Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan
fisik karena baik faktor resiko dan penanggulanganya berbeda.
4
Epidemiologi
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering
dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah
akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari
peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan
hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam
jiwa. Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis.
Kejadian krisis hipertensi diperkirakan akan meningkat pada masyarakat sejalan dengan
meningkatnya data hipertensi, seperti dikemukakan oleh majalah the Lancet dan WHO, dari
26% (tahun 2000) mejadi 29% (tahun 2005) sehingga diperkirakan kejadian hipertensi krisis
akan meningkat dari 0,26% menjadi 0,29% penduduk dewasa di seluruh dunia pada masa yang
akan datang.
5
6 Etiologi
7 Patofisiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan hipertensi menjadi krisis hipertensi. Hipertensi
kronis jarang menyebabkan terjadinya krisis hipertensi karena adaptasi pebuluh darah sehingga
kerusakan organ target dapat dicegah. Krisis hipertensi terjadi karena peningkatan tahanan
vaskuler sistemik. Endotel memiliki peranan penting dalam mengatur homeostasis tekanan
darah dengan mensekresikan beberapa substansi seperti nitrit oxide (NO) dan prostasiklin.
Peningkatan vasoreaktif dapat dipresipitasi oleh pelepasan substansi vasokonstriksi seperti
angiotensin II, norepinefrin atau keadaan yang menyebabkan suatu kondisi hipovolemia.
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) berperan penting pada proses hipertensi
berat. Angiotensin II menyebabkan cedera pada pembuluh darah sehingga terjadi aktivasi gen
proinflamatori seperti interleukin 6 dan NF-k. Selama terjadi peningkatan tekanan darah,
endotel mengkompensasi dengan melepaskan vasodilator seperti NO. Saat endotel tidak lagi
mampu mengkompensasi maka akan terjadi peningkatan tekanan darah dan kerusakan
endotel.1,2
Kegagalan mekanisme tubuh dalam mengkompensasi menyebabkan peningkatan resistensi
pembuluh darah dan kerusakan endotel. Mekanisme pasti kerusakan endotel belum diketahui
secarapasti. Hali ini mungkin berhubungan dengan respon imun sehingga terjadi pelepasan
sitokin, vasokonstriktor endotelin dan peningkatan ekspresi endothelial adhesion molecules.
Peningkatan ekspresi cell adhesion molecules seerti P-selectin, atau intracellular adhesion
molecule 1 oleh sel endotel menyebabkan terjadinya inflamasi yang menyebabkan
bertambahnya kerusakan fungsi sel endotel, peningkatan permeabilitas endotel, menghambat
aktivitas fibrinolitik endotel dan aktivasi kaskade koagulasi. Agregasi trombosit dan degranulasi
pada endotel yang mengalami kerusakan akan memicu terjadinya inflamasi lebih lanjut,
thrombosis dan vasokonstriksi.1,2
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi dalam
merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan aliran (mekanisme
autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada
krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds (terutama
jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan
terjad efek local dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang
mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi
miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin, vesopresin,
antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target. Jantung, SSP, ginjal
dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari
iskemia yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi,
mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri rata-rata.
Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)
Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan arteri ratarata (110-180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang mendadak
naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian
juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata.3
8
10 Diagnosis
Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung
kepada tindakan yang cepat dan tepat. Pada pemeriksaan yang menyeluruh kita sudah dapat
mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
Anamnesis meliputi:2
a Lamanya menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik).
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat obat
e
f
2
hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.2
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)2
Beberapa indikasi penggunaan ABPM antara lain:
- Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik
- Adanya disfungsi saraf otonom
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan obat antihipertensi
- Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi.
Pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran sendiri di rumah memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekurangannya
adalah masalah ketepatan pengukuran, sedang kelebihannya antara lain dapat
memberikan banyak hasil pengukuran. Beberapa peneliti bahwa pengukuran di rumah
lebih mewakili kondisi tekanan darah sehari hari. Pengukuran tekanan darah di rumah
juga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan menigkatkan keberhasilan
pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya.2
3.
Non farmakologi
Terapi non farmakologis terdiri dari: 1,9,10
20-25%.
2- 6 jam kemudian diturunkan sampai 160/100 mmHg.
6-24 jam berikutnya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada gejala
iskemia organ.
obat dihentikan.
2Diltiazem (Herbesser) IV 10 mg dan 50 mg/ ampul
tercapai.
