Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA

DI RUANG POLI JIWA RSUD KAB BULELENG

PADA TANGGAL 22 FEBRUARI– 27 FEBRUARI 2021

Oleh:

Putu Landep, S.Kep 20089142136

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM PROFESI NERS

2020 - 2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA

DI RUANG POLI JIWA RSUD KAB BULELENG

PADA TANGGAL 22 FEBRUARI –27 FEBRUARI 2021

Telah disahkan dan diterima oleh Clinical Instruktur (CI) dan Clinical
Teacher (CT) Stase Keperawatan Jiwa sebagai syarat memperoleh nilai dari
Departement Keperawatan Jiwa Program Profesi Ners STIKes Buleleng.

Singaraja, 27 Februari 2021

Menyetujui,

Clinical Instructure (CI) Clinical Teacher (CT)

Ruang Poli Jiwa Stase Keperawatan Jiwa

RSUD KAB. Buleleng STIKES Buleleng

……………………………………….. ………………………………………
NIP. NIK.
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Skizofrenia

A. Konsep Dasar Skizofrenia


1. Definisi
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal serta kesulitan dalam memecahkan
masalah (Stuart dalam Prabowo, 2014). Skizofrenia adalah gangguan jiwa atau
gangguan otak kronis yang mempengaruhi individu sepanjang kehidupanya yang
ditandai dengan penurunan kemampuan berkomunikasi, gangguan realitas
(halusinasi dan waham), afek tidak wajar, gangguan kognitif (tidak mampu
berfikir abstrak) dan mengalami kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
National Institute Of Mental Health (2010) dalam Andayani, 2012.
Pasien skizofrenia berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Buchanan
dan Carperner dalam Andayani (2012) menunjukan bahwa jaringan otaknya relatif
lebih sedikit yang diperlihatkan oleh suatu kegagalan perkembangan atau
kehilangan jaringan otak, yaitu terjadinya pembesaran ventrikel otak dan antrofi
otak. Volume otak terjadi penurunan dan fungsi otak abnormal pada area temporal
dan frontal yang berkorelasi dengan tidak adanya kemauan atau motivasi dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
Skizofrenia merupakan nama yang diberikan pada beberapa gangguan
yang ditandai dengan parahnya kekacauan kepribadian, distorsi realita, dan
ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Atkinson, 2008).
Pasien yang mengalami gangguan jiwa kronik seing kali tidak memedulikan
perawatan diri. Hal ini menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga dan
masyarakat (Keliat, 2009).Berdasarkan pengertian skizofrenia tersebut yang
dimaksud dengan skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak
sebagai bentuk dari psikosa fungsional, menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,
emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan terganggu serta disharmonisasi (keretakan
kepribadian) antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor dan
disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham, halusinasi, asosiasi terbagi-
bagi sehingga timbul inkoherensi.

2. Jenis skizopernia
Kraepelin 2010 membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan
gejala utama antara lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir
sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya
perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya
depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti
mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat,
waham dan halusinaasi banyak sekali.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
katatonik atau stupor katatonik.

d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan
waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti
ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan
kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini
timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah,
semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak
jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa
kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan
juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik).
Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin
juga timbul serangan lagi.

3. Etiologi skizoprenia
Adapun tanda dan gejala skizopernia menurut nanda 2015
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi
saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan
salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur
2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya
Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan
waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat,
tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan
berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik
konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian
dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada
diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan
mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt
pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena
penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan
sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu
regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan
(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
f. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit
ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni
antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala
Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses
pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder
(waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang
lain).
g. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah,
maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak,
arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

