EMERGENCY MEDICINE
PENDAHULUAN
pada tahun 1875 mencatat sifat-sifat dari gas yang dilepaskan selama ekshalasi
yang dia namakan “fixed air”. Gas karbon dioksida (CO2) yang diproduksi adalah
keluar dari tubuh melalui paru-paru. Konsentrasi CO2 pada saat ekshalasi
mencerminkan cardiac output dan aliran darah paru sebagai gas yang ditranspor
oleh sistem vena ke jantung bagian kanan dan kemudian dipompa ke paru-paru
yang biasanya dikenal dengan sebutan the end tidal carbon dioxide (EtCO2).
Selama jantung berdenyut dan darah mengalir, CO2 terus menerus ditranspor ke
paru-paru untuk ekshalasi. Nilai EtCO2 yang diluar dari batas normal pada pasien
dengan aliran darah paru yang normal mengindikasikan sebuah masalah ventilasi
yang membutuhkan perhatian segera. Kelainan apapun dari ventilasi yang normal
dapat dengan cepat merubah EtCO2, walaupun SpO2 (pengukuran indirek saturasi
oksigen dalam darah) normal. Dengan demikian EtCO2 lebih sensitif dan
merupakan indikator yang cepat untuk masalah ventilasi dibandingkan dengan
SpO2.
benar atau tidak. Bagaimanapun, ada indikasi lain yang penting untuk
menjadi standar dalam praktek ilmu bedah dan pasien intensive care. Monitoring
sebagai tanda vital pasien dengan status ventilatori, membantu menjadi petunjuk
tindakan langsung apa yang dapat diberikan dan rencana treatment apa yang
penyakit yang kritis atau pada pasien cedera. Namun, aplikasi monitoring CO2
terbatas meskipun data menunjukkan nilainya. Monitoring CO2 yang secara luas
dipertimbangkan.
EtCO2 merupakan indikator dini dari beberapa kondisi yang berpotensi berat.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit CO2 yang diekshalasi bukan hanya pertanda
fisiologis telah terjadinya kerusakan pada pasien kritis atau pasien cedera, tapi
abnormalitas dari darah itu sendiri yang mengandung CO2 yang dapat berakibat
Tidak adanya EtCO2 pada pasien yang diintubasi merupakan indikator terjadinya
instalasi gawat darurat, tetapi tidak digunakan secara universal. Seorang direktur
memperkirakan hanya 75% sistem EMS yang memiliki monitoring EtCO2, yang
berarti 25% lainnya tidak memiliki monitoring EtCO2. Penelitian pada tahun
2005 di Jerman menunjukkan hanya 66% kapnograf yang tersedia pada EMS, dan
keadaan dimana personil EMS melayani pasien merupakan hal yang unik. Pasien
yang sering dalam high-motion, secara fisik menantang lingkungan dimana
dapat menjadi tidak praktis. Namun, dukungan yang tepat dan monitoring
ventilasi sangat penting untuk outcome yang berhasil bagi pasien dengan penyakit
yang serius. Saturasi oksigen atau SpO2 dapat dipakai sebagai indikator ventilasi,
tapi saturasi oksigen hemoglobin tidak cepat sensitif untuk perubahan ventilasi
Banyak pasien yang diintubasi atau diberikan ventilasi melalui BVM (bag
valve mask) setiap tahun di pre-hospital setting. Dapat dikatakan bahwa pasien
yang tidak diintubasi namun mendapat BVM, juga seharusnya dipantau level CO2
endotracheal tube¸ mereka rentan untuk terjadinya over ventilasi maupun under
pulmonary rescucitation).
Metode Pengukuran EtCO2
dan self-contained mainstream. Kategori terakhir ini adalah entri yang terbaru
format kualitatif lebih baik dari angka yang spesifik. Perubahan warna yang
yang sensitif dan dapat dilihat melalui kubah yang tembus pandang yang dapat
berubah dari ungu ke kuning ketika berhubungan dengat pasien yang diintubasi
dengan tepat, mengindikasikan bahwa CO2 dalam ekspirasi dan tube berada pada
trakea. Jika dihubungkan pada pasien yang tube-nya berada pada esofagus, maka
indikator tersebut tetap berwarna ungu. Meskipun alat ini mudah digunakan,
namun dapat terjadi positif palsu dikarenakan adanya CO2 pada esofagus jika
sensitivitas alat tersebut dapat berkurang secara nyata pada pasien dengan cardiac
arrest dan perfusi yang rendah, sampai dengan 13% insiden kegagalan. Akhirnya,
hasil yang akurat. Perangkat kolorimetri dapat ditaruh di ambulans pada kantong
airway intubasi dan digunakan oleh ALS-trained personnel dimana intubasi
diperlukan.
