Anda di halaman 1dari 15

A.

Pengukuran Oksigen Darah

PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan

hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg

mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2

adalah 80-100 mmHg (Sukinem N. 2013).

Tingkat oksigen di dalam tubuh dapat diukur dengan bantuan berbagai

metode. Cara yang paling umum untuk menentukan apakah tingkat kejenuhan

oksigen yang sehat, adalah dengan bantuan tes darah digunakan untuk memeriksa

gas darah arteri. Cara lain yang mudah untuk memeriksa tingkat oksigen dalam

darah, adalah dengan menggunakan oksimeter pulsa. Ini adalah sebuah perangkat

kecil yang mengukur kadar oksigen dalam darah dengan cara sensor cahaya

(Sukinem N. 2013).

B. Cara Pengukuran O2

Menurut Guyton dkk (2008), ada tiga cara mengukur O2 darah yaitu:

1. Kandungan O2 merupakan jumlah O2 yang terbawa oleh 100 ml darah.

2. PO2 atau tekanan yang diciptakan oleh O2 yang terlarut dalam plasma.

3. Saturasi oksigen hemoglobin yang merupakan pengukuran persentase O2

yang dibawa Hb yang berhubungsn dengan jumlah total yang dapat dibawa

Hb. Mayoritas O2 dalam darah dibawa oleh Hb, dan jumlah sangat sedikit

dilarutkan dalam plasma. Persentase saturasi Hb dengan O2 memberikan

perkiraan mendekati jumlah total O2 yang dibawa oleh darah.


C. Kadar Oksigen Dalam Darah

Kadar oksigen dalam darah diuji untuk memeriksa beberapa fungsi dari tubuh

manusia. Kandungan oksigen dalam darah, merupakan indikasi dari gangguan

yang mendasarinya. Artikel ini menjelaskan apa fluktuasi ini berarti, dan juga

mendefinisikan kadar oksigen darah normal. Oksigen merupakan kebutuhan pokok

untuk kelangsungan hidup. Tingkat oksigen darah normal adalah pengukuran

saturasi oksigen dalam darah. Sel-sel darah merah mengandung molekul yang

dikenal sebagai hemoglobin yang mengikat oksigen atmosfer, dan membawanya

ke berbagai bagian tubuh. Bila ada jenis variasi dalam kadar oksigen dalam darah,

dapat menyebabkan komplikasi kesehatan. Diberikan di bawah ini adalah rincian

yang berkaitan dengan tingkat normal oksigen dalam darah, dan apa variasi

menandakan. Dalam kebanyakan kasus, tingkat oksigen yang melayang-layang

sekitar 95 sampai 100% dianggap sehat (Farhan dkk, 2015).

D. Tekanan Parsial O2 (PaO2)

Merupakan indikator utama untuk mengetahui oksigenasi darah. Nilai normal

pada darah arteri 80 – 100 mmHg. Dalam keseimbangan asam-basa PaO2 sendiri

hanya memberikan petunjuk fisiologi yang kecil. Selain menunjukkan cukup

tidaknya oksigen darah arteri, PaO2 mengukur keefektivan paru untuk mengambil

oksigen ke dalam darah dari atmosfer (Darwis, 2008).

PaO2 yang meningkat didapatkan pada orang yang bernapas di udara yang

kaya O2, pemberian 100% O2 dapat meningkatkan PaO2 sampai 640 mmHg.

Hipoksemia adalah suatu keadaan PaO2 kurang dari 80 mmHg pada orang yang

bernapas dalam udara kamar setinggi permukaan laut (Darwis, 2008).


Menurut Darwis, (2008), hipoksemia didapatkan pada keadaan :

1. Kapasitas difusi paru menurun, akibat sindrom distress pernapasan.

2. Penurunan luas permukaan membran alveoli akibat reseksi atau kompresi paru.

3. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi akibat bronkitis, asma, emfisema,

obstruksi paru oleh neoplasma, benda asing, dan sekret.

4. Hipoventilasi karena penyebab perifer maupun sentral.

E. Indikasi Pemeriksaan Analisa Gas Darah

Darah Pemeriksaan AGD akan memberikan hasil pengukuran yang tepat dari

kadar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini dapat membantu dokter

menentukan seberapa baik paru-paru dan ginjal bekerja. Biasanya dokter

memerlukan tes analisa gas darah apabila menemukan gejala-gejala yang

menunjukkan bahwa seorang pasien mengalamai ketidakseimbangan oksigen,

karbon dioksida, atau pH darah (Warsi, 2013).

Menurut Warsi, 2013, gejala yang dimaksud meliputi:

1. Sesak napas

2. Sulit bernafas

3. Kebingungan

4. Mual

Perlu diingat bahwa ini merupakan gejala dari suatu penyakit yang

menyebabkannya seperti pada asma dan penyakit paru obstruktif kronik, “PPOK”.

