Anda di halaman 1dari 13

Asma dan Chronic Obstructive Pulmonary Disease Overlap Syndrome pada

Pengaturan Pelayanan Kesehatan Tersier di Thailand

PENDAHULUAN

Asma dan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah

penyakit paru obstruktif yang umum dalam praktik klinis. Meskipun asma dan

COPD sering mewakili dengan karakteristik klinis yang berbeda, pada pegamatan

terdapat sifat yang signifikan yang saling tumpang tindih di antara kedua penyakit

ini. Studi pengamatan awalnya menunjukkan bahwa prevalensi asthma-COPD

overlap syndrome (ACOS) berkisar antara 15% hingga 20% di klinik perawatab

asma berat dan memicu kontroversi di seluruh dunia. ACOS diusulkan oleh

Global Initiative for Asthma (GINA) dan Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Disease (GOLD). Namun, definisi ACOS tidak pernah

sepenuhnya terstandarisasi. ACOS umumnya didefinisikan sebagai diagnosis

COPD pada pasien dengan asma sebagai diagnosis sebelumnya, atau obstruksi

jalan nafas yang tidak dapat kembali secara utuh pada pasien asma. Selain itu,

diagnosis ACOS tergantung pada presentasi pasien dan tes laboratorium. Selain

itu, pasien ACOS mengalami gejala yang tidak terkendali meskipun menjalani

perawatan medis, eksaserbasi lebih sering terjadi pada dekade ke-6 kehidupan,

dan prognosisnya lebih buruk bila dibandingkan dengan COPD atau asma saja.

Selain itu, ACOS dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi untuk eksaserbasi,

peningkatan dan status kesehatan global yang lebih buruk dibandingkan dengan

mereka yang menderita COPD saja. Prevalensi ACOS di Thailand tidak diketahui
tetapi mungkin mewakili perbedaan pelayanan kesehatan publik yang belum

tertangani. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan

karakteristik ACOS di antara COP dan pasien asma yang berisiko tinggi dalam

pengaturan pelayanan kesehatan tersier di Thailand.

BAHAN DAN METODE

Penelitian cross-sectional telah dilakukan di Rumah Sakit Ramathibodi,

Bangkok Thailand pada Agustus 2014 hingga Oktober 2015. Pasien asma yang

didiagnosis klinis dan PPOK dipilih dari klinik rawat jalan. Penelitian ini telah

disetujui oleh Human Right Related to Research Involving Human Subjects,

Faculty of Medicine Ramathibodi Hospital, Mahidol University (ID 08-57-06).

Semua pasien memberikan persetujuan sebelum berpartisipasi dalam penelitian

klinis ini. Kriteria inklusi pasien adalah sebagai berikut: (1) Pasien asma atau

COPD yang terdaftar didiagnosis oleh dokter dengan usia ≥ 40 tahun. (2) Dokter

mendiagnosis pasien sebagai asma dengan cara pengidentifikasian dan diagnosis

mengikuti GINA. (3) Dokter mendiagnosis pasien sebagai COPD dengan cara

pengidentifikasian dan diagnosis menurut GOLD.

Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut: setiap penyakit berat yang

membatasi kemampuan untuk dilakukannya pengujian fungsi paru.

Metode

Semua pasien menyelesaikan kuesioner termasuk timbulnya penyakit

saluran pernapasan kronis, riwayat merokok, penggunaan tembakau selama


bertahun-tahun dan riwayat pajanan biomassa. Gejala-gejala pasien saat ini

menggunakan COPD Assessment Test (CAT, kelompok GlaxoSmithKline,

Middlesex, Inggris), Asthma Control Test (ACT, kelompok GlaxoSmithKline) dan

Modified Medical Research Council Dyspnea Scale (MMRC) dalam versi bahasa

Thailand. Informasi medis dan karakteristik pasien termasuk usia, onset usia

penyakit, dan indeks massa tubuh (BMI) sudah diperoleh. Tes reversibilitas

spirometri dan bronkodilator dilakukan sesuai dengan American Thoracic Society

(ATS)/ European Respiratory Society (ERS) yang terstandarisasi. Fractional

exhaled nitric oxide (FeNO) diukur. Serum IgE total dan serum specific IgE

(sIgE) untuk aeroallergens (Dermatophagoides pteronyssinus, Dermatophagoides

farinae, dan Aspergillus fumigatus) juga diukur. Jumlah eosinofil dihitung. Tes

tusukan kulit untuk aeroallergens juga dilakukan. High Resolution Computed

Tomography (HRCT) dada dilakukan untuk mendeteksi emfisema dan temuan

radiologis lainnya.

