Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisa gas darah sering digunakan untuk mengidentifikasi gangguan asam –
basa spesifik pada tingkat kompensasi yang telah terjadi.meskipun biasanya
pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah arterial,jika sampel darah arteri
tidak dapat diperoleh suatu sampel vena campuran dapat juga digunakan.
Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD (Analisa Gas Darah)
untuk mendapatkan data penunjang, pada tahun 2007 banyaknya penderita demam
berdarah menambah catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan AGD
(Analisa Gas Darah).
Dari keadaan di atas sangat dibutuhkan peran analis dalam AGD yaitu Observasi
tempat penusukan dari pendarahan, hematom, atau pucat pada bagian distal. Dengan
meningkatnya catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan AGD, maka penulis
tertarik untuk mengangkat “Analisa Gas Darah”.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah:
1) Apa itu analisis gas darah ?
2) Apa itu gangguan asam basa sederhana?
3) Bagaimana cara kerja Blood Gas Analyzer?
4) Bagaimana langkah-langkah untuk menilai gas darah?
5) Apa saja faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD?
6) Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa gas darah?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang harus dicapai dalam
makalah ini adalah :
1) Untuk mengetahui defenisi dari Analisa Gas Darah.
2) Untuk mengetahui tentang gangguan asam basa sederhana.
3) Untuk mengetahui cara kerja Blood Gas Analyzer.
4) Untuk memahami langkah-langkah untuk menilai gas darah.
5) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam analisa gas darah.
6) Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa gas darah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Analisa Gas Darah


Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui darah
arteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan
memantau respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis
elektrolit. .Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan
menahun. Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah
arteri,jika sampel darah arteri tida dapat diperoleh suatu sampel vena campuran
dapat digunakan.Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya
dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh
gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang
harus diketahui dalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-,
PO2, dan SaO2Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas
darah dipakai untuk menilai: Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar
oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas
darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan
melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau femoralis.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya
dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung
pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3
faktor, yaitu:
 Mekanisme dapar kimia
 Mekansime pernafasan
 Mekanisme ginjal

2
Parameter Sampel Arteri Samplel Vena

Ph 7,35 - 7,45 7,32 – 7,38

PaCo2 35 – 45 mmHg 42 – 50 mmHg

PaO2 80 – 100 mmHg 40 – mmHg

Saturasi Oksigen 95 % -100% 75%

Kelebihan/Kekurangan basa +/-2 +/-2

HCO3 22- 26 mEq/L 23 – 27 mEq/L

2.1 Tabel gas-gas darah normal dari sample arteri dan sample vena campuran

 Analisa Gas Darah


1. Pengukuran pH Darah
pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen, dan juga
keasaman dan kebasaan darah. Akumulasi ion H+ menjadikan pH turun
dan terjadi asidemia (status asam dalam darah). Ion H+ turun berakibat pH
meningkat sehingga terjadi alkalemia (status alkali dalam darah). Kondisi
yang menjadikan asidemia dan alkalemia dipengaruhi banyak proses
fisiologi :
a. Fungsi pernapasan
b. Fungsi ginjal
c. Oksigenasi jaringan
d. Sirkulasi
e. Mencerna substansi
f. Kehilangan elektrolit dari gastrointestinal (karena muntah atau diare).

2. Pengukuran Oksigen Darah


Ada tiga cara mengukur O2 darah:
a. Kandungan O2 merupakan jumlah O2 yang terbawa oleh 100 ml
darah
b. PO2 atau tekanan yang diciptakan oleh O2 yang terlarut dalam plasma
c. Saturasi oksigen hemoglobin yang merupakan pengukuran persentase
O2 yang dibawa Hb yang berhubungsn dengan jumlah total yang
dapat dibawa Hb. Mayoritas O2 dalam darah dibawa oleh Hb, dan
jumlah sangat sedikit dilarutkan dalam plasma. Persentase saturasi Hb

3
dengan O2 memberikan perkiraan mendekati jumlah total O2 yang
dibawa oleh darah.
 Petunjuk Pengambilan dan Tempat pengambilan darah arteri :

1. Arteri Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan


allen’s test) merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai
untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau
haematoem juga apabila Allen test negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak
resikonya bila terjadi obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua
arteri diatas tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh
darah akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai
bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung
lama dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis
berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran
antara darah vena dan arteri.
5. Arteri tibialis posterior, dan Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika


masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral
yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak
digunakan karena adanya risiko emboli otak

 Cara Allen’s Test


Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan
tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk
membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna
jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam

4
15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila
tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif.
Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan
yang lain.
 Komplikasi
 Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan
menimbulkan nyeri
 Perdarahan
 Cidera syaraf
 Spasme arteri
 Tekhnik Pengambilan :
1. Bentangkan handuk pengalas
2. Letakkan botol infus
3. Tangan pasien diletakkan diatas botol infus, dengan sendi melipat
kebelakang
4. Sedot heparin cair sebanyak 1 cc dan kmudian keluarkan. Heparin
hanya membasahi dinding disposible. Tidak ada sisa o,1 cc dalam
disposible, kecuali yang ada didalam jarum
5. Raba Nadi dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
6. Pastikan tempat dari nadi yang diraba
7. Desinfeksi daerah tersebut
8. Desinfeksi kedua jari
9. Pegang disposible seperti memegang pensil
10. Raba kembali Nadi dengan menggunakan kedua yang telah
didesinfeksi
11. Tusukan jarum diantara kedua jari dengan sudut 45 0 mengarah ke
jantung
12. Biarkan Darah sendiiri mengalir ke dalam jarum. Jangan diaspirasi
13. Cabut jarum dan tusukkan pada karet penutup
14. Tekan daerah penusukan dengan menggunakan kapas betadine
selama 5 menit
15. Beri etiket dan bawa ke laboraotirum.

5
Note : Darah Yang diambil 2 cc ditambah 1 Strip

Yang harus diisi dalam blanko pemeriksaan : Identitas pasien,


Suhu tubuh pasien, Hb terakhir dan kalau pasien menggunakan
oksigen catat jumlah O2 yang digunakan serta cara
pemberiannya dan Jenis permintaan.

2.2 Interpretasi Analisa Gas Darah Arteri


 Pengertian
Kegiatan untuk menginterpretasi hasil analisa sampel darah arteri melalui
kompenen-komponen gas yang terdapat pada sampel darah arteri.
 Tujuan
a. Untuk mengetahui kondisi keseimbangan komponen-komponen gas dalam
arteri.
b. Evaluasi diagnostik pada pemberian terapi oksigen
 Gambaran interpretasi
Gas-gas darah normal dari sampel arteri

No Parameter Sampel arteri


1 pH 7,35 – 7,45
2 PaCO2 35-45 mmHg
3 PaO2 80-100 mmHg
4 Saturasi Oksigen 95-100%
5 HCO3 22-26 mEq/L

Gangguan-gangguan asam basa


No Gangguan PaCO2 HCO3 pH
1 Asidosis respiratorik ↑ Normal ↓
atau ↑
2 Alkalosis respiratorik ↓ Normal ↑
atau ↓
3 Asidosis metabolik Normal atau ↓ ↓ ↓
4 Alkalosis metabolik Normal atau ↑ ↑ ↑

6
2.3 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa dan Analisa Gas Darah
Gangguan keseimbangan asam-basa ada 4 macam, yaitu:
1) Asidosis respiratorik (contoh: PPOK)
2) Alkalosis respiratorik (contoh: asthma bronkiale)
3) Asidosis metabolik (contoh: diare)
4) Alkalosis respiratorik (contoh: muntah-muntah)
Rentang nilai normal dan interpretasi dari tiap komponen:
 pH
Rentang nilai normal : 7,35 – 7,45
Asidosis : <7,35
Alkalosis :>7,45
 PaO2
Rentang nilai normal : 80 – 100 mmHg
Hipoksemia ringan : 70 – 80 mmHg
Hipoksemia sedang : 60 – 70 mmHg
Hipoksemia berat : <60 mmHg
 SaO2
Rentang nilai normal : 93% – 98%
Bila nilai SaO2 >80% sudah dapat dipastikan bahwa darah diambil dari
arteri, kecuali pada gagal napas.
 PaCO2
Rentang nilai normal : 35 – 45 mmHg
Asidosis respiratorik : >45 mmHg (pH turun)
Alkalosis respiratorik : <35 mmHg (pH naik)
 HCO3
Rentang nilai normal : 22 – 26 mEq/L
Asidosis metabolik : <22 mEq/L (pH turun)
Alkalosis metabolik : >26 mEq/L (pH naik)
 BE
Rentang nilai normal : -2 s/d +2 mEq/L
Nilai – (negative) : asidosis
Nilai + (positif) : alkalosis
BE dilihat saat pH normal.