Di sisi lain, apabila dokter sudah mencurigai adanya penyakit, maka pemeriksaan

analisa gas darah juga akan diperlukan, seperti pada kondisikondisi di bawah ini:

Penyakit paru-paru, misalnya asma, PPOK, pneumonia, dan lain-lain.


1. Penyakit ginjal, misalnya gagal ginjal.

2. Penyakit metabolik, misalnya diabetes melitus atau kencing manis

3. Cedera kepala atau leher yang mempengaruhi pernapasan

4. Dengan melakukan pemeriksaan ini, selain untuk menentukan penyakit, dokter

juga bisa memantau hasil perawatan yang sebelumnya diterapkan kepada

pasien. Untukk tujuan ini, pemeriksaan AGD sering dipesan bersama dengan

tes lain, seperti tes glukosa darah untuk memeriksa kadar gula darah dan tes

darah kreatinin untuk mengevaluasi fungsi ginjal.

F. Metode Pemeriksaan

Menurut Manokharan (2017), metode pemeriksaan analisa gas darah yaitu :

1. Pulse oximetry

a. Kegunaan Pulse oximetry

Pulse oximetry adalah sebuah alat monitor elektronik yang digunakan

sebagai pengukur noninvasif saturasi oksigen arteri secara kontinyu dan

merupakan alat standar yang rutin digunakan di unit emergensi, unit intensif,

kamar operasi, dan tempat lainnya. Pengukuran saturasi oksigen dengan

menggunakan pulse oximetry ini amatlah penting dan mudah sehingga sudah

diajukan sebagai tanda vital yang ke lima. Dari sebuah penelitian baru-baru

ini menyatakan bahwa penggunaan pulse oximetry bersama dengan

pemeriksaan analisis darah vena sentral dapat memberikan banyak manfaat

dan informasi dibandingkan dengan pemeriksaan darah arteri saja.


b. Prinsip kerja Pulse oximetry

Prinsip kerja alat ini adalah dengan mengukur persentase dari saturasi

hemoglobin dengan menggunakan oksigen molekul. Alat ini bekerja dengan

cara mengobservasi absorpsi gelombang cahaya yang melewati kulit dan

berinteraksi dengan sel darah merah. Prinsipnya didasarkan pada

karakteristik khusus dari oxyhemoglobin dan deoxyhemoglobin yang

mengabsorpsi cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. Dengan

mengukur perbedaan tersebut oxymeter dapat menghitung jumlah cahaya 17

yang diabsorpsi dari aliran arteri sehingga persentase oxyhemoglobin dapat

diperhitungkan.

c. Keuntungan Pulse oximetry

1. Noninvasif

2. Dapat digunakan secara terus menerus

3. Sederhana

4. Cukup akurat untuk mendeteksi saturasi oksigen

5. Mengurangi risiko tindakan medis

d. Kelemahan Pulse oximetry

1. Dipengaruhi gerakan

2. Kurang akurat pada keadaan dengan perfusi jelek seperti pada syok,

hipotermi, gangguan jantung

3. Dipengaruhi warna kulit dan warna cat kuku karena akan mempengaruhi

pembacaan.

4. Kurang akurat pada takiaritmia


5. Dipengaruhi gelombang elektromagnetik

6. Dipengaruhi posisi probe dari pulse oximetry

7. Dipengaruhi oleh hemoglobin yang tidak normal yaitu

carboxyhemoglobin dan methemoglobine

2. Metode Henderson – Hasselbach (H – H)

Persamaan H – H menitik beratkan pada sistem buffer asam karbonat yang

memegang peranan penting dalam pengaturan asam basa melalui ginjal dan

paru – paru. Karbondioksida bereaksi dengan air untuk membentuk HCO3- dan

H+.

CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-

Berdasarkan hukum kekekalan massa, maka [H+] [HCO3-] / [H2CO3] =

konstan. Sehingga, dapat ditentukan bahwa pH = pKa + log([H+] [HCO3-] /

[H2CO3]). Dari persamaan tersebut, pH dapat dikatakan sebagai rasio antara

bikarbonat dan karbondioksida. Perubahan pH dapat disebabkan oleh

perubahan CO2 (respirasi) atau HCO3- (metabolik). Sistem kompensasi tubuh

berusaha mempertahankan rasio tersebut tetap 20:1.