4. Kriteria diagnostic skizopernia


Menurut Hawari dalam Prabowo (2014), mengatakan bahwa secara
klinis untuk mengatakan apakah seorang itu mnederita skizofrenia atau tidak
maka diperlukan kriteria diagnostik sebagai berikut:
1. Delusi atau waham yang aneh (Isinya jelas tidak masuk akal) dan tidak
berdasarkan kenyataan sebagai contoh misalnya:
(a) Waham dikendalikan oleh suatu kekuatan luar (delusions of being
confrolled)
(b) Waham penyiaran pikiran (Thought Insertion)
(c) Waham penyedotan pikiran (Thought withdrawal).
2. Delusi atau waham somatik (fisik) kebesaran, keagamaan, nihilistik atau
waham lainya yang bukan waham kejar atau cemburu.
3. Inkoherensi, yaitu kelonggaran asosiasi (hubungan) pikiran yang jelas,
jalan pikiran yang tidak masuk akal, isi pikiran atau pembicaraan yang
kaku, atau kemiskinan pembicaraan yang disertai oleh paling sedikit satu
dari yang disebut:
(d) Afek (alam perasaan) yang tumpul, mendatar atau tidak serasi
(inappropriate).
(e) Berbagai waham atau halusinasi.
(f) Katatonia (kekuatan) atau tingkah laku lain yang sangat kacau
(disorganised).
(g) Deferiorasi (kemunduran/kemerosotan) dari taraf fungsi penyesuaian
(adaptasi) dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial dan perawatan
dirinya (mandi, makan, berpakaian dan eliminasi).
(h) Jangka waktu gejala penyakit itu berlangsung secara terus menerus
selama paling sedikit 6 bulan dalam satu periode didalam kehidupan
seseorang, disertai dengan terdapatnya beberapa gejala penyakit pada
saat diperiksa sekarang.
5. Manifestasi klinik
Sementara itu menurut bleuler yang dikutip dari maramis (2005),
gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