7
Cara menentukan apakah suatu kondisi termasuk ke dalam salah satu dari
4 gangguan asam-basa di atas:

Pada Tabel di atas, baris kecil pertama (kolom 2-4) pada tiap baris besar
(kolom 1) adalah kondisi akut, dan di bawahnya adalah kondisi kronis.

Sekarang bedakan antara gangguan keseimbangan asam-basa yang belum


terkompensasi, terkompensasi sebagian, dan terkompensasi penuh.

8
Contoh:

 pH : 7,59 (naik) Alkalosis


PaO2 : 89 mmHg (normal)
PaCO2 : 30 mmHg (turun) Alkalosis Respiratorik
HCO3 : 24 mEq/L (normal)
BE : +3 (naik) Alkalosis
SaO2 : 96% (normal) darah arteri
Jawaban : Alkalosis respiratorik belum terkompensasi (akut)
 pH : 7,21 (turun) Asidosis
PaO2 : 56 mmHg (turun) Hipoksemia Berat
PCO2 : 51mmHg (naik) Asidosis Respiratorik
HCO3 : 18 mEq/L (turun) Asidosis Metabolik
BE : -8 (turun) Asidosis
SaO2 : 90% (normal) darah arteri
Jawaban : Asidosis metabolik dan asidosis respiratorik dengan
hipoksemia berat

2.4 Gangguan Asam Basa Sederhana


Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan
memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbach.
Persamaan asam basa adalah sebagai berikut:
Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar
pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan
kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan
kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah arteri)
melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45. Berikut ini adalah gambaran
rentang pH :
Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan
basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah
membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35
disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis.
Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi (pCO2)
maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya
disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik.
Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu

9
komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya
(respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa campuran.

2.5 Keseimbangan Asam Basa


pH adalah derajat keasaman yang merupakan log negatif dari konsentrasi ion H+.
Konsentrasi ion H+ ini diatur dengan sangat ketat, karena perubahan pada
konsentrasinya akan mempengaruhi hampir semua proses biokimia, termasuk
struktur dan fungsi protein, dissosiasi dan pergerakan ion, serta reaksi kimia obat.
Berbeda dengan ion-ion lain, kadar ion H+ dijaga dalam nanomolar (36-43 nmol/l ~
pH 7,35-7,45).
Sebagian besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses respirasi, yaitu
CO2 yang membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya berasal dari metabolisme
lemak dan protein. Mekanisme tubuh untuk menjaga pH tetap dalam rentang
normalnya diketahui melalui tiga mekanisme :
 Kontrol respirasi terhadap PaCO2 oleh pusat pernafasan yang mengatur
ventilasi alveolar. Semakin banyak ion H+ dalam darah, semakin banyak CO2
yang dibuang melalui paru-paru. Mekanisme ini cepat dan sangat efektif untuk
mengkompensasi kelebihan ion H+.
 Pengontrolan ginjal terhadap bikarbonat dan ekskresi asam-asam non-volatil.
Mekanisme ini relatif lebih lama (jam sampai hari) jika dibandingkan dengan
kontrol respirasi.
 Sistem buffer oleh bikarbonat, sulfat, dan hemoglobin yang meminimalkan
perubahan asam-basa akut.

2.6 Penanganan Gangguan Keseimbangan Asam Basa


 Mengembalikan nilai PH pada keadaan normal
 Koreksi keadaan asidosis repiratorik : Naiknya ventilasi dan mengoreksi
penyebabnya
 Koreksi keadaan alkalosis respiratorik : turunnya ventilasi dan terapi penyebab
 Koreksi keadaan asidosis metabolik:
 Pemberian Bicarbonat IV / oral
 Terapi penyebab
 Koreksi keadaan alkalosis metabolik dengan cara: memberi KCl dan
mengobati penyebab gangguan Keseimbangan asam basa.

10
2.7 Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
 Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi
dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
 Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan
pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme
kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi.
Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup
waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan
penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
 Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat
hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai
penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau
gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai
dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia,
penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
 Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal
dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi
dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
 Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--
7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
 Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan
kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan
muntah lama.
 Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat
serta pH lebih dari 7,50.
 Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg
walau telah diberikan oksigen yang adekuat.
 Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada
sehingga normal.
 Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat
meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada
bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran
darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

11
2.8 Cara Kerja Alat Blood Gas Analyzer

Fungsi alat Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar gas dalam
darah (arteri dan vena) yang dapat dilakukan dengan cepat dan teliti dalam waktu 90
detik untuk satu sampel darah. Standart operasional prosedur :