Definisi dari ACOS

Pasien yang didefinisikan sebagai ACOS adalah sebagai berikut: (1) Pasien

COPD yang didiagnosis dengan klinis dianggap memiliki ACOS jika ada bukti

atopi dengan tes tusukan kulit positif dan/atau sIgE dan reversibilitas post-

bronchodilator FEV1 setelah inhalasi salbutamol 400 μg ≥ 12 % atau ≥ 200 mL.

(2) Pasien asma yang didiagnosis secara klinis dianggap memiliki ACOS jika

memiliki riwayat merokok atau paparan biomassa > 10 tahun DAN rasio post-

bronchodilator FEV1/forced vital capaticy (FVC) kurang dari 0,7 ATAU adanya
perubahan yang jelas dari HRCT paru-paru. (3) Kalimat ini dapat dihapus (saya

pikir ini berulang dengan kriteria (1) yang disebutkan sebelumnya).

Semua pasien yang memiliki tantangan reversibilitas spirometri dan

bronkodilator yang dilakukan sebagai bagian dari perawatan rutin pada setiap

kunjungan klinik; hanya hasil dalam 1 tahun yang dimasukkan. Semua pasien

stabil secara klinis tanpa infeksi pernapasan sebelumnya selama 3 bulan terakhir.

Prosedur tersebut dilakukan sesuai dengan pedoman ATS/European Respiratory

Society. Parameter spirometri termasuk FVC, FEV1, dan FEV1/FVC dilakukan

sebelum dan sesudah uji bronkodilator menggunakan 400 mcg salbutamol.

Volume spirometri digambarkan dalam liter dan persen dari nilai prediksi.

Pengukuran FeNO

FeNO diukur dengan menggunakan teknik elektrokimia (NOBREATH,

Bedfont Scientific Ltd., Kent, Inggris). FeNO diukur dan dilaporkan dalam part

per billion (ppb) sesuai dengan prosedur standar yang direkomendasikan oleh

pabrikan. FeNO diukur dalam kondisi stabil secara klinis tanpa infeksi pernafasan

sebelumnya 3 bulan terakhir sebelum dan sebelum melakukan manuver

spirometri.

Pengukuran IgE total serum dan alergen serum

Serum IgE total diukur menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay

dan data diekspresikan dalam IU/mL. Pengukuran serum sIgE dilakukan dengan

menggunakan Pharmacia CAP-System menggunakan fluoroenzyme


immunosorbent assay (CAP-System-FEIA, Pharmacia Diagnostic Co., Uppsala,

Swedia). Positifitas sIgE ditentukan dengan menggunakan level ≥ 0,35 KUA/L.

Tes tusukan kulit untuk aeroallergens umum

Tes tusukan kulit dilakukan pada pasien COPD dalam kondisi stabil. Hasil

positif didefinisikan sebagai papul > 3 mm pada post-test segera dalam waktu 15

menit. Atopi didefinisikan sebagai hasil positif untuk setidaknya 1 aeroallergens

umum seperti serbuk sari (Bermuda, Timothy, rumput Johnson, gulma Careless,

atau Acacia), jamur (A. fumigatus), bulu binatang (kucing, anjing), tungau debu

rumah, dan kecoak.

Tomografi komputer dengan resolusi tinggi

HRCT dada dilakukan dengan menggunakan teknik collimation tipis

(ketebalan 1-mm) dan algoritma tulang. Emfisema centrilobular didiagnosis

dengan adanya area paru redaman rendah (kurang dari -950 unit Hounsfield).

Laporan HRCT dilakukan oleh ahli radiologi independen dari diagnosis klinis.

