Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia,
salah satu nya adalah infeksi jamur atau mikosis paru. Jenis mikosis paru yang sering dilaporkan
adalah Aspergillosis. Frekuensi aspergillosis dari tahun ke tahun meningkat dimana sembilan
puluh lima persen infeksi oleh aspergillus disebabkan oleh Aspergillus fumigatus. Aspergilloma
paru merupakan salah satu bentuk klinis dari Aspergillosis, dimana Aspergilloma adalah infeksi
jamur saprofit berupa kolonisasi didalam kavitas paru yang dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit dasar. Kolonisasi ini membentuk formasi seperti massa yang disebut fungus ball atau
mycetoma. Aspergilloma terdiri dari hifa Aspergillus, fibrin, lendir, sel-sel inflamasi, darah, dan
komponen sel epitel-epitel.1-3

Aspergilloma sering ditemui pada pasien-pasien paska tuberkulosis paru, baik yang baru
sembuh maupun yang telah sembuh dalam periode waktu yang lama. Sebagian besar studi
melaporkan kavitas paru pada aspergilloma disebabkan oleh tuberkulosis. Aspergilloma juga
ditemukan pada kavitas yang disebabkan oleh berbagai penyakit dasar seperti sarcoidosis,
bronkiektasis, kistik fibrosis, kista paru, kanker paru. 2

Manifestasi klinis aspergilloma paru beragam, mulai dari kasus tanpa gejala hingga
hemoptisis masif yang bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, modalitas terapi yang optimal untuk
aspergilloma tergantung pada presentasi klinis. Pembedahan merupakan terapi definitif untuk
aspergilloma. Pada pasien hemoptisis ringan dianjurkan tirah baring, postural drainage dan terapi
simptomatik lain. Pada pasien hemoptisis berulang atau masif, pembedahan dilakukan dengan
mempertimbangkan risiko/toleransi operasi. Namun pengambilan keputusan reseksi bedah sering
terhambat oleh fungsi cadangan paru yang buruk pada aspergilloma. Jika tidak mungkin
dilakukan, dapat dipertimbangkan tindakan embolisasi atau pemberian Obat Anti Jamur (OAJ)
transtorakal- intrakavitas.1,4,5

Berdasakan hal diatas penulis tertarik untuk melaporkan tatalaksana kasus aspergilloma
dengan bekas tb yang dilakukan terapi operatif.

1
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien laki-laki, usia 42 tahun datang ke IGD dengan keluhan utama batuk darah
meningkat sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Batuk darah meningkat sejak 1 hari yang lalu. Volume total ±600cc, darah merah segar.
Riwayat batuk darah sudah dirasakan sejak 4 tahun yang lalu, pasien sebelumnya sudah
pernah dirawat dengan keluhan yang sama pada bulan Juni dan awal November 2018. Pasien
sudah dilakukan rontgen thorak, pemeriksaan TCM, BTA, kultur jamur, bronkoskopi dan
CT scan thorak pada rawatan sebelumnya.
- Batuk ada sejak 1 tahun yang lalu, berdahak warna putih encer, batuk bersifat hilang
timbul.
- Nyeri dada tidak ada.
- Demam tidak ada.
- Sesak napas tidak ada.
- Keringat malam tidak ada.
- Penurunan berat badan ada tapi pasien tidak tahu berapa kilogram.
- Penurunan nafsu makan tidak ada
- Badan kadang kadang terasa lemas
- BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat TB paru (BTA +, Rontgen thorak +) tahun 2010, didapat dari Sp.P di Lubuk Alung,
diminum 6 bulan dihentikan oleh dokter.
- Riwayat pneumothorak tahun 2014, dirawat di RS DR M Djamil Padang, dilakukan
pemasangan WSD selama 3 minggu, dipulangkan karena paru sudah kembang.
- Riwayat DM tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Tidak ada riwayat sakit TB dalam keluarga
 Tidak ada riwayat DM dalam keluarga
Riwayat sosial ekonomi dan kebiasaan:
Pasien seorang pembuat jok motor, merokok 6 batang sehari selama 20 tahun (IB ringan), sudah
berhenti sejak 8 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik:
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
cooperatif Tekanan darah: 110/70
mmHG
Nadi : 86x/menit
Napas : 21x/menit
Suhu : 37,10C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Thorak
Inspeksi : Simetris, dada kiri sama dengan kanan, pergerakan dada kiri sama dengan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, rhonki -/- wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus teraba 1 jari LMCS RIC V
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : irama jantung teratur, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Hasil laboratorium:
Hb : 12,8
Leukosit : 12.170
Trombosit : 350.000
Hematokrit 39
GDS 122
Ureum/creatinine : 19/1,0
Na/K/Cl : 137/3,9/102
Total protein : 8,1
Albumin/Globulin : 4,0/4,1
Bilirubin total : 0,5
Bilirubin direk/indirek: 0,2/0,3
SGOT/SGPT : 23/9
Hasil TCM (Juni 2018) : MTB Not Detected
BTA I/II (Juni 2018) : negatif/ negatif
Kultur jamur (Juli 2018) : Aspergillus sp
Kultur jamur (Agustus 2018) : No growth
Kultur jamur ( Oktober 2018) : Candida sp
Ct Scan thorak (Oktober 2018) : Aspergilloma dengan bullae serta bronkiektasis
Bronkoskopi (November 2018) : Tampak pendarahan berasal dari segmen anterior BUKI
Hasil bilasan bronkus (November 2018) : Tidak tampak gambaran infeksi jamur
Hasil sputum post bronkoskopi (November 2018) : Tidak tampak gambaran infeksi jamur dan
tidak tampak sel-sel tumor ganas.
Hasil MDT ( November 2018) : Rencana lobektomi
Rontgen thorak:

Gambar 1. Rontgen thorak Gambar 2. Rontgen thorak


26/6/2018 30/8/2016

Gambar 3. Rontgen thorak Gambar 4. Rontgen thorak


30/9/2018
4/11/2018

Pada rontgen thorak(gambar 1-4) tampak kavitas dengan gambaran nodul opak
didalamnya disertai fibrosis di sekitar lapangan paru bawah kiri menunjukkan kesan bekas Tb
dengan fungus ball di apeks paru kiri. Pada gambar 1 dirawat di RS M Djamil dengan keluhan
hemaptoe massif, foto 2 dan 3 adalah evaluasi rontgen thorak ketika kontrol ke poli, pasien
mendapatkan obat anti jamur flukonazol 1x150 mg, tetapi tidak diminum teratur. Dari rontgen
thorak masih tampak gambaran fungus ball. Gambar 4 adalah rontgen thorak pasien dirawat
kembali di bangsal paru RS DR M Djamil dengan keluhan batuk darah masif. Pasien sebelumnya
sudah di MDT kan dengan rencana lobektomi. Jadwal operasi dijadwalkan 18 November 2018.
Sebelum tanggal operasi, pasien masuk lagi pada rawatan sekarangdengan keluhan hemaptoe
masif.
Gambar 5. CT Scan Thorak

Gambar 5. CT Scan Thorak


Dari gambaran CT scan thorak tanggal 3 Oktober 2018 tampak fibroinfiltrat dan lesi noduler
disertai gambaran halo dengan ukuran 5,9 x 4, 86 x 6,99 cm di lapangan atas paru kiri, tampak
pula lesi hipodens bulat-bulat multiple hampir seluruh lapangan paru/perselubungan kedua paru.
Kesan: aspergilloma dengan bullae serta bronkiektasis.
Dari bronkoskopi tgl 8 November 2018 pada BUKI tampak
lumen terbuka, mukosa licin, tidak hiperemis, tampak darah
dan bekuan darah menutupi lumen pada segmen anterior,
segmen apikoposterior, mukosa licin
Kesan dari bronkoskopi: Tampak pendarahan berasal dari
segmen anterior