menggunakan sensor yang bersumber dari sinar infra merah, kamar yang berisi
contoh gas dan photo detector. Ketika CO2 dari ekspirasi melewati sinar infra
CO2 pada contoh gas tersebut. Respon dari photo detector dikalibrasi dengan
konsentrasi CO2 dan disimpan dalam memori monitor. Pada desain sidestream,
porsi gas ekspirasi pasien ditranspor dari jalan napas melalui sampling tube
air, kelembapan, tekanan dan suhu. Rancangan yang sudah ada, menggunakan
kontras, sumber dari cahaya infra merah dan photo detector terletak tepat di jalan
napas. Susunan ini menghasilkan pengukuran yang segera tanpa penundaan dan
depan untuk defibrilator atau monitor pasien “all in one” yang digunakan oleh
paramedik yang telah diberikan pelatihan ALS, yang berhasil dicapai dengan
menambahkan sebuah sensor ke sensor lain sperti ECG, SpO2 dan pengukur
tekanan darah yang non-invasif. Infromasi tentang CO2 dicatat dan ditampilkan
Sweden AB), sebuah alat yang kecil seperti komputer saku, menggunakan baterai,
mudah dibawa. Monitor EMMA mendeteksi nilai EtCO2 pada setiap kali
yang berkelanjutan. EMMA sangat ringan, beratnya hanya sekitar 2 ons dan tidak
buah baterai AAA standar dan tidak memerlukan waktu untuk warm-up, dengan
akurasi penuh dalam 15 detik, untuk hasil yang akurat, hasil pencatatan
Baik itu alat yang cable-connected mainstream atau sidedtream dan alat
Hasilnya dapat ditampilkan dalam hasil yang secara berkelanjutan atau dalam
terungkap sebagai tekanan CO2 parsial dalam satuan mmHg, memiliki nilai
merupakan sebuah keuntungan karena hal ini menunjukan nilai dari ventilasi,
sirkulasi dan metabolisme yang cepat dan dapat dipercaya. Ketersediaan teknologi
ini memungkinkan penggunaan yang lebih luas dari capnograph di EMS, karena
mana belum tersedia saat ini, tetapi harus dipertimbangkan pemantauan nilai CO2
dikenali dengan baik, diluar aplikasi standarnya sebagai verifier dari penempatan
time. Hal tersebut telah menunjukan pola yang sangat membantu dalam
bentuk yang paling mewah dari monitoring CO2, yang menyertakan beberapa
Ketersediaan alat monitoring CO2 secara luas, memberi kesan bahwa tidak
ada teknologi yang sukar untuk digunakan secara luas. Beberapa pengguna
capnograph yang baru telah mengembangkan alat ini untuk digunakan pada
HOSPITAL MEDICINE
ventilasi yang paling sering digunakan pada pasien cardiac arrest, respiratory
arrest, dan pasien trauma dan juga sering digunakan secara berkala untuk
pelatihan Basic Life Support (BLS). Sementara teknologi lain mungkin dapat
digantikan, ada beberapa klinisi yang menegaskan bahwa BVM yang paling
efektif pada pasien yang diventilasi dengan intubasi endotrakea yang ditunjukkan
lebih lama. Bagaimanapun, BVM diperkirakan menjadi prosedur yang sulit untuk
dilaksanakan, terkadang membutuhkan dua orang operator yang harus tetap fokus
menggunakan monitor portable mainstream EtCO2 tapi saat ini tidak ada sertifikat
monitoring CO2 pada penyakit kritis atau pada pasien trauma saat transpor pasien
dari instalasi gawat darurat ke rumah sakit yang berada di daerah lain. pasien
seperti ini biasanya diintubasi, dengan beberapa ventilator mekanis. Pasien anak
transpor berlangsung.
malfungsi dari ventilasi mekanik, atau kehilangan aliran darah paru. Bahkan ada
manfaat dari monitoring CO2 bagi pasien yang tidak diintubasi, mungkin menjadi
populasi yang lebih rentan semenjak tidak memiliki endotracheal tube pada
tempatnya dan tergantung pada perubahan yang cepat pada status respirasi. Pada
dua penelitian, kapnografi menyediakan data yang lebih terpercaya dari pada
menggunakan monitoring CO2 untuk korban atau pasien trauma minor selama
khususnya saat pasien terhubung dengan ruangan lain yang ada monitor. Pada
kasus yang sama, waktu untuk mentranspor pasien di rumah sakit adalah hal yang
kelangsungan hidup. Tujuan bagi pasien yang menerima ventilasi buatan adalah
ventilasi yang terkontrol, waktu inspirasi yang optimal dan aliran udara.