Analisis statistik

Karakteristik klinis antara pasien asma, COPD dan ACOS termasuk usia,

IMT, penggunaan tembakau selama bertahun-tahun dan paparan biomassa selama

bertahun-tahun dinyatakan sebagai rata-rata dan rentang hasil, dan data dari CAT,

skor ACT, dan skala MMRC dinyatakan sebagai rata-rata dan standar deviasi

(SD). Hasil investigasi (FeNO, IgE total, sIgE, dan jumlah eosinofil)
dibandingkan antara dua atau lebih kelompok independen dengan menggunakan

chi-square, Fisher exact test, dan Kruskal-Wallis yang sesuai. Semua analisis

statistik dilakukan dengan menggunakan Stata versi 12 (StataCorp LP., College

Station, TX, USA).

Gambar 1. Diagram klasifikasi pasien dengan asma yang terisolasi (murni),


COPD dan ACOS terisolasi (murni) sesuai dengan definisi penelitian. COPD,
Chronic Obstructive Pulmonary Disease; ACOS, Asthma And COPD Overlap
Syndrome; BD, bronchodilator; FEV1, Forced Expiratory Volume atau volume
ekspirasi paksa dalam 1 detik; FVC, Forced Vital Capacity atau kapasitas
vital yang dipaksakan.

HASIL

Dari 100 pasien yang direkrut dari klinik rawat jalan, 92 dilibatkan dalam

analisis ini. Ada 58 pasien asma yang didiagnosis klinis dan 34 pasien COPD

yang didiagnosis klinis (Gambar 1). Karakteristik asma yang didiagnosis klinis

dan COPD dibandingkan pada Tabel 1. Usia pasien, parameter spirometri, skor
gejala (CAT, ACT, dan MMRC), proporsi serum IgE total pasien dengan atopi,

dan rata-rata jumlah eosinofil serupa antara COPD yang didiagnosis klinis dan

asma. Namun, pasien dengan COPD yang didiagnosis secara klinis adalah usia

lebih tua, kemudian timbul penyakit dengan durasi gejala yang lebih pendek, lebih

banyak merokok per tahun dan memiliki jumlah pasien pria yang lebih tinggi.

Tiga puluh empat dari 58 (58,6%) dokter mendiagnosis pasien dengan asma

yang dianggap memiliki ACOS karena keterbatasan aliran udara persisten dari

temuan spirometri dan/atau HRCT yang terdeteksi emfisema paru. Dengan

menggunakan definisi investigasi, 30 pasien ACOS disajikan dengan post-

bronchodilator FEV1/FVC < 0,70 dan 4 pasien ACOS mengalami perubahan yang

jelas dari HRCT. Sepuluh dari 34 (29,4%) yang didiagnosis oleh dokter dengan

COPD dianggap memiliki ACOS. Pasien-pasien ini memiliki reversibilitas post-

bronchodilator FEV1 ≥ 12% dan ≥ 200 mL dan memiliki atopi dengan tes tusukan

kulit positif atau sIgE aeroallergen positif.

Oleh karena itu, total 44 (47,8%) dari kedua dokter yang terdiagnosis asma

dan COPD diklasifikasikan sebagai ACOS. Sementara 24 akhirnya didiagnosis

sebagai COPD yang terisolasi dan 24 dengan asma yang terisolasi. Klasifikasi

pasien (ACOS, asma murni, dan PPOK murni) ditunjukkan pada Gambar 1.