Namun, persamaan H – H tidak membahas mekanisme perubahan pH

akibat efek metabolik sejelas efek respiratoriknya, karena secara in vivo kadar

bikarbonat sangat tergantung pada tekanan parsial karbondioksida (pCO2). Oleh

sebab itu, muncullah konsep standard bikarbonat dan standard base excess (BE)

untuk membantu menghitung efek metabolik terhadap perubahan pH. Standard

bikarbonat adalah jumlah bikarbonat yang seharusnya ada pada PCO2 = 40

mmHg, sehingga dapat menyingkirkan efek respirasi pada suatu perubahan pH.
Sementara standard BE melihat jumlah asam (dalam mmol/l) yang harus

ditambahkan atau dikurangkan pada sampel darah yang sama dengan Hb 5,5

g/dl untuk mencapai pH normal pada PCO2 40 mmHg. Semakin negatif BE

menunjukkan sampel darah tersebut semakin asam.

3. Metode Stewart

Metode pendekatan asam basa yang diakui secara luas. Metode ini

menggunakan pendekatan matematis dan menyimpulkan bahwa jika hukum

keseimbangan muatan terjadi pada suatu larutan, maka pH atau konsentrasi ion

H+ akan ditentukan terutama oleh derajat disosiasi air. Terdapat tiga variabel

yang masing-masing dapat mempengaruhi derajat disosiasi air, yaitu PCO2,

strong ion difference (SID), dan konsentrasi total asam lemah (Atot). Ion

bikarbonat dan asam lemah merupakan variabel yang terikat.

Metode pendekatan asam basa yang diakui secara luas. Metode ini

menggunakan pendekatan matematis dan menyimpulkan bahwa jika hukum

keseimbangan muatan terjadi pada suatu larutan, maka pH atau konsentrasi ion

H+ akan ditentukan terutama oleh derajat disosiasi air. Terdapat tiga variabel

yang masing-masing dapat mempengaruhi derajat disosiasi air, yaitu PCO2,

strong ion difference (SID), dan konsentrasi total asam lemah (Atot). Ion

bikarbonat dan asam lemah merupakan variabel yang terikat.

4. Metode Berbeau Test

Metode Berbeau test ini digunakan dalam mendeteksi secara dini dan

menilai terhadap terjadinya penurunan aliran darah serta oklusi di arteri

radialis selama proses kompresi yang menggunakan alat kompresi. Barbeau


test mampu mengenali gejala gangguan kepatenan arteri radialis selama

proses kompresi secara cepat dan akurat, sehingga hal tersebut dapat

meminimalisir terjadinya RAO (Radial Artery Occlusion).

G. Spesimen

Menurut Ariosta, (2017), specimen yang digunakan untuk pemeriksaan

analisa gas darah yaitu :

1. Arteri Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s

test) merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri

kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila

Allen test negatif.

2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.

3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya

bila terjadi obstruksi pembuluh darah.

4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas

tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan

menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan

bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan

kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga

dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.

5. Arteri tibialis posterior, dan Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada

alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk
mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis

atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.

H. Prosedur Pemeriksaan

Menurut Farhan dkk, (2015), prosedur pemeriksaan gas darah yaitu :

1. Pra Analitik

a. Persiapan Pasien :

1. Memberikan penjelasan pada klien (bila mungkin) dan keluarga mengenai

tujuan pengambilan darah dan prosedur yang akan dilakukan.

2. Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa

sakit

3. Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul

4. Mengatur posisi pasien

b. Persiapan Sampel :

Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri adalah

heparin. Pemberian heparin yang berlebiham akan menurunkan tekanan

CO2. Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung.

Sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH

dihambat oleh keasaman heparin.

c. Metode Pemeriksaan : Allens Test

d. Prinsip Pemeriksaan :

Gas sampel yang diambil melalui probe akan masuk ke setiap sampel sel

secara bergiliran dimana gas sampel akan dibandingkan dengan gas standar

melalui pemencaran system infra red dimana akan menghasilkan perbedaan


panjang gelombang yang akan dikonversi receiver menjadi signal analog

(420).

e. Alat dan Bahan :

1. 3 ml sampai 5 ml gelas syringe,

2. 1 ml ampul heparin aqueous,

3. 20 G 11/4‖ jarum,

4. 22 G 1‖ jarum,

5. Sarung tangan,

6. Alkohol atau povidone-iondine pad,

7. Gauze pads,

8. Topi karet untuk syringe hub atau penutup karet untuk jarum,

9. Label,

10. Ice-filled plastic bag,

11. Perekat balutan,

12. Opsional:

a. 1% licoaine solution,

b. Peralatan siap AGD.

2. Analitik

a. Prosedur pada tindakan analisa gas darah ini adalah sebagai berikut:

1. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan sebelum memasuki

ruangan pasien.

2. Cuci tangan dengan menggunakan tujuh langkah benar


3. Bila menggunakan peralatan AGD yang sudah siap, buka peralatan

tersebut serta pindahkan labelcontoh dan tas plastik (plastic bag).

4. Catat label nama pasien, nomor ruangan, temperatur suhu pasien, tanggal

dan waktu pengambilan,metode pemberian oksigen, dan nama perawat

yang bertugas pada tindakan tersebut.