Gambar 6. Bronkoskopi
Diagnosa : Hemoptisis masif berulang ec aspergilloma
Terapi : Drip Carbazochrome 1 ampul dalam 500 cc NaCl 0,9% 12 jam/kolf, injeksi
asam traneksamat 3x500 mg, injeksi vitamin K 3x1 ampul, bedrest
Hari rawatan II
Subjektif : Batuk darah masih ada, volume ± 60 cc/24 jam, sesak napas tidak ada, demam
tidak ada.
Objektif : Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah
110/70 mmHg, Nadi 96x/menit, Frekuensi napas 20x/menit, Suhu 36,80C, pemeriksaan
auskultasi paru; suara napas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Assesment : Hemoptisis masif berulang ec Aspergilloma
Terapi : Drip carbazochrome 1 ampul dalam 500 cc NaCl 0,9% 12 jam/kolf, injeksi asam
traneksamat 3x500 mg, injeksi vit K 3x1 ampul, injeksi vitamin C 3x1 ampul
Hari rawatan IV
Subjektif : Batuk darah berkurang, batuk darah lengket , sesak napas tidak ada, demam tidak
ada.
Objektif : Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 90x/menit, frekuensi napas 20x/menit, Suhu 37 0C, pemeriksaan auskultasi
paru: suara napas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Assesment : Hemoptisis masiff ec Aspergilloma (perbaikan)
Terapi : Drip carbazochrome 1 ampul dalam 500 cc 0,9% 12 jam/kolf, injeksi asam
traneksamat 3x500 mg, injeksi vit K 3x1 ampul
Planning : konsulkan k bagian bedah untuk rencana operasi (hasil MDT)
Jawaban konsul bedah: aspergilloma paru kiri, planning: persiapan operasi, rawat bersama divisi
bedah thorak
Hari rawatan VI
Subjektif : Batuk darah lengket di dahak, sesak napas tidak ada, demam tidak ada.
Objektif : Keadaan umum sedang, Kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 96x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36,8 0C, pemeriksaan auskultasi
paru: suara napas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Assesment : Hemoptisis masiff ec Aspergilloma (perbaikan) pro lobektomi
Terapi : Drip carbazochrome 1 ampul dalam 500 cc NaCl 0,9% 12 jam/kolf, injeksi asam
traneksamat 3x500 mg, injeksi vit K 3x1 ampul
Planning : persiapan operasi, konsul bagian penyakit dalam untuk toleransi operasi,
Hasil spirometri
FEV1 actual : 1340 FEV1 prediksi 2790
FVC actual : 1630 FVC prediksi 3441
FEV1 act/FEV1pred : 1340/2790 x 100% = 48%
FVC act/FVC pred : 1630/3441 x 100% = 47,36%
Berdasarkan hasil spirometri untuk reseksi paru pembedahan unilateral adalah resiko berat
Jawaban konsul interne: Saat ini untuk dilakukan tindakan pada pasien ini dalam general
anastesi, resiko kardiovaskuler ringan, resiko pulmoner sedang, resiko metabolik ringan, faal
hemostasis stabil.
Hari rawatan VII
Subjektif: : Batuk darah legket di dahak, sesak napas tidak ada, demam tidak ada
Objektif : Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 96x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36,8 0C, pemeriksaan auskultasi
paru: suara napas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Assesment : Hemoptisis masiff ec Aspergilloma (perbaikan) pro lobektomi
Terapi : Drip adona 1 ampul dalam NaCl 0,9% 12 jam/kolf, injeksi asam traneksamat
3x500 mg, injeksi vit K 3x1 ampul
Planning : Pasien direncanakan lobektomi tanggal 26 November 2018, persiapkan ICU
Hari rawatan VIII
Subjektif : Batuk darah lengket di dahak, sesak napas tidak ada, demam tidak ada.
Objektif : Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 96x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36,80C, pemeriksaan auskultasi
paru: suara napas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Assesment : Hemoptisis masif berulang ec Aspergilloma (perbaikan) pro lobektomi
Terapi :IVFD NaCL 0,9% 12 jam/kolf, injeksi asam traneksamat 3x500 mg, injeksi vit K
3x1 ampul, injeksi vitamin C 3x1 ampul.
Planning: pasien pindah rawatan ke IW hari ini. Besok rencana dilakukan lobektomi
Hari rawatan IX (ICU)
Subjektif : Telah dilakukan lobektomi paru superior paru kiri.
Objektif : Keadaan umum sedang, kesadaran dalam pengaruh obat, Tekanan darah 115/73
mmmHg, nadi 88x/menit, napas; on ventilator, suhu 37,10C, pasien terpasang WSD di dada kiri,
dari WSD diamati cairan hemoragis 400 cc, undulasi tidak ada, buble tidak ada.
Assesment : Post lobektomi a.i Aspergilloma. Terapi: IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf, inj
ceftriaxon 2x1 gr, injeksi ketorolac 3x1 ampul, injeksi asan traneksamat 3x500 mg, injeksi
vitamin K 3x10 mg
Planning : awasi vital sign