intubasi di pre-hospital telah ditantang dengan alasan bahwa hal itu merupakan
dan frekuensi napas dibutuhkan untuk mencegah hiperventilasi dan sangat penting
penggunaan Rapid Sequence Intubation (RSI) pada pasien dengan cedera kepala
intubasi pada pasien yang tidak mudah diintubasi tanpa bantuan obat-obatan atau
tidak. Penelitian Two San Diego dilakukan untuk melihat secara spesifik pada
menggunakan monitor CO2 digital yang portabel dengan parameter ventilasi yang
dimodifikasi untuk mencapai target nilai EtCO2 30-35 mmHg. Kelompok pasien
yang dipantau EtCO2 memiliki angka kejadian hiperventilasi berat yang lebih
yang dipantau EtCO2 juga memiliki angka mortalitas yang rendah. Penulis
menyimpulkan bahwa monitoring EtCO2 berhubungan dengan penurunan kejadian
Penelitian kedua dilakukan pada transpor pasien melalui udara. Hal itu
menunjukkan hasil yang berbeda : parameter klinis pasien membaik dengan pre-
pasien dengan transpor melalui udara dibandingkan dengan transpor darat. Tim
hasil yang lebih baik mungkin dikaitkan dengan penggunaan kapnografi untuk
memandu ventilasi.
membutuhkan setup atau kalibrasi yang memakan waktu. Dengan kapnograf yang
mudah dibawa kemana saja yang terhubung dengan tepat pada masker wajah,
setiap EMT atau first responder dapat memastikan EtCO2 dan frekuensi napas
pada waktu insiden trauma yang multipel, pasien di instalasi gawat darurat dapat
diagnosis dan atau penanganan. Dalam kasus tersebut, hal mendasar untuk
perawatan yang tepat bagi pasien ini adalah menggunakan perangkat monitoring
untuk memastikan pasien tersebut tetap stabil sampai terapi definitif diberikan.
melalui kapnografi.
Kelangsungan Hidup
yang luar biasa antara EtCO2 dan kardiak output selama resusitasi jantung paru
dan selama aliran darah yang kurang, membuat kapnografi menjadi sarana yang
harus memperhitungkan bahwa ventilasi yang dikontrol dapat menjadi sulit atau
tidak mungkin ketika CPR manual diinterupsi oleh gerak badan pasien atau
level CO2 dalam 30 detik dari ROSC, diikuti oleh penurunan level CO2 4 menit
kemudian yang tetap stabil, hampir merupakan indikator segera dari keberhasilan
resusitasi.
resusitasi. Sembilan pasien ini memiliki level EtCO2 rata-rata selama CPR
dilakukan berturut-turut pada 150 pasien cardiac arrest diluar rumah sakit yang
memiliki aktifitas listrik tapi tidak memiliki denyut. Pasien tersebut diintubasi dan
mengatakan bahwa level EtCO2 10 mmHg atau kurang setelah 20 menit resusitasi
diperkirakan meninggal. Dari 150 pasien, 35 pasien bertahan hingga masuk rumah
menemukan bahwa nilai awal, akhir, maksimal, minimal dan nilai rata-rata dari
EtCO2 semua lebih tinggi pada pasien yang diresusitasi daripada mereka yang
tidak diresusitasi. Tidak ada pasien yang nilai EtCO2 dibawah 10 mmHg dapat
bertahan.
Data dari berbagai penelitian mengkonfirmasi bahwa kapnografi
merupakan alat yang efektif untuk mengevaluasi kemajuan dan hasil resusitasi
jantung paru dan harus lebih sering digunakan demi tujuan penyelenggara ALS
dan BLS.
pasien yang diintubasi atau yang tidak diintubasi sudah diakui. Hal ini sangat
efektif pada pasien dengan hiperventilasi yang tidak disengaja yang dapat
paru. Nilainya dalam pemantauan penyakit yang kritis dan pasien trauma selama
transpor tidak hanya dengan ambulans atau helikopter ke rumah sakit, tapi juga
dalam rumah sakit telah menghasilkan standar praktek yang diadopsi oleh
endotracheal tube telah dibayangi manfaatnya dalam keadaan klinis lain. hal itu
diakui bahwa nilai pulse oximetry dapat tetap tinggi untuk waktu yang cukup
kemerosotan respirasi yang akan datang. Monitoring level EtCO2 ketika gangguan
pernapasan diduga harus menjadi bagian yang rutin di protokol instalasi gawat
Basic Life Support (BLS) adalah sebuah langkah positif bagi perawatan pasien.
Kesulitan ventilasi BVM dan penelitian mengkonfirmasi hasil akhir yang buruk
teknologi baru. Baru saja kemajuan pada desain sensor dan miniatur membuat
monitoring EtCO2 lebih ekonomis. Pasien sering berada di tempat yang sulit
diakses, dan cahaya redup sering membuat pemasangan monitor ke pasien dan
berat, mudah dibawa kemana saja dapat memberi pengukuran CO2 dan membuat
frekuensi napas dapat diterima di EMS “grab bag” adalah keuntungan klinis.
spesialisasi. Bukan hanya tidak menarik untuk orang yang berdedikasi bahwa
kualitas perawatan pasien adalah hal yang superior, itu juga inovatif dalam
mengadopsi teknologi baru dari luar area EMS untuk populasi pasien yang unik.
Kapnografi sudah lama dianggap penting dalam kamar bedah, ICU, tapi itu hanya
kapnograf kuantitatif membuat biaya efektif dan nyaman untuk dibawa keluar