asam, dimana pada dahak pasien dengan TB BTA + paling tidak
ditemukan beberapa BTA di dalam satu lapang pandang. Selain itu, agen yang paling sering
menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, sedangkan agen yang
menyebabkan penyakit TB adalah bakteri dari genus Mycobacterium. Hal ini dapat
ditegakkan dengan kultur dahak dimana dahak pasien dengan TB jika dibiakkan akan
menimbulkan koloni yang berwarna kuning (menggunakan media Lowen-stein Jensen) dan
pasien tanpa TB (salah satunya pneumonia) menunjukan tidak adanya perkembangan dari
microorganism.

Bedasarakan pemaparan teori yang sudah dijelaskan, TB dapat diobati dengan OAT (Obat
Anti-Tuberkulosis) misalnya rifampisin, isoniazid, pirazinamil, dan etambutol. Sedangkan
untuk meredahkan demam, bisa diberikan paracetamol. Tatalaksana farmakologis yang telah
diberikan oleh puskemas kepada Bapak Z sudah tepat, yaitu pemberian 2RHZE (meliputi
Jason Leonard Wijaya
01071180063
rifampicin 150 mg + isoniazid 75 mg + pyrazinamide 400 mg + ethambutol 275 mg) yang
akan dikonsumsi sebanyak 3x1 yang akan dikonsumsi selama kurang lebih 2 bulan ke
depan , serta paracetamol 500 mg 2 x 1 hari untuk meredahkan demam. Selain itu, pasien
juga dihimbau untuk beristirahat dengan cukup, minum obat secara teratur, makan makanan
yang bergizi terutama makanan yang mengandung lemak dan vitamin A, menjaga lingkungan
rumah, menjaga sirkulasi udara di rumah, serta mencegah penyebaran dengan cara
menerapkan etika batuk dan membersihkan dahak.

Menurut pemaparan, tatalaksana yang telah diberikan oleh puskemas sudah tepat dengan
memberikan 2RHZE yang meliputi rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pyrazinamide 400
mg, dan etambutol 275 mg sebanyak 3x1 karena sudah memenuhi kriteria yang telah
dipaparkan di atas. Selain itu puskesmas juga telah memberikan paracetamol 500 mg yang
dapat meredahkan demam pasien jika diminum sesuai anjuran (2x1 atau sampai tidak
demam).

Jika tidak ditangani dengan tepat atau tidak segera ditangani, penyakit TB akan
menyebabkan beberapa komplikasi mengingat bakteri TB dapar menjangkau daerah lain
seperti jantung, tulang, hati, bahkan mata.

Untuk penyakit TB, prognosis pasien ini cenderung mengarah ke ketidak-pastian karena TB
sendiri dapat mengancam kelangsung hidup pasien apabila tidak ditangani dengan tepat dan
segera, tetapi akan membaik jika ditangani dengan tepat (Ad vitam: Dubia ad bonam). Selain
itu, penyakit TB juga dapat menganggu fungsi organ pasien apabila tidak ditangani dengan
benar karena jika terjadi penundaan tatalaksana, maka jaringan paru akan terus menerus
mengalami gangguan dan dapat menganngu fungsi organ (Ad functionam: Dubia ad bonam).
Jika ditangani dengan tepat dan cepat, dan pasien mengikuti terapi pengobatan dengan benar,
maka dapat dipastikan bahwa pasien akan membaik atau bahkan sembuh (Ad sanationam:
Bonam). Untuk menghindari terulangnya penyakit ini, disarankan agar pasien menjalankan
terapi secara teratur dan hingga tuntas. Selain itu, pasien dihimbau untuk menghindari faktor-
faktor risiko seperti menghindari kontak cairan dengan pengidap TB, menghindari tempat-
tempat yang beresiko tinggi (rumah sakit, tempat penampungan), menjaga sirkulasi udara,
makan makanan begirizi, dan membersihkan lingkungan
Jason Leonard Wijaya
01071180063

DAFTAR PUSTAKA

1. Kesehatan, K. (n.d.). Pusat Data dan Informasi - Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. [Internet] Pusdatin.kemkes.go.id. Available at:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/. [Accessed 9 Nov. 2019].

2. Helper Sahat P. Manalu, 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru


Dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan, 9, pp.1340–1346. Available
at: http://www.mysciencework.com/publication/file/1495417. [Accessed 9 Nov. 2019].

3. Aditama T, Subuh M. Strategi Nasional Pengendalian TB [Internet]. Searo.who.int. 2011.


Available at: http://www.searo.who.int/indonesia/topics/tb/stranas_tb-2010-2014.pdf.
[Accesed 10 November 2019].

4. Anonim. 2006. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia [Internet]. Availabe at:
www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html. [Accesed 9 Nov. 2019]
Jason Leonard Wijaya
01071180063
5. Pedoman Interpretasi Data Klinik [Internet]. Farmalkes.kemkes.go.id. 2011. Available at:
http://farmalkes.kemkes.go.id/?wpdmact=process&did=MTcyLmhvdGxpbms=. [cited 10
November 2019]

6. Miller C, Lönnroth K. Chest Radiography in Tuberculosis Detection [Internet].


Apps.who.int. 2006 .Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/10665/252424/1/9789241511506-eng.pdf. [cited 10
November 2019].

7. Tuberculosis (TB) [Internet]. Who.int. 2019. Available from: https://www.who.int/news-


room/fact-sheets/detail/tuberculosis. [cited 10 November 2019]

8. Buku Panduan Pemeriksaan Sputum BTA [Internet]. Eprints.uns.ac.id. 2017. Available


from: https://eprints.uns.ac.id/890/1/19501104197511100101.pdf. [cited 11 November
2019]

Anda mungkin juga menyukai