Gambar 7. Jaringan post lobektomi


Jaringan post lobektomi tampak jaringan kecoklatan, kenyal padat ukuran 3,5x3,5x2 cm
penampang kecoklatan dan sepotong jaringan paru 1 lobus kecoklatan, kenyal padat, ukuran
10x4x4 cm penampang kecoklatan. Dan dikirim untuk pemeriksaan histopatologi, hasil keluar 5
hari lagi.
Hari rawatan X
Subjektif : Pasien post lobektomi hari ke 2, sesak napas tidak ada, demam tidak ada, demam
tidak ada, pasien sudah diextubasi.
Objektif : Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah
111/63 mmHg, frekuensi nadi 91x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 37,1oC, WSD
terpasang baik, cairan 150 cc/24 jam (total 550 cc), undulasi tidak ada, bubble tidak ada.
Assesment : Post lobektomi a.i Aspergilloma hari ke II
Terapi : Injeksi ceftriaxon 2x1 gr, inj ketorolac 3x30 mg, inj ranitidine 2x50 mg, injeksi
kalnex 3x500 mg, injeksi vitamin k 3x10 mg, diet MC/ML, aff NGT
Hari rawatan XI
Subjektif : Post lobektomi hari ke 3, demam tidak ada, sesak napas tidak ada, batuk tidak ada
Objektif : Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah
120/70, frekuensi nadi 84x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, Suhu 37,1oC
Assesment :Post lobektomi a.i Aspergilloma hari ke 3
Terapi : IVFD kalbamin 20 tts/menit, injeksi ceftriaxon 2x1 gr, injeksi ranitidine 2x1
ampul, injeksi ketorolac aff, inj kalnex aff, ngt ml/mb, terapi jamur sesusai TS paru
Planning : Acc pindah bangsal paru, awasi produksi WSD, bila kurang dari 100 cc rencana
aff WSD, kontrol poli paru, fluconazole 1x150 mg
Hari rawatan XIV
Subjektif : Nyeri tidak, demam tidak ada, sesak napas tidak ada
Objektif : Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis kooperatif, tekanan darah
110/70 mmHg, frekuensi nadi 75x/menit, frekuensi napas 18x/menit, luka operasi baik,
rembesan tidak ada, WSD produksi cairan 50cc/24jam, buble tidak ada, undulasi tidak ada
Assesment : Post lobektomi hari ke 6
Therapi : Injeksi cefriaxon ganti oral, parasetamol ganti oral, ranitidine ganti oral, diet
MBTKTP, ekstra ikan gabus, nebulisasi, , WSD aff, pulang hari ini
Kontrol poli 18 Desember 2018
Subjektif : batuk (+) dahak kecoklatan, sesak napas jika aktivitas berat, pasien post lobektomi
paru kiri atas
Objektif : keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis kooperatif, frekuensi nadi
86x/menit, frekuensi napas 20x/menit
Hasil histopatologi
1. Dari label aspergillloma mikroskopik tanpka potongan-potongan jaringan terdiri dari
perdarahan, jaringan nekrotik, serta fungus ball. Fungus ball terdiri atas hifa-hifa jamur
dengan bentukan septa yang bersudut . Diagnosa: Fungus ball ec Infeksi Aspergillus
(aspergilloma)
2. Dari label paru mikroskopik tampak potongan-potongan jaringan bronkus dengan dengan
permukaan dilapisi epitel respiratorius yang sebagian mengalami metaplasia skuamosa
mengandung tulang rawan, kelenjar dengan permukaan dilapisi epitel kuboid. Stroma
mengandung sebukan padat dan kelompokan sel-sel limfosit dan sel plasma. Pada satu
bagian tampak kelompokan hifa jamur dengan bentukan septa yang bersudut. Pada
bagian lain tampak jaringan paru terdiri atas alveoli-alveoli dengan permukaan dilapisi
epitel kuboid, lumen berisi eritrosi, serta jaringan ikatmengandung sebukan padatdan
kelompokan sel-sel limfosit, sel plasma, histiosit. Diagnosa radang kronik ec infeksi jamur
aspergilus sp

Gambar 8. Rontgen thorak


18/12/2018

Aseesment : Aspergilloma post lobektomi


Planning : Flukonazol 1x150 mg, kontrol setiap bulan
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi

Aspergilloma paru adalah salah satu penyakit infeksi jamur yang disebabkan oleh spesies
saprofitik, genus aspergillus yang banyak terdapat di alam. Aspergiloma paru ini berupa
kolonisasi di dalam kavitas paru yang dapat disebabkan oleh berbagai panyakit dasar. Kolonisasi
ini membentuk formasi seperti massa yang disebut fungus ball atau mycetoma. Aspergiloma
terdiri atas massa fungi, sel-sel epitel inflamasi, fibrin, dan debris jaringan. Jamur aspergillus
terutama spesies Aspergillus fumigatus adalah jamur yang paling sering menyebabkan
aspergiloma, jenis lain yang juga menyebabkan aspergilloma seperti Zygomycetes dan Fusarium,
walaupun angka kejadiannya tidak sebanyak Aspergillus fumigatus.2,6,7

Aspergilloma sering ditemui pada pasien-pasien paska infeksi tuberkulosis paru, baik
yang baru sembuh maupun yang telah sembuh dalam periode waktu yang lama. Sebagian besar
studi melaporkan kavitas paru pada aspergilloma sebagian besar (13-89%) disebabkan oleh
tuberculosis. Aspergilloma juga ditemukan pada kavitas yang disebabkan oleh penyakit dasar
yang lain seperti sarcoidosis, bronkiektasis, kistik fibrosis, bullae, kista paru dan kanker paru.
Sebuah studi dari 544 pasien dengan kavitas yang disebabkan Tb paru, 11% pada pemeriksaan
radiologinya didapatkan aspergilloma.6,8 Fungus ball dapat bergerak di dalam rongga, tetapi
biasanya tidak menyerang parenkim paru-paru atau pembuluh darah di sekitarnya. Pada sebagian
besar kasus, lesi tetap stabil dan jarang ditemukan ukuran lesi meningkat. Pada 10% kasus
ditemukan ukuran dapat berkurang atau sembuh secara spontan tanpa pengobatan.9

Pada pasien ini terdapat riwayat Tb paru tahun 2010. Pasien minum obat selama 6 bulan.
Keluhan batuk darah mulai dirasakan sejak tahun 2014, tetapi jumlah hanya sedikit, lengket di
dahak.