Tabel 1. Karakteristik Pasien dari Pasien dengan Diagnosis Asma dan


Penyakit Paru Obstrukif Kronik
Karakteristik Diagnosis Diagnosis Klinis Nilai p
Klinis PPOK Asma
n = 34 n = 58
Usia (tahun) 69.9 ± 1.95 65.7 ± 1.39 0.08
Usia ketika onset penyakit 63.1 ± 2.70 51.6 ± 2.63 < 0.005
(tahun)
Durasi terdiagnosis (tahun) 6.8 ± 1.32 14.1 ± 2.34 0.02
Jenis kelamin perempuan 7 (20.6) 40 (69.0) < 0.005
Perokok (pack per tahun) 31.5 ± 4.30 6.9 ± 1.42 < 0.005
Median paparan biomassa 0.6 3.4 < 0.005
pekerjaan (tahun)
Median paparan biomassa 3.6 9.5 < 0.005
dalam ruangan (tahun)
Post-bronkodilator FEV1 68.0 ± 3.70 66.5 ± 1.80 0.69
(% prediksi)
Post-bronkodilator rasio 0.62 0.66 0.14
FEV1/FVC
Reversibilitas FEV1 14.9 (0-40) 9.7 (0-68) 0.38
bronkodilator (%)
Reversibilitas FEV1 103.5 (0-400) 122.1 (0-600) 0.45
bronkodilator (mL)
Skor CAT 17.1 ± 1.39 15.5 ± 1.19 0.57
Skor ACT 19.6 ± 0.78 19.8 ± 0.70 0.85
Skor MMRC 1.5 ± 0.19 1.24 ± 0.11 0.22
FeNO (ppb) 69.4 ± 4.74 51.0 ± 4.12 < 0.005
Rata-rata serum IgE total 227.29 ± 48.54 825.92 ± 153.34 0.89
(IU/mL)
Pasien atopi 19 (55.9) 35 (60.3) 0.59
Jumlah eosinofil (sel/mm3) 300.1 ± 39.0 266.1 ± 24.95 0.44
Nilai-nilai disajikan sebagai rata-rata ± standar deviasi, angka (%), atau median
(kisaran).
COPD, chronic obstructive pulmonary disease; FEV1, forced expiratory volume
in 1 second atau volume ekspirasi paksa dalam 1 detik; FVC, forced vital
capacity atau kapasitas vital yang dipaksakan; BD, bronchodilator; CAT, COPD
assessment test; ACT, Asthma Control Test; MMCR, Modified Medical Research
Council Dyspnea Scale; FeNO, fractional exhaled nitric oxide; ppb, part per
billion.
p < 0,05, signifikansi secara statistik.

Perbadingan ACOS, asma yang terisolasi, dan COPD yang terisolasi

Pasien COPD lebih tua dan berhubungan dengan merokok yang lebih lama

(pack per tahun) dibandingkan asma dan ACOS. Tidak ada perbedaan yang

signifikan dalam durasi paparan biomassa dan skor gejala antara masing-masing

kelompok. Pasien ACOS memiliki lebih banyak reversibilitas FEV1 daripada yang

lainnya. Banyak pasien ACOS memiliki reversibilitas daripada asma dan


kelompok COPD dan besarnya reversibilitas pada FEV1 lebih besar daripada asma

murni dan COPD murni. Pasien asma memiliki jumlah eosinofil dalam darah

lebih tinggi daripada kelompok lainnya. Selain itu, sIgE serum alergen yang lebih

tinggi untuk aeroalergen dicatat pada asma dan ACOS, khususnya, D. farinae.

Perbandingan antara 3 kelompok penyakit obstruksi saluran napas ditunjukkan

pada Tabel 2.

FeNO tertinggi tercatat pada pasien COPD dibandingkan dengan pasien

asma dan ACOS (p = 0,04). Kadar FeNO pada COPD dengan atopi secara

statistik berbeda secara signifikan dari yang tanpa atopi (rata-rata 66,6 ppb dan

46,8 ppb masing-masing pada pasien tanpa atopi dan pasien dengan atopi,

masing-masing p < 0,005). Serum IgE total yang lebih tinggi tercatat pada COPD

dengan atopi daripada COPD tanpa atopi (masing-masing 825,9 IU/mL dan 227,3

IU/mL, p < 0,005).

Tabel 2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Diagnosis Akhir dan Definisi


