Anda di halaman 1dari 18

Jason Leonard Wijaya

01071180063
LAPORAN II CLINICAL EXPOSURE II
OTITIS MEDIA AKUT

Disusun Oleh:
Jason Leonard Wijaya
01071180063
Dibimbing Oleh:
Dr. Pamela Tiffaniy

PUSKESMAS SEPATAN
PERIODE 20198
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
Jason Leonard Wijaya

01071180063
BAB 1

Illustrasi KasusLaporan Kasus 2

Identitas Pasien :

Nama : Bapak. S

Umur : 23 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh Pabrik

Tinggi Badan : 171 cm

Berat Badan : 68 kg

Alamat : Puri Mahoni, Sepatan

Status: Belum Kawin

Metode Anamnesis: Autoanamnesis

a. Keluhan Utama

Datang dengan keluhan adanya cairan yang keluar dari telinga kanan sejak 1 hari yang lalu

b. Rasa nyeri pada telinga kanan sejak 2 hari yang lalu

c. Keluhan tambahan

Rasa nyeri pada telinga kananTelinga kanan mengeluarkan cairan sejak 2 hari yang lalu dan
demam

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Bapak S datang ke Puskesmas Sepatan dengan keluhan adanya cairanrasa nyeri yang
keluarterdapat dariada di telinga kanan sejak 1 2 hari yang lalu. Cairan tersebut berwarna
Jason Leonard Wijaya

01071180063
kuning keruh, mengeluarkan bau dan konsistensinya kental. Cairan yang keluar
diperkirakan sebanyak satu sendok teh Tidak terdapat darah di dalam kandungan cairan
yang keluar dari telinga pasien. Menurut pasien, Ia juga merasakan rasa nyeri yang Ia
rasakan berasal dari telinga kanan bagian dalam. Menurut pasien, rasa nyeri yang ia
rasakan tidak menjalar ke bagian lainnya. Rasa nyeri yang dirasakan pasien, dapat pasien
deskripsikan seperti ditusuk oleh benda tajam. Sejak 2 hari yang lalu hingga pada saat
pasien datang ke puskesmas, rasa nyeri yang dirasakan tidak mengalami perubahan. Rasa
nyeri yang pasien rasakan dapat ia rasakan terus-menerus, bahkan pada saat pasien
berada di puskesma. Tidak ada faktor yang memperingan ataupun memperburuk rasa
nyeri yang dialami pasien. Dari skala 1-10 pasien mengaku rasa nyeri pada skala 7. .
Pasien juga mengeluh mengenai adanya cairan yang keluar dari telinga kanan pasien
sejak 2 hari yang lalu. Cairan tersebut berwarna bening, mengeluarkan bau dan
konsistensinya kental. Tidak terdapat darah di dalam kandungan cairan yang keluar dari
telinga pasien. Bapak S mengaku mengalami demam dengan suhu tubuh 39 C. Pasien
juga tidak mengakui atau tidak merasa ada binatang/objek yang masuk ke dalam telinga
kanan pasien. Selain itu, pasien mengaku tidak pernah mengalami trauma pada bagian
telinga. Selain itu, Bapak S mengaku tidak mengalami gangguan pendengaran dan ia
mengaku bahwa tidak terdengar dengungan atau penurunan pendengaran di telinga kanan
pasien. Pasien juga mengaku tidak mengalami batuk atau pilek sebelum gejala ini timbul.
Pasien sudah meminum obat Panadol (paracetamol) untuk meredakan demam, tetapi
demam kembali lagi setelah beberapa saat. Pasien tidak pernah berkunjung ke dokter
sebelumnya untuk berkonsultasi tentang keluhan yang dialaminya. Pasien mengaku tidak
pernah berenang dalam jangka waktu 1 bulan sebelumnya, tidak ada riwayat trauma
kepala samping, dan pasien juga mengaku tidak mengalami gangguan pendengaran

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

f. Riwayat Keluarga
Jason Leonard Wijaya

01071180063
Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa dan tidak ada keluarga pasien
yang memiliki penyakit hipertensi, diabetes, diabetes, asma, jantung, TB.

g. Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, menimum-minuman alkohol, maupun


mengkomsusmsi obat-obatan dalam jangka panjang.

h. Riwayat Social Ekonomi

Kegiatan sehari-hari pasien adalah bekerja di pabrik dan lingkungan disekitar rumahnya
dinilai cukup bersih.