3.2 Epidemiologi

Aspergillus memiliki habitat di tanah, dan banyak ditemukan pada debu dan bahan
organik yang telah membusuk. Digunakan istilah aspergillosis untuk infeksi yang disebabkan
oleh genus aspergillus. Terdapat lebih dari 300 spesies sebagai penyebab penyakit ini, dimana
penyebab
paling banyak yaitu lebih dari 90% disebabkan oleh Aspergillus fumigatus. Spesies lainnya yang
menyebabkan penyakait adalah Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Aspergillus Nidulans.10

Jamur Aspergillus ini memiliki siklus biologis sederhana ditandai dengan kapasitas
sporulasi tinggi yang menyebabkan pelepasan konidia ke atmosfer dengan konsentrasi tinggi (1-
100 konidia/m3). Hal ini menyebabkan spora Aspergillus sering didapatkan di udara bebas.
Bentukan spora Aspergillus yang berada di udara bebas disebut konidia. Konidia Aspergillus
memiliki diameter 2-3μm yang bias mencapai alveoli. 10,11

Manusia setiap harinya menghirup ratusan konidia. Bagi host yang immunocompetent
mampu menghancurkan konidia dengan sistem imun paru. Pada host yang immunocompromised.
Aspergillus fumigatus menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang besar. 13,14

Terdapat 2 kelompok penderita yang berisiko berkembang menjadi infeksi jamur saprofit
ini, antara lain: 14

1. Penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh;


-Kongenital, merupakan sindrom defisiensi imun
-Acquaired, diantaranya penerima transplantasi organ yang menerima terapi
imunosupresif, pasien yang menjalani kemoterapi atau radioterapi, penggunaaan
kortikosteroid jangka panjang, diabetes mellitus dan pasien yang mengalami perawatan
ICU yang lama
2. Penderita yang memiliki penyakit kronis atau destroyed lung, pada kondisis ini terdapat
kerusakan mekanisme pertahanan lokal bronkopulmoner.

3.3 Patogenesis

Kekebalan pada host akan mempengaruhi infeksi oleh spesies Aspergillus. Pada individu
yang imunokompeten dapat melakukan eliminasi secara efektif terhadap konidia Aspergillus
yang terhirup. Pada host yang normal. Isolasi Aspergillus spp yang terdapat secret respirasi
umumnya merupakan suatu kolonisasi normal. Gejala klinis aspergillosis akibat inhalasi spora
Aspergillus menimbulkan gejala yang berbeda, tergantung imunitas host. Pada individu yang
memiliki atopik, jamur dapat memicu fenomena imun sehingga menyebabkan kondisi seperti
rhinitis alergi, asma pneumonitis hipersensitif dan aspergillosis bronkopulmonal alergika
(ABPA). Lain halnya dengan individu yang sebelumnya memiliki lesi paru dengan kavitas,
contohnya pada penderita Tb, maka
pertumbuhan saprofit Aspergillus mengarah ke aspergilloma. Pada pasien dengan riwayat meiliki
kavitas dapat terinfeksi oleh Aspergillus di bagian permukaannya (aspergilloma sekunder)
sehingga menyebabkan chronic cavitary pulmonary aspergillosis dan setelah beberapa bulan
sampai beberapa tahun dapat membentuk aspergilloma. Keduanya disebut sebagai chronic
pulmonary aspergillosis.Pada individu yang immunocompromised, konidia aspergillus yang
mencapai paru dapat berkembang menjadi hifa , kondisi ini dapat memicu aspergillus yang
invasive sehingga disebut Invasive Pulmonary Aspergillosis. 11,12

3.4 Klasifikasi

Blecher dan Plummer membagi aspergilloma menjadi 2 tipe yaitu tipe simple dan komplek.16

1. Simple aspergilloma

Aspergilloma tipe ini memiliki dinding cavitas yang tipis dengan parenkim paru
disekitarnya yang masih normal. Proses penyakit ini terlokalisasi serta tidak disertai keterlibatan
pleura.

2. Complex aspergilloma

Tipe ini memiliki proses yang lebih agresif dan difus. Selain kavitas, didapatkan juga
parenkim paru yang rusak. Kavitas paru berdinding tebal karena infeksi berulang dan disertai
kerusakan di lobus paru yang luas. Pleura yang berdekatan juga terlibat pada beberapa kasus.
Aspergillus berada pada jaringan paru yang rusak dan biasanya infeksi terjadi karena sebelumnya
terdapat proses penyakit (paling sering TB). Pasien dengan aspergilloma komplek sering
mengalami penurunan fungsi paru.

3.5 Manifestasi klinis

Gejala klinis yang ditemukan bervariasi, dapat asimptomatik sampai batuk darah yang
mengancam nyawa. Sebagian besar kasus aspergilloma tidak menunjukkan gejala. Sekalipun ada
gejala klinis biasanya tidak spesisfik, seperti batuk, dispneu, kelemahan umum, demam yang
mungkin lebih terkait dengan penyakit paru yang mendasarinya. Batuk darah dapat terjadi mulai
ringan sampai masif. Batuk darah yang berulang terjadi pada dua pertiga dari kasus
aspergilloma. Tingkat kematian akibat hemoptisis yang berhubungan dengan aspergilloma
berkisar 2-14%. Batuk darah masif yang terjadi pada penderita aspergilloma tidak dapat
diprediksi. Ukuran dan
kompleksitas aspergilloma tidak dapat memprediksi apakah penderita akan mengalami batuk
darah masif. Kemungkinan penyebab batuk darah adalah: erosi (invasi lokal) pada pembuluh
darah yang melapisis rongga, iritasi mekanis pada pembuluh darah yang terbuka pada kavitas,
pelepasan endotoksin hemolitik dan enzim proteolitik seperti trypsin oleh jamur, infeksi bakteri
akut yang terjadi bersamaan.17-19

Prognosa aspergilloma dapat diprediksi buruk jika didapatkan peningkatan ukuran atau
jumlah lesi seperti yang terlihat pada radiografi dada, imunosupresi (termasuk terapi
kortikosteroid dan infeksi HIV), peningkatan titer IgG spesifik Aspergillus, sarkoidosis
hemoptisis masif dan berulang.

Pada pasien terdapat batuk darah masif dan berulang dalam 6 bulan. Tercatat selama 6
bulan pasien sudah dirawat 3 kali dengan keluhan utama batuk darah. Batuk darah pada pasien
ini bersifat masif. Ukuran lesi pada pasien ini cenderung bertambah, jika dilihat perbandingan
pada rontgen thorak. Pasein ini tidak ditemukan keadaan imunosupresi (tidak ada pemakaian
kortikosteroid jangka panjang dan tidak ada infeksi HIV)

3.6 Diagnosis

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan radiologi (foto
thorak dan CT Scan thorak) serta bukti serologis antibodi atau mikrobiologis dari Aspergillus
spp.

Pemeriksaan foto thoraks merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan ketika ada
kecurigaan untuk kelainan penyakit paru. Dalam kasus aspergilloma, pada pemeriksaan foto
thorak dapat ditemukan massa didalam kavitas, dengan tanda bulan sabit dimana ada ruang udara
berbentuk bulan sabit yang memisahkan bola jamur dari dinding dada. Kelainan ini banyak
ditemukan di lobus atas paru dan merupakan karekteristik dari aspergilloma. Saat perubahan
posisi penderita maka bola jamur tersebut juga akan bergerak.11,20

CT scan thorak dapat membantu menegakkan diagnosis jika gambaran foto thorak kurang
mendukung untuk diagnosis. Pada CT scan thorak gelembung gas sering terlihat didalam fungus
ball. Penampilan radiologis ini dapat dilihat pada kondisi lain seperti neoplasma, abses paru,
kista hidatidosa yang pecah, cavitating Wegener’s granulomatosis , bekuan darah pada kavitas
yang sudah aada sebelumnya. CT angiografi dapat dilakukan pada pasien dengan hemoptisis
untuk
mengidentifikasi arteri bronkial hipertrofik yang mensuplai darah pada dinding kistik
aspergilloma.11

Jika dari hasil radiologi didapatkan kesan suatu aspergilloma, maka bukti respons
imunologis terhadap Aspergillus spp. atau bukti langsung Aspergillus dapat membantu
mengkonfirmasi diagnosis. Kultur sputum untuk Aspergillus spp positif hanya pada 50% kasus.
Pengujian serologis untuk antibodi precipitins [immunoglobulin G (IgG) terhadap Aspergillus]
memungkinkan untuk diagnosis pasti, antibodi yang mengendap pada antigen ditemukan lebih
dari 90% pasien aspergilloma. Selain itu pengujian terhadap galactomanan (GM), komponen
polisakarida dari dinding sel di Aspergillus yang dapat dideteksi dalam cairan bronchoalveolar
lavage (BAL) dan darah. Sensitivitas untuk GM di BAL telah terbukti jauh lebih besar dari
serum GM. Dalam beberapa kasus aspergilloma, tes antibodi atau GM mungkin negatif palsu,
terutama jika spesies Aspergillus lain terlibat atau jika pasien menggunakan kortikosteroid. Pada
keadaan yang diperlukan, biopsi paru dapat dilakukan. 21-23

Pada pasien ini dilakukan rontgen thorak, CT scan thorak, kultur sputum dan semuanya
mengarah ke aspergilloma. Tes laboratorium serologis tidak dilakukan karena tidak tersedia di
rumah sakit kami. Ketersediaan tes yang diperlukan untuk diagnosis pasti aspergilloma masih
belum tersedia secara menyeluruh, dan jika tersedia biasanya memerlukan biaya yang tidak
murah.

3.7 Tatalaksana

Tidak ada kesepakatan umum untuk penanganan aspergilloma paru. Pembedahan


merupakan terapi definitif untuk aspergilloma. Pada pasien hemoptisis dianjurkan tirah baring,
postural drainage atau terapi simptomatik lain. Pada pasien hemoptisis berulang atau massif,
pembedahan dilakukan dengan mempertimbangkan risiko/toleransi operasi. Jika tidak mungkin
dilakukan, dapat dipertimbangkan tindakan embolisasi atau pemberian OAJ transtorakal-
intrakavitas.1

Menurut IDSA pasien aspergilloma tanpa gejala dan tidak pertambahan ukuran rongga
selama 6-24 bulan tidak dianjurkan tindakan intervensi, sehingga dilakukan observasi.
Sedangkan pasien aspergilloma dengan gejala terutama hemoptisis yang signifikan dilakukan
tindakan reseksi.24
Manajemen optimal dari aspergilloma adalah reseksi bedah jika penderita memiliki
fungsi paru yang baik. Pada batuk darah yang berulang dan masif pembedahan harus
dipertimbangkan. Reseksi secara segmental atau pada lesi saja sebenarnya sudah cukup, tetapi
untuk memberantas secara komplit perlu dilakukan lobektomi.

Pada pasien yang tidak bisa dilakukan pembedahan dapat dilakukan instilasi
endobronkial dan injeksi perkutaneus amphotericin. Dosis 10-20 mg amphotericin (dilarutka 10-
20 ml aquabides) untuk instilasi memberikan hasil yang baik. Tindakan ini dilakukan selama 2-3
x/minggu selama 6 minggu. Pemberian dosis yang lebih besar 40-50 mg dapat digunakan untuk
instilasi perkutaneus ke kavitas paru dengan bantuan alat kateter perkutaneus. Sedangkan peran
pemberian amphotericin B secara intravena dari beberapa studi yang dilakukan, tidak
memberikan manfaat.25-26

Prosedur bronchial artery embolization (BAE) harus dipertimbangkan sebagai tindakan


sementara pada pasien dengan hemoptisis masif dan berulang yang mengancam jiwa. Pendekatan
ini terbukti hanya efektif sementara, dan dapat terjadi kekambuhan karena adanya pembuluh
darah kolateral yang terlibat, sehingga BAE sering digunakan sebagai prosedur awal sebelum
penderita menjalani reseksi.26

Dari beberapa studi menyebutkan peran pemberian obat anti jamur Itrakonazol oral dapat
memberikan perbaikan klinis dan radiologi. Dosis yang digunakan adalah 200-400 mg/hari
selama 6-18 bulan. OAJ lain yang dianjurkan adalah varikanazol 150-200mg 2x/hari an
posaconazole 300mg 1x/hari.

Pada pasien ini terjadi batuk masif dan berulang sehingga perlu dipertimbangkan untuk
tindakan pembedahan. Pasien sudah diberikan obat anti jamur (flukonazol) sebelumnya, tetapi
pasien tidak minum teratur dan tidak ada perubahan yang berarti dari klinis dan rontgen thorak.
Beberapa penelitian menyebutkan pemberian itrakonazol oral dapat memberikan perbaikan
secara klinis dan radiologi. Dosis yang dianjurkan adalah 200-400mg/hari selama 6-18 bulan.
Kelemahan itrakonazol adalah memiliki waktu kerja yang lama untuk memberikan efek dan
seringkali terjadi kekambuhan jika obat dihentikan. Pada pasien ini diberikan terapi anti jamur
dengan fluconazole karena itrakonazol tidak tersedia dan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Pasien dilakukan spirometry sebelum dilakukan pembedahan, hasil didapatkan
FEV1act/FEV1 pred < 60%, KVPact/KVPpred <60% sehingga resiko reseksi paru unilateral
pada pasien ini berat. Tetapi hasil yang didapatkan tersebut juga didasarkan kepada effort pasien
yang tidak maksimal ketika dilakukan spirometri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rozaliyani A, Jusuf A, Handayani D, Syahruddin E, Burhan E, Isbaniyah F. Mikosis


paru. Pedoman nasional Untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI.
Jakarta. 2017
2. Brik A, Salam AM, Kamal A, Sadek MA, Essa m, Sharawi M et al. Surgical outcome of
pulmonary aspergilloma. European Journal of Cardio-thoracic Surgery 2008;34:882-5.
3. Pratap H, dewan RK, Singh L, Gill S, Vaddadi S. Surgical treatment of pulmonary
aspergilloma: a series of 72 cases. The Indian Journal of Chest Diseases & Allied
Sciences 2007;49:23-8.
4. Park S, Mehrad B. Innate imunity to aspergillus species. Clinical microbiology
reviews. 2009; 22(4): 535–551.
5. Moodley L, Pillay J, Dheda K. Aspergilloma and the surgeon. J Thorac Dis 2014; 6(3):
202–209.
6. Demir A, Gunluoglu MZ, Turna A, Kara H, Dincer SI. Analysis of surgical treatment
for pulmonary aspergilloma. Asian Cardiovasc Thorac Ann 2006; 14: 407–411.
7. Kurul IC, Demircan S, Yazici U, Altinok T, Topcu S, Unlu M. Surgical management
of pulmonary aspergilloma. Asian Cardiovasc Thorac Ann 2004; 12: 320–323.
8. Lee JG, Park IK, Kim DJ, Chang J, Kim SK, Chung KY. Pulmonary aspergilloma:
analysis of prognosis in relation to symptom and treatment, J Thorac Cardiovasc Surg
138:820-825.2009
9. Gefter WB. The spectrum of Pulmonary Aspergillosis. J Thorac Imaging. 1992; 7; 56-74
10. Barnes PD, Marr KA. Aspergillosis: Spectrum of diasease, diagnosis, and
treatment. Infectious Disease Clinics of North America. 2016;20: 545–561.
11. Chamilos G, Kontoyiannis DP. Aspergillus, candida, and other opportunistic mold
infections of the lung. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM et al.
Fishman’s pulmonary diseases and disorders. Edisi 4. Philadelphia: McGraw-Hill,
2008.h. 2291–2313.
13. Hohl TM, Feldmesser M. Aspergillus fumigatus: Principles of pathogenesis and host
defense. Eukaryotic Cell. 2007; 6(11): 1953–1963.
14. Passera E, Rizzi A, Robustellini M, Rossi G, Pona CD, et al. Pulmonary aspergilloma:
Clinical aspects and surgical treatment outcome. Thorac Surg Clin. 2012; 22: 345–361.
15. Hayes GE, Frazer LN, Chronic Pulmonary Aspergillosis; Where are we, and where
are we going. Fungi.2016;2(18):1-3
16. Moodley L, Pillay j, Dheda K. Aspergilloma and the surgeon. J Thorac Dis 2014:
6(3): 202-209
17. Garvey J, Crastnoopol P, Weisz D. The Surgical Treatment of Pulmonary Aspergilloma.
J thorac Cardivasc Surg 1977: 74:542-547
18. Daly RC, Pairolero PC, Piehler JM. Pulmonary Aspergilloma. Result of
Surgical Treatment. J Thorac Cardiovasc Surg 1986; 92:981-988
19. Karas A, hankins JR, Attar S. Pulmonary Aspergillosis; an Analysis of 41 patient. Ann
Thorac Surg 1976;22:1-7
20. Panda BN. Fungal infection of Lungs. The Emerging Scenario. Indian Journal
of Tuberculosis
21. S. Kawamura, S. Maesaki, K. Tomuno, et al, Clinical evaluation of 61 patients with
pulmonary aspergilloma, In Med. 39 (2002) 209–212.
22. M.H. Nguyen, R. Jaber, H.L. Leather, et al, Use bronchoalveolar lavage to detect
galactomannan for diagnosis of pulmonary aspergillosis amon nonimmunocompromised
hosts, J. Clin. Microbiol. 45 (2007) 2787–2792.
23. S.Y. Park, S.O. Lee, S.H. Choi, et al, Serum and bronchoalveolar lavage fluid
galactomannan assays in patients with pulmonary aspergilloma, Clin. Infect. Dis. 52
(2011) 149–152.
24. Patterson f, Thompson G, Denning D et al. Clinical Infectious disease. Practice
Guidelines for the Diagnosis and Managemen of Aspergillosis. Update by IDSA. 2016
25. Richardson MD, Warnock DW. Fungal Infection: diagnosis and Management.
Blackwell Scientific publication: 1993
26. Patterson KC, strek ME. Diagnosis and Treatmentv of Pulmonary Aspergillosis
syndrome. Chest. 2014 November: 146(5): 1358-1368

Anda mungkin juga menyukai