A. Gejala primer
Gejala primer pasien skizofrenia adalah sebagai berikut:
a) Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran)
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses
pikiran yang terganggu terutama ialah asosiasi, kadang-kadang satu ide
belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Seseorang dengan
skizofrenia juga mempunyai kencenderungan untuk menyamakan hal-
hal, kadang-kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi.
Keadaan ini dinamakan “blocking” biasanya berlangsung beberapa
detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari.
b) Gangguan efek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia berupa:
(a) Kedangkalan efek dan emosi (emotional blunting).
(b) Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.
(c) Paramini: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi
menangis. Kadang-kadang emosi dan efek serta ekspresinya tidak
mempunyai kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya
penderita menangis berhari-hari tetapi mulutnya teratawa.
c) Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat sperti
sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia ialah
hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
(emotional rapport). Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua
hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya
mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis dan
tertawa tentang satu hal yang sama ini dinamakan ambivalensi pada
efek.
d) Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan
kemauan mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat
bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan,
meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat atau mereka menganggap hal
itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
e) Gejala psikomotor
Gejala ini juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan
perbuatan kelompok gejala ini oleh bleuker dimasukkan kedalam
kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada
penyakit lain.
B. Gejala Sekunder
Gejala sekunder pasien skizofrenia adalah sebagai berikut:
1) Waham
Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali. Mayer-
gross dalam Andayani (2012) membagi dalam dua kelompok waham
primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa
dari luar. Waham sekunder biasanya logis kedengaranya, dapat diikuti
dan merupakan cara bagi penderita menerangkan gejala-gejala
skizofrenia lain.
2) Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran
dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir saja tidak dijumpai
pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia ialah halusinasi
pendengaran (adiftif atau akustik). Kadang-kadang terdapat halusinasi
penciuman (olfaktoris), halusinasi cita rasa (gustatorik) atau halusinasi
singgungan
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju kemunduran mental.
Biarpun pasien mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan
bimbingan yang baik, pasien dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja
sederhana dirumah ataupun di luar serta dapat membesarkan dan menyekolahkan
anaknya (Maramis, 2009). Adapun jenis pengobatan pada pasien skizofrenia
(Maramis, 2009), adalah sebagai berikut:
1) Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat psikotik pada pasien skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Berdasarkan
penelitian Wiyono dkk, (2013) dengan judul: “Tinjauan Penggunaan
Antipsikotik Pada Pengobatan Skizofrenia Di Rumah Sakit Prof. DR. V. L.
Ratumbuyusang Manado Periode Januari 2013 – Maret 2013” dengan hasil
penelitian data yang diperoleh menunjukkan pada terapi tunggal antipsikotik
yang paling banyak digunakan adalah risperidon (21,1%) dan pada terapi
kombinasi antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah haloperidol dan
klorpromazin (23,2%). Kategori pengobatan yang paling banyak digunakan
adalah pengobatan antipsikotik tipikal (41,5%).
Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau
kronis. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami
atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan disini
adalah mengurangi gejala psikotik yang parah. Dengan fenotiazin biasanya
waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Biarpun tetap masih
ada waham dan halusinasi, pasien tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi
lebih kooperatif, mau ikut serta dalam kegiatan lingkungannya dan mau turut
terapi kerja.
Setelah 4-8 minggu, pasien masuk tahap stabilisasi sewaktu gejala-
gejala sedikit banyak sudah teratasi, tetapi risiko tetap tinggi, apalagi bila
pengobatan terputus atau pasien mengalami stres. Sesudah gejala-gejala
mereda, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika serangan
itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari satu
kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau
dua tahun.
Setelah 6 bulan, pasien fase rumatan (maintenance) yang bertujuan
untuk mencegah kekambuhan. Pasien dengan skizofrenia menahun,
neuroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya
dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan pasien. Senantiasa harus
waspada tehadap efek samping obat.
Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah yang dapat
memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan tidak mengganggu
fungsi psikososial pasien. Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik
mulai diberi dalam dua tahun pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standar
untuk obat ini, tetapi dosis ditetapkan secara individual.
Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan profil efek samping dan
respon pasien pada pengobatan sebelumnya. Ada beberapa kondisi khusus
yang perlu diperhatikan, misalnya wanita hamil lebih dianjurkan haloperidol,
karena obat ini mempunyai data keamanan yang paling baik. Pada pasien
yang sensitif terhadapefek samping ekstrapiramidal lebih baik diberi
antipsikotik atipikal, demikian pula pada pasien yang menunjukan gejala
kognitif atau gejala negatif menonjol.
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek
samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan
mengurangi ketaatan berobat (compliance) atau ketidaksetiaan berobat
(adherence). Dianjurkan menggunakan antipsikotik atipikal atau antipsikotik
tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah.
2) Terapi elektro-konvulsi (TEK)
Terapi elektro-konvulsi (TEK) baik hasilnya pada jenis katatonik
terutama stupor, terhadap skizofrenia simpleks efeknya mengecewakan, bila
gejala hanya ringan lantas diberi TEK, kadang-kadang gejala menjadi lebih
berat.
3) Psikoterapi dan rehabilitasi
a. Terapi psikoanalisa
Terapi ini merupakan metode terapi berdasarkan konsep freud. Tujuan
psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak
disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
mengendalikan kecemasannya.
b. Terapi perilaku
Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian
klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata.
Para terapis mencoba menentukan stimulus yang mengawali respon
malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau
mempertahankan perilaku itu dalam masyarakat. Paul dan lents
menggunakan dua bentuk program psikososial untuk meningkatkan
fungsi kemandirian:
1. Social learning program
Menolong penderita shizoprenia untuk mempelajari perilaku
perilaku yang sesuai
2. Social skills training
Terapi ini melatih mengenai keterampilan dan keahlian sosial.
c. Terapi humanistik
Terapi kelompok dan terapi keluarga.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Perilaku yang berhubungan dengan kognisi
1. Ingatan
a. Kesulitan mengakses dan menggunakan ingatan yang telah di simpan
b. Konsentrasi buruk mudah terganggu
2. Perhatian
a. Ketidak mampuan untuk mempertahakan perhatian
b. Konsentrasi buruk mudah terganggu
3. Bentuk dan isi bicara
a. Asosiasi ( gangguan fikiran normal)
b. Tangensial/tak logis
c. Inkoheren
d. Bicara tertekan atau mudah terganggu
4. Pengambilan keputusan
a. Kegagalan unttuk mengabsarkan, pikiran tak logis
b. Tidak dapat mengambil keputusan
c. Kurang penghayatan, kurang penilaian
d. Ketidak mampuan untuk melakukan tugas
5. Isi pikir
a. Delusi: paranoid, kebesaran, agama, somatik, nihilistic
b. Dilus bizar :pikiran berpencar, sisip pikir, kontrol fikir
B. Perilaku Yang Berhubungan Dengan Persepsi
a. Halusianasi
b. Masalah intergitas sensori
c. Pengenalan nyeri bagian dalam tubuh kurang
d. Masalah dengan streogenesis ( mengenal benda dengan sentuhan)
e. Mengenal masalah hurup yang di tuliskan di atas kulit
f. Salah mengidentifikasikan wajah
C. Perilaku Yang Berhubungan Dengan Emosi
a. Alek stimia: kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi
b. Apatis; kurang memiliki persaan emosi minat atau kepedulian
D. Perilaku yang berkaitan dengan gerakan dan prilaku
1. Gerakan
a. Katatonia: kelenturan seperti lilin
b. Gerakan mata abnormal
c. Kesulitan melaksanakan tugas yang komplek
d. Sengaja meniru gerakan orang lain
e. Langkah yang tidak normal
2. Perilaku
a. Agresi/ agitasi
b. Prilaku berulang
c. Avolitian ( kurang energi dan dorongan )
d. Kurang tekun dalm bekerja atau sekolah
E. Perilaku Yang Berkaitan Dengan Hubungan Sosial
a. Isolasi sosial dan menarik diri dari hubungan sosial
b. Harga diri rendah
c. Stresor pencetus
d. Kurangnya sumber- sumber koping
e. Mekanisme koping tidak efektif
2. Diagnosa Keperawatan
1) Halusinasi pendengaran
2) Resiko Perilaku Kekerasan
3) Defisit Perawatan Diri
3. Intervensi