Labetalol (Normodyne) IV
Diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 meit atau dapat diberikan dalam cairan
Dosis
6 amp per 250 cc
Glukosa 5%
mikrodrip
Efek
30-60 min
Onset
24 jam
Perhatian khusus
Ensepalopati
dengan gangguan
koroner
Nitrogliserin
IV
Nicardipine
IV
10-50ug
100ug/cc per 500 cc
0,5-6 ug/kg/menit
2-5 min
5-10 min
Diltiazem
IV
5-15 ug/kg/menit
1-5 min
15-30
min
Nitroprussid
e IV *
0,25-10 mcg / kg /
menit
Langsung
2-3 menit
Sakit kepala,
takikardia, muntah,
Takikardi, mual,
muntah, sakit
kepala, peningkatan
tekanan
intrakranial;
Takikardi, mual,
muntah, sakit
kepala, peningkatan
tekanan
intrakranial;
Mual, muntah,
penggunaan jangka
panjang dapat
menyebabkan
keracunan tiosianat,
1-5 min
15-30
min
Obat
Dosis
Efek
Captopril
ulangi per 30 15-30 min
12,5 - 25 mg
min
Clonidine 75
ulangi per
30-60 min
- 150 ug,
jam
Propanolol 10 ulangi setiap
15-30 min
- 40 mg PO
30 min
Nifedipine 5 - ulangi setiap
5 -15 min
10 mg
15 menit
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:4
-
Lama Kerja
6-8 jam
Perhatian khusus
Stenosis a.renalis
8-16 jam
mengantuk, mulut
kering
Bronkokonstriksi,
blok jantung,
Gangguan koroner
3-6 jam
4-6 jam
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal, proteinuria < 130/80 mmHg).
lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai
target terapi masing-masing kondisi.4
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh
JNC 7: 4
-
Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone antagonist (Aldo Ant)
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler akibatnya terjadi penurunan curah
jantung dan tekanan darah. Yang termasuk golongan tiazid antara lain:12
-
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa pengukuran tekanan darah pada awal
datang dengan tekanan darah 210/160 mmHg. Hal ini dapat disimpulkan, pasien ini mengalami
suatu krisis hipertensi dengan tekanan darah sistolik 180 mmHg dan/ atau diastolik 120
mmHg. Krisis hipertensi harus diklasifikasikan apakah krisis hipertensi ini merupakan krisis
hipertensi urgensi atau krisis hipertensi emergensi. Sehingga diperlukan data tambahan lainnya,
pada pasien ditemukan sakit kepala, kepala pusing. tengkuk terasa berat, tidak ada keluhan nyeri
dada, tidak ada sesak napas, tidak ada pandangan kabur, tidak ada kelemahan anggota gerak. Ini
dapat dipikirkan tidak ada kerusakan organ target, jadi mengarah ke hipertensi urgensi, Akan
tetapi, pada pasien tidak dilakukan funduskopi sehingga tidak dapat diketahui apakah terjadi
kerusakan pada mata atau tidak. Dari pemeriksaan fisik paru, jantung, abdomen dalam batas
normal. Kemungkinan tidak adanya kerusakan organ target.
Berdasarkan klasifikasi JNC 7 pasien dengan tekanan darah 210/160 mmHg termasuk
dalam keadaan hipertensi grade II. Hal ini ditandai juga dari adanya keluhan sakit kepala, terasa
berat di tengkuk, kepala pusing. Selain itu diketahui, pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 2
tahun yang lalu. Pasien ini memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, obat obat
antihipertensi hanya dikonsumsi pada saat keluhan saja.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah adalah IVFD RL 20 tts/ menit,
captopril 2 x 25 gr, amlodipin 1x 5 mg, hidroklorotiazid 1 x 25mg. Pada hipertensi urgensi
dengan gejala nyeri kepala yang hebat tanpa ada gejala kerusakan organ target penyerta
dilakukan terapi dengan observasi 1-3 hari.
Pada pasien ini pemberian obat antihipertensi sudah mencapai target terapi yaitu tekanan
darah menjadi 120/80 mmHg.
DAFTAR PUSTAKA
1
Kaplan NK. Hypertensive crisis. In: Kaplans clinical hypertension 8th edition. Lipincott
RI. 2009.
Majid Abdul. Krisis hipertensi aspek klinis dan pengobatan. Bagian Fisiologi Fakultas
Available
from
http://www.emedicine.com/MED/topic3432.httm.
10 Vidt D. Hypertensive crises: emergencies and urgencies. Clev Clinic Med. 2003.
11 Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in : Harrisons Principles of Internal
Medicine. 7th Ed. USA. The Mc Graw Hill Companies, Inc. 2008. p 241.
12 Vaughan CJ, Norman D. Hypertensive emergincies. The Lancet. 2000: 356.
Tatalaksana oxford
Cover & no iv 4
Nefrology
450
518 - 525
Cardiology
754 - 761
JNC
International Society of Hipertensin (ISH) 2003 WHO-ISH
British Hypertension Society (BHS) guidelines
European Society of Hypertensin dan European Society of Cardiology
Canada dan Australia
Indonesia membuat sendiri buku panduan hipertensi berdasarkan consensus para pakar
Indonesia disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Seluruh Guidelines
Tim konsensus
Perhimpunan Hipertensi Indonesia
(InaSH)
Konsensus ilmiah :
Kesepakatan nalar diantara para pakar peserta tentang suatu topik ilmiah
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka tentang topik tersebut yang
dilandasi oleh literatur ilmiah serta pengalaman praktek yang lazim.
PERKI
PERDOSSI
PAPDI / PERNEFRI