1) Nyalakan power ON
2) Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara tekan
calibrate kemudian enter. Alat akan melakukan kalibrasi secara otomatis.
3) Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan tekan status
untuk mengetahui kondisi apakah PH, Pco2 dan Po2 kondisinya OK. Jika OK
sample langsung dapat diperiksa. Apabila kondisinya UC (Un Caliblasi)
lakukan kalibrasi yaitu tekan calibrate kemudian enter.
4) Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah siap
melakukan pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample akan keluar
secara otomatis kemudian masukan sample bersamaan tekan lagi analyzer
sampai sample terhisap secara otomatis selang akan masuk sendiri.
5) Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample ID , HB, suhu
badan, jenis sample (0 arteri, 1 vena, 2 kapiler), F102 (volume oksigen yang
dilorelasi dengan persen lihat daftar), kemudian clear 2x.
6) Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif cepat hasil akan
keluar melalui printer.

Cara Kerja Alat :

Sampel dimasukkan ke dalam instrumen analisis yang menggunakan elektroda


untuk mengukur konsentrasi ion hidrogen (H +), yang akan diolah dengan hasil
sebagai pH, dan tekanan parsial oksigen [PO2] dan gas karbondioksida PO2. Alat

12
pengukur elektroda pH terdiri dari kaca khusus dengan membran selektif permeabel
untuk ion hidrogen.

Sebuah listrik potensial bereaksi di permukaan dalam dan luar dari membran
tergantung pada aktivitas log ion hidrogen dalam sampel. Sebuah elektroda bernama
Severinghaus digunakan untuk mengukur PCO2, prinsip pengukuran sama seperti
untuk ion hidrogen, kecuali bagian ujung elektroda ditutupi dengan membran yang
permeabel terhadap gas, sehingga perubahan pH dengan karbon dioksida secara
proporsional menyebar dari sampel ke permukaan elektroda.

PO2 diukur dengan menggunakan elektroda polarografi (Clark), oksigen


berdifusi dari sampel ke katoda, di mana oksigen direduksi menjadi ion peroksida.
Elektron berasal dari anoda perak yang teroksidasi, menghasilkan konsentrasi
oksigen yang proporsional di katoda. Sinyal Elektroda tergantung pada suhu serta
konsentrasi, dan semua pengukuran yang dilakukan pada suhu 37 ° C. Karena pada
pengukuran pH ,kadar oksigen dan karbon dioksida hasilnya bergantung pada suhu
reaksi maka mungkin perlu disesuaikan dengan suhu sebenarnya pada pasien.

Alat analisis gas darah portable tersedia yang dapat digunakan langsung
disamping pasien. alat analisis gas darah Darah menghitung konsentrasi bikarbonat
dengan menggunakan rumus: pH = 6.1 + Log bicarbonate/.0306 x PCO2. Mereka
juga menghitung kandungan oksigen, karbon dioksida total , Base excess dan
persentase saturasi oksigen hemoglobin. Nilai-nilai ini digunakan oleh dokter untuk
menilai tingkat hipoksia dan ketidakseimbangan asam-basa.

2.9 Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD


 Gelembung udara : Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat
udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga
bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan
meningkat.
 Antikoagulan : dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian
heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak
terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman
heparin.
 Metabolisme : Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai
jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena
itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika

13
sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin
beberapa jam.
 Suhu : Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan
tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH
darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2yang
abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara
tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai
oksigenasi darah.

2.10 Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
b. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk
mencegah darah membeku
c. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri,
berikan anestesi lokal
d. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk
mengetahui kepatenan arteri
e. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah
yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri.
f. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah
tercampur rata dan tidak membeku.
g. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih
deras dari pada vena)
h. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup
ujungjarum dengan karet atau gabus.
i. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
j. Segera kirim ke laboratorium ( sito )

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Analisis gas darah merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH),
jumlah oksigen dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk
menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi
darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah Analisis gas darah meliputi
pemeriksaan PO2, PCO3, pH, HCO3, dan saturasi O2.

15
DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Hadi. 2000. Uji Laboratorium Klinik. Bandung: Yrama Widya

Pratiwi Anggi (2010). Pemeriksaan Gas Darah Arteri (Analisa Gas Darah). Diambil dari
http://www.scribd.com//.

Widijijati (2010). Pemeriksaan Gas Darah Arteri (Analisa Gas Darah). Diambil dari
http://www.scribd.com//.

Nimatulizzah (2012). Pemeriksaan Gas Darah Arteri (Analisa Gas Darah). Diambil dari
http://www.slideshare.com//.

16

Anda mungkin juga menyukai