i. Riwayat alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi

j. Pemeriksaan Fisik

● Status Generalis :

- Kesan umum : Sakit Ringan

- Kesadaran : GCS 15 (Compos Mentis)

- Berat badan : 68 kg

- Tinggi badan : 171 cm

● Tanda-tanda Vital :

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Pulse rate : 90x/menit (reguler)

- Respiratory Rate : 17x/menit

- Suhu : 39 ℃
Jason Leonard Wijaya

01071180063

- Tidak ada ikteris/jaundice/kekuningan


Kulit - Tidak ada kemerahan
keseluruhan - Tidak ada edema

Bentuk Bentuk kepala normosefali


kepala
Kepala dan
- Rambut berwarna hitam
wajah (Normal Rambut - Rambut tersebar merata
cephal) - Pergerakan kepala normal
Fungsi - Tidak ada keterbatasan gerak (range of motion)

- Mata cembung
Mata - Skelera iterik (-/-)
- Konjugtiva anemis (-/-)
- Pupil bulat (+/+)
- Bentuk sama besar dan isokor (+/+)
- Penampakan hidung normal
- Pernapasan cuping hidung (-/-)
- Septum deviasi (-)
Hidung - Darah kering (-/-)
- Masa (-/-)
- Discharge (-/-)
- Bentuk normal (+/+)
- Auricula hiperemis (-/-)
- Nyeri tekan tragus (-/-)
- Membran timpani
● Hiperemis (-/-)
Telinga Refleksi Cahaya (-/-)
● Ruptur/perforasi (+/-)
- Serumen (+/+)
- Sekret (+/-)
● Warna : kuning keruh
Mulut - Bibir cyanosis (-)
- Uvula ditengah (+)
- Tonsil (T1/T1)
- Faring hiperemis (-)
- Lidah kotor (-)
- Papila (+)
Jason Leonard Wijaya

01071180063

RESUME

Bapak. S datang ke Puskesmas Sepatan dengan keluhan adanya cairan yang keluar dari
telinga kanan sejak 12 hari yang lalu. Cairan tersebut berwarna kuning keruh, mengeluarkan
bau dan berkonsistensi kental. Selain itu, juga disertai dengan rasa nyeri di telinga kanan
sejak 2 hari yang lalu. Rasa nyeri yang Ia rasakan dapat dideskripsikan seperti ditusuk benda
tajam. Pasien juga mengalami demam dengan suhu tubuh 39 C. Rasa nyeri yang dirasakan
pasien timbul terus-menerus. Dari skala 1-10 pasien mengaku rasa nyeri pada skala 7. Selain
itu, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya cairan yang keluar berwarna kuning keruh dan
terdapat membran timpani yang telah pecah (rupture/perforasi)

Diagnosis Utama

- Otitis media akut (stadium perforasi)

Diagnosis Banding

- Otitis Eksterna

- Otitis Media efusi

Pemeriksaan Penunjang : -

Tata laksana :

● Farmakologis (diberikan oleh Puskesmas)

- H2O2 3% (obat cuci telinga) 3 x 1 sebanyak 4 tetes di telinga yang sakit lalu
didiamkan selama 2-5 menit
Jason Leonard Wijaya

01071180063
- Amoxicilin 3 x 500 mg selama 10 hari

- Paracetamol 500 mg 2x1

Paracetamol atau asetaminofen adalah obat penurun demam dan peredah rasa nyeri.
Untuk mengurangi demam, paracetamol dapat diberikan tiap 4-6 jam sekali.

● Non- farmakologis (disarankan oleh Puskesmas)

- Istirahat

- Tidak mengorek telinga

- Menghabiskan anti-biotik

- Menghindari aktivitas air (berenang)

BAB 2

Tinjauan Pustaka

I. Definisi

Otitis media akut adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengan, tube
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan non-supuratid, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis
media termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu juga, terdapat jenis otitis media
spesifika, yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesive(1).
Jason Leonard Wijaya

01071180063

II. Etiologi

Otitis Media akut disebabkan oleh bakteri atau virus di telinga tengah. Infeksi ini sering
disebabkan oleh penyakit lain - pilek, flu atau alergi - yang menyebabkan kemacetan dan
pembengkakan saluran hidung, tenggorokan, dan eustachius tube(4). Eustachio tube adalah
sepasang tabung sempit yang mengalir dari setiap telinga tengah ke tinggi di belakang
tenggorokan, di belakang saluran hidung. Tube eustachio berfungsi dalam :
- Mengatur tekanan udara di telinga tengah
- Segarkan udara di telinga
- Tiriskan sekresi normal dari telinga tengah
Pembengkakan, peradangan dan lendir di tuba eustachius dari infeksi saluran pernapasan
atas atau alergi dapat menghalangi mereka, menyebabkan akumulasi cairan di telinga tengah.
Infeksi bakteri atau virus dari cairan ini biasanya yang menghasilkan gejala infeksi telinga.
Infeksi telinga lebih sering terjadi pada anak-anak, sebagian karena saluran eustachio mereka
lebih sempit dan lebih horizontal - faktor yang membuat mereka lebih sulit untuk
mengeringkan dan lebih mungkin untuk tersumbat(4).
Adenoid adalah dua bantalan kecil jaringan tinggi di belakang hidung yang diyakini berperan
dalam aktivitas sistem kekebalan tubuh. Fungsi ini dapat membuat mereka sangat rentan
terhadap infeksi, peradangan dan pembengkakan. Karena kelenjar gondok berada di dekat
pembukaan eustachio tube, peradangan atau pembesaran kelenjar gondok dapat menghalangi
tube, sehingga berkontribusi pada infeksi telinga tengah. Peradangan kelenjar gondok lebih
cenderung memainkan peran dalam infeksi telinga pada anak-anak karena anak-anak
memiliki adenoid yang relatif lebih besar(4). Adapun beberapa agent yang dapat
menyebabkan otitis media akut, di antaranya:

● Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-
75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri
terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai
Jason Leonard Wijaya

01071180063
nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh
Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5%
kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A
betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus
aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang
menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak
balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang
dijumpai pada anak-anak(5)

● Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan
dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-
40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus
akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun
lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan
menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan
teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked
immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah
pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus(5)

III. Epidemiologi

Hampir 85% anak memiliki episode otitis media akut paling sedikit satu kali dalam 3 tahun
pertama kehidupan dan 50% anak mengalami 2 episode atau lebih. Anak yang menderita otitis
media pada tahun pertama, mempunyai kenaikan risiko otitis media kronis ataupun otitis
media berulang. Insiden penyakit akan cenderung menurun setelah usia 6 tahun. Di Amerika
Serikat, hampir semua anak pada usia 2 tahun akan mengalami otitis media, dan kira-kira 17
persen anak usia 6 bulan telah mengalami 3 episode atau lebih. Episode yang sering berulang
mengakibatkan peningkatan kekhawatiran dan kecemasan orang tua, disamping juga biaya
Jason Leonard Wijaya

01071180063
kesehatan yang harus ditanggung. Pada negara berkembang komplikasi yang sering ditemukan
adalah gangguan pendengaran, untuk itu pemberian vaksinasi pneumokokus penting untuk
mencegah otitis media dan komplikasinya(2).
IV. Stadium

Otitis media akut dapat dibagi menjadi lima stadium seiring berjalannya penyakit, di
antaranya:

● Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga
tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan
posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema
yang terjadi pada tuba eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain
retraksi, membran timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (3)

● Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan
adanya sekret eksudat serosa yang terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi
tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme
piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani
menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam.
Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung
dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara
Jason Leonard Wijaya

01071180063
yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari (3)

● Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial
terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga
luar.

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak
dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif.
Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi
yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia
membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan
kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran
timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga
luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.
Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (3).

● Stadium Perforasi
Jason Leonard Wijaya

01071180063
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian
antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah
menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika
mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih
satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media
supuratif kronik (3).

● Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup
kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran
kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman
rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi
otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi
membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus
atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa
berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di
kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani (3).
Jason Leonard Wijaya

01071180063

V. Tata Laksana

Tata laksana farmakologi

● Amoksisilin diberi dengan dosis 40 mg/kgbb/24 jam, 3 kali sehari selama 10 hari.
Pemberian obat tersebut selama 5 hari dapat memperkecil resiko timbulnya efek samping
terapi. Akan tetapi telah banyak kuman yang resisten terhadap amoksisilin, khususnya
penghasil BLaktamase, dalam kasus ini perlu kiranya memberikan antibiotika dari kelas
yang berbeda (6).