Peneliti
Karakteristik Pasien dengan Pasien dengan Pasien dengan Nilai p
COPD Murni Asma Murni ACOS
(n = 24) (n = 24) (n = 44)
Usia (tahun) 75,0 (49-91) 61,3 (40-78) 66,6 (48-93) 0,0001
Merokok (pack 31 (0-120) 6,7 (0-30) 13 (0-70) 0,0001
per tahun)
Indeks massa 23,55 (13,38- 27,50 (20,60- 25,13 (17,26- 0,062
2
tubuh (kg/m ) 30,60) 37,42) 41,64)
Biomassa 0,83 (0-12) 3,58 (0-22) 2,59 (0-25) 0,24
pekerjaan
(tahun)
Biomassa 4 (0-30) 9,13 (0-30) 8,14 (0-30) 0,05
dalam (tahun)
Jenis kelamin 6 (25,0) 20 (83,3) 21 (47,7) 0,0001
perempuan
Skor CAT 15,75  7,31 12,58  9,42 12,20  6,57 0,12
Skor ACT 19,88  4,35 20,5  4,18 19,91  4,5 0,85
Skala MMRC 1,42  0,88 1,21  1,18 1,16  0,57 0,42
FeNO (ppb) 72,22  30,21 53,94  23,51 52,54  29,04 0,04
FEV1 post-BD 65,6  20,2 68,3  11,8 67,2  18,0 0,86
(% prediksi)
Pasien dengan 0 (0) 1 (4,2) 12 (27,3) 0,002
reversibilitas
BD
Reversibilitas 4,8  4,3 8 5,9 12,5 14,7 0,009
BD dari FEV1
(%)
Reversibilitas 63,6 115,8 149,8 0,009
BD dari FEV1
(mL)
Serum IgE 471,6  641,6 442,4  432,36 747,23  0,84
total (IU/mL) 1.243,6
Serum sIgE 1,05  3,38 6,70  21,64 6,11  17,96 0,06
terhadap Dp
(kUA/L)
Serum sIgE 2,00  7,70 5,40  16,42 5,93  17,70 0,03
terhadap Df
(kUA/L)
Serum sIgE 0,42  1,39 0,09  0,12 0,96  3,90 0,08
terhadap Af
(kUA/L)
Jumlah 255,48  240,0 311,38  199,17 271,38  159,48 0,40
eosinofil
(sel/mm3)
Atopi 11 (45,8) 15 (62,5) 29 (65,9) 0,26
(+SPT/sIgE)
Nilai-nilai digambarkan sebagai median (kisaran), rata-rata  standar deviasi, atau
jumlah (%)
COPD, chronic obstructive pulmonary disease; ACOS, asthma and COPD overlap
syndrome; CAT, COPD assessment test; ACT, Asthma Control Test; MMCR, Modified
Medical Research Council Dyspnea Scale; FeNO, fractional exhaled nitric oxide; BD,
bronchodilator; FEV1, forced expiratory volume in 1 second; ppb, part per billion; sIgE,
specific IgE; Df, Dermatophagoides farina; Dp, Dermatophagoides pteronyssinus; Af,
Aspergillus fumigatus; SPT, skin prick test.
p < 0.05, signifikansi secara statistik.
PEMBAHASAN

Prevalensi ACOS adalah 47,8% di antara pasien dengan penyakit obstruksi

saluran pernapasan yang dirawat di klinik perawatan tersier di Thailand.

Dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya, prevalensi ACOS di populasi

United States (US), terdapat 15,8%-23,4% pasien dengan penyakit obstruksi

saluran pernapasan di klinik umum dan klinik asma yang berat. Namun, penelitian

terbaru menunjukkan bahwa prevalensi ACOS dari kedua kelompok asma dan

COPD di wilayah yang berbeda adalah bervariasi dari 14,6%-56%. Prevalensi

ACOS pada pasien dengan penyakit saluran pernapasan kronis di Thailand mirip

dengan Australia dan Inggris. Kohort US menemukan bahwa setengah dari pasien

dengan penyakit paru obstruktif yang didiagnosis adalah ACOS.

Tiga belas persen pasien COPD dalam kelompok kohort COPDgene dan

17,4% dari kelompok kohort COPD Spanyol diberi label ACOS menurut riwayat

asma yang didiagnosis dokter sebelumnya. Berbeda dengan penelitian kami,

sepertiga (29,4%) dari COPD Thailand yang didiagnosis klinis diklasifikasikan

sebagai ACOS berdasarkan reversibilitas bronkodilator dan adanya atopi.