5. Beritahu pasien alasan dalam melakukan tindakan tersebut dan jelaskan

prosedur ke pasien untuk membantu mengurangi kecemasan dan

meningkatkan kooperatif pasien dalam melancarkan tindakan tersebut.

6. Cuci tangan dan setelah itu gunakan sarung tangan.

7. Lakukan pengkajian melalui metode tes Allen :

Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan

langsung pada arteri radialisdan ulnaris, minta klien untuk membuka

tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari

dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna

merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan t

etap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif,

hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.

8. Bersihkan daerah yang akan di injeksi dengan alkohol atau

povidoneiodine pad.

9. Gunakan gerakan memutar (circular ) dalam membersihkan area injeksi,

dimulai dengan bagian tengah lalu ke bagian luar.

10. Palpasi arterti dengan jari telunjuk dan tengah satu tangan ketika

tangan satunya lagi memegang syringe


11. Pegang alat pengukur sudut jarum hingga menunjukkan 30-45 derajat.

Ketika area injeksi arteribrankhial, posisikan jarum 60 derajat.

12. Injeksi kulit dan dinding arterial dalam satu kali langkah.

13. Perhatikan untuk blood backflow di syringe

14. Setelah mengambil contoh, tekan gauze pad pada area injeksi hingga

pedarahan berhenti yaitu sekitar 5 menit.

15. Periksa syringe dari gelembung udara. Jika muncul gelembung udara,

pindahkan gelembung tersebut dengan memegang syringe ke atas dan

secara perlahan mengeluarkan beberapa darah ke gauze pad

16. Masukan jarum ke dalam penutup jarum atau pindahkan jarum dan

tempatkan tutup jarum pada jarum yang telah digunakan tersebut.

17. Letakkan label pada sampel yang diambil yang sudah diletakkan pada

ice-filled plastic bag

18. Ketika pedarahan berhenti, area yang di injeksi diberikan balutan kecil

dan direkatkan.

19. Pantau tanda vital pasien, dan observasi tanda dari sirkulasi.

20. Pantau atau perhatikan risiko adanya perdarahan di area injeksi.

2.2 Pemeriksaan Analisa Gas Darah.

Pemeriksaan Analisa Gas darah dilkukan dengan menggunakan alat

otomatik yang disebut Blood Gas Analyzer. Adapun prosedure untuk

pemeriksaan ini adalah :

1. Nyalakan power ON
2. Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara tekan

calibrate kemudian enter. Alat akan melakukan kalibrasi secara

otomatis.

3. Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan tekan

status untuk mengetahui kondisi apakah pH, PCO2 dan PO2 kondisinya

OK. Jika OK sample langsung dapat diperiksa. Setelah dilakukan

pemeriksaan, alat ini akan mengkalibrasi secara otomatis.

4. Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah

siap melakukan pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample

akan keluar secara otomatis kemudian masukan sample bersamaan tekan

lagi analyzer sampai sample terhisap secara otomatis selang akan masuk

sendiri.

3. Pasca Analitik

a. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Oksigen (PaO2).

PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah

oksigen yang terlarut dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan

paru-paru dalam menyediakan oksigen bagi darah.

1. Nilai Normal (suhu kamar, tergantung umur): 75 - 100 mmHg

2. SI : 10 - 13.3 kPa

b. Implikasi Klinik:

1. Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik,

PPOK, penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan


fisik atau neoromuskular dan gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2

kurang dari 40 mmHg perlu mendapatkan perhatian khusus.

2. Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2

oleh alat bantu, contohnya nasal prongs, alat ventilasi mekanik

hiperventilasi dan polisitemia, peningkatan sel darah merah dan daya

angkut oksigen.

DAFTAR PUSTAKA

Sukinem N. 2013. Analisa Gas Darah. Ministry Of Health Department Kariadi

Hospital Of Semarang Central Jawa, Indonesia.

Farhan AR, Calcarina FRW, Bhisrowo YP. 2015. Aplikasi Klinis Analisis Gas Darah

Pendekatan Stewart Pada Periode Perioperatif. Vol 3, No 1 2015.

Ariosta, Indranila, Indrayani. 2017. Prediksi Nilai Analisa Gas Darah Arteri. 24

September 2017.

Manokharan P. 2017. Analisis Gas Darah dan Aplikasinya di Klinik. Universtas

Udayan : Fakultas Kedokteran.

Warsi A. 2013. Gambaran Gas Darah pada Anak dengan Kesadaran Menurun.

Makassar: UNHAS.
Guyton. Athur, C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran; Text Book of Medical

Physiology . Penerbit Buku Kedokteran ECG.Jakarta.

Darwis D. 2008. Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa. FK.UI.

Ed.2. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai