Anda di halaman 1dari 5

Pemeriksaan Diagnostik (LAB) untuk mengukur keadekuatan

ventilasi dan oksigenasi


1. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometer. Klien
bernapas melalui masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer.
Pengukuran yang dilakukan mencakup volume tidal (Vт), volume residual
(RV), kapasitas residual fungsional (FRC), kapasitas vital (VC), kapasitas paru
total (TLC).
2. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan
titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar.
3. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+), tekanan
parsial oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan saturasi
oksihemoglobin (SaO2), pH, HCO3-.
4. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2), yaitu
persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen
5. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin,
hematokrit, leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah merah dan sel darah
putih.
6. Bronkoskopi
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya cairan
(pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae), proses
abnormal (TBC).
7. CT Scan
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau
sampel sputum dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang
menghambat jalan napas.
8. Kultur Tenggorok
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan lokasi,
tetapi tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
9. Spesimen Sputum
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan
sensitivitas terhadap antibiotik.
10.Skrin Tes
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru viral,
dan tuberkulosis.
11.Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura dengan
jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik
atau untuk mengangkat spesimen untuk biopsi
12.Pemeriksaan Sinar X Dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya cairan
(pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae), proses
abnormal (TBC).

Referensi :

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2016). Kebutuhan Dasar Manusia II.


Jakarta Selatan : KemenkesRI. Diakses Pada : 01 Maret 2021
(http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/KDM-2-
Komprehensif.pdf)
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik ASMA BRONKIAL
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak seluruhnya harus dilakukan rutin namun


dipertimbangkan untuk dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya.
Pemeriksaan dan temuan dari hasil laboratorium antara lain:

 Pemeriksaan darah lengkap: ditemukan hitung jenis eosinofil lebih dari 4%,
namun kurang dari 4% tidak menyingkirkan diagnosis asthma
 Pewarnaan sputum: dijumpai eosinofil
 Serum IgE, lebih dari 100 IU menandakan suatu kondisi alergi
 Analisis gas darah arteri (AGDA), pada asthma berat dapat ditemukan
hipoksemia atau hiperkarbia. AGDA sebaiknya dilakukan pada pasien yang
saturasi oksigen nya tidak mencapai 90% walau sudah dilakukan tatalaksana
awal.
 Pemeriksaan dengan pulse oximeter untuk menilai saturasi oksigen dan
klasifikasi beratnya serangan asthma

Saturasi oksigen di atas 97%, serangan ringan


Saturasi oksigen 92-97%, serangan sedang
Saturasi oksigen kurang dari 92%, serangan berat

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis
yang lain. Pada pasien asthma, tidak selalu ditemui kelainan yang spesifik melalui
pencitraan.

Foto X-ray toraks, umumnya tampak normal namun dapat ditemukan gambaran
hiperinflasi atau penebalan dinding bronkial walau tidak spesifik untuk asthma.

CT-Scan toraks, digunakan untuk menilai kelainan minimal yang tidak dapat
ditentukan melalui foto toraks, seperti bronkiolitis, bronkiektasis,
trakeobronkomalasia, dan kelainan pembuluh darah.
Tes Fungsi Paru
Pemeriksaan paling sederhana adalah pengukuran arus puncak ekspirasi (APE)
atau peak expiratory flow (PEF) dengan menggunakan alat peak flow meter.
Namun hasil APE kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan pemeriksaan
spirometri. Perbedaan nilai APE lebih dari 20% sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator dianggap konsisten untuk asthma.

Pemeriksaan spirometri harus dilakukan dengan operator dan alat yang terkalibrasi.
Indikator dalam pemeriksaan spirometri antara lain:

 Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1) atau Volume Ekspirasi Paksa


dalam 1 detik (VEP1), meningkat lebih dari 12% atau 200 mL setelah
pemberian bronkodilator mengindikasikan obstruksi saluran napas
reversibel. Hasil tersebut dapat mengarah kepada asthma.

 Forced Vital Capacity (FVC) atau Kapasitas Vital Paksa (KVP) yang diukur
bersamaan saat mengukur FEV1. Nilai rasio FEV1/FVC kurang dari 70%
mengindikasikan restriksi akibat terperangkapnya udara dalam paru atau air
trapping. Nilai tersebut mengarah pada asthma

Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan penunjang lainnya untuk menunjang diagnosis asthma antara lain tes
kulit dan tes provokasi bronkus.

1. Skin Test
Tes kulit atau skin test pada asthma bertujuan sebagai pemeriksaan tambahan
pada pasien atopi. Berbagai macam alergen dicobakan pada kulit pasien dan
berguna untuk manajemen untuk menghindari paparan alergen spesifik dan
sebagai dasar imunoterapi alergen.
2. Tes Provokasi Bronkus
Tes provokasi bronkus digunakan pada pasien dengan nilai spirometri normal
atau mendekati normal. Tes provokasi bronkus dapat dilakukan dengan
berbagai teknik antara lain:
 Pemberian Metakolin
 Tes Olahraga
 Inhalasi Alergen dan Manitol

Referensi Alomedika Postingan 2017 :

Global Initiative for Asthma. 2016.Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. Diakses : 01 Maret 2021 (https://ginasthma.org/wp-
content/uploads/2016/04/GINA-2016-main-report_tracked.pdf)

Anda mungkin juga menyukai