Terlepas dari definisi dan deskripsi ACOS, karakteristik pasien, keparahan

penyakit, dan etnisitas berperan terhadap perbedaan antara prevalensi ACOS pada

COPD. Untuk ACOS dari aspek asma, seperlima (22,8%) dari kohort Amerika

Latin dengan obstruksi saluran pernapasan tetap dilaporkan dengan diagnosis

asma sebelumnya. Prevalensi ACOS Skandinavia pada penderita asma di klinik

perawatan primer adalah 27,4%. Sejak kami mendaftarkan asma yang lebih parah

di klinik spesialis, bias seleksi berhubungan dengan prevalensi ACOS yang lebih
tinggi dalam penelitiian kami. Usia ACOS Thailand sebanding dengan asma yang

terisolasi dan COPD yang terisolasi yang mirip dengan laporan sebelumnya.

Merokok merupakan faktor risiko paling penting dari COPD di seluruh

dunia, termasuk di wilayah Asia. Namun, lamanya merokok di ACOS Thailand

tidak mencapai definisi COPD dari GOLD. Penelitian Asia sebelumnya telah

mendukung bahwa merokok dikaitkan dengan pengembangan obstruksi saluran

pernapasan pada asma yang merupakan kriteria dalam definisi ACOS.

Tidak ada perbedaan dalam gejala yang dinilai oleh CAT, ACT, atau

MMRC yang ditemukan di antara 3 kelompok dalam penelitian ini. Penelitian

kami membandingkan gejala menggunakan skor gabungan termasuk COPD

(CAT) dan asma (ACT) pada semua pasien obstruksi saluran pernapasan. Skor

gabungan tidak dapat membedakan tingkat keparahan di antara kelompok-

kelompok penyakit saluran pernapasan yang ada. Pada umumnya, kualitas hidup

yang buruk didapatkan pada ACOS dibandingkan dengan asma yang terisolasi

dan COPD yang terisolasi.

Keterbatasan penelitian kami adalah kurangnya pengukuran kualitas hidup

dengan menggunakan kuesioner yang spesifik baik itu kuesioner kualitas hidup

yang berhubungan dengan asma atau St. George Respiratory Questionnaire. Baik

serum IgE total maupun eosinofil dalam darah tidak membedakan ACOS dari

asma dan COPD pada kelompok Thailand. Temuan ini berbeda dari penelitian

sebelumnya tentang penelitian biomarker di ACOS yang menunjukkan peran

biomarker ini. Namun, FeNO secara signifikan lebih tinggi pada COPD yang

terisolasi daripada ACOS dan asma yang terisolasi. Peningkatan FeNO pada
kelompok COPD mungkin berhubungan dengan asap rokok yang menghambat

sintase nitric oxide dan adanya inflamasi Th2 pada COPD dengan atopi dapat

menyebabkan peningkatan FeNO. Oleh karena itu, FeNO tidak dapat

direkomendasikan untuk membedakan asma dan COPD. Selain itu, kami

menemukan bahwa status atopi dapat menjadi variabel perancu terhadap tingginya

kadar FeNO pada COPD Thailand. Alergen sIgE direkomendasikan untuk

mendefinisikan atopi dan digunakan dengan FeNO untuk mendiagnosis ACOS

dalam kohort Jepang. Namun demikian, ACOS Thailand memiliki IgE dan serum

FeNO total yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi Jepang. Biomarker

yang berbeda dapat menggambarkan dasar ras dan latar belakang atopi yang

berbeda. Oleh karena itu, biomarker saat ini termasuk reversibilitas bronkodilator

fungsi paru, IgE total, dan FeNO terbatas dalam hal diagnosis ACOS di berbagai

etnis dan peran mereka perlu diteliti lebih lanjut.

Dapat disimpulkan bahwa prevalensi ACOS umumnya terjadi pada asma

dewasa dengan onset yang parah dan COPD yang dirawat di klinik perawatan

tersier di Thailand. Namun, tidak ada perbedaan dalam skor gejala, fungsi paru

dan biomarker atopi dan inflamasi sistemik yang ditemukan. Atopi merupakan hal

yang umum dalam kohort COPD Thailand yang belum pernah dilaporkan

sebelumnya. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menggambarkan ACOS

apakah itu merupakan bagian dari spektrum asma atau COPD atau entitas lain

yang sama sekali berbeda.

Anda mungkin juga menyukai