● Eritromisin (50 mg/kgbb/24 jam) bersama dengan sulfonamid (100mg/kgbb/24 jam


trisulfa atau 150 mg mg/kgbb/24 jam sulfisoksazol) empat kali sehari, trimetroprim-
sulfametoksasol (8 dan 40 mg/kgbb/24 jam) diberi 2 kali sehari, sefaklor (40 mg/kgbb/24
jam, 3 kali sehari, amoksisilin-klavulanat 40 mg/kgbb/24 jam 3 kali sehari, atau sefiksim
8 mg/kgbb/24 jam sekali atau 2 kali sehari (6).

● Jika penderita sensitif terhadap antibiotik golongan penicilin, maka dapat diberikan
kombinasi dari eritromisin dan sulfonamid atau sulfisoksazol (6).

Tata laksana non-farmakologi:

● Tidak mengorek telinga

● Tidak berenang/memasukan cairan asing ke dalam telinga

● Istirahat cukup

VI. Komplikasi

Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka penyakit otitis media akut dapat
menimbulkan beberapa komplikasi yaitu:

 Intra-temporal (labirinitis, paresis nervus fasialis, petrositis, dan hidrosefalus otik)


Jason Leonard Wijaya

01071180063
 Ekstra-temporal/Intrakranial (abses subperiosteal, abses epidural, abses perisinus,
abses subdural, abses otak, meningitis, thrombosis sinus lateral, dan sereberitis.)
Jason Leonard Wijaya

01071180063
BAB 3

Case Reasoning

Bedasarkan anamnesis yang telah dilakukan dan pemaparan penyakit diatas Bapak S didiagnosa
terkena otitis media akut. Menurut pemaparan di atas, Bapak S telah mencapai stadium perofrasi
karena membrane timpani pasien ditemukan pecah (ruptur), timbul sekret, nanah, dan terjadi
demam.
Diagnosa dapat ditegaskan karena gejala klinis yang dialami oleh Bapak S sama dengan gejala
otitis media akut stadium perforasi yang sudah dipaparkan sebelumnya yaitu adanya nyeri di
telinga, membrane timpani yang sudah pecah (ruptur) keluarnya cairan (secret/nanah) dari
telinga yang berwarna kuning keruh, mengeluarkan bau, dan berkonsistensi kental.

Penyakit otitis eksterna saya tentukan sebagai diagnosis banding karena gejala pada penyakit
otitis eksterna memiliki beberapa kesamaan gejala jika dibandingkan dengan otitis media akut
yaitu adanya rasa nyeri di telinga dan adanya cairan yang keluar dari dalam telinga. Faktor resiko
dari penyakit otitis eksterna adalah pasien yang sering beraktifitas yang melibatkan air
(berenang, berselancar, mendayung), adanya riwayat trauma yang mendahului keluhan (trauma
kepala bagian samping, membersihkan telinga dengan cotton bud, memasukan benda asing ke
dalam telinga), dan penyakit riwayat sistemik (diabetes mellitus, dermatitis atopic, psoriasis).
Menurut hasil anamnesis, Bapak S merupakan orang yang tidak memiliki factor resiko dari
penyakit otitis eksterna. Selain tidak memiliki factor resiko dari penyakit otitis eksterna, pada
pemeriksaan fisik, pasien yang menderita otitits eksterna biasanya ditemukan adanya nyeri tekan
tragus dan hiperemis pada auricula sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan nyeri tekan tragus
dan auricula yang hiperemis. Selain itu juga, biasanya otitis eksterna terjadi karena adanya
trauma pada telinga sedangkan pasien mengaku tidak adanya trauma yang terjadi pada telinga.

Sedangkan, saya memilih otitis media efusi sebagai diagnosis banding kedua saya karena otitis
media efusi dan otitis media akut (stadium perforasi) memiliki beberapa kesamaan yaitu adanya
Jason Leonard Wijaya

01071180063
cairan yang keluar dari telinga. Tetapi, otitis media efusi biasanya sudah tidak ada tanda-tanda
membrane timpani yang pecah (rupture) dan tanda-tanda infeksi dimana pada otitis media akut
(stadium perforasi) masih terlihat membrane timpani yang telah rupture (perforasi). Selain itu,
pada otitis media akut, jarang sekali ditemukan gangguan pendengaran pada pasien, dimana pada
pasien dengan otitis media efusi biasanya disertai dengan gangguan pendengaran akibat
penumpukan cairan. Maka dari itu, diagnosis banding otitis media efusi dapat disingkirkan.

Tatalaksana farmakologis yang dilakukan oleh puskesmas adalah dengan memberikan


amoxicillin dan paracetamol. Berdasarkan pemapar di atas, tata laksana farmakologis yang
dilakukan oleh puskesmas sudah tepat. Puskesmas memberikan obat Amoxicillin 500 mg dengan
anjuran pakai 3 kali sehari, selama 10 hari dan H2O2 3% sebagai obat cuci telinga dengan
anjuran pakai 3 kali 1 sebanyak 4 tetes di telinga yang sakit lalu didiamkan selama 2-5 menit.

Selain itu, puskesmas juga memberikan paracetamol sebagai penghilang rasa sakit pada telinga
serta sebagai peredah demam pasien sebagai tatalaksana medicamentosa. Selain itu juga,
tatalaksana non-farmakologis yang diberikan puskesmas juga sudah tepat yaitu menghabiskan
antibiotik yang telah diberikan karena jika tidak dihabiskan dapat menyebabkan resistansi
terhadap anti-biotic amoxicillin. Selain itu, edukasi yang telah diberikan oleh puskesmas sudah
benar yakni menghimbau pasien untuk harus menghabiskan antibiotik, tidak berenang sementara
waktu karena kandungan bakteri yang tinggi pada air yang terdapat kolam renang dapat
meningkatkan infeksi pada telinga, dan yang terakhir untuk tidak mengorek-ngorek telinga yang
terinfeksi agar tidak terjadi trauma pada telinga mengingat kotoran telinga dapat keluar dengan
sendirinya dengan cara mengunyah. Penyakit ini dapat mempengaruhi fungsi organ telinga
sendiri karena pasien dapat kehilangan pendengaran untuk sementara waktu selama penyakit ini
berlangsung, tetapi tetap akan memiliki prognosis yang baik karena organ pendengaran pasien
tidak akan terganggu setelah pasien menerima pengobatan.

Di keadaan tertentu, penyakit otitis media akut dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi yang
muncul biasanya dibagi menjadi dua tipe, yaitu komplikasi intra-temporal seperti labirinitis,
paresis nervus fasialis, petrositis, dan hidrosefalus otik, dan komplikasi ekstra-temporal atau
intracranial seperti abses subperiosteal, abses epidural, abses perisinus, abses subdural, abses
Jason Leonard Wijaya

01071180063
otak, meningitis, thrombosis sinus lateral, dan sereberitis. Tetapi pada pasien ini, tidak terjadi
komplikasi akibat keluhan pasien.

Untuk penyakit otitis media akut, pasien memiliki prognosis yang baik, mengingat otitis media
akut tidak akan mengancam kelangsungan hidup pasien (Ad vitam: Bonam). Selain itu, penyakit
otitis media akut juga tidak dapat menganggu fungsi organ pasien (Ad functionam: Bonam). Jika
ditangani dengan tepat dan pasien mengikuti terapi pengobatan juga mengikuti tata laksana non-
farmakologis dengan benar, maka dapat dipastikan bahwa pasien akan sembuh (Ad sanationam:
Bonam).
Jason Leonard Wijaya

01071180063

DAFTAR PUSTAKA

1. [Internet]. Repository.ump.ac.id. 2019 [diakses 27 October 2019]. tersedia di:


http://repository.ump.ac.id/1182/3/BAB%20II_TRIANA%20ANGGRAEANI_FARMASI%2716.pdf

2. [Internet]. Spesialis1.ika.fk.unair.ac.id. 2019 [diakses 27 October 2019]. tersedia di:


http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/TI15_Otitis-Media-Akut-Q.pdf

3. Djaafar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. 6th ed. Jakarta:
FKUI; 2007.

4. Ear infection (middle ear) - Symptoms and causes [Internet]. Mayo Clinic. 2019 [diakses 27
October 2019]. tersedia di: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/ear-
infections/symptoms-causes/syc-20351616

5. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau [Internet].
Coursehero.com. 2019 [diakses 27 October 2019]. tersedia di:
https://www.coursehero.com/file/p2hnds0/Gejala-dan-tanda-klinik-lokal-atau-sistemik-dapat-
terjadi-secara-lengkap-atau/

6. Kozyrskyj A, Hildes-Ripstein G, Longstaffe S, Wincott J, Sitar D, Klassen T et al. Treatment of


Acute Otitis Media With a Shortened Course of Antibiotics. JAMA. 1998;279(21):1736.

Anda mungkin juga menyukai