1.Halusinasi Pendengaran
Tujuan :  
a. Pasiendapat mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Klienmampumengontrolhalusinasinya
c. Pasien dapat mengikuti program pengobatan secara optimal
KriteriaHasil :
a. Pasien dapat dan mau berjabat tangan.
b. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau
duduk bersama.
c. Pasien dapat menyebutkan penyebab klien menarikdiri.
d. Pasien mau berhubungan dengan orang lain.
e. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara
bertahap dengan keluarga.

Intervensi :
a. Membina hubungan saling percaya, melakukan kontrak dengan pasien dan
mengajak pasien bercakap-cakap.
b. Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi ,perawat dapat
berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi ( apa yang didengar ,
dilihat , ataudirasa) , waktu terjadinya halusinasi , situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul.
c.  Melatih pasien mengontrol halusinasi
Ada 4 cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:
1.       Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memperdulukan halusinasi. Jika ini dapat dilakukan , pasien akan mampu
mengendalikan diri dari dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada , tetapi dengan kemampuan ini , pasien tidak
akan larut untuk mengikuti halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensi
yang dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien.
a. Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b. Memperagakan cara menghardik
c. Meminta pasien memperagakan ulang
d. Memantau penerapan cara , menguatkan perilaku pasien.
2.       Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi.
Ketika pasien bercakap-cakap dengan oranglain ,terjadi distraksi , focus
perhatian pasien akan beralih dari halusinasi kepercakapan yang dilakukan
dengan orang lain.
3.       Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan dirimelakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas
secara terjadwal ,pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri
yang sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu ,halusinasi dapat
dikontrol dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai
malam. Tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas yang
terjadwal ,yaitu :
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.
c. Melatih pasien melakukan aktivitas.
d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari
bangun pagi sampai tidur malam.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan :memberiakan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.
4.       Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi .pasien juga harus
dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi
dokter. Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering mengalami
putus obat sehingga mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan
terjadi  ,untuk mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu.
Oleh karena itu dilatih minum obat sesuai program dan kelanjutan
dengancara:
a) Menjelaskan kegunaan obat
b) Menjelaskan akibat jika putus obat
c) Menjelaskan cara mendapatkan obat/ berobat
d) Menjelaskan cara minum obat dengan prinsi penambenar ( benar
pasien ,benarobat , benardosis , benar waktu benar cara dan benar
dokumentasi).
2. Resiko Perilaku Kekerasan
Tujuan :
a. Pasien dapa tmengidentifikasi penyebab RPK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala RPK
c. Pasein dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah / mengendalikan PK
e. Pasien dapat mencegah / mengendalikan PK secara fisik, spritul,
social ,dan dengan psikofarmasi.
Kriteriahasil :
a. Klien percaya kepada perawat dan mau terbuka kepada perawat
b. Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel
c. Klien mampu mengungkapakan cara yang biasa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah dan mengendalikan PK
d. Klien dapat melakukan dengan baik cara untuk mengendalikan  PK
Intervensi keperawatan :
a. Membina hubungan salingp ercaya
Dalam membina hubungan saling percaya ,pasien harus merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus perawat
lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :
a. Mengucapkan salam teraupeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topic ,waktu , dan tempatsetiap kali bertemu
dengan pasien.
b. Diskusikan Bersama pasien penyebab perilaku kekerasaan sekarang dan
yang lalu.
c. Diskusikan perasaan ,tanda ,dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi
penyebab PK :
 Diskusikan penyebab PK
 Diskusikan tanda dan gejala PK secarapsikologis
 Diskusikan tanda dan gejala PK secara sosial
 Diskusikan tanda dan gejala PK secaras pritual
 Diskusikan tanda dan gejala PK secara intelektual
d. Diskusikan Bersama pasien tentang PK yang biasa dilakukan pada saat
marah :
a. Verbal
b. Terhadap orang lain
c. Terhadap dirisendiri
d. Terhadap lingkungan
e. Diskusikan Bersama pasien akibat PK yang ialakukan
f. Diskusikan Bersama pasie ncaramengendalikan PK , yaitu dengan
cara brikut :
o Fisik : Tarik nafas dalam atau pukul kasur
o Obat
o Social / verbal : menyatakan secara asertif rasa amarahanya
o Spiritual : beribadah sesuai keyekinan pasien
f. Bantu pasien Latihan mengendalikan PK secaraf isik :
· Latihan nafas dalam dan pukulkasur / bantal
· Susun jadwal Latihan dan pukulkasur / bantal
g. Bantu pasien Latihan mengendalikan PK secara social dan verbal
· Bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dan
meminta dengan baik , mengungkapkan perasaan dengan baik
· Susun jadwal Latihan mengungkapkan marahsecara verbal
h. Bantu pasien Latihan mengendalikan PK secara spritul :
· Bantu pasien mengendalikan marah secaraspritul : kegiatan
ibadah yang biasa dilakukan
· Buat jadwal Latihan ibadah dan berdoa
i. Bantu pasien mengendalikan PK dengan patuh minum obat :
- Menjelaskan kegunaan obat
- Menjelaskan akibat jika putus obat
- Menjelaskan cara mendapatkan obat/ berobat
- Menjelaskan cara minum obat dengan prinsip enambenar.
j. Ikutsertakanpasiendalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan
PK.
3.      Defisit Perawatan Diri
Tujuan  :
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan denganbaik
d. Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri
e.
Kriteriahasil :
a. Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali
pertemuan, mampu menyebutkan Kembali kebersihan untuk
kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat
meningkatkan cara merawatdiri.
b. Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi
pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti
pakaian bersih sehari-hari, dan merapikan penampilan.
c. Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan
diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan
sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
d. Klien selalu tampak bersih dan rapi
Intervensi Keperawatan:
1.         Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengancara :
 Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihandiri
 Menjelaskanalat-alat untuk menjaga kebersihan
 Menjelaskancara –cara melakukan kebersihan diri
 Melatih pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
2.      Membantu pasien Latihan berhias
Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita .Pada pasien
laki – laki ,Latihan meliputi Latihan berpakain  , menyisir rambut  ,dan
bercukur , sedangkan pada pasien wanita Latihan meliputi berpakaian ,
menyisir rambut  dan berhias / berdandan.
3.      Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara :
o Menjelaskan cara mempersiap kan makanan
o Menjelaskan cara makan yang tertip
o Menjelaskan cara marapikan perlatan makan setelah makan
o Mempraktikan cara makan yang baik
4.      Mengajarkan pasien melakukan BAB/ BAK yang sesuai dengan cara :
o Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
o Menjelaskan cara membersihkan dirisetelah BAB/BAK
o Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika


Aditama

NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan :DefenisidanKlasifikasi. Jakarta : EGC

Prabowo, Eko. 2013. KonsepdanAplikasiAsuhanKeperawatanJiwa.

Yosep, Iyus., 2010, KeperawatanJiwa, Bandung : RefikaAditama

Anda mungkin juga menyukai